IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE
TEAMS GAMES TOURNAMENT
PADA MATERI
JURNAL PENYESUAIAN SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PEMAHAMAN SISWA
Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Stefani Dwi Cahyani NIM. 091334045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
Kakekku KRT. Robertus Soekiman Tejasaputra
Ayahku Yohakim Murhandoyo
Ibuku B.M. Nuring Dwiyanti
Kakakku Maria Advensia Astutiningtyas
v
MOTTO
Tuhan tak’kan terlambat!
Juga tak’kan lebih cepat!
Semuanya...
Dia jadikan indah tepat pada waktunya.
-Pengkotbah
3:11A-Anggaplah ini adalah saat terakhirmu
bertemu orang-orang di sekitarmu.
Maka kau tidak akan menyia-nyiakan
viii
ABSTRAK
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT PADA MATERI JURNAL
PENYESUAIAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PEMAHAMAN SISWA
Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta
Stefani Dwi Cahyani Universitas Sanata Dharma
2013
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) peningkatan motivasi belajar pada materi jurnal penyesuaian melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT; (2) peningkatan pemahaman belajar pada materi jurnal penyesuaian melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah 31 siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam satu siklus yang meliputi empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Data analisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis komparatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara signifikan pada materi jurnal penyesuaian (rerata sebelum penelitian = 51,70, dan rerata sesudah penelitian = 66,48; sig. (2-tailed) = 0,000 < α = 0,05); (2) penerapan
ix
ABSTRACT
THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING (TGT type) ON ADJUSTMENT JOURNAL ENTRIES MATERIALS TO IMPROVE
STUDENT’S LEARNINGS MOTIVATION AND ACHIEVEMENT
A classroom Action Research in the Eleventh Grade Students of the Social Science 1 Department of Stella Duce 1 Yogyakarta Senior High School
Stefani Dwi Cahyani Sanata Dharma University
2013
The aims of this research are to find out: (1) the improvement of students’
learning motivation on adjustment journal entries material through cooperative learning: teams-games-tournament; (2) the improvement of student’s learning achievement on adjustment journal entries material through cooperative learning: teams-games-tournament.
This research is a classroom action research. The participants of this research were 31 students of the Eleventh Grade Students of the Social Science 1 Department of Stella Duce 1 Yogyakarta. There was one cycle in this research which includes four stages; those were planning, action, observation, and reflection. The data were gathered by using four research instruments namely observation, questionnaire, interview, and documentation. The researcher used descriptive and comparative analysis techniques to analyze the data.
The results of this research show that: (1) the implementation of cooperative
teaching learning type TGT improves students’ learning motivation significantly
(the average before the implementation = 51,70 and the average after the implementation = 66,48; sig. (2-tailed) = 0.000 < α = 0.05); (2) the
implementation of cooperative learning type TGT improves students’ learning
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena skripsi ini telah
selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan
Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi. Penulis menyadari
bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan berbagai masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
2. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi dan Dosen Pembimbing
yang telah membimbing, memberi masukan, kritik, saran, dan dukungan
penuh bagi penulis untuk perbaikan dalam penyelesaian skripsi ini;
4. Ibu B. Indah Nugraheni, S.Pd., S.I.P., M.Pd. dan Bapak Agustinus Heri
Nugroho, S.Pd., M.Pd. selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu,
memberi kritik dan saran untuk menjadikan skripsi ini semakin baik;
5. Ibu Agustina Vista Elprina Gaudiawati, S.Pd. selaku guru mitra yang telah
memberikan kesempatan, waktu, dan kerja sama yang sangat berharga bagi
penulis dalam melaksanakan penelitian;
6. Staf pengajar Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan
Akuntansi yang telah memberikan ilmunya kepada mahasiswa;
7. Mbak Theresia Aris Sudarsilah selaku sekretaris Program Studi Pendidikan
Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membantu dalam segala
administrasi dan melancarkan proses belajar selama ini;
8. Orangtua dan kakak penulis yakni Bapak Yohakim Murhandoyo, Ibu Bertha
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
B. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ... 15
C. Metode Teams Games Tournament ... 22
D. Motivasi Belajar ... 28
E. Pemahaman ... 30
F. Mata Pelajaran Akuntansi: Jurnal Penyesuaian ... 32
xiii
A. Sejarah, Visi, Misi, dan Tujuan Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 67
B. Sistem Pendidikan Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta 70 C. Kurikulum Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 70
D. Organisasi Sekolah Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 72
E. Sumber Daya Manusia Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 77
F. Siswa Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 79
G. Kondisi Fisik dan Lingkungan Sekolah Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 80
H. Fasilitas Pendidikan dan Latihan ... 85
