• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN USIA MUDA DI DESA KUALA LAMA KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN USIA MUDA DI DESA KUALA LAMA KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN USIA MUDA

DI DESA KUALA LAMA KECAMATAN PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH :

MARIPAULI PASARIBU

NIM. 109171020

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

2. Sampel...32

C. Operasional Variabel Penelitian ...33

1. Variabel Penelitian ...33

2. Defenisi Operasional ...33

D. Teknik Pengumpulan Data ...34

E. Teknik Analisa Data ...36

F. Lokasi dan Waktu Penelitian ...38

1. Lokasi Penelitian ...38

2. Waktu Penelitian ...38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...39

A. Hasil Penelitian ...39

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ...41

C. Pembahasan ...82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...85

A. Kesimpulan ...85

B. Saran ...86

DAFTAR PUSTAKA ...88

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian... 31

Tabel 2 Kategori Tentang Penilaian Responden ... 32

Tabel 3 Waktu Penelitian ... 33

Tabel 4 Jenis Kelamin Responden ... 35

Tabel 5 Tingkat Pendidikan Responden ... 36

Tabel 6 Alasan Tidak Melanjutkan Pendidikan ... 37

Tabel 7 Manfaat Pendidikan Terhadap Keputusan Untuk Menikah Muda 38 Tabel 8 Pengaruh Pendidikan ... 39

Tabel 9 Dampak Kecelakaan Dalam Berpacaran ... 40

Tabel 10 Pendapat Responden Terhadap Pergaulan Bebas ... 41

Tabel 11 Adanya Rasa Takut Dalam Diri Remaja ... 42

Tabel 12 Rasa Ketertarikan Pada Fisik ... 43

Tabel 13 Mengalami Kekecewaan Dikarenakan Perkawinan Muda ... 44

Tabel 14 Jenis Pekerjaan Responden ... 45

Tabel 15 Usia Responden ... 46

Tabel 16 Usia Responden Melangsungkan Perkawinan ... 47

Tabel 17 Usia Perkawinan Responden ... 48

Tabel 18 Jumlah Anak Responden ... 49

Tabel 19 Rata-Rata Faktor Internal (Faktor Dari Dalam) ... 50

Tabel 20 Tingkat Pendidikan Orang Tua Responden ... 52

Tabel 21 Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua Responden Terhadap Perkawinan Usia Muda ... 53

Tabel 22 Tanggapan Orang Tua Tentang Rencana Perkawinan Usia Muda Responden ... 54

Tabel 23 Akibat Anak Lama Menikah... 55

(8)

viii

Tabel 25 Pengaruh Faktor Adat-Istiadat atau Kebiasaan ... 57

Tabel 26 Pengaruh Bila Anak Dijodohkan ... 58

Tabel 27 Pengaruh Ikatan Jodoh ... 59

Tabel 28 Pendapatan Per Hari... 60

Tabel 29 Pengaruh Pendapatan Orang Tua ... 61

Tabel 30 Harapan Status Sosial Ekonomi Keluarga Bila Anak Cepat Menikah ... 63

Tabel 31 Keinginan Orang Tua Setelah Anak Menikah ... 64

Tabel 32 Rata-Rata Faktor Eksternal (Faktor Dari Luar) ... 65

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk

hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai

makhluk maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan manusia tidak terbilang banyak,

karena itu pada umumnya kebutuhan tersebut diklasifikasikan untuk dapat lebih mudah

melihat secara menyeluruh dan umumnya dilakukan berdasarkan pada hakekat manusia,

dimana manusia memiliki tingkat kebutuhan mulai dari kebutuhan yang tertinggi sampai

pada kebutuhan yang terendah.

Menurut Gerungan (dalam Walgito,2000:16),”Ada tiga macam kelompok kebutuhan

manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

Hal ini didasarkan atas pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk biologis, sosial dan

religi”.

Walgito (2000:17) mengatakan, kebutuhan-kebutuhan yang ada pada manusia itu dapat digolongkan menjadi:

1. Kebutuhan yang bersifat fisiologis, yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhann yang berkaitan dengan kejasmanian, kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan eksistensinya sebagai makhluk hidup misalnya akan makan, minum, seksual, udara segar.

2. Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat psikologi, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan segi psikologi, misalnya kebutuhan akan rasa aman, rasa pasti, kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri.

3. Kebutuhann-kebutuhan yang bersifat sosial, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan interaksi sosial, kebutuhan akan berhubungan dengan orang lain, misalnya kebutuhan berteman, kebutuhan bersaing.

4. Kebutuhan yang bersifat religi, yaitu kebutuhan-kebutuhan untuk berhubungan dengan kekuatan yang ada di luar diri manusia, kebutuhan untuk berhubungan dengan Sang Pencipta.

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa manusia memiliki beragam kebutuhan

(11)

2

selalu hidup bersama dengan manusia lain. Kehidupan antara sesama manusia akan

berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi, yang menimbulkan akan adanya

interaksi dan di dalam interaksi saling mengenal satu sama lain. Hubungan dan interaksi

sesama akhirnya melahirkan rasa simpatik dan tertarik pada lawan jenisnya. Rasa simpatik

inilah yang mengantar manusia ke jenjang perkawinan. Hal ini merupakan perwujudan

sebagai salah satu upaya pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat fisiologis maupun

sosiologis.

Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga/rumah tangga yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan

di dunia berkembang dan semakin banyak. Oleh karena itu manusia adalah makhluk ciptaan

Tuhan yang paling mulia dan paling istimewa dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain, maka

perkawinan merupakan salah satu budaya yang mempunyai aturan dan mengikuti

perkembangan budaya manusia dalam kehidupan masyarakat.

Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada masyarakat atau pada suatu

bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada

serta pergaulannya dalam suatu masyarakat. Ia dipengaruhi oleh pengetahuan, kepercayaan,

dan agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan.

Menurut Undang-Undang Perkawinan yang dikenal dengan Undang-Undang No. 1 pasal 1 tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri denga tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam perkawinan ada ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang

(12)

3

dengan peraturan-peraturan yang ada, yang mengikat dirinya yaitu suami dan istri maupun

bagi orang lain, yaitu masyarakat luas. Ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara

langsung, merupakan ikatan psikologis dimana antara suami dan istri ada rasa saling

mencinta satu dengan yang lain, tidak adanya paksaan dalam perkawinan. Dalam

melaksanakan perkawinan ini banyak terjadi fenomena dalam masyarakat sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan. Salah satunya adalah fenomena perkawinan usia muda (pernikahan

dini).

Akhir-akhir ini banyak orang yang melakukan perkawinan usia muda dan masyarakat

memberikan pandangan yang berbeda-beda mengenai perkawinan usia muda tersebut.

Sebenarnya fenomena perkawinan usia muda bukan lah hal yang baru bagi kita. Pada

masyarakat tertentu, ada pendapat jika anak perempuan mereka telah dipinang, maka harus

segera dinikahkan daripada menjadi perawan tua yang membebani mental keluarga dan orang

tua.

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang terjadi pada saat usia pasangan

dibawah patokan UU Perkawinan tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa usia

pasangan untuk wanita mencapai usia 16 tahun, dan laki-laki mencapai usia 19 tahun.

Keadaan tersebut terkadang tidak dibarengi dengan kematangan berpikir dan emosi, pasangan

perkawinan usia muda rata-rata belum dewasa. Bahkan mereka sebenarnya secara sadar

ataupun tidak sadar telah melanggar UU perkawinan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Padahal menurut WHO dan Departemen Kesehatan (dalam Ali, 2006:10) “Remaja adalah

kelompok pembentuk yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah”. Berbeda halnya dengan

UNFPA (dalam Syaifuddin, 2006:11)” Remaja adalah penduduk yang berusia 10-24 tahun

dan belum menikah”. Menurut Tim Pengajar (2007:15) “Remaja merupakan masa perubahan

dari masa kanak-kanak menjadi dewasa yang umurnya berkisar 11-12 tahun samapai 18-20

(13)

4

proses menuju kepada kematangan physic dan psikis”. Dalam undang-undang nomor 23

tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak menyatakan secara tegas, “anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan”. Dan pada pasal 26 ayat 1 point c disebutkan, keluarga dan orang tua

berkewajiban untuk mencegah perkawinan di usia anak-anak. Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Bab IV Pasal 29 menyatakan “bahwa seorang jejaka yang belum

mencapai umur genap lima belas tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam

perkawinan”. Secara jelas undang-undang ini mengatakan, tidak seharusnya pernikahan

dilakukan terhadap mereka yang usianya masih dibawah 18 tahun.

