• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi kadar piroksikam dalam sediaan hidrogel sebagai diabetic wound healing pada luka tikus diabetes.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi kadar piroksikam dalam sediaan hidrogel sebagai diabetic wound healing pada luka tikus diabetes."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI KADAR PIROKSIKAM DALAM SEDIAAN HIDROGEL SEBAGAI DIABETIC WOUND HEALING PADA LUKA TIKUS DIABETES

Rr. Kirana Andranilla Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 kiranaandranilla@gmail.com

ABSTRAK

Pada luka pasien diabetes, dapat terjadi peningkatan MMP-9 yang menghambat penyembuhan luka. Hal ini menyebabkan 23,5% penderita ulkus kaki diabetes harus mengalami amputasi. Piroksikam diduga adalah suatu zat aktif yang dapat mempercepat penyembuhan luka pada tikus \diabetes. Penelitian “Optimasi Kadar Piroksikam dalam Sediaan Hidrogel sebagai Diabetic Wound Healing pada Luka Tikus Diabetes” memiliki tujuan untuk mengetahui konsentrasi efektif piroksikam dalam sediaan hidrogel untuk penyembuhan luka diabetes pada tikus galur Wistar. Zat aktif piroksikam diformulasikan ke dalam sediaan hidrogel. Tikus diinduksi aloksan sebagai induktor diabetes dan glukosa darah tikus diukur menggunakan metode Gucose Oxidase Phenol Aminoantipytin Peroxidase. Tikus diabetes diberikan luka eksisi dan akan diaplikasikan sediaan hidrogel piroksikam setiap 12 jam hingga luka menutup dan didapatkan persentase penutupan luka pada tikus. Tikus yang lukanya sudah tertutup akan dieutanasia dengan injeksi ketamin dosis letal untuk melihat secara mikroskopis struktur kulit dari bekas luka tersebut. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada waktu penyembuhan antarluka pada kelompok tikus normal maupun kelompok tikus diabetes. Tetapi secara uji histopatologi, formula piroksikam 5% terbukti dapat menyembuhkan luka dengan kualitas yang baik.

(2)

OPTIMIZATION OF PIROXICAM’S LEVEL IN HYDROGEL PREPARATION AS DIABETIC WOUND HEALING ON DIABETIC RAT’S WOUND

Rr. Kirana Andranilla Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 kiranaandranilla@gmail.com

ABSTRACT

In diabetic patient’s wound, the level of MMP-9 can be increasing, so it can inhibits wound healing process. This process has caused 23,5% of patients to have amputations. Piroxicam allegedly is an active substance which can accelerate the wound healing in diabetic rats. “Optimization of Piroxicam’s level in Hydrogel Preparation as Diabetic Wound Healing on Diabetic Rat’s Wound” has a purpose to determine the effective concentration of piroxicam in hydrogel preparation for wound healing in diabetic rats wistar strain. The piroxicam active substance is formulated into hydrogel preparation. Rats are induced by alloxan as diabetic inductor and blood glucose rate is measured by using Gucose Oxidase Phenol Aminoantipytin Peroxidase method. Diabetic rats are given excision wound and will be applied piroxicam’s hydrogel preparation every 12 hours until the wound is closed and percentage of wound closure in rats is obtained. Rats whose wound are closed will be given euthanasia by lethal dose ketamine injection to see the microscopic structure of the skin structure of these scars. The result of statistic analysis had showed that there is no significant difference between wound healing time inter-wound in normal group as well as diabetic group. But, in histopathology test, Piroxicam 5% formula is proven to heal wounds with good quality.

(3)

i

OPTIMASI KADAR PIROKSIKAM DALAM SEDIAAN HIDROGEL SEBAGAI DIABETIC WOUND HEALING PADA LUKA TIKUS DIABETES

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rr. Kirana Andranilla NIM: 138114014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ii

OPTIMASI KADAR PIROKSIKAM DALAM SEDIAAN HIDROGEL SEBAGAI DIABETIC WOUND HEALING PADA LUKA TIKUS DIABETES

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rr. Kirana Andranilla NIM: 138114014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini untuk Allah SWT yang telah memimpin setiap langkah hidup saya dan selalu berada di manapun saya berada

Bapak, Papa, Mama, Kakak, Adik yang selalu mendukung saya dari jauh. Teman-teman tercinta yang selalu memberikan motivasi, menjadi tempat berkeluh

kesah, dan selalu menemani.

“Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak -banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa”

-Al Ghazali-

“Ilmu pengetahuan bukanlah berdasarkan kemampuan mengingat, barulah disebut ilmu pengetahuan hanya jika didapatkan dengan kemampuan pemikiran sendiri”

(8)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala anugrah dan rahmat yang telah diberikan sehingga skripsi yang berjudul “Optimasi Kadar Piroksikam dalam Sediaan Hidrogel sebagai Diabetic Wound Healing pada Luka Tikus Diabetes” dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan berbagai pihak. Kesempatan ini penulis gunakan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang Maha Pengasih serta Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan kuasanya atas penyusunan skripsi ini;

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma;

3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan saran, memotivasi, dan bersabar selama penelitian dan penyusunan skripsi;

4. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., yang telah mendukung dan memberi banyak panduan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Ibu Nunung Yuniarti, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat berarti pada penyusunan skripsi ini;

6. Bapak Yohanes Ratijo, yang telah banyak bersabar dalam mendampingi penelitian, selalu mendukung, memotivasi, dan meluangkan waktu, tempat, dan tenaga yang ekstra dalam penelitian ini;

7. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. dan Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc.,Apt., selaku kepala laboratorium yang telah memberikan ijin penelitian;

8. Pak Agung, Pak Kayat, Pak Musrifin, Pak Mukmin, dan Pak Wagiran, selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah mengijinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di laboratorium;

9. Pak Dwi, Pak Sarwanto, dan Pak Narto, selaku karyawan bagian Sekretariat Fakultas Farmasi yang telah mempermudah dalam urusan berkas-berkas;

(9)

vii

11. Bapak Surya Tedja Miarza (Alm.) yang meskipun sudah tidak ada di dunia ini, tetapi selalu menjadi sosok yang menginsiprasi dan memotivasi penyusunan skripsi ini; 12. Garda Bagus Damastra, sebagai orang yang setia mendampingi penulis pada saat

dibutuhkan dan dapat memberikan masukan serta motivasi dalam penyusunan naskah skripsi;

13. Ivana dan Hesti yang sama-sama merasakan suka duka dari awal sampai akhir penelitian hingga penulisan naskah skripsi ini;

14. Teman-teman seperjuangan lain, Dhuta, Tya , Kenny, Dipta, Ryan, Elwy, Fidel yang telah membantu dan mau bekerjasama dalam penelitian;

15. Teman-teman terdekat penulis: Maria, Aven, Eko, Ida, Ronny, Indri, Cindy, Ririn, Monita, Ike, Mas Bram, Chindy, Om Yos, Dian, Vita, Vinsen, Della, yang memberikan keceriaan selama penulisan skripsi ini;

16. Teman-teman FST 2013, FSM A 2013, dan seluruh angkatan 2013; 17. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu farmasi.