I. Majelis Sekolah / Dewan Komite / Komite Sekolah ... 88
J. Hubungan Antar Satuan Pendidikan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta dengan Instansi Lain ... 89
K. Usaha-usaha Peningkatan Kualitas Lulusan ... 91
BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 97
A. Deskripsi Data ... 97
B. Analisis Data ... 131
C. Pembahasan ... 139
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 143
xiv
B. Keterbatasan Penelitian ... 144
C. Saran ... 144
DAFTAR PUSTAKA ... 146
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas XI IPS 1 ... 2
Tabel 2.1. Kriteria Predikat Kelompok ... 26
Tabel 3.1. Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Belajar ... 55
Tabel 3.2. Pemberian Skor pada Kuesioner ... 56
Tabel 3.8. Komparasi Pemahaman Siswa Sebelum dan Sesudah Penerapan TGT ... 63
Tabel 3.9. Komparasi Motivasi Belajar Sebelum dan Sesudah Pembelajaran ... 63
Tabel 4.1. Kepala Sekolah SMA Stella Duce 1 Yogyakarta Sampai Tahun 2013 68 Tabel 4.2. Struktur Kurikulum SMA Stella Duce 1 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 ... 71
Tabel 4.3. Tenaga Edukatif ... 77
Tabel 4.4. Tenaga Non Edukatif ... 78
Tabel 4.5. Distribusi Siswa SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 80
Tabel 5.1. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pendahuluan Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 98
Tabel 5.2. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru dalam Kegiatan Inti Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 99
Tabel 5.3. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru dalam Kegiatan Penutup Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 101
Tabel 5.4. Hasil Observasi Terhadap Kegiatan Siswa dalam Proses Pembelajaran Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 101
xvi
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa pada Awal Pembelajaran .... 113
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa pada Akhir Pembelajaran ... 120
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa pada Akhir Pembelajaran ... 121
Tabel 5.9. Rangkuman Refleksi Siswa ... 122
Tabel 5.10. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Saat Pembelajaran ... 124
Tabel 5.11. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Saat Pembelajaran ... 124
Tabel 5.12. Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Guru Saat Pembelajaran ... 126
Tabel 5.13. Hasil Observasi Kegiatan Siswa Saat Pembelajaran ... 127
Tabel 5.14. Refleksi Guru ... 129
Tabel 5.15. Komparasi Motivasi Belajar Siswa ... 132
Tabel 5.16. Rangkuman Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa pada Awal dan Akhir Pembelajaran ... 133
Tabel 5.17. Komparasi Pemahaman Siswa ... 134
Tabel 5.18. Rangkuman Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa pada Awal dan Akhir Pembelajaran ... 135
Tabel 5.19. Pengujian Normalitas Motivasi Belajar Pra Penerapan dan Pasca Penerapan Berdasarkan One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 137
Tabel 5.20. Pengujian Beda Rata-rata Berdasarkan Paired Samples Test ... 137
Tabel 5.21. Pengujian Normalitas Pre-test dan Post-test Berdasarkan One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 138
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Langkah-langkah PTK ... 9
Gambar 2.2. Bagan Struktur Akuntansi Perusahaan Jasa ... 33
Gambar 4.1. Struktur Organisasi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta ... 72
Gambar 4.2. Struktur Organisasi Perpustakaan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta 83
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN ... 149
INSTRUMEN RENCANA ... 150
Lampiran 1 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas Sebelum Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 151
Lampiran 2 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 153
Lampiran 3 Instrumen Observasi Terhadap Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 154
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Terhadap Guru Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 155
Lampiran 5 Pedoman Wawancara Terhadap Siswa Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 156
Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 157
Lampiran 7 Skenario Pembelajaran ... 163
Lampiran 8 Pembagian Kelompok ... 166
Lampiran 9 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas pada Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 167
Lampiran 10 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas pada Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 170
Lampiran 11 Instrumen Observasi Terhadap Kelas pada Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 171
Lampiran 12 Pedoman Wawancara terhadap Guru Setelah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 172
Lampiran 13 Pedoman Wawancara terhadap Siswa Setelah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 173
Lampiran 14 Instrumen Refleksi Guru ... 174
Lampiran 15 Instrumen Refleksi Siswa ... 175
Lampiran 16 Kuesioner Motivasi Belajar Pra Penerapan ... 176
xix
Lampiran 18 Pre-test ... 183
Lampiran 19 Post-test ... 191
Lampiran 20 Tata Letak Kelas ... 199
INSTRUMEN PENELITIAN PENDAHULUAN ... 201
Lampiran 21 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 202
Lampiran 22 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 204
Lampiran 23 Instrumen Observasi terhadap Kelas Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 205
Lampiran 24 Hasil Wawancara terhadap Guru Sebelum Penerapan TGT ... 206
Lampiran 25 Hasil Wawancara terhadap Siswa Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 208
