• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament pada materi jurnal penyesuaian sebagai upaya meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament pada materi jurnal penyesuaian sebagai upaya meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta."

Copied!
378
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE

TEAMS GAMES TOURNAMENT

PADA MATERI

JURNAL PENYESUAIAN SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PEMAHAMAN SISWA

Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1

Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Stefani Dwi Cahyani NIM. 091334045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

Kakekku KRT. Robertus Soekiman Tejasaputra

Ayahku Yohakim Murhandoyo

Ibuku B.M. Nuring Dwiyanti

Kakakku Maria Advensia Astutiningtyas

(5)

v

MOTTO

Tuhan tak’kan terlambat!

Juga tak’kan lebih cepat!

Semuanya...

Dia jadikan indah tepat pada waktunya.

-Pengkotbah

3:11A-Anggaplah ini adalah saat terakhirmu

bertemu orang-orang di sekitarmu.

Maka kau tidak akan menyia-nyiakan

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT PADA MATERI JURNAL

PENYESUAIAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PEMAHAMAN SISWA

Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta

Stefani Dwi Cahyani Universitas Sanata Dharma

2013

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) peningkatan motivasi belajar pada materi jurnal penyesuaian melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT; (2) peningkatan pemahaman belajar pada materi jurnal penyesuaian melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah 31 siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam satu siklus yang meliputi empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Data analisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis komparatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara signifikan pada materi jurnal penyesuaian (rerata sebelum penelitian = 51,70, dan rerata sesudah penelitian = 66,48; sig. (2-tailed) = 0,000 < α = 0,05); (2) penerapan

(9)

ix

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING (TGT type) ON ADJUSTMENT JOURNAL ENTRIES MATERIALS TO IMPROVE

STUDENT’S LEARNINGS MOTIVATION AND ACHIEVEMENT

A classroom Action Research in the Eleventh Grade Students of the Social Science 1 Department of Stella Duce 1 Yogyakarta Senior High School

Stefani Dwi Cahyani Sanata Dharma University

2013

The aims of this research are to find out: (1) the improvement of students’

learning motivation on adjustment journal entries material through cooperative learning: teams-games-tournament; (2) the improvement of student’s learning achievement on adjustment journal entries material through cooperative learning: teams-games-tournament.

This research is a classroom action research. The participants of this research were 31 students of the Eleventh Grade Students of the Social Science 1 Department of Stella Duce 1 Yogyakarta. There was one cycle in this research which includes four stages; those were planning, action, observation, and reflection. The data were gathered by using four research instruments namely observation, questionnaire, interview, and documentation. The researcher used descriptive and comparative analysis techniques to analyze the data.

The results of this research show that: (1) the implementation of cooperative

teaching learning type TGT improves students’ learning motivation significantly

(the average before the implementation = 51,70 and the average after the implementation = 66,48; sig. (2-tailed) = 0.000 < α = 0.05); (2) the

implementation of cooperative learning type TGT improves students’ learning

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena skripsi ini telah

selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan

Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi. Penulis menyadari

bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan berbagai masukan dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi dan Dosen Pembimbing

yang telah membimbing, memberi masukan, kritik, saran, dan dukungan

penuh bagi penulis untuk perbaikan dalam penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu B. Indah Nugraheni, S.Pd., S.I.P., M.Pd. dan Bapak Agustinus Heri

Nugroho, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu,

memberi kritik dan saran untuk menjadikan skripsi ini semakin baik;

5. Ibu Agustina Vista Elprina Gaudiawati, S.Pd. selaku guru mitra yang telah

memberikan kesempatan, waktu, dan kerja sama yang sangat berharga bagi

penulis dalam melaksanakan penelitian;

6. Staf pengajar Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan

Akuntansi yang telah memberikan ilmunya kepada mahasiswa;

7. Mbak Theresia Aris Sudarsilah selaku sekretaris Program Studi Pendidikan

Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membantu dalam segala

administrasi dan melancarkan proses belajar selama ini;

8. Orangtua dan kakak penulis yakni Bapak Yohakim Murhandoyo, Ibu Bertha

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

B. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ... 15

C. Metode Teams Games Tournament ... 22

D. Motivasi Belajar ... 28

E. Pemahaman ... 30

F. Mata Pelajaran Akuntansi: Jurnal Penyesuaian ... 32

(13)

xiii

A. Sejarah, Visi, Misi, dan Tujuan Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 67

B. Sistem Pendidikan Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta 70 C. Kurikulum Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 70

D. Organisasi Sekolah Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 72

E. Sumber Daya Manusia Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 77

F. Siswa Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 79

G. Kondisi Fisik dan Lingkungan Sekolah Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 80

H. Fasilitas Pendidikan dan Latihan ... 85

I. Majelis Sekolah / Dewan Komite / Komite Sekolah ... 88

J. Hubungan Antar Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta dengan Instansi Lain ... 89

K. Usaha-usaha Peningkatan Kualitas Lulusan ... 91

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 97

A. Deskripsi Data ... 97

B. Analisis Data ... 131

C. Pembahasan ... 139

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 143

(14)

xiv

B. Keterbatasan Penelitian ... 144

C. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 146

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas XI IPS 1 ... 2

Tabel 2.1. Kriteria Predikat Kelompok ... 26

Tabel 3.1. Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Belajar ... 55

Tabel 3.2. Pemberian Skor pada Kuesioner ... 56

Tabel 3.8. Komparasi Pemahaman Siswa Sebelum dan Sesudah Penerapan TGT ... 63

Tabel 3.9. Komparasi Motivasi Belajar Sebelum dan Sesudah Pembelajaran ... 63

Tabel 4.1. Kepala Sekolah SMA Stella Duce 1 Yogyakarta Sampai Tahun 2013 68 Tabel 4.2. Struktur Kurikulum SMA Stella Duce 1 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 ... 71