Yogyakarta, 1 November 2016

(10)
(11)
(12)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN KATA ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Pembuatan gel diabetic wound healing ... 5

Uji sterilitas ... 5

Uji sifat fisis ... 6

Perlakuan terhadap hewan uji ... 7

Waktu penyembuhan luka ... 9

Uji histopatologi ... 9

KESIMPULAN ... 13

UCAPAN TERIMA KASIH ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

LAMPIRAN ... 15

(13)

xi

DAFTAR TABEL

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Proposal Penelitian ... 15

Lampiran 2. Ethical Clearance Penelitian ... 26

Lampiran 3. Certificate of Analysis Piroxicam ... 27

Lampiran 4. Data Sifat Fisis Hidrogel ... 28

Lampiran 5. Data % Wound Closure ... 29

Lampiran 6. Hasil Statistik Penelitian ... 31

Lampiran 7. Hasil Uji Histopatologi ... 36

(16)

xiv

DAFTAR SINGKATAN KATA

COX : Cyclooxygenase

Gel : Basis hidrogel tanpa penambahan piroksikam

GOD-PAP : Glucose Oxidase Phenol Aminoantypyrin Peroxidase HE : Hematoxylin-Eosin

LAF : Laminar Air Flow

MMP-9 : Matriks Metalloproteinase-9

NSAID : Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs PGE2 : Prostaglandin E2

(17)

xv

OPTIMASI KADAR PIROKSIKAM DALAM SEDIAAN HIDROGEL SEBAGAI DIABETIC WOUND HEALING PADA LUKA TIKUS DIABETES

Rr. Kirana Andranilla Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 kiranaandranilla@gmail.com

ABSTRAK

Pada luka pasien diabetes, dapat terjadi peningkatan MMP-9 yang menghambat penyembuhan luka. Hal ini menyebabkan 23,5% penderita ulkus kaki diabetes harus mengalami amputasi. Piroksikam diduga adalah suatu zat aktif yang dapat mempercepat penyembuhan luka pada tikus diabetes. Penelitian “Optimasi Kadar Piroksikam dalam Sediaan Hidrogel sebagai Diabetic Wound Healing pada Luka Tikus Diabetes” memiliki tujuan untuk mengetahui konsentrasi efektif piroksikam dalam sediaan hidrogel untuk penyembuhan luka diabetes pada tikus galur Wistar. Zat aktif piroksikam diformulasikan ke dalam sediaan hidrogel. Tikus diinduksi aloksan sebagai induktor diabetes dan glukosa darah tikus diukur menggunakan metode Gucose Oxidase Phenol Aminoantipytin Peroxidase. Tikus diabetes diberikan luka eksisi dan akan diaplikasikan sediaan hidrogel piroksikam setiap 12 jam hingga luka menutup dan didapatkan persentase penutupan luka pada tikus. Tikus yang lukanya sudah tertutup akan dieutanasia dengan injeksi ketamin dosis letal untuk melihat secara mikroskopis struktur kulit dari bekas luka tersebut. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada waktu penyembuhan antarluka pada kelompok tikus normal maupun kelompok tikus diabetes. Tetapi secara uji histopatologi, formula piroksikam 5% terbukti dapat menyembuhkan luka dengan kualitas yang baik.

(18)

xvi

OPTIMIZATION OF PIROXICAM’S LEVEL IN HYDROGEL PREPARATION AS DIABETIC WOUND HEALING ON DIABETIC RAT’S WOUND

Rr. Kirana Andranilla Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 kiranaandranilla@gmail.com

ABSTRACT

In diabetic patient’s wound, the level of MMP-9 can be increasing, so it can

inhibits wound healing process. This process has caused 23,5% of patients to have amputations. Piroxicam allegedly is an active substance which can accelerate the wound

healing in diabetic rats. “Optimization of Piroxicam’s level in Hydrogel Preparation as Diabetic Wound Healing on Diabetic Rat’s Wound” has a purpose to determine the

effective concentration of piroxicam in hydrogel preparation for wound healing in diabetic rats wistar strain. The piroxicam active substance is formulated into hydrogel preparation. Rats are induced by alloxan as diabetic inductor and blood glucose rate is measured by using Gucose Oxidase Phenol Aminoantipytin Peroxidase method. Diabetic rats are given

excision wound and will be applied piroxicam’s hydrogel preparation every 12 hours until

the wound is closed and percentage of wound closure in rats is obtained. Rats whose wound are closed will be given euthanasia by lethal dose ketamine injection to see the microscopic structure of the skin structure of these scars. The result of statistic analysis had showed that there is no significant difference between wound healing time inter-wound in normal group as well as diabetic group. But, in histopathology test, Piroxicam 5% formula is proven to heal wounds with good quality.

(19)

1 PENDAHULUAN

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa yang melebihi nilai normal akibat kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak (Sujono & Sutrisna, 2010). Banaknya penderita diabetes melitus karena gaya hidup masyarakat yang tidak memperhatikan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi gizi seimbang dan berolah raga (Darusman, 2009). Angka prevalensi penderita diabetes melitus pada umur produktif orang Indonesia adalah 4,6% (Mihardja et al., 2014). Prevalensi penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia sebesar 15% dari penderita diabetes melitus (Santosa & Nikmah, 2014). Angka amputasi pada penderita ulkus kaki diabetes di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 23,5% (Santosa & Nikmah, 2014).

Pasien dengan diabetes beresiko mengalami penghambatan penyembuhan luka yang disebabkan karena apoptosis yang meningkat, infiltrasi sel yang tertunda, berkurangnya angiogenesis, dan berkurangnya pembentukan dan pengaturan benang kolagen (Asai et al., 2012). Pada pasien diabetes, cairan luka yang didapat dari luka kronis diabetes berisi sejumlah matriks metalloproteinase-9 yang berlebih (Falanga, 2005). Enzim MMP-9 yang berlebih akan menyebabkan penyembuhan luka menjadi tertunda (Falanga, 2005). Konsentrasi dari MMP-9 meningkat hingga 14 kali lipat pada penderita ulkus diabetikum, sehingga menghambat proses penyembuhan luka (Lobmann et al., 2002).

Piroksikam adalah nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) yang memiliki aktivitas antiinflamasi dan analgesik dalam penghambatan sintesis prostaglandin PGE2 (Abd-Allah et al., 2011). Piroksikam merupakan inhibitor COX nonselektif dan dapat menghambat sintesis prostaglandin (Greene et al., 2010). Penghambatan prostaglandin akan menyebabkan berkurangnya sekresi MMP-9 secara signifikan karena prostaglandin menginduksin sitokin pro-inflamasi yang menginduksi MMP-9 (Yen, Khayrullina, Ganea, 2008).

(20)

2 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aloksan monohidrat (Sigma) yang digunakan sebagai induktor diabetes pada tikus, piroksikam (Kalbe Farma) sebagai zat aktif pada sediaan hidrogel, etanol 96% (Aldrich) yang digunakan sebagai kosolven, kalium sorbat (Brataco) dan asam borat (Brataco) yang digunakan sebagai pengawet pada basis gel, carbopol (Brataco); CMC-Na (Brataco); dan Ca-alginat (Brataco) yang digunakan sebagai gelling agent, gliserol (Aldrich) digunakan sebagai humektan, trietanolamin (Brataco) digunakan sebagai peningkat pH, akuades (Tirta Amarta) digunakan sebagai pelarut, etanol 70% (Aldrich) digunakan untuk sterilisasi ruangan, Nutrien Agar (Oxoid) digunakan sebagai media uji sterilisasi, ketamin 10% (Kepro) digunakan sebagai anestesi dan euthanasia tikus, krim depilatori (Reckitt Benckiser) digunakan sebagai pencukur bulu tikus, formalin 10% (Aldrich) digunakan untuk mengawetkan jaringan, reagen dan standar Glucose God FS (Diasys), akuabides (Ikapharmindo Putramas) digunakan untuk mengukur gula darah, heparin (Inviclot) digunakan sebagai antikoagulan darah.

Alat yang digunakan meliputi gelas beker, hotplate magnetic stirrer (Cenco), batang pengaduk, pipet ukur, timbangan analitik (Ohaus), kabinet LAF, ose, labu ukur, tabung sentrifugasi, tabung reaksi, bunsen, cawan petri, mortir, stamper, spuit injeksi, pinset, gunting, skalpel, biopsy punch, gelas ukur, kaca objek, pipet tetes, kaca bundar, mikroskop cahaya (Olympus), microlab-200 (Merck), mikropipet (Socorex), vortex (Wilten), rheosys (Merlin VR), dansentrifugator (Thermo).

Pada penelitian ini digunakan tikus Wistar yang diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma dengan jenis kelamin jantan, bertubuh sehat, dan belum pernah digunakan untuk percobaan lain, tidak ada kelainan pada bagian tubuh, dengan usia 2 bulan, bobot 150-180 g.