Lampiran 26 Hasil Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Sebelum Penerapan TGT .. 210
Lampiran 27 Hasil Pre-test Siswa Sebelum Penerapan TGT ... 230
MEDIA DAN INSTRUMEN PELAKSANAAN ... 242
Lampiran 28 Handout ... 243
Lampiran 29 Lembar Kerja Siswa ... 247
Lampiran 30 Neraca Saldo Stece Travel per 31 Desember 2011 ... 250
Lampiran 31 Kartu Bukti Memorial ... 251
Lampiran 32 Kartu Perhitungan dan Analisis ... 255
Lampiran 33 Kartu Pengecoh Perhitungan dan Analisis ... 259
Lampiran 34 Kartu Jurnal ... 263
Lampiran 35 Kartu Pengecoh Jurnal ... 267
Lampiran 36 Lembar Jawab Tempel ... 271
Lampiran 37 Uang Mainan ... 277
Lampiran 38 Kunci Jawaban dan Lembar SkoringGames ... 278
Lampiran 39 Neraca Saldo Stece Travel per 31 Desember 2010 ... 280
xx
Lampiran 41 Kunci Jawaban dan Lembar Skoring Tournament ... 282
Lampiran 42 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 283
Lampiran 43 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa di Kelas Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 285
Lampiran 44 Instrumen Observasi terhadap Kelas Saat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 286
TINDAKAN LANJUTAN SETELAH PELAKSANAAN ... 287
Lampiran 45 Instrumen Refleksi Guru ... 288
Lampiran 46 Instrumen Refleksi Siswa ... 289
Lampiran 47 Hasil Wawancara Guru Setelah Penerapan TGT ... 300
Lampiran 48 Hasil Wawancara Siswa Setelah Penerapan TGT ... 301
Lampiran 49 Hasil Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Setelah Penerapan TGT ... 302
Lampiran 50 Hasil Post-test Siswa Setelah Penerapan TGT ... 319
DATA DAN HASIL UJI STATISTIK ... 331
Lampiran 51 Data dan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi Belajar ... 332
Lampiran 52 Data dan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas pada Soal Pre-test ... 337
Lampiran 53 Data dan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas pada Soal Post-test ... 345
Lampiran 54 Hasil Pengujian Motivasi Belajar Siswa ... 352
Lampiran 55 Hasil Pengujian Pemahaman Siswa ... 354
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Materi jurnal penyesuaian merupakan materi pembelajaran yang penting
dipahami siswa. Jurnal penyesuaian merupakan salah satu tahap
pengikhtisaran dalam siklus akuntansi. Jurnal penyesuaian berfungsi untuk
mengubah sedemikian rupa nilai akun sehingga neraca saldo memperlihatkan
saldo sebenarnya dari harta, utang, beban, pendapatan, dan beban. Jurnal
penyesuaian penting dipahami siswa sebagai seorang pembelajar akuntansi
supaya siswa dapat memperlihatkan nilai-nilai akun menjadi sesuai dengan
saldo yang sebenarnya. Dengan pemahaman tersebut maka akan
mempermudah siswa memasuki tahap selanjutnya dalam siklus akuntansi,
yaitu tahap pembuatan laporan keuangan.
Pentingnya siswa dalam memahami materi jurnal penyesuaian
memberikan tuntutan lebih pada guru. Guru wajib memfasilitasi siswa supaya
mereka dapat lebih memahami materi dengan baik. Dengan kata lain
pembelajaran idealnya tidak lagi berpusat pada guru, tetapi pembelajaran
berpusat pada siswa. Guru karenanya perlu memilih metode-metode
pembelajaran yang tepat yang mendorong siswa untuk aktif, inovatif, dan
kreatif sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan tujuan
Fakta hasil-hasil observasi menunjukkan bahwa pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran akuntansi rendah. Hal ini dapat dilihat dari
hasil belajar (ulangan harian) akuntansi yang sebagian besar belum mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM yang ditetapkan untuk mata
pelajaran akuntansi adalah sebesar 70. Siswa yang hasil belajarnya belum
mencapai KKM adalah sebesar 64,52% (20 dari 31 orang siswa). Berikut ini
akan disajikan hasil belajar siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1
Yogyakarta pada materi posting ke buku besar:
Tabel 1.1
Nilai Ulangan Harian Siswa
No. Nama Nilai KKM Tuntas/Tidak
24. Saptya Pratiwi Putri 56 70 Tidak tuntas 25. Stephanie Asri Widowati 44 70 Tidak tuntas 26. Marselina Berda Warih Utami 67 70 Tidak tuntas 27. Rianty Indah Handayani P. 71 70 Tuntas 28. Theresia Devani Chintia Monica 47 70 Tidak tuntas 29. Diana Phoandra 87 70 Tuntas 30. Regina Dyah Irma Larasaty 82 70 Tuntas 31. Vincensa Dias Saridewi 56 70 Tidak tuntas
Rata-rata 67,32
Faktor-faktor penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap materi
tersebut dapat dilihat dari aspek guru, siswa sendiri, maupun lingkungan
sekolah. Ditinjau dari aspek guru tampak bahwa guru kurang berusaha
menciptakan kondisi belajar yang aktif, inovatif, kreatif, sehingga
pembelajaran menjadi tidak menyenangkan bagi siswa. Dampaknya adalah
motivasi belajar siswa rendah. Rendahnya motivasi belajar siswa
menyebabkan pembelajaran tampak tidak menarik bagi siswa sehingga siswa
sulit untuk fokus pada materi pembelajaran. Hal inilah yang menyebabkan
pemahaman siswa rendah yang tampak dari hasil belajar siswa yang tidak
memuaskan.
Di antara faktor-faktor penyebab di atas, rendahnya prestasi belajar siswa
diduga kuat disebabkan metode pembelajaran yang dilakukan guru yang
belum tepat. Guru karenanya perlu segera mengambil tindakan dengan
menggunakan model pembelajaran di kelas yang lebih tepat. Siswa perlu
diupayakan dapat lebih aktif, inovatif, kreatif, dan merasa senang dalam
proses pembelajaran akuntansi. Jika siswa senang dalam proses pembelajaran,
dipelajari. Hal ini sejalan dengan pendapat Suyatno (2009:100) yang
mengatakan bahwa cara belajar siswa zaman sekarang adalah siswa lebih
suka fun learning dan interaktif. Siswa selalu tertarik akan hal-hal baru,
antusias untuk mencoba, dan mereka belajar sesuai dengan cara belajar
mereka masing-masing.