Tabel 4.3. Tenaga Edukatif ... 77

Tabel 4.4. Tenaga Non Edukatif ... 78

Tabel 4.5. Distribusi Siswa SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 80

Tabel 5.1. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pendahuluan Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 98

Tabel 5.2. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru dalam Kegiatan Inti Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 99

Tabel 5.3. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru dalam Kegiatan Penutup Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 101

Tabel 5.4. Hasil Observasi Terhadap Kegiatan Siswa dalam Proses Pembelajaran Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 101

(16)

xvi

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa pada Awal Pembelajaran .... 113

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa pada Akhir Pembelajaran ... 120

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa pada Akhir Pembelajaran ... 121

Tabel 5.9. Rangkuman Refleksi Siswa ... 122

Tabel 5.10. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Saat Pembelajaran ... 124

Tabel 5.11. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Saat Pembelajaran ... 124

Tabel 5.12. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Saat Pembelajaran ... 126

Tabel 5.13. Hasil Observasi Kegiatan Siswa Saat Pembelajaran ... 127

Tabel 5.14. Refleksi Guru ... 129

Tabel 5.15. Komparasi Motivasi Belajar Siswa ... 132

Tabel 5.16. Rangkuman Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa pada Awal dan Akhir Pembelajaran ... 133

Tabel 5.17. Komparasi Pemahaman Siswa ... 134

Tabel 5.18. Rangkuman Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa pada Awal dan Akhir Pembelajaran ... 135

Tabel 5.19. Pengujian Normalitas Motivasi Belajar Pra Penerapan dan Pasca Penerapan Berdasarkan One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 137

Tabel 5.20. Pengujian Beda Rata-rata Berdasarkan Paired Samples Test ... 137

Tabel 5.21. Pengujian Normalitas Pre-test dan Post-test Berdasarkan One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 138

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Langkah-langkah PTK ... 9

Gambar 2.2. Bagan Struktur Akuntansi Perusahaan Jasa ... 33

Gambar 4.1. Struktur Organisasi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 72

Gambar 4.2. Struktur Organisasi Perpustakaan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta 83

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN ... 149

INSTRUMEN RENCANA ... 150

Lampiran 1 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas Sebelum Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 151

Lampiran 2 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 153

Lampiran 3 Instrumen Observasi Terhadap Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 154

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Terhadap Guru Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 155

Lampiran 5 Pedoman Wawancara Terhadap Siswa Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 156

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 157

Lampiran 7 Skenario Pembelajaran ... 163

Lampiran 8 Pembagian Kelompok ... 166

Lampiran 9 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas pada Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 167

Lampiran 10 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas pada Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 170

Lampiran 11 Instrumen Observasi Terhadap Kelas pada Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 171

Lampiran 12 Pedoman Wawancara terhadap Guru Setelah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 172

Lampiran 13 Pedoman Wawancara terhadap Siswa Setelah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 173

Lampiran 14 Instrumen Refleksi Guru ... 174

Lampiran 15 Instrumen Refleksi Siswa ... 175

Lampiran 16 Kuesioner Motivasi Belajar Pra Penerapan ... 176

(19)

xix

Lampiran 18 Pre-test ... 183

Lampiran 19 Post-test ... 191

Lampiran 20 Tata Letak Kelas ... 199

INSTRUMEN PENELITIAN PENDAHULUAN ... 201

Lampiran 21 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 202

Lampiran 22 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 204

Lampiran 23 Instrumen Observasi terhadap Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 205

Lampiran 24 Hasil Wawancara terhadap Guru Sebelum Penerapan TGT ... 206

Lampiran 25 Hasil Wawancara terhadap Siswa Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 208

Lampiran 26 Hasil Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Sebelum Penerapan TGT .. 210

Lampiran 27 Hasil Pre-test Siswa Sebelum Penerapan TGT ... 230

MEDIA DAN INSTRUMEN PELAKSANAAN ... 242

Lampiran 28 Handout ... 243

Lampiran 29 Lembar Kerja Siswa ... 247

Lampiran 30 Neraca Saldo Stece Travel per 31 Desember 2011 ... 250

Lampiran 31 Kartu Bukti Memorial ... 251

Lampiran 32 Kartu Perhitungan dan Analisis ... 255

Lampiran 33 Kartu Pengecoh Perhitungan dan Analisis ... 259

Lampiran 34 Kartu Jurnal ... 263

Lampiran 35 Kartu Pengecoh Jurnal ... 267

Lampiran 36 Lembar Jawab Tempel ... 271

Lampiran 37 Uang Mainan ... 277

Lampiran 38 Kunci Jawaban dan Lembar SkoringGames ... 278

Lampiran 39 Neraca Saldo Stece Travel per 31 Desember 2010 ... 280

(20)

xx

Lampiran 41 Kunci Jawaban dan Lembar Skoring Tournament ... 282

Lampiran 42 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 283

Lampiran 43 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 285

Lampiran 44 Instrumen Observasi terhadap Kelas Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 286

TINDAKAN LANJUTAN SETELAH PELAKSANAAN ... 287

Lampiran 45 Instrumen Refleksi Guru ... 288

Lampiran 46 Instrumen Refleksi Siswa ... 289

Lampiran 47 Hasil Wawancara Guru Setelah Penerapan TGT ... 300

Lampiran 48 Hasil Wawancara Siswa Setelah Penerapan TGT ... 301

Lampiran 49 Hasil Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Setelah Penerapan TGT ... 302