Dari pernyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa batasan usia yang diperbolehkan

untuk menikah berada pada batasan remaja, lebih menitikberatkan pada pertimbangan segi

kesehatan atau segi fisiologisnya, daripada mempertimbangkan baik segi psikologis, maupun

sosialnya dalam membentuk rumah tangga. Dilihat dari segi psikologis perkembangan, makin

bertambah umur seseorang diharapkan akan lebih matang lagi psikologisnya. Anak akan

mempunyai keadaan psikologis yang berbeda dengan remaja, demikian pula remaja akan

memiliki psikologis yang berbeda dengan orang dewasa. Dari segi psikologis sebenarnya

pada anak wanita umur 16 tahun dan pria umur 19 tahun belum dewasa. Tetapi dikatakan

dewasa secara psikologis berada pada usia 21 tahun.

Perkawinan yang masih muda akan banyak mengundang masalah yang tidak

diharapkan , karena psikologisnya belum matang. Tidak jarang pasangan tersebut mengalami

keruntuhandalam rumah tangganya. Menurut Gebbie dalam Lasier (2005:236), “separuh dari

kehamilan remaja di bawah usia 16 tahun dan sepertiga dari kehamilan remaja berusia 16-19

tahun berakhir dengan terminasi kehamilan”.

(14)

5

perkawinan yang terlalu muda mengakibatkan banyaknya perceraian yang diakibatkan karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami-istri.

Dalam perkawinan usia muda sering kita temukan persoalan dalam rumah tangga,

seperti pertengkaran, percecokan, atau bentrokan antara suami-istri. Emosi yang belum stabil,

memungkinkan banyak pertengkaran dalam berumah tangga. Didalam rumah tangga

pertengkaran atau bentrokan itu hal yang biasa, namun apabila berkelanjutan akan membawa

suatu masalah besar bagi keluarga khususnya dalam keputusan untuk mempertahankan

keutuhan keluarganya. Selain itu, perkawinan usia muda juga dapat menyebabkan angka

kematian ibu melahirkan meningkat dan angka kelahiran anak meningkat.

Dilihat dari segi sosial khususnya sosial ekonomi, kematangan juga berkaitan erat

dengan umur seseorang. Makin bertambah umur seseorang kemungkinan kematangan dalam

bidang sosial-ekonomi akan semakin nyata dan akan semakin kuatlah dorongan untuk

mencari nafkah. Anak yang masih muda misalnya umur 19 tahun pada umurnya belum

mempunyai sumber penghasilan atau penghidupan sendiri, walaupun ada secara umum

mereka juga masih susah dalam penelolaan keuangannya. Jika pada umur yang demikian

muda telah melangsungkan perkawinan, maka ada kemungkinan terjadi kesulitan yang

berkaitan dengan sosial ekonomi yang dapat membawa akibat yang cukup rumit.

Pernikahan usia muda hingga sekarang ini masih banyak dijumpai dalam masyarakat,

terutama pada masyarakat pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari data kecamatan Pantai Cermin,

Desa Kuala Lama . bahwa jumlah penduduk di Desa Kuala Lama sebanyak 1632 jiwa,

dengan 326 KK (Sumber Data Kantor Kepala Desa). Mereka banyak yang melangsungkan

perkawinan pada usia 13-18 tahun. Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai merupakan wilayah yang terletak pada dataran rendah daerah pesisir pantai.

Desa Kuala Lama terdiri dari 12 dusun. Mata pencaharian di Desa Kuala Lama pada

(15)

6

daerah di Indonesia berdasarkan laporan pencapaian Millenium Development Goal’s

(MDG’s) Indonesia 2007 yang diterbitkan oleh Bapenas (Badan Pengawasan Nasional)

menyebutkan, bahwa Penelitian Monitoring Pendidikan oleh Education Network for Justice

pada enam desa/kelurahan di Kabupaten Serdang Bedagai (Sumatera Utara) menemukan

28,10% remaja menikah pada usia dibawah 18 tahun. Hal ini yang sering terjadi di daerah ini

adalah adanya pertikaian dalam keluarga dan tak lama mereka akan cepat mengambil

keputusan dengan memilih untuk bercerai. Masyarakat 50% berpendidikan SMP ke bawah.