Salah satu model yang dapat dipilih guru dalam pembelajaran adalah
Teams Games Tournament (TGT). TGT merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang dapat mengajak siswa menjadi aktif, inovatif,
kreatif, dan merasa senang, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif. Dalam teams, siswa akan bekerja di dalam kelompok kecil dan
secara bersama-sama memecahkan persoalan-persoalan yang diajukan oleh
guru. Dalam games, guru mengemas pembelajaran dalam bentuk permainan
sehingga siswa tanpa terasa telah belajar sambil bermain. Lalu dalam
tournament, guru membuat perlombaan antar kelompok agar siswa merasa
termotivasi untuk menjawab dengan benar soal-soal yang diberikan oleh guru
agar dapat memenangkan tournament. Model pembelajaran seperti ini
mendorong siswa untuk menjadi lebih aktif, inovatif, kreatif, dan senang
dalam mengikuti pembelajaran. Mereka akan lebih antusias dan termotivasi
dalam mengikuti pembelajaran sehingga lebih cepat memahami dan hasil
belajar akan lebih baik.
Berdasarkan berbagai latar belakang tersebut di atas, penulis bermaksud
Jurnal Penyesuaian Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi dan Pemahaman Siswa”.Penelitian ini dilaksanakan pada siswa Kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta.
B. Batasan Masalah
Ada berbagai cara meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman siswa
selama pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini akan difokuskan
pada upaya meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman siswa tentang
materi jurnal penyesuaian dalam mata pelajaran akuntansi kelas XI SMA
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dirumuskan masalah
dalam penelitian ini bagaimana peningkatan motivasi dan pemahaman siswa
kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta pada materi jurnal
penyesuaian melalui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT)?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan tentang bagaimana
peningkatan motivasi dan pemahaman siswa kelas XI IPS 1 SMA Stella Duce
1 Yogyakarta pada materi jurnal penyesuaian melalui implementasi model
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
Siswa dapat belajar sambil bermain dalam sebuah tim dalam mempelajari
jurnal penyesuaian. Melalui pembelajaran demikian siswa akan aktif,
inovatif, kreatif, dan senang sehingga lebih termotivasi untuk belajar dan
secara efektif meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi.
2. Bagi guru
Guru dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi pembelajaran
materi jurnal penyesuaian yang memungkinkan siswa lebih aktif dalam
proses pembelajaran, dengan pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan
menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif.
3. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi sekolah agar proses
pembelajaran di kelas menjadi efektif sehingga membantu terwujudnya
tujuan pembelajaran di sekolah.
4. Bagi perguruan tinggi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk membantu
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi penelitian
tindakan kelas. Peneliti berikutnya perlu memperbaiki
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
1. Pengertian PTK
PTK pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi Amerika yang
bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang
selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli seperti Stephen Kemmis, Robin
Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbut, dan sebagainya (Zainal Aqib,
2006:13). Dalam Bahasa Inggris PTK sering disebut dengan classroom
action research, yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau
di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan
atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran (Susilo,
2007:16). Menurut Hopkins (Masnur Muslich, 2011:8), PTK adalah
suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku
tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari
tindakan-tindakannya dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman
terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran.
Menurut Carr dan Kemmis (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama,
2009:8), PTK adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri (self reflective)
yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi sosial untuk
memperbaiki rasionalitas dan kebenaran: (a) praktik-praktik sosial atau
praktik-praktik tersebut, (c) situasi-situasi dimana praktik-praktik-praktik-praktik tersebut
dilaksanakan. Menurut Mc Niff (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama,
2009:8), PTK adalah sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan
oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk
pengembangan keahlian mengajar, PTK merupakan penelitian tentang,
untuk, dan oleh masyarakat/kelompok sasaran dengan memanfaatkan
interaksi, partisipasi, dan kolaboratif antara peneliti dan kelompok
sasaran. Sedangkan menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama
(2009:9), PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya
sendiri dengan cara: (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3)
merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan
memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat
meningkat.
Dari berbagai referensi di atas, dapat disimpulkan bahwa PTK
adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah
tempat mengajar, dengan cara merencanakan, melaksanakan, dan
merefleksikan suatu kondisi pembelajaran yang bertujuan untuk
menyempurnakan atau meningkatkan praktik dan proses dalam
pembelajaran yang akan memperbaiki kualitas guru dan siswa.
2. Prinsip-Prinsip PTK
Menurut Hopkins (Zainal Aqib, 2006:17), 6 prinsip PTK adalah:
b. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
c. Metodologi yang digunakan reliable, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya.
d. Masalah program yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukan, dan bertolak dari tanggung jawab profesional.
e. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya.
f. Dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan class room excercise perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan atau mata pelajaran tertentu, melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Sebagai contoh yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah memperbaiki sekolah, sedangkan pengawas sekolah memperbaiki sistem pendidikan (operasional kepengawasan). PTK hanyalah sebuah modal, yang penting proses memperbaiki.