Lampiran 50 Hasil Post-test Siswa Setelah Penerapan TGT ... 319

DATA DAN HASIL UJI STATISTIK ... 331

Lampiran 51 Data dan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi Belajar ... 332

Lampiran 52 Data dan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas pada Soal Pre-test ... 337

Lampiran 53 Data dan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas pada Soal Post-test ... 345

Lampiran 54 Hasil Pengujian Motivasi Belajar Siswa ... 352

Lampiran 55 Hasil Pengujian Pemahaman Siswa ... 354

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Materi jurnal penyesuaian merupakan materi pembelajaran yang penting

dipahami siswa. Jurnal penyesuaian merupakan salah satu tahap

pengikhtisaran dalam siklus akuntansi. Jurnal penyesuaian berfungsi untuk

mengubah sedemikian rupa nilai akun sehingga neraca saldo memperlihatkan

saldo sebenarnya dari harta, utang, beban, pendapatan, dan beban. Jurnal

penyesuaian penting dipahami siswa sebagai seorang pembelajar akuntansi

supaya siswa dapat memperlihatkan nilai-nilai akun menjadi sesuai dengan

saldo yang sebenarnya. Dengan pemahaman tersebut maka akan

mempermudah siswa memasuki tahap selanjutnya dalam siklus akuntansi,

yaitu tahap pembuatan laporan keuangan.

Pentingnya siswa dalam memahami materi jurnal penyesuaian

memberikan tuntutan lebih pada guru. Guru wajib memfasilitasi siswa supaya

mereka dapat lebih memahami materi dengan baik. Dengan kata lain

pembelajaran idealnya tidak lagi berpusat pada guru, tetapi pembelajaran

berpusat pada siswa. Guru karenanya perlu memilih metode-metode

pembelajaran yang tepat yang mendorong siswa untuk aktif, inovatif, dan

kreatif sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan tujuan

(22)

Fakta hasil-hasil observasi menunjukkan bahwa pemahaman siswa

terhadap materi pembelajaran akuntansi rendah. Hal ini dapat dilihat dari

hasil belajar (ulangan harian) akuntansi yang sebagian besar belum mencapai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM yang ditetapkan untuk mata

pelajaran akuntansi adalah sebesar 70. Siswa yang hasil belajarnya belum

mencapai KKM adalah sebesar 64,52% (20 dari 31 orang siswa). Berikut ini

akan disajikan hasil belajar siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1

Yogyakarta pada materi posting ke buku besar:

Tabel 1.1

Nilai Ulangan Harian Siswa

No. Nama Nilai KKM Tuntas/Tidak

(23)

24. Saptya Pratiwi Putri 56 70 Tidak tuntas 25. Stephanie Asri Widowati 44 70 Tidak tuntas 26. Marselina Berda Warih Utami 67 70 Tidak tuntas 27. Rianty Indah Handayani P. 71 70 Tuntas 28. Theresia Devani Chintia Monica 47 70 Tidak tuntas 29. Diana Phoandra 87 70 Tuntas 30. Regina Dyah Irma Larasaty 82 70 Tuntas 31. Vincensa Dias Saridewi 56 70 Tidak tuntas

Rata-rata 67,32

Faktor-faktor penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap materi

tersebut dapat dilihat dari aspek guru, siswa sendiri, maupun lingkungan

sekolah. Ditinjau dari aspek guru tampak bahwa guru kurang berusaha

menciptakan kondisi belajar yang aktif, inovatif, kreatif, sehingga

pembelajaran menjadi tidak menyenangkan bagi siswa. Dampaknya adalah

motivasi belajar siswa rendah. Rendahnya motivasi belajar siswa

menyebabkan pembelajaran tampak tidak menarik bagi siswa sehingga siswa

sulit untuk fokus pada materi pembelajaran. Hal inilah yang menyebabkan

pemahaman siswa rendah yang tampak dari hasil belajar siswa yang tidak

memuaskan.

Di antara faktor-faktor penyebab di atas, rendahnya prestasi belajar siswa

diduga kuat disebabkan metode pembelajaran yang dilakukan guru yang

belum tepat. Guru karenanya perlu segera mengambil tindakan dengan

menggunakan model pembelajaran di kelas yang lebih tepat. Siswa perlu

diupayakan dapat lebih aktif, inovatif, kreatif, dan merasa senang dalam

proses pembelajaran akuntansi. Jika siswa senang dalam proses pembelajaran,

(24)

dipelajari. Hal ini sejalan dengan pendapat Suyatno (2009:100) yang

mengatakan bahwa cara belajar siswa zaman sekarang adalah siswa lebih

suka fun learning dan interaktif. Siswa selalu tertarik akan hal-hal baru,

antusias untuk mencoba, dan mereka belajar sesuai dengan cara belajar

mereka masing-masing.

Salah satu model yang dapat dipilih guru dalam pembelajaran adalah

Teams Games Tournament (TGT). TGT merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif yang dapat mengajak siswa menjadi aktif, inovatif,

kreatif, dan merasa senang, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai

secara efektif. Dalam teams, siswa akan bekerja di dalam kelompok kecil dan

secara bersama-sama memecahkan persoalan-persoalan yang diajukan oleh

guru. Dalam games, guru mengemas pembelajaran dalam bentuk permainan

sehingga siswa tanpa terasa telah belajar sambil bermain. Lalu dalam

tournament, guru membuat perlombaan antar kelompok agar siswa merasa

termotivasi untuk menjawab dengan benar soal-soal yang diberikan oleh guru

agar dapat memenangkan tournament. Model pembelajaran seperti ini

mendorong siswa untuk menjadi lebih aktif, inovatif, kreatif, dan senang

dalam mengikuti pembelajaran. Mereka akan lebih antusias dan termotivasi

dalam mengikuti pembelajaran sehingga lebih cepat memahami dan hasil

belajar akan lebih baik.