Pembuatan Sediaan Hidrogel Diabetic Wound Healing

Formula basis hidrogel acuan yang digunakan adalah formula yang sudah dioptimasi oleh Yuliani (2012) sebagai berikut:

R/ Carbopol 1

CMC-Na 0,5

Ca-alginat 0,5

Trietanolamin sampai pH 7

(21)

3

Sediaan yang akan dibuat adalah sedian hidrogel dengan piroksikam dengan kadar 1,25 (Piroks 1); 2,5 (Piroks 2) dan 5% (Piroks 3), dan basis hidrogel (Gel) itu sendiri. Uji Sterilitas

Uji sterilitas dilakukan dengan menggoreskan hidrogel yang dihasilkan ke media Nutrien Agar pada cawan petri menggunakan jarum ose secara zig zag. Tiap petri kemudian dibungkus plastic wrap dan diinkubasi terbalik selama 24 jam.

Uji Homogenitas

Sediaan secukupnya diletakkan pada object glass lalu letakkan object glass yang lain di atas object glass pertama, tekan hingga rapat. Homogenitas sebarannya diamati. Diulangi sebanyak 3 kali.

Uji Viskositas

Sediaan secukupnya diletakkan pada plate rheosys dan uji viskositas dijalankan menggunakan alat rheosys dengan sistem cone and plate. Diulangi sebanyak 3 kali.

Uji Daya Sebar

Sediaan sebanyak 0,5 g ditimbang dan diletakkan di tengah kaca bundar. Letakkan kaca bundar lainnya (yang telah ditimbang bersama dengan pemberat, sehingga total botolnya 125 g) di atas kaca bundar pertama dan ditekan selama 1 menit. Diameter sediaan yang telah menyebar diukur (dengan mengambil nilai rata-rata setelah diukur dari 4 arah berbeda, yaitu vertikal, horisontal , dan kedua diagonalnya) dan diulangi sebanyak 3 kali.

Induksi Aloksan pada Tikus dan Pengukuran Gula Darah

(22)

4

Larutan yang dipersiapkan adalah larutan standar, blanko, dan sampel sesuai dengan komposisi masing-masing dalam tabung reaksi. Larutan sampel dibuat replikasi 3 kali. Semua larutan yang dibuat, divortex, dan didiamkan selama operating time selama 10 menit. Larutan-larutan kemudian diukur dengan microlab-200 pada panjang gelombang 546 nm. Tiga tikus yang kadar gula darahnya di atas 250 mg/dL digunakan untuk penelitian (Pirbalouti, et al., 2010).

Perlakuan Pemberian Luka pada Tikus dan Pemberian Hidrogel

Enam tikus digunakan sebagai perlakuan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 3 tikus perlakuan diabetes yang memiliki kadar gula darah di atas 250 mg/dL dan 3 tikus kontrol tidak diabetes. Setiap perlakuan diberi olesan krim depilatori pada bagian punggungnya dan didiamkan selama 5 menit, lalu dibilas dengan kapas yang dibasahi air bersih hingga tampak kulit punggung tikus. Tikus dibiarkan selama 48 jam sebelum diberi luka eksisi. Tikus dianestesi dengan menambahkan ketamin dosis 40-50 mg/kgBB secara intramuscular pada bagian paha. Tiga puluh menit setelah disuntikkan ketamin, kulit punggungnya dibasahi dengan etanol 70%. Pada tiap tikus diberi 5 luka eksisi menggunakan biopsy punch dengan diameter 3 mm ke punggung tikus yang sudah dicukur sebelumnya (hari ke-0). Perlakuan berbeda diberikan pada masing-masing luka eksisi pada tikus, yaitu: gel, piroks 1 (1,25%), piroks 2 (2,5%), piroks 3 (5%), dan tanpa diberi hidrogel. Hidrogel diabetic wound healing dioleskan sebanyak 0,1 mL pada luka eksisi dengan menggunakan spuit tanpa jarumnya. Pemberian sediaan dilakukan tiap 12 jam sampai luka menutup. Luka eksisi kemudian dimonitor dan area luka dihitung. Setelah luka sembuh, tikus dieutanasia dengan injeksi ketamin dengan dosis 100 mg/kgBB. Kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10%. Uji Histopatologi Pengecatan Hematoxylin-Eosin (HE)

(23)

5 Tata Cara Analisis Hasil

Analisis Kuantitatif Pengukuran persentase penutupan luka pada tikus dihitung dengan persamaan:

Pengukuran persentase penutupan luka pada tikus dilakukan tiap hari sampai luka menutup. Pengukuran persentase penutupan luka diukur menggunakan aplikasi Image J. Analisis Kualitatif Pengamatan histopatologi akan memberikan perbandingan hasil secara mikroskopis antara struktur kulit penyembuhan luka eksisi dan struktur kulit normal tikus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Gel Diabetic Wound Healing

Formula sediaan hidrogel diabetic wound healing merupakan modifikasi dari formula sediaan gel wound healing pada penelitian Formulasi Sediaan Hidrogel Penyembuh Luka Ekstrak Etanol Daun Binahong. Hidrogel diabetic wound pada penelitian ini diformulasi dalam suasana aseptis di dalam LAF yang telah dibersihkan dengan etanol dan didiamkan di bawah sinar UV selama 24 jam. Sterilisasi basis gel dengan autoklaf dilakukan pada suhu 121oC dan tekanan 1 kgf/cm2 selama 15 menit, sebab pada kondisi tersebut, mikroorganisme yang berada di dalamnya akan mati akibat degradasi asam nukleat dan denaturasi enzim (Adji, Zuliyanti, and Lara, 2007).

Uji Sterilitas

(24)

6

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1. Hasil uji sterilitas: Piroks 1,25% (a); Piroks 2,5% (b); Piroks 5% (c); dan Gel (d) (n=3)

Uji Sifat Fisis

(25)

7

Gambar 2. Grafik hasil uji rheologi Gel; Piroks 1,25%; Piroks 2,5%; Piroks 5% Pengukuran daya sebar dilakukan untuk menjamin penyebaran gel diabetic wound healing pada saat diaplikasikan ke kulit. Uji homogenitas sediaan dilakukan untuk memastikan keseragaman dosis yang terabsorpsi ke setiap bagian kulit saat gel diabetic wound healing diaplikasikan. Uji homogenitas dilihat berdasarkan ada tidaknya gumpalan maupun butiran kasar pada sediaan gel diabetic wound healing. Data rata-rata hasil pengukuran viskositas, daya sebar, dan homogenitas disajikan dalam Tabel I.

Tabel I. Rata-rata hasil uji viskositas, daya sebar, dan homogenitas (n=3) Sediaan Viskositas ± SD (Pa.s) Daya sebar ± SD (cm) Homogenitas

Gel 2,832±0,386 4,108±0,101 Homogen Piroks1,25% 2,715±0,287 4,592±0,184 Homogen Piroks 2,5% 2,000±0,356 4,483±0,257 Homogen Piroks 5% 2,527±0,767 4,508±0,213 Homogen

Gel, piroks 1,25%; pirox 2,5%; dan pirox 5% memiliki viskositas yang berkisar antara 2,000-2,832 Pa.S serta daya sebar berkisar di antara 4,108-4,592 cm. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa semua sediaan homogen.

Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Tikus yang digunakan memiliki kriteria sebagai berikut: Tikus spesies Rattus norvegicus dengan galur Wistar, usia 2 bulan, bobot berkisar antara 150-180 g. Usia dan berat badan dikontrol dengan baik agar meminimalisir variabel pengacau tak terkendali pada tikus. Berat badan dengan deviasi 30 g agar tidak menyebabkan perbedaan ketebalan kulit yang signifikan yang dapat memengaruhi waktu penyembuhan luka dan menyebabkan hasil penelitian menjadi bias. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu tikus normal dan tikus diabetes dan tiap tikus diletakkan pada satu kandang yang berbeda-beda.