Beberapa dari mereka harus bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga

walaupun bila ditinjau dari segi usia mereka seharusnya tidak diberikan tanggung jawab

untuk bekerja karena mereka masih berada pada usia sekolah.

Perkawinan pada usia muda sangat menarik untuk dikaji karena pada usia muda masih

banyak hal yang belum tentu mereka pahami mengenai pola kehidupan berumah tangga yang

bahagia. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam memahami tujuan dari perkawinan yang

ada pada UU Perkawinan di Indonesia khususnya UU No. 1 pasal 1 tahun 1974 yaitu untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

masih banyak ditemukan praktek perkawinan di usia muda pada beberapa pasangan usia

muda.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis sangat tertarik untuk meneliti tentang

“Faktor-Faktor Penyebab Perkawinan Usia Muda Di Desa Kuala Lama Kecamatan

Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di identifikasi masalah penelitian

(16)

7

1. Masih banyak praktek perkawinan usia muda yang terjadi di Desa Kuala Lama

Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Masih banyak orang tua dan masyarakat dapat menerima adanya praktek perkawinan

usia muda di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten serdang

Bedagai.

3. Masih banyak peluang-peluang yang menimbulkan faktor-faktor yang dapat

mendorong tetap terjadinya perkawinan usia muda di Desa Kuala Lama Kecamatan

Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

C. Batasan Masalah

Dalam batasan masalah ini, penelitian dilakukan hanya untuk mencari “Faktor-Faktor

Penyebab Perkawinan Usia Muda di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi yang telah dipaparkan, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan perkawinan usia

muda di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai

adalah:

Untuk mendapatkan berbagai Faktor-faktor Penyebab Perkawinan Usia Muda Di Desa

Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, dilihat dari aspek

(17)

8

F. Manfaat Penelitian

Setelah tujuan penelitian ini tercapai diharapkan :

a. Bagi Tempat Penelitian (Kepala Desa)

Sebagai data tentang faktor-faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda

sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menilai aktifitas atau usaha pencegah

terhadap perkawinan usia muda serta mensukseskan program KB agar dapat menurunkan

angka perkawinan usia muda di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai.

b. Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain khususnya dan bagi UNIMED pada

umumnya dalam menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman untuk membuat

(18)

79 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan data pengolahan data, maka

penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwa faktor-faktor penyebab perkawinan usia muda pada masyarakat

di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang

Bedagai terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal (dari dalam) diri

remaja dan faktor eksternal (dari luar) diri remaja.

2. Faktor internal (dari dalam) diri remaja mendapat nilai rata-rata 2,97.

Hal ini berarti bahwa faktor internal (dari dalam) diri remaja yang

meliputi faktor pendidikan remaja dan keinginan diri remaja ternyata

memberikan pengaruh yang dapat dikategorikan tinggi atau besar sebagai

faktor-faktor penyebab perkawinan usia muda pada masyarakat Desa

Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Faktor eksternal (dari luar) diri remaja mendapat nilai rata-rata 3,15,

hal ini berarti bahwa faktor eksternal (dari luar) diri remaja yang meliputi

faktor prndidikan orang tua, faktor adat-istiadat atau kebiasaan dan faktor

(19)

80

dikategorikan tinggi atau besar sebagai faktor-faktor penyebab

perkawinan usia muda pada masyartakat Desa Kuala Lama Kecamatan

Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

B. SARAN

1. Agar perkawinan usia muda tidak terjadi dikalangan remaja perlu

upaya untuk menanggulanginya, bagi para remaja khususnya sangat

dibutuhkan pendidikan agama baik di dalam keluarga maupun di

masyarakat sehingga remaja diberi kesibukan yang positif dalam

memanfaatkan waktu luang, banyak cara yang dapat dilakukan untuk

merangsang kreatifitas remaja seperti dibentuknya organisasi-organisasi

pemuda dan keterampilan-keterampilan yang mendorong remaja untuk

berkreasi sehingga remaja dapat membantu menambah pendapatan

keluarga.