Berdasarkan berbagai latar belakang tersebut di atas, penulis bermaksud

(25)

Jurnal Penyesuaian Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi dan Pemahaman Siswa”.Penelitian ini dilaksanakan pada siswa Kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Ada berbagai cara meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman siswa

selama pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini akan difokuskan

pada upaya meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman siswa tentang

materi jurnal penyesuaian dalam mata pelajaran akuntansi kelas XI SMA

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dirumuskan masalah

dalam penelitian ini bagaimana peningkatan motivasi dan pemahaman siswa

kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta pada materi jurnal

penyesuaian melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams

Games Tournament (TGT)?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan tentang bagaimana

peningkatan motivasi dan pemahaman siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce

1 Yogyakarta pada materi jurnal penyesuaian melalui implementasi model

(26)

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

Siswa dapat belajar sambil bermain dalam sebuah tim dalam mempelajari

jurnal penyesuaian. Melalui pembelajaran demikian siswa akan aktif,

inovatif, kreatif, dan senang sehingga lebih termotivasi untuk belajar dan

secara efektif meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi.

2. Bagi guru

Guru dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi pembelajaran

materi jurnal penyesuaian yang memungkinkan siswa lebih aktif dalam

proses pembelajaran, dengan pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan

menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara

efektif.

3. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi sekolah agar proses

pembelajaran di kelas menjadi efektif sehingga membantu terwujudnya

tujuan pembelajaran di sekolah.

4. Bagi perguruan tinggi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk membantu

peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi penelitian

tindakan kelas. Peneliti berikutnya perlu memperbaiki

(27)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1. Pengertian PTK

PTK pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi Amerika yang

bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang

selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli seperti Stephen Kemmis, Robin

Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbut, dan sebagainya (Zainal Aqib,

2006:13). Dalam Bahasa Inggris PTK sering disebut dengan classroom

action research, yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau

di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan

atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran (Susilo,

2007:16). Menurut Hopkins (Masnur Muslich, 2011:8), PTK adalah

suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku

tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari

tindakan-tindakannya dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman

terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran.

Menurut Carr dan Kemmis (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama,

2009:8), PTK adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri (self reflective)

yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi sosial untuk

memperbaiki rasionalitas dan kebenaran: (a) praktik-praktik sosial atau

(28)

praktik-praktik tersebut, (c) situasi-situasi dimana praktik-praktik-praktik-praktik tersebut

dilaksanakan. Menurut Mc Niff (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama,

2009:8), PTK adalah sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan

oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk

pengembangan keahlian mengajar, PTK merupakan penelitian tentang,

untuk, dan oleh masyarakat/kelompok sasaran dengan memanfaatkan

interaksi, partisipasi, dan kolaboratif antara peneliti dan kelompok

sasaran. Sedangkan menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama

(2009:9), PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya

sendiri dengan cara: (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3)

merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan

memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat

meningkat.

Dari berbagai referensi di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK

adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah

tempat mengajar, dengan cara merencanakan, melaksanakan, dan

merefleksikan suatu kondisi pembelajaran yang bertujuan untuk

menyempurnakan atau meningkatkan praktik dan proses dalam

pembelajaran yang akan memperbaiki kualitas guru dan siswa.

2. Prinsip-Prinsip PTK

Menurut Hopkins (Zainal Aqib, 2006:17), 6 prinsip PTK adalah:

(29)

b. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.

c. Metodologi yang digunakan reliable, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya.

d. Masalah program yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukan, dan bertolak dari tanggung jawab profesional.

e. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya.

f. Dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan class room excercise perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan atau mata pelajaran tertentu, melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Sebagai contoh yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah memperbaiki sekolah, sedangkan pengawas sekolah memperbaiki sistem pendidikan (operasional kepengawasan). PTK hanyalah sebuah modal, yang penting proses memperbaiki.

3. Langkah PTK

Dalam model Kurt Lewin (Susilo, 2007:16), prosedur penelitian

mencakup empat langkah yaitu :

a. Merumuskan masalah dan merencanakan tindakan (planning). b. Melaksanakan tindakan (acting) dan pengamatan (observing). c. Merefleksikan (reflecting) hasil pengamatan.

d. Perbaikan atau perubahan perencanaan (replanning) untuk pengembangan tingkat keberhasilan.

Gambar Siklus PTK Model Kurt Lewin yang dimodifikasi oleh

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama (2009:28):

TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4

Gambar 2.1. Langkah-langkah PTK

(30)

Menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama (2009:38-41), ada

beberapa langkah-langkah yang terperinci yang seharusnya diikuti oleh

peneliti/guru dalam melaksanakan PTK, yaitu :

a. Adanya ide awal. Pada umumnya ide awal yang menggayut di PTK adalah terdapatnya permasalahan yang berlangsung di suatu kelas. Ide awal tersebut diantaranya berupa upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan. Dalam penerapan PTK itu, dapat diketahui hal-hal yang perlu dilakukan peneliti demi perubahan dan perbaikan dalam kelas yang sedang diajarinya.

b. Prasurvei. Ini dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat di kelas yang akan diteliti.