50

110 130 150 170 190 210

(26)

8

Penelitian ini menggunakan aloksan sebagai induktor diabetes pada tikus, karena aloksan akan merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel pulau Langerhans (Azizah & Sutrisna, 2010). Pada orientasi, dosis aloksan yang digunakan adalah 125 mg/kgBB, tetapi terbukti bahwa pada hari ke-4 semua gula darah tikus sudah berada di bawah 250 mg/dL. Hal ini menunjukkan bahwa dosis aloksan 125 mg/kgBB belum mampu menginduksi terjadinya diabetes pada tikus, sehingga dosis aloksan dinaikkan menjadi 150 mg/kgBB. Setelah 21 hari, terbukti tikus yang diberi aloksan 150 mg/kgBB masih memiliki kadar gula darah di atas 250 mg/dL, sehingga dosis ini yang akhirnya dipakai untuk menginduksi diabetes pada tikus.

Sebelum diinduksi oleh aloksan, tikus diukur gula darah hari ke-0 dengan metode GOD-PAP (Glucose Oxidase Phenol Aminoantypyrin Peroxidase). Prinsip kerja enzim GOD-PAP yakni serum darah yang mengandung glukosa akan bereaksi dengan reagen GOD-PAP membentuk asam glukonat dan H2O2 (Khairina & Yuanita, 2015). Hidrogen peroksida yang terbentuk dalam reaksi ini bereaksi dengan 4-aminoantipirin dan membentuk N-(4-antipitryl)-P-benzoquinone imine (Khairina & Yuanita, 2015). Jumlah zat warna merah yang terbentuk sebanding dengan jumlah konsentrasi glukosa (Khairina & Yuanita, 2015). Pengambilan darah pada tikus dilakukan dari ekor tikus. Kadar gula darah hari ke-0 pada semua tikus berkisar antara 60-80 mg/dL. Tiga ekor tikus diberi induksi aloksan sebanyak 150 mg/kgBB selama 3 hari berturut-turut dan tikus dengan gula darah lebih dari 250 mg/dL digunakan sebagai subjek uji.

Setelah dipastikan bahwa tikus memiliki kadar gula darah lebih dari 250 mg/dL maka tikus dipersiapkan dengan mencukur pada separuh bagian atas punggungnya hingga sebelum bagian leher. Pencukuran dilakukan dengan menggunting bulu tikus hingga setipis mungkin kemudian diaplikasikan krim depilatori. Hal ini bertujuan agar saat krim depilatori diaplikasikan, bulu tikus akan terangkat semua, karena apabila bulu masih terlalu tebal, krim depilatori tidak dapat mengangkat keseluruhan bulu yang tersisa. Tikus yang sudah tercukur didiamkan selama 48 jam untuk memastikan agar tidak ada lagi krim depilatori yang tersisa dan mengganggu hasil penelitian nantinya.

(27)

9

karena dapat dijangkau oleh mulutnya sendiri. Pemberian gel yang diujikan dilakukan segera setelah tikus diberi luka eksisi dan kemudian setiap 12 jam berikutnya hingga luka sembuh.

Setelah dipastikan luka sembuh secara sempurna atau % wound closure mencapai 100% untuk tiap luka pada tikus, darah tikus diambil kembali untuk melihat apakah tikus masih dalam keadaan diabetes. Hasil pengujian gula darah memberikan hasil kadar gula darah tikus berkisar antara 382-560 mg/dL, sehingga tikus masih dalam keadaan diabetes. Tikus kemudian dieutanasia dan kulit punggung tikus diambil, kemudian sampel kulit disimpan dalam pot berisi formalin 10% untuk selanjutnya dibuat preparat dengan pengecatan Hematoxylin-Eosin dan diamati di bawah mikroskop.

Waktu Penyembuhan Luka

Rata-rata luka mencapai % wound closure hingga 100% pada kelompok tikus normal adalah 10-12 hari. Rata-rata luka mencapai % wound closure hingga 100% pada kelompok tikus diabetes adalah 9-13 hari. Data yang diambil untuk analisis statistik adalah data hari % wound closure mencapai 100%, data ditunjukkan pada tabel II.

Tabel II. Rata-rata hari penyembuhan luka (n=3)

Perlakuan luka Tikus diabetes (hari) Tikus normal (hari) Rata-rata±SD

Kontrol 12±1,528 12±0,577 Gel 12±0,577 12±0,577 Piroks 1,25% 11±1,000 11±0,577 Piroks 2,5% 11±1,000 11±0,577 Piroks 5% 10±1,155 11±0,577

Analisis statistik dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara % wound closure pada tikus normal dan tikus diabetes. Hasil statistik menyatakan bahwa rata-rata data hari penyembuhan 100% wound closure pada kontrol = gel = piroksikam 1,25% = piroksikam 2,5% = piroksikam 5%. Hipotesis dari penelitian ini ditolak, tidak ada konsentrasi piroksikam yang optimal yang dapat mempercepat penyembuhan luka diabetes pada tikus. Tetapi apabila tidak dilakukan uji statistik, maka waktu penyembuhan luka yang paling cepat adalah pada formula piroks 5%.

Uji Histopatologi

(28)

10

menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x. Hasil histopatologi ditunjukkan pada gambar 3 dan intepretasi hasil uji histopatologi disajikan pada tabel III.

(Tikus Diabetes Kontrol) (Tikus Diabetes Gel) (Tikus Diabetes Piroks 1,25%)

(Tikus Normal Kontrol) (Tikus Normal Gel) (Tikus Normal Piroks 1,25%)

(Tikus Diabetes Piroks 2,5%) (Tikus Diabetes Piroks 5%) (Tikus Normal Tanpa Perlakuan)

(Tikus Normal Piroks 2,5%) (Tikus Normal Piroks 5%)

Keterangan: g = epidermis j = folikel rambut h = jaringan granulasi k = jaringan ikat i = pembuluh darah l = kolagen

Gambar 3. Preparat hasil uji histopatologi Hematoxylin-Eosin (4x10) (n=1)

(29)

11

Tabel III. Hasil Pengamatan Uji Histopatologi

Perlaku

Normal Tikus Diabetes Tikus Normal

Kontrol

(a) 12±1,528 12±0,577

Penyembuhan masih dalam tahap proliferasi ditandai dengan adanya jaringan granulasi dan pembuluh darah meskipun sudah terbentuk kolagen dan jaringan ikat

Penyembuhan sudah termasuk dalam tahap

remodelling dibuktikan dengan adanya susunan kolagen yang teratur dan susunan sel yang lengkap seperti folikel rambut, jaringan ikat, dan epidermis

Gel (b) 12±0,577 12±0,577

Penyembuhan masuk dalam tahap remodelling ditandai dengan banyaknya struktur kolagen yang teratur, dan tidak adanya jaringan granulasi

Penyembuhan masih dalam tahap proliferasi ditandai dengan banyaknya jaringan granulasi dan kolagen masih belum banyak

Penyembuhan luka masih masuk dalam tahap proliferasi karena masih banyaknya jaringan granulasi dan sedikitnya kolagen

Penyembuhan luka masih masuk dalam tahap proliferasi karena masih banyaknya jaringan granulasi meskipun ada sedikit kolagen

Piroks 2,5%

(d)

11±1,000 11±0,577

Penyembuhan luka masih masuk dalam tahap proliferasi karena masih banyaknya jaringan granulasi yang terbentuk, adanya pembuluh darah dan sedikit kolagen

(30)

12

Tabel III. (Lanjutan) Hasil Pengamatan Uji Histopatologi

Perla

Normal Tikus Diabetes Tikus Normal

Piroks

5% (e) 10±1,155 11±0,577

Penyembuhan luka sudah masuk dalam tahap

remodelling ditunjukkan dengan tidak adanya jaringan granulasi dan lengkapnya sel yang sudah terbentuk seperti kolagen yang teratur, jaringan ikat, epidermis, dan folikel rambut

Penyembuhan luka sudah masuk dalam tahap

remodelling ditunjukkan

dengan kolagen yang teratur, tidak ada jaringan granulasi, dan struktur sel yang sudah lengkap seperti folikel rambut dan jaringan ikat

Tanpa Perlak uan (f)

- - -

Susunan kolagen sangat teratur, susunan sel juga lengkap seperti folikel rambut, jaringan ikat, dan epidermis

(31)

13 KESIMPULAN

Pada penelitian ini, tidak terdapat formula optimal untuk penyembuhan luka tikus diabetes jika dilihat dari uji statistik. Tetapi, pada uji histopatologi, piroksikam dengan konsentrasi 5% dapat menyembuhkan luka diabetes dengan kualitas yang baik. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penanganan luka diabetes ke tikus, menggunakan biopsy punch dengan diameter lebih besar lagi untuk melihat perbedaan pada penutupan luka tikus, dan mengembangkan piroksikam dalam formula baru selain hidrogel yang dapat memberikan hasil yang optimal dalam penyembuhan luka diabetes. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih ditujukan kepada Laboratorium Farmasi Fakultas Universitas Sanata Dharma, Akademi Farmasi Theresiana, Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Gadjah Mada, dan Laboratorium Invvi yang sudah mendukung penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Allah, F., Dawaba, H. M., Mansour, A., Samy, A. M., 2011. Evaluation of the Anti-Inflammatory and Analgesics Effects of Piroxicam-Loaded Microemulsion in Topical Formulations. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(2), 66-70.

