• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGALAMAN BELANJA TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PADA MATAHARI DEPARTEMENT STORE TUNJUNGAN PLAZA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGALAMAN BELANJA TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PADA MATAHARI DEPARTEMENT STORE TUNJUNGAN PLAZA SURABAYA."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

oleh : ADI ISWANTAH 0712010034/ FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul “Pengalaman Belanja Terhadap Pembelian Tidak Ter encana pada Matahar i Depar tement

Stor e Tunjungan Plaza Surabaya

.

Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil maupun materiil, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar,MM, Selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(3)

6. Kepada kedua orangtuaku dan adikku tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril ataupun material.

7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap saran dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.

Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Salam hormat, Surabaya, Mei 2012

(4)

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 10

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Pengertian Pemasaran ... 12

2.2.2 Perilaku Konsumen... 14

2.2.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen ... 15

2.2.3. Departemen Store ... 22

2.2.3.1. Pengertian Departemen Store ... 22

2.2.3.2. Pemasaran retail ... 23

2.2.4. Lingkungan... 26

2.2.4.1. Pengertian Lingkungan ... 26

2.2.5. Pengalaman Berbelanja ... 28

2.2.5.1. Pegertian Pengalaman Berbelanja ... 28

2.2.6. Impulse Buying ... 29

2.2.6.1. Pengertian Impulse Buiyng... 29

2.2.6.2. Elemen Pembelian Impulse Buying ... 30

(5)

2.2.7.1. Pengaruh Hedonic Terhadap Impulse Buying 35 2.2.7.2. Pengaruh resources Expenditures Terhadap

Impulse Buying ... 36

2.3. Kerangka Konseptual ... 37

2.4. Hipotesis... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

3.1.1. Pengukuran Variabel ... 40

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan data ... 41

3.3.1. Jenis data ... 41

3.3.2. Sumber Data ... 41

3.3.3. Pengumpulan Data ... 42

3.4 Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 42

3.4.1 Uji Validitas ... 42

3.4.2. Uji Reliabilitas ... 43

3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 43

3.5.1. Teknik Analisis ... 43

3.5.2. Uji Outliers ... 44

3.5.3. Evaluasi Atas outliers ... 45

3.5.4. Uji Normalitas... 45

3.5.5. Multicollinearity dan Singularity ... 46

3.5.6. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 46

3.5.7. Evaluasi Model ... 47

(6)

4.1.5. Deskripsi Variabel Hedonic Shopping Value ... 54

4.1.6. Deskripsi Variabel resources Expenditure ... 58

4.1.7. Deskripsi Pembelian Tidak Terencana ... 59

4.2. Analisis data ... 60

4.2.1. Uji Outlier ... 60

4.2.2. Uji Reliabilitas ... 62

4.2.3. Uji Validitas ... 63

4.2.4 Uji Construct Reliability dan Variance Extracted ... 64

4.2.5. Uji Normalitas... 65

4.2.6. Analisis Model SEM ... 66

4.2.7. Uji Kausalitas... 68

4.3. Pembahasan ... 69

4.3.1. Pengaruh Resources Expenditure Terhadap Pembelian Impulsif ... 69

4.3.2. Pengaruh Hedonic Shopping Value Terhadap Pembelian Impulsif ... 71

4.3.3. Pengaruh Utilitarian Shopping Value Terhadap Pembelian Impulsif ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran ... 74

(7)

Tabel .3.1. Goodness Of Fit Indiches ... 47

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 53

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 53

Tabel 4.3. Frekuensi Jawaban Mengenai Utilitarian Shopping Value... 54

Tabel 4.4. Frekuensi Jawaban Hedonic Shopping Value ... 56

Tabel 4.5 Frekuensi jawaban Resources Expenditure ... 58

Tabel 4.6. Fekuensi Jawaban Pembelian Impulsif ... 59

Tabel 4.7. Hasil Uji Outlier ... 61

Tabel 4.8. Uji Reliabilitas ... 62

Tabel 4.9. Uji Validitas ... 63

Tabel 4.10. Perhitungan Construct Reliability Dan Variance Extracted ... 64

Tabel 4.11. Uji Normalitas ... 65

Tabel 4.12. Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit Indices :Model One Step Approach: Base -Model ... 67