3. Langkah PTK
Dalam model Kurt Lewin (Susilo, 2007:16), prosedur penelitian
mencakup empat langkah yaitu :
a. Merumuskan masalah dan merencanakan tindakan (planning). b. Melaksanakan tindakan (acting) dan pengamatan (observing). c. Merefleksikan (reflecting) hasil pengamatan.
d. Perbaikan atau perubahan perencanaan (replanning) untuk pengembangan tingkat keberhasilan.
Gambar Siklus PTK Model Kurt Lewin yang dimodifikasi oleh
Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama (2009:28):
TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4
Gambar 2.1. Langkah-langkah PTK
Menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama (2009:38-41), ada
beberapa langkah-langkah yang terperinci yang seharusnya diikuti oleh
peneliti/guru dalam melaksanakan PTK, yaitu :
a. Adanya ide awal. Pada umumnya ide awal yang menggayut di PTK adalah terdapatnya permasalahan yang berlangsung di suatu kelas. Ide awal tersebut diantaranya berupa upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan. Dalam penerapan PTK itu, dapat diketahui hal-hal yang perlu dilakukan peneliti demi perubahan dan perbaikan dalam kelas yang sedang diajarinya.
b. Prasurvei. Ini dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat di kelas yang akan diteliti.
c. Diagnosis. Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, PTK akan dapat menentukan berbagai hal, misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat dalam kaitannya dengan implementasi PTK. Diagnosis tidak diperlukan bagi guru yang melakukan PTK di kelasnya sendiri.
d. Perencanaan. Penentuan perencanaan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait PTK. Sementara itu, perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari siklus per siklus. Oleh karenanya dalam perencanaan khusus ini tiap kali terdapat perencanaan ulang (replanning). Hal-hal yang direncanakan diantaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya. Perencanaan dalam hal ini kurang lebih hampir sama dengan apabila kita menyiapkan suatu kegiatan belajar-mengajar. Biasanya perencanaan dimasukkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan juga dapat dimasukkan ke dalam silabus mata pelajaran yang bersangkutan. e. Implementasi tindakan. Implementasi tindakan pada prinsipnya
melakukan inovasi dalam proses pembelajarannya di kelas dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
f. Pengamatan. Pengamatan, observasi, atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti atau kolaborator, yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat memonitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya. Metode pengumpulan data yang tidak digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga tidak berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain sejauh mungkin harus menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh.
g. Refleksi. Pada prinsipnya yang dimaksud dengan refleksi ialah perbuatan merenung atau memikirkan sesuatu atau upaya evaluasi yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait dengan suatu PTK yang dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning) selanjutnya ditentukan.
h. Penyusunan laporan PTK. Laporan hasil PTK seperti halnya jenis penelitian yang lain, yaitu disusun sesudah kerja penelitian di lapangan berakhir. Penyusunan laporan harus sistematis dan sesuai dengan acuan yang telah diberikan dalam pelatihan PTK. Sebenarnya, PTK yang dilakukan guru lebih bersifat individual. Artinya bahwa tujuan utama bagi PTK adalah self-improvement
melalui self-evaluation dan self-reflection, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa. Dengan demikian hasil pelaksanaan PTK yang berupa terjadinya inovasi pembelajaran akan dilaporkan kepada si peneliti (Guru) sendiri. Guru perlu mengarsipkan langkah-langkah dan teknik pembelajaran yang dikembangkan melalui aktivitas PTK demi perbaikan proses pembelajaran.
4. Karakteristik PTK
Menurut Susilo (2007:17), karakteristik utama yang membedakan
penelitian tindakan kelas dengan berbagai jenis penelitian lainnya, yaitu:
persoalan praktik dalam proses pembelajaran sehari-hari di kelas yang benar-benar dirasakan oleh guru.
b. Penelitian Tindakan Kelas selalu berangkat dari kesadaran kritis guru terhadap persoalan yang terjadi ketika proses pembelajaran berlangsung, dan guru menyadari pentingnya untuk mencari pemecahan masalah melalui suatu tindakan atau aksi yang direncanakan dan dilakukan secermat mungkin dengan cara-cara ilmiah dan sistematis.
c. Karakteristik yang unik dari PTK, yaitu adanya rencana tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki praktik dan proses pembelajaran di kelas. Jika penelitian yang dilakukan hanya sekedar ingin tahu tanpa disertai tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki persoalan atau permasalahan maka penelitian itu tidak bisa disebut sebagai penelitian tindakan kelas.
d. Karakteristik PTK yang berikutnya, yaitu adanya upaya kolaborasi antara guru dengan teman sejawat (para guru atau peneliti) lainnya dalam rangka membantu untuk mengobservasi dan merumuskan persoalan mendasar yang perlu diatasi.
Sedangkan menurut Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama
(2009:11), karakteristik PTK meliputi :
a. Berkelanjutan. PTK merupakan upaya yang berkelanjutan secara siklusitis.
b. Integral. PTK merupakan bagian integral dari konteks yang diteliti. c. Ilmiah. Diagnosis masalah berdasar pada kejadian nyata.
d. Motivasi dari dalam. Motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam.
e. Lingkup. Masalah tidak dibatasi pada masalah pembelajaran di dalam dan luar ruang kelas.