Adji, D., Zuliyanti, Larashanty, H., 2007. Perbandingan Efektivitas Sterilisasi Alkohol 70%, Inframerah, Otoklaf, dan Ozon Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis. Journal Sain Veteriner, 25(1), 17-24.

Asai, J., Takenaka, H., Hirakawa, S., Sakabe, J., Hagura, A., Kishimoto, S., et al., 2012. Topical Simvastatin Accelerates Wound Healing in Diabetes by Enhancing Angiogenesis and Lymphangiogenesis. The American Journal of Pathology, 181(6), 2217-2224.

Aulton, M. E., 2002. Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design. 2nd edition, Edinburgh: Churchill Livingstone, 15.

Azizah, T. S., Sutrisna, E. M., 2010. Pengaruh Lama Praperlakuan Flavonoid Rutin Terhadap Efek Hipoglikemik Tolbutamid pada Tikus Jantan yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 11(2), 91-99.

Darusman, 2009. Perbedaan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Pria dan Wanita dalam Mematuhi Pelaksanaan Diet. Berita Kedokteran Masyarakat, 25(1), 31-33.

Falanga, V., 2005. Wound Healing and Its Impairment in the Diabetic Foot. The Lancet, 366, 1736-1743.

Greene, S. N., Ramos-Vara, J. A., Craig, B. A., Hooser, S. B., Anderson, C., Fourez, L. M., et al., 2010. Effects of Cyclooxygenase Inhibitor Treatment on the Renal Toxicity of Cisplatin in Rats. Cancer Chemoter Pharmacol, 65, 549-556.

(32)

14

Leung, P. C., 2007. Diabetic Foot Ulcers-A Comprehensive Review. Surgeon,1(8), 219-231.

Lobmann, R., Ambrosch, A., Schultz, G., Waldmann, K., Schiweck, S., Lehnert, H., 2002. Expression of Matrix-metalloproteinases and Their Inhibitors in theWounds of Diabetic and Non-Diabetic Patients. Diabetologia, 45, 1011-1016.

Mihardja, L., Soetrisno, U., Soegondo, S., 2014. Prevalence and Clinical Profile of Diabetes Mellitus in Productive Aged Urban Indonesia. Journal of Diabetes Investigation, 5, 507-512.

Pirbalouti, A. G., Azizi, S., Koohpayeh, A., Hamed, B., 2010. Wound Healing Activity of Malva sylvestris and Punica granatum In Alloxan-induced Diabetic Rats. Acta Poloniae Pharmaceutica-Drug Research, 67(5), 511-516.

Santosa, A., Nikmah, I. M. N., 2014. Hubungan Pengetahuan tentang Pengendalian Kadar Gula Darah dengan Kejadian Ulkus Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus. Medisains, 18(3), 1-11.

Sujono, T. A., Sutrisna, E. M., 2010. Pengaruh Lama Praperlakuan Flavonoid Rutin terhadap Efek Hipoglikemik Tolbutamid pada Tikus Jantan yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 11(2), 91-99.

Yen, J. H., Khayrullina, T., Ganea, D., 2008. PGE2-induced Metalloproteinase-9 is Essential for Dendritic Cell Migration. Blood, 111(1), 260-270.

(33)

15

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa yang melebihi nilai normal akibat tubuh kekurangan insulin (Sujono & Sutrisna, 2010). Diabetes ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah dan perubahan yang progresif terhadap struktur histopatologi pankreas (Suarsana et al., 2010). Penderita diabetes melitus dewasa ini terus meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kemakmuran dan berubahnya gaya hidup (Pasaribu et al., 2012). Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang dapat mempengaruhi kualitas hidup individu (Mihardja et al., 2014). Angka prevalensi penderita diabetes melitus pada umur produktif orang indonesia adalah 4,6% (Mihardja et al., 2014).

Penderita diabetes dapat mengalami ulkus kaki karena neuropati, iskemik, atau keduanya (Cavanagh et al., 2005). Prevalensi penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia sebesar 15% dari penderita diabetes melitus (Santosa & Nikmah, 2014). Ulkus kaki dapat menyebabkan morbiditas substansial, menurunnya kualitas hidup, biaya perawatan yang tinggi dan amputasi tubuh ekstrimitas bawah (Cavanagh et al., 2005). Angka amputasi pada penderita ulkus kaki diabetes di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 23,5% (Santosa & Nikmah, 2014).

Penyembuhan luka adalah keseimbangan antara komponen matriks ekstraseluler collagenous dan non-collagenous, dan remodelling by matrix metalloproteinase (MMPs) (Lobmann et al., 2002). Proses penyembuhan luka adalah proses yang dinamis dan kompleks yang dapat dibagi menjadi beberapa fase (Cianfarani et al., 2006) yaitu fase koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan remodelling (Falanga, 2005).

Pasien dengan diabetes beresiko mengalami penghambatan penyembuhan luka yang disebabkan karena apoptosis yang meningkat, infiltrasi sel yang tertunda, berkurangnya angiogenesis, dan berkurangnya pembentukan dan pengaturan benang kolagen (Asai et al., 2012). Ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien diabetes, yaitu berkurangnya respons inflamasi, berkurangnya pembentukan jaringan granulasi dan terhambatnya angiogenesis (Cianfarani et al., 2006). Pada pasien diabetes, cairan luka yang didapat dari luka kronis diabetes berisi sejumlah matriks metalloproteinase yang berlebih (Falanga, 2004). Enzim MMP-9 yang berlebih akan menyebabkan penyembuhan luka menjadi tertunda (Falanga, 2004). Konsentrasi dari MMP-9 meningkat hingga 14 kali lipat pada penderita ulkus diabetikum, sehingga menghambat proses penyembuhan luka (Lobmann et al., 2002).

(34)

16

prostaglandin akan menyebabkan berkurangnya sekresi MMP-9 secara signifikan karena prostaglandin menginduksin sitokin pro-inflamasi yang menginduksi MMP-9 (Yen, Khayrullina, Ganea, 2008).

Jaringan luka untuk penyembuhan luka haruslah dijaga kelembabannya, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah (Ovington, 2007). Hidrogel adalah sediaan yang bersifat semiocclusive dan terdiri dari sebagian besar air dan polimer untuk meningkatkan viskositas dan melapisi permukaan kulit yang terluka (Okan et al., 2007). Sifat semiocclusive dari hidrogel akan menjaga kelembaban dalam luka karena sediaan hidrogel memiliki viskositas yang tinggi, memfasilitasi autolytic debridement dan mempercepat penyembuhan luka kronis dan luka akut dan mempercepat pertumbuhan jaringan baru (Okan et al., 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Berapa konsentrasi efektif piroksikam dalam sediaan hidrogel yang mampu menyembuhkan luka tikus diabetes?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui konsentrasi efektif piroksikam dalam sediaan hidrogel untuk penyembuhan luka tikus diabetes.