c. Diagnosis. Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, PTK akan dapat menentukan berbagai hal, misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat dalam kaitannya dengan implementasi PTK. Diagnosis tidak diperlukan bagi guru yang melakukan PTK di kelasnya sendiri.

d. Perencanaan. Penentuan perencanaan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait PTK. Sementara itu, perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari siklus per siklus. Oleh karenanya dalam perencanaan khusus ini tiap kali terdapat perencanaan ulang (replanning). Hal-hal yang direncanakan diantaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya. Perencanaan dalam hal ini kurang lebih hampir sama dengan apabila kita menyiapkan suatu kegiatan belajar-mengajar. Biasanya perencanaan dimasukkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan juga dapat dimasukkan ke dalam silabus mata pelajaran yang bersangkutan. e. Implementasi tindakan. Implementasi tindakan pada prinsipnya

(31)

melakukan inovasi dalam proses pembelajarannya di kelas dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

f. Pengamatan. Pengamatan, observasi, atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti atau kolaborator, yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat memonitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya. Metode pengumpulan data yang tidak digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga tidak berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain sejauh mungkin harus menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh.

g. Refleksi. Pada prinsipnya yang dimaksud dengan refleksi ialah perbuatan merenung atau memikirkan sesuatu atau upaya evaluasi yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait dengan suatu PTK yang dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning) selanjutnya ditentukan.

h. Penyusunan laporan PTK. Laporan hasil PTK seperti halnya jenis penelitian yang lain, yaitu disusun sesudah kerja penelitian di lapangan berakhir. Penyusunan laporan harus sistematis dan sesuai dengan acuan yang telah diberikan dalam pelatihan PTK. Sebenarnya, PTK yang dilakukan guru lebih bersifat individual. Artinya bahwa tujuan utama bagi PTK adalah self-improvement

melalui self-evaluation dan self-reflection, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa. Dengan demikian hasil pelaksanaan PTK yang berupa terjadinya inovasi pembelajaran akan dilaporkan kepada si peneliti (Guru) sendiri. Guru perlu mengarsipkan langkah-langkah dan teknik pembelajaran yang dikembangkan melalui aktivitas PTK demi perbaikan proses pembelajaran.

4. Karakteristik PTK

Menurut Susilo (2007:17), karakteristik utama yang membedakan

penelitian tindakan kelas dengan berbagai jenis penelitian lainnya, yaitu:

(32)

persoalan praktik dalam proses pembelajaran sehari-hari di kelas yang benar-benar dirasakan oleh guru.

b. Penelitian Tindakan Kelas selalu berangkat dari kesadaran kritis guru terhadap persoalan yang terjadi ketika proses pembelajaran berlangsung, dan guru menyadari pentingnya untuk mencari pemecahan masalah melalui suatu tindakan atau aksi yang direncanakan dan dilakukan secermat mungkin dengan cara-cara ilmiah dan sistematis.

c. Karakteristik yang unik dari PTK, yaitu adanya rencana tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki praktik dan proses pembelajaran di kelas. Jika penelitian yang dilakukan hanya sekedar ingin tahu tanpa disertai tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki persoalan atau permasalahan maka penelitian itu tidak bisa disebut sebagai penelitian tindakan kelas.

d. Karakteristik PTK yang berikutnya, yaitu adanya upaya kolaborasi antara guru dengan teman sejawat (para guru atau peneliti) lainnya dalam rangka membantu untuk mengobservasi dan merumuskan persoalan mendasar yang perlu diatasi.

Sedangkan menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama

(2009:11), karakteristik PTK meliputi :

a. Berkelanjutan. PTK merupakan upaya yang berkelanjutan secara siklusitis.

b. Integral. PTK merupakan bagian integral dari konteks yang diteliti. c. Ilmiah. Diagnosis masalah berdasar pada kejadian nyata.

d. Motivasi dari dalam. Motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam.

e. Lingkup. Masalah tidak dibatasi pada masalah pembelajaran di dalam dan luar ruang kelas.

Menurut Zainal Aqib (2006:16), karakteristik PTK antara lain :

a. Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; b. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya;

c. Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi;

d. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional;

e. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.

5. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

Zainal Aqib (2006:18) menyebutkan bahwa tujuan PTK adalah

(33)

secara berkesinambungan. Tujuan ini melekat pada diri guru dalam

penunaian misi profesional kependidikannya. Sedangkan menurut Susilo

(2007:17-18), tujuan PTK adalah sebagai berikut :

a. Tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.

b. Perbaikan dan peningkatan profesional guru kepada peserta didik dalam konteks pembelajaran di kelas.

c. Mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktik dalam proses pembelajaran secara reflektif, dan bukan untuk mendapatkan ilmu baru.

d. Pengembangan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas dalam rangka mengatasi permasalahan aktual yang dihadapi sehari-hari.

e. Adapun tujuan penyerta penelitian tindakan kelas yang dapat dicapai adalah terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian itu berlangsung.

6. Manfaat PTK

Masnur Muslich (2011:11) menyebutkan beberapa manfaat yang

dapat dipetik dari pelaksanaan PTK, yaitu sebagai berikut:

a. Terjadi peningkatan kompetensi guru dalam mengatasi masalah pembelajaran yang menjadi tugas utamanya.

b. Terjadi peningkatan sikap profesional guru.

c. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kinerja belajar dan kompetensi siswa.

d. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.

e. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya.

f. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.

g. Terjadi perbaikan dan/atau pengembangan pribadi siswa di sekolah. h. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas penerapan

kurikulum.

Selain itu, manfaat lain yang dapat diperoleh dari PTK adalah

(34)

a. Inovasi pembelajaran.

b. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas. c. Peningkatan profesionalisme guru atau pendidik.