Tabel 4.13 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step Approach – Modifikasi………. 68

(8)

Gambar 3.1. Contoh Model Pengukuran pengetahuan ... 44 Gambar 4.1. Model Pengukuran dan Struktural:Utilitarian shopping value

,Hedonic Shopping Value, Resources Expenditures&

Impulse Buying: one step approach Base Model ... 67 Gambar 4.2. Model Pengukuran dan Struktural:Utilitarian shopping value

,Hedonic Shopping Value, Resources Expenditures&

Impulse Buying: one step approach Modification Model.... 68

(9)

Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden Lampiran 3 : Hasil Uji Outlier

Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas Lampiran 5 : Hasil Uji Structural Equation Modelling

(10)

Adi Iswantah

Abstraksi

PT Matahari Department Store adalah department store yang pertama, terbesar, dan paling berkembang di Indonesia dan di kenal sebagai peritel handal untuk kategori pakaian dan mode, serta menawarkan barang-barang keperluan rumah tangga lainnya. PT Matahari Department Store (MDS) secara berkelanjutan mengembangkan konsep gerai Matahari New Generation (NG) untuk meningkatkan kualitas gerai dengan layanan pelanggan yang lebih baik, efisiensi operasional dan konsep modern serta suasana belanja terbaru bagi para konsumen. Berdasarkan fenomena di atas perkembangan penjualan yang fluktuatif dialami oleh Matahari departement Store yang kurang stabil dan masih belum mencapai realisasi penjualan, hal ini menandakan adanya tingkat pembelian baik terencana atau tidak terencana yang masih rendah diharapkan dari pihak manajemen mampu mengevaluasi hal ini baik mengenai lingkungan, pengalaman berbelanja yang menyenangkan bagi konsumen.

Populasi dalam penelitian ini adalah eluruh konsumen yang membeli produk dari Matahari Department Store Surabaya. Sampel yang diambil adalah sebesar 112 responden. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban responden. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah Structural Equation Modelling.

(11)

1.1.Latar Belakang Masa lah

Pengetahuan tentang pelanggan merupakan kunci dalam merencanakan suatu strategi pemasaran yang baik. Pelanggan dapat menjadi asset perusahaan yang paling berharga, sehingga perusahaan perlu untuk menciptakan sekaligus menjaga ekuitas tersebut, Ambier, et al dalam Assael (2005). Perusahaan membutuhkan informasi pelanggan yang efektif dari dalam ruang toko dan mengembangkan menjadi stimulus terhadap perilaku pembelian produk secara umum. Pengecer membutuhkan informasi tersebut untuk menentukan efisiensi penggunaan sumberdaya yang dirancang dalam menambah penjualan dan juga

dapat mendefrensiasi ruang toko sebagai salah satu strategi bersaing terhadap pesaing, Abratt dan Goodey dalam Assael (2005).

Kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan jasa berkembang terus dan mempengaruhi perilaku belanja produk. Upaya perusahaan mengefektifkan strategi pemasaran dilakukan melalui riset perilaku konsumen. Hasil riset akan berguna untuk memperbaiki strategi produk, harga, dan program periklanan yang meyakinkan pelanggan. Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen diantaranya faktor individu, Kleinsteuber dalam Assael (2005). Selain itu faktor lingkungan yang berhubungan dengan keputusan pembelian, Darden dan Grifin dalam Assael (2005). Dua faktor yang disebutkan merupakan hal

(12)

Keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu direncanakan, terdapat pembelian yang tidak direncanakan (impulsive buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja terhadap perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dihubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi fisik (Bitner, Booms dan Tetreault, 1990; Cole dan Gaeth, 1990; Eroglu dan Machleit, 1990; Iyer, 1989). Secara spesifik, dokumentasi mengenai suasana sebuah lingkungan belanja serta lingkungan retail dapat mengubah emosi konsumen (Donovan dan Rossiter, 1982; Donovan, 1994). Perubahan emosi mengubah suasana hati konsumen yang mempengaruhi keduanya yaitu perilaku pembelian dan evaluasi tempat belanja konsumen semula (Babin, Darden dan Griffin, 1994; Dawson, Bloch dan Ridgway, 1990; Gardner, 1985). Toko dapat menawarkan suasana atau lingkungan yang dapat mempengaruhi pola perilaku keputusan. konsumen (Baker, Grewal, dan Parasuraman, 1994). Lingkungan belanja dan suasana hati dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian tidak terencana. Psikolog lingkungan

(13)

Sejarah perkembangan bisnis ritel di Indonesia dengan potensi yang demikian besar dan semakin kuatnya pengaruh ritel di konsumen. Evolusi bisnis ritel di Indonesia sangat menarik untuk di ikuti. Sebelum tahun 1960-an, era perkembangan ritel tradisional dalam bentuk peritel atau independen dealer. Pada tahun 1960-an pula, era lahirnya ritel modern dalam bentuk department store (mass merchandiser), yang di tandai dengan pembukaan toko ritel pertama Sarinah di Jl. MH Thamrin, Jakarta. Pada tahun 1970-an sampai 1980-an, era perkembangan ritel modern (mass merchadiser dan grosir) seperti Matahari, Hero, Golden Truly, Pasaraya Blok M dan Ramayana. Di kutip dari (http://gudanggupil.com/sejarah-evolusi-bisnis-ritel-di-Indonesia/ekonomi/).

Department Store termasuk format ritel modern dengan menawarkan tempat yang luas dan bebas memilih produk yang di-dispaly (di jual), barang yang di jual banyak jenisnya dan lengkap ukurannya, sistem manajemen terkelola dengan baik dan menawarkan kenyamanan berbelanja, harga sudah tetap (fixed) dan mengadakan diskon besar-besaran sampai 70%. Di kutip dari (www.kabarbisnis.com), Senin (11/5/09)

(14)

Pada tahun 2009, PT MDS menerima penghargaan dan pengakuan seperti TOP BRAND AWARD dalam kategori department store; Service Quality Award Excellence 2009 dan Indonesia’s Most Admired Companies 2009, yang semakin memperkokoh keberadaan MDS diantara korporasi yang dinamis dan di segani di wilayah Asia. Pencapaian ini tentunya mendukung PT Matahari Department Store untuk tetap mempertahankan posisi dan penetrasi pasar sebagai jaringan department store terkemuka di Indonesia karena Merek Matahari sangat di kenali oleh konsumen kelas menengah. Di samping itu Matahari Department Store juga membuktikan dapat di terima luas oleh pelanggan dengan berbagai latar belakang ekonomi. Kondisi ini sesuai dengan survei yang di laksanakan oleh Frontier Group, baru-baru ini menunjukkan bahwa merek Matahari memiliki kekuatan persepsi empat kali lipat di bandingkan dengan merek department store lain di Indonesia.

Matahari Department Store di Surabaya berada di lima pusat perbelanjaan yang sangat dikenal dan akrab bagi warga kota Surabaya di antaranya Royal Plaza, Supermall Pakuwon, Galeria Delta, City Of Tomorrow, dan Tunjungan

(15)

Selain fenomena di atas, keadaan tersebut di dukung dengan data penjualan bersih yang mengalami pertumbuhan secara bertahap dari tahun ke tahun. Seperti yang terlihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 1.1 Data Penjualan Matahari departement sore Tunjungan Plaza Surabaya Pada Tahun 2007-2010.

Tahun Target Penjualan (Rp) Data Penjualan (Rp)

2007 350.000.000.000 263.518.560.000

2008 350.000.000.000 259.028.000.000

2009 350.000.000.000 334.752.600.000

2010 350.000.000.000 298.661.000.000

Sumber : Matahari Departement Store

(16)

Berdasarkan fenomena di atas perkembangan penjualan yang fluktuatif dialami oleh Matahari departement Store yang kurang stabil dan masih belum mencapai realisasi penjualan, hal ini menandakan adanya tingkat pembelian baik terencana atau tidak terencana yang masih rendah diharapkan dari pihak manajemen mampu mengevaluasi hal ini baik mengenai lingkungan, pengalaman berbelanja yang menyenangkan bagi konsumen.