1.4 Urgensi Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan sediaan hidrogel piroksikam yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes sehingga mengurangi angka kejadian amputasi akibat ulkus kaki diabetikum

1.5 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu kefarmasian di Indonesia, terlebih lagi yang berkaitan dengan aktivitas penyembuhan luka oleh zat aktif piroksikam di dalam hidrogel pada penderita diabetes, sehingga dapat pula dijadikan acuan untuk penelitian berikutnya.

1.6 Luaran yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah kadar efektif piroksikam dalam sediaan hidrogel yang mampu mempercepat penyembuhan luka bagi penderita diabetes. 1.7 Manfaat Penelitian

(35)

17 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka

2.1.1 Definisi

Luka adalah kerusakan epitel kulit yang ditandai dengan gangguan struktur dan fungsi dari jaringan di bawah kulit (Greaves et al., 2013). Luka akan berdampak ke pendarahan, kontraksi pembuluh darah, koagulasi, dan aktifasi dari respon inflamasi (Velnar et al., 2009).

2.1.2 Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka adalah respons fisiologis normal karena adanya luka dan akan mengembalikan struktur dan fungsi normal dari jaringan yang terluka (Barati et al., 2013). Luka dikatakan sembuh apabila struktur anatomi, fungsi, dan penampilan dari jaringan akan kembali normal pada waktu tertentu (Velnar et al., 2009).

Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi empat proses, yaitu koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan remodelling (Falanga, 2005). Fase koagulasi adalah fase pertama dalam penyembuhan luka (Hamed et al., 2014) yang dibutuhkan untuk hemostasis dan melindungi luka (Falanga, 2005). Platelet akan teragregrasi pada sisi kulit yang terluka untuk memfasilitasi pembentukan dari benang fibrin dan akan berubah menjadi fibronektin (Hamed et al, 2014). Platelet yang teragregrasi akan melepaskan sejumlah growth factors termasuk platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factors (TGF)ß1 (Falanga, 2005).

Fase inflamasi memiliki tujuan untuk memperkuat barrier imunitas melawan mikroorganisme (Velnar et al., 2009). Fase inflamasi dicirikan dengan extravasation netrofil dan makrofag ke luka dan juga fagositosis jaringan rusak (Hamed et al., 2014). Netrofil memiliki fungsi untuk fagositosis, yaitu menghancurkan dan menghilangkan bakteri, partikel asing dan jaringan yang rusak (Velnar et al., 2009). Makrofag akan berfungsi sebagai sel fagosit dan memproduksi faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab terhadap proliferasi (Enoch & Leaper, 2007). Sel inflamasi mengeluarkan sitokin proinflamasi yang berguna untuk kemoatraktan sel inflamasi ke sisi yang terluka dan menyebabkan migrasi sel yang dibutuhkan untuk fase selanjutnya dari penyembuhan luka (Hamed et al., 2014).

Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan protein matriks ekstraseluler, angiogenesis, kontraksi, dan migrasi keratinosit (Falanga, 2005). Pada fase ini akan terjadi angiogenesis yang akan berkontribusi terhadap proses penyembuhan luka dengan mengantarkan oksigen dan nutrien ke miofibroblast, dan memperpanjang durasi dari proliferasi sel dan mendukung produksi dari permanently hydrated wound matrix (Hamed et al., 2014).

(36)

18

Kolagen adalah komponen penting yang berguna untuk proses penyembuhan luka pada fase proliferasi dan remodelling (Enoch & Leaper, 2007).

2.2 Proses Penyembuhan Luka Diabetes 2.2.1 Luka Diabetes

Luka diabetes adalah luka yang tidak berhasil melakukan proses penyembuhan luka secara sempurna (Velnar et al.,2009). Ulkus diabetikum dapat disebabkan karena menginjak benda yang dapat menembus kulit, berjalan dengan telanjang kaki atau tidak menggunakan alas kaki yang benar, dan juga karena tekanan yang berlebihan (Cavanagh et al., 2005). Ketika penderita diabetes mengalami luka pada kakinya, mereka bisa terkena resiko amputasi (Brem & Tomic-Canic, 2007).

Penyebab dari terhambatnya penyembuhan luka pada orang diabetes adalah terhambatnya atau menurunnya produksi faktor pertumbuhan, respon angiogenesis, fungsi makrofag, akumulasi kolagen, fungsi perlindungan epidermal, jumlah jaringan granulasi, proliferasi dan migrasi dari keratinosit dan fibroblast, jumlah saraf epidermal, dan tidak seimbangnya akumulasi dari komponen matriks ekstraseluler dan remodelling dengan MMPs (Brem & Tomic-Canic, 2007). Pada pasien ulkus diabetikum, luka itu mengandung sejumlah matriks metalloproteinases (MMPs) yang dapat merusak protein matriks ekstraseluler yang penting (Falanga, 2004).

2.2.2 Matriks metalloproteinase-9

MMPs secara struktural adalah suatu bagian dari endopeptidase zinc-dependent yang dapat mendegradasi komponen penting dari matriks ekstraseluler (Chen et al., 2007). Matriks metallopreoteinase dapat mendegradasi kolagen yang penting dan dapat menghambat penyembuhan luka terutama pada salah satu jenis MMPs kolagenase tipe IV, yaitu MMP-9 (Chen et al., 2007; Enoch & Leaper, 2007). Pada pasien ulkus diabetikum, enzim MMP-9 pada luka meningkat hingga 14 kali lipat (Lobmann et al., 2002) sehingga dapat menunda proses penyembuhan luka (Falanga, 2004).

2.3 Piroksikam

Piroksikam adalah derivat oksikam yang termasuk obat AINS dengan mekanisme menghambat enzim siklooksigenase (Rajab & Jawad, 2016) yang efektif dalam mengobati rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan inflamasi muskuloskeletal (Redasani et al., 2014). Mekanisme aksi dari piroksikam adalah penghambatan sintesis prostaglandin (Abd-Allah et al., 2011).

Piroksikam merupakan inhibitor COX nonselektif dan dapat menghambat sintesis prostaglandin (Greene et al., 2010). Penghambatan prostaglandin akan menyebabkan berkurangnya sekresi MMP-9 secara signifikan (Yen, Khayrullina, Ganea, 2008).

2.4 Hidrogel

(37)

19

atau semiocclusive akan menjaga hidrasi dari jaringan yang terluka (Ovington, 2007) dan juga dapat mempercepat penyembuhan luka kronis, meningkatkan migrasi dari keratinosit, serta mempercepat pertumbuhan jaringan baru (Okan et al., 2007). Sediaan hidrogel adalah sediaan semiocclusive yang sebagian besar komponennya adalah air dengan polimer untuk meningkatkan kekentalannya agar sediaan dapat melapisi luka (Okan et al., 2007).

2.5 Landasan Teori

Proses penyembuhan luka berlangsung pada 4 fase, yaitu fase koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan remodelling. Kolagen merupakan komponen penting pada fase proliferasi dan remodelling. Namun, MMP-9 yang berlebihan akan mendegradasi kolagen dan menghambat penyembuhan luka pada pasien diabetes. Piroksikam adalah obat AINS yang memiliki aktivitas menghambat MMP-9. Sediaan hidrogel yang bersifat semiocclusive akan mempercepat penyembuhan luka kronis. Dengan demikian, sediaan hidrogel yang mengandung piroksikam akan menghambat MMP-9 mendegradasi kolagen dan dapat mempercepat penyembuhan luka pada pasien diabetes.

2.6 Hipotesis

(38)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Optimasi Kadar Piroksikam dalam Sediaan Hidrogel sebagai Diabetic Wound Healing pada Luka Tikus Diabetes” ini termasuk penelitian eksperimental murni. Penelitian ini merupakan eksperimental murni sederhana dengan rancangan acak lengkap pola searah karena pengambilan hewan uji dilakukan secara acak dan menggunakan satu variabel bebas.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah persentase penutupan luka tikus diabetes.

3.2.2 Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi piroksikam dalam sediaan hidrogel penyembuh luka.

3.2.3 Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah umur tikus, galur tikus, berat badan tikus, jenis kelamin tikus, tempat memperoleh tikus, asupan makanan dan minuman, dan produsen bahan-bahan untuk hidrogel dan induktor diabetes.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah kondisi patofisiologis tikus.