7. Jenis-Jenis PTK

Zainal Aqib (2006:19-20) mengemukakan tentang empat jenis PTK,

yaitu sebagai berikut:

a. PTK diagnostik. Maksud dari PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, perkelahian, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas dengan cara mendiagnosis situasi yang melatarbelakangi situasi tersebut.

b. PTK partisipan. Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan apabila peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya. PTK partisipan juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhirnya penelitian.

c. PTK empiris. Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukukan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitiannya berkenaan dengan penyimpangan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari.

(35)

B. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar

belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative

learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan

asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar

akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Lie,

2010:29)

1. Pengertian Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)

Menurut Slavin (2011:20), pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu

kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5

orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting

kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota

kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu

masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan

kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik

pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang

lain.

Suyatno (2009:51) menjelaskan pembelajaran kooperatif adalah

kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok atau bekerja sama

saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau

(36)

belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam

menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama

untuk keberhasilan kelompoknya.

Trianto (2009:56-57) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep

bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang

sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin

bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan

masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok

sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Di dalam

kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil

yang terdiri dari 4-6 siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan,

jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan

dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan

kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses

berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas

anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan

oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai

ketuntasan belajar.

Jadi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan

(37)

2. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2010:31), ada lima

unsur model pembelajaran gotong-royong yang harus diterapkan, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif b. Tanggung jawab perseorangan c. Tatap muka

d. Komunikasi antar anggota e. Evaluasi proses kelompok

Doantara Yasa

(http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/) dalam blog-nya menjelaskan unsur-unsur

dasar pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:

a. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama

b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam

kelompoknya memiliki tujuan yang sama

d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya

e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok

f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya

g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Prinsip-prinsip dari belajar kooperatif menurut Slavin (Trianto,

2009:61-62) adalah sebagai berikut:

a. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

b. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

(38)

sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Doantara Yasa

(http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/) menjelaskan ciri-ciri model pembelajaran

kooperatif, yaitu:

a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,

b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,

c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan

d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

Menurut Lie (Sugiyanto, 2010:40-42), elemen-elemen pembelajaran

kooperatif adalah:

a. Saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui: 1) saling ketergantungan mencapai tujuan; 2) saling ketergantungan menyelesaikan tugas; 3) saling ketergantungan bahan atau sumber; 4) saling ketergantungan peran; 5) saling ketergantungan hadiah, b. Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam

kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya.

c. Akuntabilitas individual. Penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggota kelompok secara individual.

(39)

4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting (Doantara Yasa,

tersedia dalam

http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/):

a. Meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.

b. Pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

c. Mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Johnson & Johnson (Trianto, 2009:57) menyatakan bahwa tujuan

pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk

peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu

maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu tim, maka

dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari

berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan

keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.

5. Manfaat Cooperative Learning

Menurut Ibrahim dkk (Doantara Yasa, tersedia dalam

http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif

(40)

yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan

hasil belajar yang signifikan. Sementara Cooper mengungkapkan

keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) siswa

mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,

2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3)

meningkatkan ingatan siswa, dan 4) meningkatkan kepuasan siswa

terhadap materi pembelajaran.

Menurut Zamroni (Trianto, 2009:57-58), manfaat penerapan belajar

kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya

dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar

kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa.

Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru

yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki

solidaritas sosial yang kuat.

Sugiyanto (2010:43-44) menambahkan ada banyak nilai

pembelajaran kooperatif, diantaranya:

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois

f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikkan h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia

(41)

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik

k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.

6. Teknik Belajar-Mengajar Cooperative Learning

Anita Lie (2010:55-71) menyebutkan beberapa teknik cooperative

learning dalam bukunya. Teknik-teknik tersebut antara lain:

a. Mencari Pasangan (Make a Match) b. Bertukar Pasangan

c. Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think-Pair Share dan Think-Pair-Square)

d. Berkirim Salam dan Soal

e. Kepala Bernomor (Numbered Heads) f. Kepala Bernomor Terstruktur

g. Dua Tinggal Dua Tamu h. Keliling Kelompok i. Kancing Gemerincing j. Keliling Kelas

k. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle)

l. Tari Bambu m. Jigsaw

n. Bercerita Berpasangan (PairedStorytelling)

7. Model Evaluasi Belajar Cooperative Learning

Dalam penilaian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.

Siswa bekerja sama dengan metode Cooperative Learning. Mereka saling

membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian,

masing-masing pribadi mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai

pribadi. Nilai kelompok bisa dibentuk dengan beberapa cara. Pertama,

nilai kelompok bisa diambil dari nilai terendah yang didapat oleh siswa

dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa diambil dari rata-rata

(42)

Kelebihan kedua cara tersebut adalah semangat gotong-royong yang

ditanamkan. Dengan cara ini, kelompok bisa berusaha lebih keras untuk

membantu semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun,

kekurangannya adalah perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang

mampu akan merasa dirugikan oleh nilai rekannya yang rendah,

sedangkan siswa yang lemah mungkin bisa merasa bersalah karena

sumbangan nilainya paling rendah. Untuk menjaga rasa keadilan ada cara

lain yang bisa dipilih. Setiap orang anggota menyumbangkan poin di atas

nilai rata-rata mereka sendiri. Misalnya, nilai rata-rata si A adalah 60 dan

kali ini dia mendapat 65, dia akan menyumbangkan 5 poin untuk

kelompok. Ini berarti siswa pandai ataupun lamban, mempunyai

kesempatan untuk memberikan kontribusi. Siswa lamban tidak akan

merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga bisa

memberi sumbangan. Malahan mereka akan merasa terpacu untuk

meningkatkan kontribusi mereka dan dengan demikian menaikkan nilai

pribadi mereka sendiri (Lie, 2010:88-89).