Adanya kontribusi penjualan yang berfluktuasi selama empat tahun berturut-turut, merupakan partisipasi para konsumen dari hasil tindakan pembelian Mengingat, betapa pentingnya peran para konsumen dalam menghasilkan pendapatan dan faktor motivasi yang di munculkan para konsumen di saat berbelanja akan kebutuhan yang dekat dengan diri sendiri dalam mendukung penampilan pribadinya melalui perasaan senang (hedonic) dan penuh keterlibatan (involvement). Maka dari itu, secara konsisten sangat mengharapkan dukungan berkelanjutan para konsumen untuk tetap berbelanja di seluruh gerai Matahari Department Store.

Keputusan pembelian dapat didasari oleh faktor individu konsumen yang

(17)

Perilaku ini kemudian membuat konsumen memiliki pengalaman belanja, yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: hedonic shooping value, resources expenditure dan utilitarian shooping value. Hedonic shooping value mencerminkan potensi pembelian dan nilai emosi dari pembelian tersebut; resources expenditure digunakan untuk menaksir waktu pengeluaran, sumber pengeluaran, dan interaksi sosial, utilitarian shooping value mencerminkan kegiatan pembelian dengan suatu mentalitas pekerjaan (Negara, 2002).

Menurut Semuel (2005), sebagian orang menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan stres, atau menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati seseorang. Kemampuan untuk menghabiskan uang membuat seseorang merasa berkuasa. Pembelian tidak terencana, berarti kegiatan untuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol, dan kebanyakan pada barang-barang yang tidak diperlukan oleh konsumen. Barang-barang-barang yang dibeli secara tidak terencana (produk impulsif) kebanyakan adalah produk-produk dengan harga murah yang tidak terduga. Penjual menarik konsumen ketika indera perasa mengirimkan pesan kepada otak konsumen yang mengatakan, “Saya ingin ini!”

atau “Saya tidak dapat hidup tanpa itu!” Beberapa macam dari barang-barang konsumen adalah ‘pembelian tidak terencana.

(18)

1.2. Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah utilitarian berpengaruh terhadap pembelian tidak terencana pada Matahari Department Store di Surabaya?

2. Apakah hedonic berpengaruh terhadap pembelian tidak terencana pada Matahari Department Store di Surabaya?

3. Apakah resource expenditure berpengaruh terhadap pembelian tidak terencana pada Matahari Department Store di Surabaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji pengaruh utilitarian terhadap pembelian tidak terencana pada Matahari Department Store di Surabaya.

2. Untuk menguji pengaruh hedonic shopping terhadap pembelian tidak terencana pada Matahari Department Store di Surabaya.

3. Untuk menguji pengaruh resources expenditure terhadap pembelian tidak terencana pada Matahari Department Store di Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Perusahaan

(19)

2. Manfaat bagi pihak lain yang membutuhkan

(20)

2.1. Hasil-hasil Penelitian Ter dahulu

Penelitian terdahulu yang dapat digunakan sebagai acuan obyek penelitian diambil dari jurnal yang telah dilakukan oleh Hatane Samuel (2005) dengan judul Respon lingkungan berbelanja sebagai stimulus pembelian tidak terencana pada toko serba ada (toserba) studi kasus carrefour surabaya..

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa variabel respon lingkungan belanja dominance berpengaruh positif terhadap pembelian tidak terencana. Terungkap juga bahwa variabel pengalaman belanja resource expenditure merupaka variabel mediator antara respons lingkungan belanja dan variabel

pengalaman belanja lainnya, serta berpengaruh negatif terhadap pembelian tidak terencana..