3.2.4 Definisi operasional

a. Uji histopatologi. Pengamatan kondisi kulit tikus secara mikroskopis dengan mikroskop cahaya dengan bantuan zat pewarna.

b. Persentase penutupan luka. Perhitungan persentase wound closure pada luka tikus diabetes setelah diaplikasikan sediaan hidrogel.

c. Kadar piroksikam. Konsentrasi piroksikam yang berada di dalam sediaan hidrogel sebanyak 1,25; 2,5 dan 5%.

d. Sediaan hidrogel.. Sediaan gel yang memiliki basis carbopol, CMC-Na, Ca-alhinat, trietanolamin, gliserol, asam borat, kalium sorbat, etanol, dan akuades.

e. Tikus diabetes. Tikus putih jantan galur Wistar berumur 2 bulan dan memiliki berat badan 150-180 g yang memiliki kadar glukosa darah di atas 250 mg/dL.

3.3 Bahan Penelitian 3.3.1 Subjek penelitian

(39)

21

b. Sampel. Sampel pada penelitian ini adalah 6 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang berumur 2 bulan dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang memiliki deviasi berat badan 30 g (150-180 g).

3.3.2 Bahan penelitian

Aloksan monohidrat digunakan untuk induktor diabetes pada tikus, etanol 96% digunakan untuk kosolven, piroksikam digunakan sebagai zat aktif, kalium sorbat dan asam borat digunakan sebagai pengawet pada basis gel, carbopol; CMC-Na; dan Ca-alginat digunakan sebagai gelling agent, gliserol digunakan sebagai humectan, trietanolamin digunakan sebagai peningkat pH, akuades digunakan sebagai pelarut, etanol 70% digunakan untuk sterilisasi ruangan, Nutrien Agar (Oxoid) digunakan sebagai media uji sterilisasi, ketamin digunakan sebagai anestesi dan euthanasia tikus, krim depilatori digunakan sebagai pencukur bulu tikus, formalin 10%, larutan Harris Hematoxylin; larutan acid alkohol; larutan ammonium; larutan stok eosin alkohol 1%; dan larutan working eosin digunakan dalam uji histopatologi, reagen Glucose GOD FS; akuabides; darah subjek uji; dan larutan standar glukosa digunakan untuk mengukur gula darah tikus, formalin 10% digunakan sebagai pengawet jaringan kulit, heparin digunakan sebagai antikoagulan.

3.4 Alat Penelitian

Gelas beker, hotplate magnetic stirrer, stirrer, termometer, aluminium foil, batang pengaduk, kabinet LAF, ose, labu ukur, tabung sentrifugasi, tabung reaksi, bunsen, cawan petri, mortir, stamper, spuit injeksi, pinset, gunting, skalpel, biopsy punch, gelas ukur, kaca objek, pipet tetes, plastic wrap, kaca bundar, mikroskop cahaya, microlab-200, mikropipet, vortex, dansentrifugator.

3.5 Skema Kerja Penelitian

Pembuatan sediaan hidrogel

diabetic wound healing

Uji sterilitas Uji daya sebar

Induksi aloksan pada tikus dan pengukuran gula

darah

(40)

22

Gambar 2. Skema tata cara penelitian 3.6 Tata Cara Penelitian

3.6.1 Pembuatan sediaan hidrogel diabetic wound healing

Formula basis hidrogel acuan yang digunakan adalah sebagai berikut:

R/ Carbopol 1

CMC-Na 0,5

Ca-alginat 0,5

Trietanolamin sampai pH 7

Gliserol 12,5

Sediaan yang akan dibuat adalah sedian hidrogel dengan piroxicam dengan kadar 1,25 (pirox 1); 2,5 (pirox 2) dan 5% (pirox 3), dan basis hidrogel (gel) itu sendiri. Formula masing-masing sediaan adalah sebagai berikut:

Tabel I. Formula sediaan hidrogel diabetic wound healing

Formula Gel Pirox 1 Pirox 2 Pirox 3

Basis 100 98,75 97,5 95

Piroksikam - 1,25 2,5 5

CMC-Na dikembangkan dalam akuades selama 24 jam, kemudian ditambahkan Ca-alginat dan diaduk hingga homogen (campuran A). Campuran A kemudian ditambahkan ke dalam larutan kalium sorbat dan asam borat dalam akuades yang telah ditambahkan carbopol 4% sebelumnya, aduk hingga homogen. Gliserol dimasukkan dan diaduk hingga homogen. Lalu ditambahkan mL akuades kemudian trietanolamin dimasukkan sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 7 (campuran B). Campuran B disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Campuran B yang telah disterilisasi kemudian dtambahkan piroksikam 1,25; 2,5 dan 5%.

3.6.2 Uji sterilitas

Kabinet LAF disterilkan dengan lampu UV selama 24 jam setelah sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%. Peralatan yang digunakan juga disterilkan sebelumnya menggunakan autoklaf pada 121oC selama 15 menit. Nutrien Agar (Oxoid) sebanyak 21 g ditambah 750 mL akuades dan diaduk homogen dengan batang pengaduk. Media dipanaskan dengan hotplate magnetic stirrer sampai tercampur homogen. Media dituangkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 15 mL, kemudian tabung reaksi ditutup dengan penutup yang sesuai. Seluruh media dalam tabung reaksi tersebut

Perlakuan:

1.Pemberian luka pada tikus 2.Pemberian hidrogel

piroksikam

Pengamatan:

(41)

23

disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 1 kgf/cm2 dan suhu 121oC. Media yang telah steril kemudian dituang ke dalam cawan petri dalam LAF (penuangan dilakukan dekat bunsen). Media NA dalam cawan petri dibiarkan memadat. Hidrogel yang akan diuji sterilitasnya disiapkan, kemasannya dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%. Jarum ose dipanaskan di atas bunsen hingga memijar, kemudian didinginkan. Kemasan hidrogel dibuka secara aseptis dekat nyala bunsen, kemudian sedikit hidrogel dibuang, setelah itu diambil 1 ose hidrogel dan digoreskan pada permukaan media agar secara zigzag. Ose dipijarkan setiap akan digunakan untuk penggoresan. Tiap petri kemudian diberi label dan dibungkus dengan plastic wrap, lalu dinkubasi terbalik dalam LAF (tanpa nyala bunsen) selama 24 jam.

3.6.3 Uji daya sebar

Sediaan sebanyak 0,5 g ditimbang dan diletakkan di tengah kaca bundar. Letakkan kaca bundar lainnya (yang telah ditimbang bersama dengan pemberat, sehingga total botolnya 125 g) di atas kaca bundar pertama dan ditekan selama 1 menit. Diameter sediaan yang telah menyebar diukur (dengan mengambil nilai rata-rata setelah diukur dari 4 arah berbeda, yaitu vertikal, horisontal, dan kedua diagonalnya) dan diulangi sebanyak 3 kali. 3.6.4 Uji homogenitas

Sediaan secukupnya diletakkan pada object glass lalu letakkan object glass yang lain di atas object glass pertama, tekan hingga rapat. Homogenitas sebarannya diamati. Diulangi sebanyak 3 kali.

3.6.4 Uji viskositas

Sediaan secukupnya diletakkan pada plate rheosys dan uji viskositas dijalankan menggunakan alat rheosys dengan sistem cone and plate. Diulangi sebanyak 3 kali.

3.6.5 Induksi aloksan pada tikus dan pengukuran gula darah

Induksi aloksan dilakukan menurut metode Pirbalouti, et al. (2010), yaitu tikus jantan galur Wistar umur 2 bulan dengan berat 150-180 g dipuasakan selama 15 jam, kemudian diinjeksi aloksan monohidrat secara intraperitonial dengan dosis 125 mg/kgBB yang dilarutkan pada akuades (5%) selama 2-3 hari berturut-turut. Darah diambil 24 jam setelah diinjeksi dan kadar gula darah tikus diukur pada awal dan akhir penelitian.