C. Model Teams Games Tournament

1. Gambaran Mengenai Teams Games Tournament (TGT)

Menurut Ekocin

(http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/), model pembelajaran

TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang

(43)

perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan

mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar

dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model

TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping

menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat

dan keterlibatan belajar.

Trianto mengatakan (2009:83) TGT pada mulanya dikembangkan

oleh Davied De Vries dan Keath Edward, ini merupakan metode

pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini siswa

memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk

memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Dalam model ini

kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3

sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis

kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerja sama

dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam TGT hampir

sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan

sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan

akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan

anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu.

Nur & Wikandari (Trianto, 2009:83) menjelaskan bahwa TGT telah

digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok

digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan

(44)

berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA. Meski demikian,

TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakan dengan tujuan yang

dirumuskan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat

terbuka, misalnya esai atau kinerja.

Suyatno (2009:54-56) mengatakan bahwa TGT merupakan metode

dimana siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain

untuk memperoleh tambahan poin untuk tim mereka. Penerapan model

ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok

bisa sama bisa pula berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok

bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi.

2. Pendekatan Kelompok Kecil dalam TGT

Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelaja

ran-teams-games-tournaments-tgt-2/) mengatakan pendekatan yang

digunakan dalam TGT adalah pendekatan secara kelompok yaitu dengan

membentuk kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran.

Pembentukan kelompok kecil akan membuat siswa semakin aktif dalam

pembelajaran. Ciri dari pendekatan secara berkelompok dapat ditinjau

dari segi (Dimyati dan Mundjiono, 2006):

a. Tujuan Pengajaran dalam Kelompok Kecil

(45)

b. Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil

Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produktif, dalam pembelajaran diharapkan: (a) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok, (b) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab, (c) setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan mendorong timbulnya semangat tim, dan (d) kelompok mewujudkan suatu kerja yang kompak.

c. Guru dalam Pembelajaran Kelompok

Peranan guru dalam pembelajaran kelompok, yaitu: (a) pembentukan kelompok (b) perencanaan tugas kelompok, (c) pelaksanaan, dan (d) evalusi hasil belajar kelompok.

3. Komponen dan Pelaksanaan Teams Games Tournament dalam

Pembelajaran

Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajar

an-teams-games-tournaments-tgt-2/) menyebutkan ada lima komponen

utama dalam TGT,yaitu:

a. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat

games karena skor games akan menentukan skor kelompok. b. Kelompok (teams)

Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat games.

c. Games

Games terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan games terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.

d. Tournament (turnamen)

(46)

reader 1, terbesar kedua sebagai chalenger 1, terbesar ketiga sebagai

chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader 2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama.

Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1

apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 kunci jawaban. Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta berubah searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1

sekarang menjadi reader 1, chalenger 2 menjadi chalenger 1,

chalenger3 menjadi chalenger2, reader2 menjadi chalenger3 dan

reader1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru.

e. Penghargaan kelompok (team recognise)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.

Tabel 2.1. Kriteria Predikat Kelompok Kriteria ( Rerata Kelompok ) Predikat

≥ 45 Super Team

40 – 45 Great Team

30 – 40 Good Team

4. Implementasi Model Pembelajaran TGT

Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembe

lajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/) mengatakan dalam

pengimplementasian hal yang harus diperhatikan yaitu:

a. Pembelajaran terpusat pada siswa

b. Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi

c. Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan)

d. Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim

(47)

f. Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik

g. Kemajuan kelompok dapat diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan

h. Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal

i. Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh poin banyak.

5. Kelebihan Model Pembelajaran TGT

Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembe

lajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/) mengutip dari Slavin

melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh

pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang

secara implisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan

pembelajaran TGT, sebagai berikut:

a. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka daripada siswa yang ada dalam kelas tradisional.

b. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.

c. TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.

d. TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja

sama verbal dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit)

e. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.

(48)

D. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi

Menurut Mc Donald (Sardiman 1986:73), motivasi adalah

perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari

pengertian tersebut mengandung tiga elemen penting, yaitu :

a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkahlaku manusia.

c. Motivasi dirangsang karena ada tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Sedangkan menurut Sardiman A.M (1986:75), motivasi dapat juga

dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi

tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan

bila ia tidak suka, maka akan berusaha meniadakan atau mengelakkan

perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor

dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang.

Motivasi dapat mendorong dan mengarahkan siswa untuk melakukan

aktivitas belajar yang baik. Tentu saja motivasi tidak lepas dari sebuah

(49)

adanya motivasi yang baik. Semakin besar motivasi seorang siswa untuk

belajar, maka hasil yang didapat tentunya akan maksimal. Intensitas

motivasi akan menentukan pencapaian prestasi belajar seorang siswa.

2. Motivasi Belajar

Menurut Winkel (1984:27-30), motivasi belajar adalah keseluruhan

daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,

yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan

arah pada kegiatan belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa

tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena biasanya ada beberapa motif bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar

merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang

khas adalah dalam hal gairah/semangat belajar; siswa yang bermotivasi

kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

Uno (2007:23) menjelaskan motivasi dan belajar merupakan dua hal

yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara

relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik

atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan

keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan

cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan,

(50)

Slavin (2008:34-36) menjelaskan perspektif motivasional pada

pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau

struktur tujuan dimana para siswa bekerja. Dari perspektif motivasional,

struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana

satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah

jika kelompok mereka bisa sukses.