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Hatane Samuel (2006) dengan judul Dampak respon emosi terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif konsumen online dengan sumberdaya yang dikeluarkan dan orientasi belanja sebagai variabel mediasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan pengaruh stimulus antara format media offline dengan media online terhadap respon emosi dan kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Ditemukan bahwa stimulus dari format media online memberikan dampak respon emosi dan kecenderungan

(21)

mempunyai stimulus yang tidak berbeda secara statistik dan lebih kuat dibandingkan format animasi gambar. Hasil temuan lainya. menunjukan bahwa respon emosi mempunyai dampak positip secara langsung terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Selain itu sumberdaya yang dikeluarkan dapat merupakan mediasi positip antara respon emosi dengan orientasi belanja rekreasi, dan negatip untuk orientasi belanja kenyamanan. Orientasi belanja kenyamanan merupakan mediasi positip antara sumberdaya yang dikeluarkan dengan kecenderungan perilaku pembelian impulsif, sedangkan orientasi belanja rekreasi merupakan mediasi negatip.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Neda dan Kambiz (2011) dengan judul the effect of Iranian consumer buying tendencies on utilitarian and hedonic shopping value.

Hasil penelitian diketahui bahwa variety seeking dan compulsive buying tendecies merupakan faktor kritis dari nilai belanja bagi konsumen yang berbelanja di manto dan shirt, sebaliknya terdapat hubungan yang negatif antara harga dan hedonic value. Namun, tidak terdapat hubungan yang positif antara

(22)

2.2. Kajian Teor i

2.2.1. Penger tian Pemasar an

Selama ini pemasaran jasa masih belum begitu diperhatikan, tapi melihat banyak jumlah uang, yang dibelanjakan untuk membeli jasa tersebut, maka para produsen jasa mulai memberi perhatian khusus. Hal ini ditambah pula dengan tingkat persaingan yang mulai ketat diantara para penghasil jasa.

Pemasaran merupakan suatu proses/kegiatan untuk mempersepsikan, memahami, menstimulasi dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut atau dengan kata lain, pemasaran merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhan pasar, adapun definisi-definisi lain tentang pemasaran dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :

Menurut Kotler (2002 : 8) dalam Manajemen Pemasaran I; pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Menurut beberapa ahli mengenai definisi jasa dalam buku Buchari Alma (2003 : 243) sebagai berikut :

(23)

2. Pemasaran adalah”satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemilik sahamnya” (Kotler, 2007:6)

Intinya disini ialah bahwa jasa itu tidak berwujud dan tidak memberikan kepemilikan suatu apapun kepada pembelinya. Sedangkan proses produksinya bisa tergantung atau tidak tergantung sama sekali kepada fisik produk.

Manajemen pemasaran merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan pertukaran yang diinginkan oleh pasar sasaran (target market). Kegiatan pemasaran harus dijalankan berdasarkan falsafah pemasaran yang efisien, efektif dan bertanggung jawab sosial yang telah dipikirkan secara mendalam.

Definisi jasa menurut Rismiyati (2001: 270) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa

mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak.

Menurut Lupiyoadi (2001: 5) jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah atau pemecahan masalah yang dihadapi konsumen.

(24)

dirasakan dan dapat diambil manfaatnya baik bagi individu maupun organisasi. Selain itu jasa juga dapat diberikan secara keseluruhan/ murni ataupun dikaitkan dengan produk barang. Jasa/ pelayanan juga merupakan suatu kinerja penampilan dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta konsumen lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.

2.2.2. Per ilaku Konsumen

Pengertian mengenai perilaku oleh perusahaan ataupun organisasi dalam mencapai tujuan pasar sangat penting dan berguna dalam usaha menentukan dan melaksanakan strategi pemasaran yang tepat agar dapat mencapai tujuan dengan efektif. Perilaku Konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, ide-ide (John C. Mowen dan Michael minor, 2002).

Kotler dan Amstrong (2004:199), memberikan definisi yang lain, “Perilaku Konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi personal”.