Menurut Zainal Aqib (2006:16), karakteristik PTK antara lain :
a. Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; b. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya;
c. Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi;
d. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional;
e. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
5. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Zainal Aqib (2006:18) menyebutkan bahwa tujuan PTK adalah
secara berkesinambungan. Tujuan ini melekat pada diri guru dalam
penunaian misi profesional kependidikannya. Sedangkan menurut Susilo
(2007:17-18), tujuan PTK adalah sebagai berikut :
a. Tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.
b. Perbaikan dan peningkatan profesional guru kepada peserta didik dalam konteks pembelajaran di kelas.
c. Mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktik dalam proses pembelajaran secara reflektif, dan bukan untuk mendapatkan ilmu baru.
d. Pengembangan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas dalam rangka mengatasi permasalahan aktual yang dihadapi sehari-hari.
e. Adapun tujuan penyerta penelitian tindakan kelas yang dapat dicapai adalah terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian itu berlangsung.
6. Manfaat PTK
Masnur Muslich (2011:11) menyebutkan beberapa manfaat yang
dapat dipetik dari pelaksanaan PTK, yaitu sebagai berikut:
a. Terjadi peningkatan kompetensi guru dalam mengatasi masalah pembelajaran yang menjadi tugas utamanya.
b. Terjadi peningkatan sikap profesional guru.
c. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kinerja belajar dan kompetensi siswa.
d. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.
e. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya.
f. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.
g. Terjadi perbaikan dan/atau pengembangan pribadi siswa di sekolah. h. Terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas penerapan
kurikulum.
Selain itu, manfaat lain yang dapat diperoleh dari PTK adalah
a. Inovasi pembelajaran.
b. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas. c. Peningkatan profesionalisme guru atau pendidik.
7. Jenis-Jenis PTK
Zainal Aqib (2006:19-20) mengemukakan tentang empat jenis PTK,
yaitu sebagai berikut:
a. PTK diagnostik. Maksud dari PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, perkelahian, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas dengan cara mendiagnosis situasi yang melatarbelakangi situasi tersebut.
b. PTK partisipan. Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan apabila peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya. PTK partisipan juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhirnya penelitian.
c. PTK empiris. Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukukan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitiannya berkenaan dengan penyimpangan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari.
B. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar
belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative
learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar
akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Lie,
2010:29)
1. Pengertian Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
Menurut Slavin (2011:20), pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu
kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5
orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu
masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik
pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang
lain.
Suyatno (2009:51) menjelaskan pembelajaran kooperatif adalah
kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok atau bekerja sama
saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau
belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam
menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama
untuk keberhasilan kelompoknya.
Trianto (2009:56-57) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep
bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang
sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin
bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan
masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok
sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Di dalam
kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 4-6 siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan,
jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan
dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan
oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai
ketuntasan belajar.
Jadi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan
2. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2010:31), ada lima
unsur model pembelajaran gotong-royong yang harus diterapkan, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif b. Tanggung jawab perseorangan c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota e. Evaluasi proses kelompok
Doantara Yasa
(http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/) dalam blog-nya menjelaskan unsur-unsur
dasar pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:
a. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama
d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya
g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Prinsip-prinsip dari belajar kooperatif menurut Slavin (Trianto,
2009:61-62) adalah sebagai berikut:
a. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
b. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.
3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Doantara Yasa
(http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/) menjelaskan ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif, yaitu:
a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,
b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Menurut Lie (Sugiyanto, 2010:40-42), elemen-elemen pembelajaran
kooperatif adalah:
a. Saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui: 1) saling ketergantungan mencapai tujuan; 2) saling ketergantungan menyelesaikan tugas; 3) saling ketergantungan bahan atau sumber; 4) saling ketergantungan peran; 5) saling ketergantungan hadiah, b. Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam
kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya.
c. Akuntabilitas individual. Penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggota kelompok secara individual.
4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting (Doantara Yasa,
tersedia dalam
http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/):
a. Meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.
b. Pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
c. Mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Johnson & Johnson (Trianto, 2009:57) menyatakan bahwa tujuan
pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu tim, maka
dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari
berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.
5. Manfaat Cooperative Learning
Menurut Ibrahim dkk (Doantara Yasa, tersedia dalam
http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif
yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan
hasil belajar yang signifikan. Sementara Cooper mengungkapkan
keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) siswa
mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,
2) siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3)
meningkatkan ingatan siswa, dan 4) meningkatkan kepuasan siswa
terhadap materi pembelajaran.
Menurut Zamroni (Trianto, 2009:57-58), manfaat penerapan belajar
kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya
dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar
kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa.
Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru
yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki
solidaritas sosial yang kuat.
Sugiyanto (2010:43-44) menambahkan ada banyak nilai
pembelajaran kooperatif, diantaranya:
a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois
f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikkan h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
6. Teknik Belajar-Mengajar Cooperative Learning
Anita Lie (2010:55-71) menyebutkan beberapa teknik cooperative
learning dalam bukunya. Teknik-teknik tersebut antara lain:
a. Mencari Pasangan (Make a Match) b. Bertukar Pasangan
c. Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think-Pair Share dan Think-Pair-Square)
d. Berkirim Salam dan Soal
e. Kepala Bernomor (Numbered Heads) f. Kepala Bernomor Terstruktur
g. Dua Tinggal Dua Tamu h. Keliling Kelompok i. Kancing Gemerincing j. Keliling Kelas
k. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle)
l. Tari Bambu m. Jigsaw
n. Bercerita Berpasangan (PairedStorytelling)
7. Model Evaluasi Belajar Cooperative Learning
Dalam penilaian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.