2. Orang tua hendaknya dapat memberi bimbingan, pengarahan dan

pendidikan khususnya pendidikan seks kepada remaja, kondisi pacaran

dan persiapan perkawinan, dimana orang tua merupakan informan yang

(20)

81

3. Pengarahan dan pendidikan diberikan secara kontiniu, dengan upaya

itu diharapkan menghasilkan anak-anak yang memiliki pribadi yang baik

dan penuh pertimbangan khususnya dalam memutuskan untuk menikah

muda.

4. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan kondisi pendidikan

khususnya penyediaan fasilitas pendidikan/sekolah seperti SLTP

sehingga dapat terlaksana wajib belajar 9 tahun, sehingga para remaja

dapat melanjutkan sekolahnya.

5. Penulis mempersilahkan bagi pembaca yang ingin mendalami

permasalahan sejenis atau permasalahan yang sama ditinjau dari segi lain

seperti: agama, suku, teknologi dan lain sebagainya. Penulis ini dapat

dijadikan sebagai masukan awal untuk memperluas pembahasannya

terutama dalam usaha pemecahan masalah-masalah sosial dalam usaha

penerapan ilmu kita sebagai pekerja sosial maupun dalam membentuk

(21)

82

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta : Bumi Aksara

Amrillah, A.A., Hertinjung, W.S., Prasetyaningrum. 2006. Hubungan Antara Pengetahuan

Seksualitas Dan Kualitas Komunikasi Orangtua-Anak Dengan Perilaku Seksual Pranikah. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Biro Pusat Statistik. 1986. Pola Umur Perkawinan. Jakarta

Daradjat, Zakiah. 1974. Problema Remaja Di Indonesia. Jakarta : Sumber Bahagia

Dario. 2004. Bimbingan Konseling Pernikahan. Jakarta : Sinar Grafika

Fauzil Adhim, Mohammad. 2004. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta : Gema Insani

Gintings, E. P.,2008. Konseling Pranikah. Bandung : Jurnal Info Media

Lubis, Suryaningsih. 2009. Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja.

Manan, Abdul. 2000. Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Mohammad, M. Dhori. 2005. Jeritan Nikah Dini, Wabah Pergaulan. Jogjakarta : Media Abadi

Sudarsono. 2001. Asas-asa Perkawinan dan Undang-undang Perkawinan. Jakarta : Arkola

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Walgito, Bimo. 2000. Bimbingan Dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta : Andi Offset

Gambar

Tabel 25  Pengaruh Faktor Adat-Istiadat atau Kebiasaan .............................. 57
Gambar 1 Skema Kerangka Konseptual ..................................... ……….31

Referensi

Dokumen terkait

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Metode : Sebuah evaluasi dengan menggunakan sistem skoring SRS30, dengan pendekatan penelitian observasi cross-sectional pada pasien paska

Batik Kultur by Dea Valencia belum pernah melakukan proses penjadwalan untuk proses produksinya, sehingga di dalam urutan kegiatan produksi, terdapat beberapa kegiatan

Indonesia Kabupaten Ponorogo memang membenarkan banyaknya anak yang masih di bawah umur hamil di luar nikah dan Majelis Ulama Indonesia menilai pergaulan bebas itu dilarang apa

Apabila ditinjau dari setiap sikap ilmiah yang diamati yang meliputi sikap rasa ingin tahu, disiplin, tanggung jawab, teliti dan kerja sama dapat dilihat bahwa semua

Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian pada bab metodologi penelitian di atas bahwa efektivitas pelaksanaan tugas LPM dalam perencanaan pembangunan desa

Dalam penelitian ini ada 8 variabel yang diduga berhubungan dengan obesitas pada remaja yaitu variabel usia, jenis kelamin, frekuensi pola makan, kebiasaan sarapan

Kadar C-Organik dan N-Total cenderung menurun seiring pertambahan kedalaman Humitropepts Kecamatan Lintong Nihuta dan meningkat pada ketinggian tempat yang lebih