Tabel II. Pembuatan larutan untuk uji gula darah tikus Larutan Standar (µL) Blanko (µL) Sampel (µL)

Aquabides - 10 -

Reagen GOD-FS 1000 1000 1000

Serum darah - - 10

Standar glukosa 10 - -

Larutan yang dipersiapkan adalah larutan standar, blanko, dan sampel sesuai dengan komposisi masing-masing dalam tabung reaksi. Larutan sampel dibuat replikasi 3 kali. Semua larutan yang dibuat, divortex, dan didiamkan selama operating time selama 10 menit. Larutan-larutan kemudian diukur dengan microlab-200 pada panjang gelombang 546 nm. Tiga tikus yang kadar gula darahnya di atas 250 mg/dL digunakan untuk penelitian.

(42)

24

3.6.6 Perlakuan pemberian luka pada tikus dan pemberian hidrogel

Enam tikus digunakan sebagai perlakuan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 3 tikus perlakuan diabetes yang memiliki kadar gula darah di atas 250 mg/dL dan 3 tikus kontrol tidak diabetes. Setiap perlakuan diberi olesan krim depilatori pada bagian punggungnya dan didiamkan selama 5 menit. Krim tersebut lalu dibilas dengan kapas yang dibasahi air bersih, sehingga tampak kulit punggung tikus tersebut. Tikus dibiarkan selama 48 jam sebelum diberi luka eksisi. Tikus jantan dianestesi dengan menambahkan ketamin dosis 40-50 mg/kgBB secara intramuscular pada bagian paha. Tiga puluh menit setelah disuntikkan ketamin, kulit punggungnya dibasahi dengan etanol 70%. Pada tiap tikus diberi 5 luka eksisi menggunakan biopsy punch dengan diameter 3 mm ke punggung tikus yang sudah dicukur sebelumnya (hari ke-0). Perlakuan berbeda diberikan pada masing-masing luka eksisi pada tikus, yaitu: gel, pirox 1, pirox 2, pirox 3, dan tanpa diberi hidrogel. Hidrogel diabetic wound healing dioleskan sebanyak 0,1 mL pada luka eksisi dengan menggunakan spuit tanpa jarumnya. Pemberian sediaan dilakukan tiap 12 jam sampai luka menutup. Luka eksisi kemudian dimonitor dan area luka dihitung. Setelah luka sembuh, tikus dieutanasia dengan injeksi ketamin dosis 100 mg/kgBB. Kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10%.

Gambar 3. Pola perlakuan pada punggung tikus diabetes dan non-diabetes Tabel III. Keterangan pola perlakuan pada punggung tikus diabetes dan

non-diabetes

3.6.7 Uji histopatologi-pengecatan Hematoxylin-Eosin (HE)

Sampel berupa jaringan kulit dari perlakuan diambil, dilakukan pengecatan dengan hemotoxylin eosin, dilihat di bawah mikroskop untuk melihat perubahan histopatologisnya.

a. Trimming. Pemotongan tipis jaringan dengan pisau skalpel. a

b c d

(43)

25

b. Dehidrasi. Dehidrasi dilakukan untuk mengeluarkan air yang tekandung dalam jaringan dengan menggunakan reagen pembersih, lalu dilakukan imprenasi (penetrasi parafin ke dalam jaringan).

c. Embedding dan cutting. Jaringan yang sudah didehidrasi diletakkan di atas sebuah balok kayu (embedding) sebagai alas pemotongan jaringan dengan pisau mikrotom (cutting). d. Staining. Rangkaian pewarnannya adalah sebagai berikut: Xylol I (5 menit); Xylol II (5

menit), Xylol III (5 menit); alkohol absolut I (5 menit); alkohol absolut II (5 menit); akuades (1 menit); Harris Hematoxylin (20 menit); akuades (1 menit); acid alkohol (2-3 celupan); akuades (1 menit); akuades (15 menit); Eosin (2 menit); alkohol 96% I (3 menit); alkohol 96% II (3 menit); alkohol absolut III (3 menit); alkohol absolut IV (3 menit); Xylol IV (5 menit); Xylol V (5 menit).

e. Mounting. Menutup object glass dengan cover glass.

f. Pembacaan slide dengan mikroskop. Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus tipe BH-2, Olympus Corp., Jepang).

3.7 Tata Cara Analisis Hasil 3.7.1 Analisis kuantitatif

Pengukuran persentase penutupan luka pada tikus dihitung dengan persamaan:

Pengukuran persentase penutupan luka pada tikus dilakukan setiap 3 hari dari awal pemberian luka hingga luka menutup.

3.7.2 Analisis kualitatif

(44)
(45)
(46)

28 Lampiran 4. Data Sifat Fisis Hidrogel Data Hasil Uji Viskositas

Viskositas (Pa.s) gel pirox 1 pirox 2 pirox 3 replikasi 1 2,387 2,925 2,189 3,382 replikasi 2 3,069 2,832 2,222 1,897 replikasi 3 3,039 2,388 1,590 2,303

SD 0,386 0,287 0,356 0,767

Rata-rata 2,832 2,715 2,000 2,527

Data Hasil Uji Daya Sebar

Daya sebar (cm) gel pirox 1 pirox 2 pirox 3 replikasi 1 4,200 4,525 4,550 4,500 replikasi 2 4,125 4,800 4,700 4,725 replikasi 3 4,000 4,450 4,200 4,300

SD 0,101 0,184 0,257 0,213

(47)

29 Lampiran 5. Data % Wound Closure

Data % wound closure pada tikus diabetes

(48)

30 Data hari penyembuhan luka tikus

Perlakuan luka

Tikus diabetes Tikus normal

1 2 3 1 2 3

Kontrol 12 13 10 12 11 12

Gel 12 13 12 12 11 12

Pirox 1 10 11 12 11 11 12

Pirox 2 12 11 10 11 11 12

(49)

31 Lampiran 6. Hasil Statistik Penelitian

(50)

32

(51)

33

(52)

34

Uji homogenitas dan anova hari penyembuhan luka tikus normal

(53)
(54)

36 Lampiran 7. Hasil Uji Histopatologi

Hasil Uji Histopatologi Tikus Diabetes Kontrol

Hasil Uji Histopatologi Tikus Diabetes Gel

(55)

37

Hasil Uji Histopatologi Tikus Diabetes Pirox 2

Hasil Uji Histopatologi Tikus Diabetes Pirox 3

(56)

38

Hasil Uji Histopatologi Tikus Normal Kontrol

Hasil Uji Histopatologi Tikus Normal Gel

(57)

39

Hasil Uji Histopatologi Tikus Normal Pirox 2

(58)

40

Lampiran 8. Foto dokumentasi kegiatan penelitian

Pembuatan Hidrogel Diabetic Wound Healing

(59)

41

Sediaan Hidrogel Piroksikam

(60)

42

Uji Homogenitas

(61)

43

BIOGRAFI PENULIS

Gambar

Tabel III. Hasil Pengamatan Uji Histopatologi ............................................
Gambar 3. Preparat Hasil Uji Histopatologi .................................................
Gambar 1. Hasil uji sterilitas: Piroks 1,25% (a); Piroks 2,5%  (b); Piroks 5% (c);
Grafik Rheologi Sediaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

Namun fenomena yang terjadi di lapangan, sebelum diterapkannya ISO 9001:2008 kinerja pegawai LPMP Propinsi Sumatera Utara tidak seperti yang diharapkan hal ini

Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan tindakan pencegahan DBD pada tabel 5.8 di atas, diperoleh bahwa responden y1lg,-"*punyai

Dari pelaksanaan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan, dapat disimpulkan bahwa PPL merupakan wahana yang dapat membantu mahasiswa dalam mempersiapkan diri untuk

&Fiens

ludd,?eD!trakFtan x*adaran

Bentuk desain yang telah ditentukan pada tahap perancangan kemudian di gambar sketsa/pola pada balok kayu pinus yang akan digunakan untuk membuat blade.. Kayu Pinus dipilih

(1) Setiap badan atau perorangan yang melakukan pengambilan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Daerah ini, berkewajiban