Siswa bekerja sama dengan metode Cooperative Learning. Mereka saling
membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian,
masing-masing pribadi mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai
pribadi. Nilai kelompok bisa dibentuk dengan beberapa cara. Pertama,
nilai kelompok bisa diambil dari nilai terendah yang didapat oleh siswa
dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa diambil dari rata-rata
Kelebihan kedua cara tersebut adalah semangat gotong-royong yang
ditanamkan. Dengan cara ini, kelompok bisa berusaha lebih keras untuk
membantu semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun,
kekurangannya adalah perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang
mampu akan merasa dirugikan oleh nilai rekannya yang rendah,
sedangkan siswa yang lemah mungkin bisa merasa bersalah karena
sumbangan nilainya paling rendah. Untuk menjaga rasa keadilan ada cara
lain yang bisa dipilih. Setiap orang anggota menyumbangkan poin di atas
nilai rata-rata mereka sendiri. Misalnya, nilai rata-rata si A adalah 60 dan
kali ini dia mendapat 65, dia akan menyumbangkan 5 poin untuk
kelompok. Ini berarti siswa pandai ataupun lamban, mempunyai
kesempatan untuk memberikan kontribusi. Siswa lamban tidak akan
merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga bisa
memberi sumbangan. Malahan mereka akan merasa terpacu untuk
meningkatkan kontribusi mereka dan dengan demikian menaikkan nilai
pribadi mereka sendiri (Lie, 2010:88-89).
C. Model Teams Games Tournament
1. Gambaran Mengenai Teams Games Tournament (TGT)
Menurut Ekocin
(http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/), model pembelajaran
TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar
dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model
TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar.
Trianto mengatakan (2009:83) TGT pada mulanya dikembangkan
oleh Davied De Vries dan Keath Edward, ini merupakan metode
pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini siswa
memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Dalam model ini
kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3
sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis
kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerja sama
dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam TGT hampir
sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan
sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan
akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan
anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu.
Nur & Wikandari (Trianto, 2009:83) menjelaskan bahwa TGT telah
digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok
digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan
berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA. Meski demikian,
TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakan dengan tujuan yang
dirumuskan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat
terbuka, misalnya esai atau kinerja.
Suyatno (2009:54-56) mengatakan bahwa TGT merupakan metode
dimana siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain
untuk memperoleh tambahan poin untuk tim mereka. Penerapan model
ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok
bisa sama bisa pula berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi.
2. Pendekatan Kelompok Kecil dalam TGT
Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelaja
ran-teams-games-tournaments-tgt-2/) mengatakan pendekatan yang
digunakan dalam TGT adalah pendekatan secara kelompok yaitu dengan
membentuk kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran.
Pembentukan kelompok kecil akan membuat siswa semakin aktif dalam
pembelajaran. Ciri dari pendekatan secara berkelompok dapat ditinjau
dari segi (Dimyati dan Mundjiono, 2006):
a. Tujuan Pengajaran dalam Kelompok Kecil
b. Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produktif, dalam pembelajaran diharapkan: (a) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok, (b) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab, (c) setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan mendorong timbulnya semangat tim, dan (d) kelompok mewujudkan suatu kerja yang kompak.
c. Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok, yaitu: (a) pembentukan kelompok (b) perencanaan tugas kelompok, (c) pelaksanaan, dan (d) evalusi hasil belajar kelompok.
3. Komponen dan Pelaksanaan Teams Games Tournament dalam
Pembelajaran
Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajar
an-teams-games-tournaments-tgt-2/) menyebutkan ada lima komponen
utama dalam TGT,yaitu:
a. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat
games karena skor games akan menentukan skor kelompok. b. Kelompok (teams)
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat games.
c. Games
Games terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan games terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
d. Tournament (turnamen)
reader 1, terbesar kedua sebagai chalenger 1, terbesar ketiga sebagai
chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader 2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama.
Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1
apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 kunci jawaban. Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta berubah searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1
sekarang menjadi reader 1, chalenger 2 menjadi chalenger 1,
chalenger3 menjadi chalenger2, reader2 menjadi chalenger3 dan
reader1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru.
e. Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Tabel 2.1. Kriteria Predikat Kelompok Kriteria ( Rerata Kelompok ) Predikat
≥ 45 Super Team
40 – 45 Great Team
30 – 40 Good Team
4. Implementasi Model Pembelajaran TGT
Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembe
lajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/) mengatakan dalam
pengimplementasian hal yang harus diperhatikan yaitu:
a. Pembelajaran terpusat pada siswa
b. Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi
c. Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan)
d. Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim
f. Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik
g. Kemajuan kelompok dapat diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan
h. Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal
i. Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh poin banyak.
5. Kelebihan Model Pembelajaran TGT
Ekocin (http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembe
lajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/) mengutip dari Slavin
melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh
pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang
secara implisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan
pembelajaran TGT, sebagai berikut:
a. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka daripada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
b. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
c. TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
d. TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja
sama verbal dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit)
e. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
D. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Menurut Mc Donald (Sardiman 1986:73), motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari
pengertian tersebut mengandung tiga elemen penting, yaitu :
a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkahlaku manusia.
c. Motivasi dirangsang karena ada tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
Sedangkan menurut Sardiman A.M (1986:75), motivasi dapat juga
dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan
bila ia tidak suka, maka akan berusaha meniadakan atau mengelakkan
perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor
dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang.