E. Pemahaman

1. Pengertian Pemahaman

Pemahaman berasal dari kata 'paham' yang mendapat imbuhan

pe-an. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwodarminto,

1989:694), paham memiliki arti pengertian, pendapat pikiran, dan

mengerti benar. Suatu pembelajaran dasar yang hampir dilupakan oleh

setiap orang adalah pemahaman. Pemahaman adalah suatu titik temu

antara 2 pola yang terdapat didalam diri manusia yaitu pola akal dan pola

rasa, jika di setiap/suatu pembelajaran dimulai dan didasari oleh suatu

pemahaman terlebih dahulu maka akan lebih berharga dan bermaknalah

suatu pembelajaran tersebut. Cara belajar yang berdasarkan suatu

pemahaman dapat dikategorikan atau dikatakan sebagai cara belajar yang

tidak mengingat akan tetapi mengingat tapi dengan suatu aplikasi, seperti

contoh: di dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam unsur ataupun

elemen yang bersifat komprehensif, kompleks dan mutlak sebagai suatu

(51)

terkadang juga lupa akan apa yang ia miliki di dalam dirinya sendiri

sedangkan suatu ketika terjadi sesuatu permasalahan baik itu yang

berasal/disebabkan oleh faktor dari dalam maupun dari luar pada si orang

itu sendiri maka perlu segera dicari jalan keluarnya baik itu dengan usaha

pemikirannya maupun lewat perasaannya.

Tingkat pemahaman siswa dapat dilihat dari prestasi belajar yang

diperoleh selama proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dinilai

melalui evaluasi pembelajaran. Evaluasi atau penilaian adalah

pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria

tertentu (Purwanto, 2009:3). Dari evaluasi pembelajaran, diperoleh

data-data mengenai pencapaian skor yang diperoleh siswa. Skor siswa tersebut

akan diolah guru menjadi nilai. Nilai dari hasil belajar ini menunjukkan

sejauh mana peserta didik memahami suatu materi pelajaran yang selama

ini dipelajari. Siswa yang memiliki nilai di atas standar kelulusan atau

kriteria tertentu dapat dinyatakan bahwa siswa tersebut telah memahami

suatu materi ajar. Jika ada siswa yang mendapatkan nilai di bawah

standar kelulusan maka siswa tersebut dikatakan belum paham.

Dalam enam jenjang aspek kognitif menurut taksonomi Bloom

(Daryanto, 2007:101-109), pemahaman merupakan aspek kedua setelah

pengetahuan. Aspek ketiga merupakan penerapan, aspek keempat adalah

analisis, aspek kelima sintesis, lalu aspek keenam adalah penilaian.

Kemampuan pemahaman (comprehension) umumnya mendapat

(52)

atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang

dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan

menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan pemahaman dapat

dijabarkan menjadi tiga, yaitu:

1. Menerjemahkan (translation). Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata-kata ke dalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan. 2. Menginterpretasi (interpretation). Kemampuan ini lebih luas

daripada menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami.

3. Mengekstrapolasi (extrapolation). Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

Menurut Arikunto (1995:247-251), ada beberapa skala penilaian

yang dapat mengukur pemahaman atau keberhasilan siswa dalam

mempelajari materi mata pelajaran, yaitu:

1. Skala bebas adalah skala penilaian yang tidak tetap. Ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, lain kali 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal

2. Skala 0 – 10 adalah skala penilaian untuk angka 0 adalah angka terendah dan angka 10 adalah angka tertinggi.

3. Skala 0 – 100 adalah skala penilaian yang lebih halus dibanding skala 0 – 10, karena skala ini menilai dalam bilangan bulat.

4. Skala huruf adalah skala penilaian yang menggunakan huruf A, B, C, D dan E.

F. Mata Pelajaran Akuntansi : Jurnal Penyesuaian.

Materi ini merupakan salah satu materi yang tercakup dalam siklus

akuntansi perusahaan jasa. Siklus akuntansi perusahaan jasa dapat

Gambar

Tabel 2.1. Kriteria Predikat Kelompok
gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan.
Gambar 2.2. Bagan Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa
Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Belajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Makanan jajanan yang diambil adalah jenis makanan yang diduga mengandung bahan kimia berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin-B, baik yang dijajakan di luar sekolah

Sebagian besar jenis spon seperti yang dilaporkan oleh Briggs terdapat di daerah tropis seperti Malaysia, Indonesia, Pilipina, dan Papua New Guinea dan di daerah

The short travel time and low delta heart pulse was achieved by shoe model 2 with 7.5cm heel area (code 2.2). This shoe has a belt then it can be adjusted by the user to get a

Menyadari bahwa manusia dari kodratnya adalah makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, manusia hanya dapat tumbuh dan berkembang ketika ia mampu membangun relasinya yang baik

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Mengenai Pemberian Cairan Rehidrasi Oral pada Bayi yang Terkena Diare di Beberapa Rumah

Jika komputer ini tidak dikonfigurasikan dengan drive 3,5 inci, Anda dapat memasang pembaca kartu media, drive disket atau hard drive pada ruang drive1. Ruang drive 3,5 inci terletak

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor : 08/Ba-HPL/Pws PL II/BM/PUTR/V/2017 Tanggal, 29

Pembahasan tentang proses pembangunan tidak dapat dan tidak boleh jauh dari besar dan mendesaknya berbagai masalah yang mengancam masyarakat