Motivasi dapat mendorong dan mengarahkan siswa untuk melakukan
aktivitas belajar yang baik. Tentu saja motivasi tidak lepas dari sebuah
adanya motivasi yang baik. Semakin besar motivasi seorang siswa untuk
belajar, maka hasil yang didapat tentunya akan maksimal. Intensitas
motivasi akan menentukan pencapaian prestasi belajar seorang siswa.
2. Motivasi Belajar
Menurut Winkel (1984:27-30), motivasi belajar adalah keseluruhan
daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,
yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan
arah pada kegiatan belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa
tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena biasanya ada beberapa motif bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar
merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang
khas adalah dalam hal gairah/semangat belajar; siswa yang bermotivasi
kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Uno (2007:23) menjelaskan motivasi dan belajar merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara
relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik
atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan
keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan
cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan,
Slavin (2008:34-36) menjelaskan perspektif motivasional pada
pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau
struktur tujuan dimana para siswa bekerja. Dari perspektif motivasional,
struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana
satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah
jika kelompok mereka bisa sukses.
E. Pemahaman
1. Pengertian Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata 'paham' yang mendapat imbuhan
pe-an. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwodarminto,
1989:694), paham memiliki arti pengertian, pendapat pikiran, dan
mengerti benar. Suatu pembelajaran dasar yang hampir dilupakan oleh
setiap orang adalah pemahaman. Pemahaman adalah suatu titik temu
antara 2 pola yang terdapat didalam diri manusia yaitu pola akal dan pola
rasa, jika di setiap/suatu pembelajaran dimulai dan didasari oleh suatu
pemahaman terlebih dahulu maka akan lebih berharga dan bermaknalah
suatu pembelajaran tersebut. Cara belajar yang berdasarkan suatu
pemahaman dapat dikategorikan atau dikatakan sebagai cara belajar yang
tidak mengingat akan tetapi mengingat tapi dengan suatu aplikasi, seperti
contoh: di dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam unsur ataupun
elemen yang bersifat komprehensif, kompleks dan mutlak sebagai suatu
terkadang juga lupa akan apa yang ia miliki di dalam dirinya sendiri
sedangkan suatu ketika terjadi sesuatu permasalahan baik itu yang
berasal/disebabkan oleh faktor dari dalam maupun dari luar pada si orang
itu sendiri maka perlu segera dicari jalan keluarnya baik itu dengan usaha
pemikirannya maupun lewat perasaannya.
Tingkat pemahaman siswa dapat dilihat dari prestasi belajar yang
diperoleh selama proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dinilai
melalui evaluasi pembelajaran. Evaluasi atau penilaian adalah
pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria
tertentu (Purwanto, 2009:3). Dari evaluasi pembelajaran, diperoleh
data-data mengenai pencapaian skor yang diperoleh siswa. Skor siswa tersebut
akan diolah guru menjadi nilai. Nilai dari hasil belajar ini menunjukkan
sejauh mana peserta didik memahami suatu materi pelajaran yang selama
ini dipelajari. Siswa yang memiliki nilai di atas standar kelulusan atau
kriteria tertentu dapat dinyatakan bahwa siswa tersebut telah memahami
suatu materi ajar. Jika ada siswa yang mendapatkan nilai di bawah
standar kelulusan maka siswa tersebut dikatakan belum paham.
Dalam enam jenjang aspek kognitif menurut taksonomi Bloom
(Daryanto, 2007:101-109), pemahaman merupakan aspek kedua setelah
pengetahuan. Aspek ketiga merupakan penerapan, aspek keempat adalah
analisis, aspek kelima sintesis, lalu aspek keenam adalah penilaian.
Kemampuan pemahaman (comprehension) umumnya mendapat
atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan pemahaman dapat
dijabarkan menjadi tiga, yaitu:
1. Menerjemahkan (translation). Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata-kata ke dalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan. 2. Menginterpretasi (interpretation). Kemampuan ini lebih luas
daripada menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami.
3. Mengekstrapolasi (extrapolation). Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Menurut Arikunto (1995:247-251), ada beberapa skala penilaian
yang dapat mengukur pemahaman atau keberhasilan siswa dalam
mempelajari materi mata pelajaran, yaitu:
1. Skala bebas adalah skala penilaian yang tidak tetap. Ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, lain kali 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal
2. Skala 0 – 10 adalah skala penilaian untuk angka 0 adalah angka terendah dan angka 10 adalah angka tertinggi.
3. Skala 0 – 100 adalah skala penilaian yang lebih halus dibanding skala 0 – 10, karena skala ini menilai dalam bilangan bulat.
4. Skala huruf adalah skala penilaian yang menggunakan huruf A, B, C, D dan E.
F. Mata Pelajaran Akuntansi : Jurnal Penyesuaian.
Materi ini merupakan salah satu materi yang tercakup dalam siklus
akuntansi perusahaan jasa. Siklus akuntansi perusahaan jasa dapat