(25)

2.2.2.1. Faktor Yang Mempengar uhi Per ilaku Konsumen

Faktor yang mempengaruhi konsumen adalah sebagai berikut: (Kotler dan Amstrong, 2007: 197)

1. Pengaruh lingkungan

2. Perbedaan dan pengaruh individu 3. Proses psikologis

Dalam tujuan pemasaran pihak pemasar berusaha keras untuk memenuhi dan melayani kebutuhan dan belanja sasaran dengan maksimal sesuai dengan keinginan dan harapan konsumennya, Yaitu memperoleh kepuasan sehingga perusahaan harus mampu mengembangkan bauran pemasaran untuk mempengaruhi konsumen agar mau mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atas produk atau jasa yang ditawarkan.

Rangkaian dan unsur masing-masing faktor dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. : Faktor – Faktor Yang Mempengar uhi Konsumen

(26)

1. Faktor Budaya

Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial merupakan hal yang sangat penting

dalam perilaku pembelian

a. Budaya

Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.

Anak-anak mendapatkan kumpulan nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku

dari keluarganya serta lembaga-lembaga penting lain. Anak-anak yang

dibesarkan di amerika serikat mendapatkan nilai-nilai berikut: prestasi dan

keberhasilan, aktifitas, efisiensi dan kepraktisan, kemajuan, kenikmatan

materi, individualisme, kebebasan, kenikmatan eksternal, humanisme, dan

berjiwa muda.

b. Sub-Budaya

Masing-masing budaya terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang

memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi yang khusus bagi

anggota-anggotanya. Sub-budaya terdiri dari kebangsaan, agama,

kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub-budaya yang membentuk

segmen pasar penting, dan pemasar sering merancang produk dan progam

pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

c. Kelas Sosial

(27)

dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial. 2. Faktor Sosial

Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta peran dan status sosial. a. Kelompok Acuan

Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseoarang dinamakan kelompok keanggotaan.

Beberapa kelompok keanggotaan adalah kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga,dan rekan kerja, yang berinteraksi dengan seseorang secara terus-menerus dan informal. Orang yang menjadi kelompok anggota sekunder, seperti kelompok keagamaan, profesional, dan asosiasi perdagangan, yang cendrung lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak rutin.

(28)

Orang juga dipengaruhi oleh kelompok diluar kelompok mereka. Kelompok yang ingin dimasuki seseorang dinamakan kelompok aprirasional. Kelompok dissosiatif adalah kelompok yang nilai atau perilakunya ditolak oleh seseorang.

b. Keluarga

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi obyek penelitian yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh .Kita dapat membedakan antar dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Bahkan jika pembeli tidak lagi berinteraksi secara mendalam dengan keluarganya, pengaruh keluarga terhadap perilaku pembeli dapat tetap signifikan. Di negara-negara dimana orang tua tinggal dengan anak-anak mereka yang sudah dewasa, pengaruh mereka dapat menjadi sangat besar. Pengaruh

yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga prokreasi yaitu, pasangan dan anak-anak seseorang.

c. Peran dan Status

(29)

menghasilakan status. Orang-orang memilih produk yang dapat mengkomunikasikan peran dan status mereka di masyarakat. Pemasar menyadari potensi simbol status dari produk dan merek.

3. Faktor Pribadi

Keputusan pembeli juga dipengarui oleh karakteristik pribadi, Karakteristik tersebut meliputi usia, dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep didik pembeli.

a. Usia Dan Tahap siklus Hidup

Orang yang memebeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Mereka makan makanan bayi selama tahun-tahun awal hidupnya,banyak ragam makanan selama tahun-tahun pertumbuhan dan kedewasaan, serta diet khusus selama tahun-tahun berikutnya. Selera orang terhadap perabot, pakaian, dan rekreasi juga juga berhubungan dengan usia.

Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Beberapa karya terbaru telah mengidentifakasikan tahap siklus hidup psikologis. Orang dewasa mengalami perjalanan dan perubahan situasi hidup bercerai,

menduda atau menjanda, kawin lagi dan dampak situasi itu terhadap perilaku konsumsi.

b. Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi

(30)

meminjam, dan sikap terus-menerus memperlihatkan kecendrungan penghasilan pribadi, tabungan dan tingkat suku bunga. Jika indikator ekonomi menandakan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, melakukan penempatan ulang, dan menempatkan kembali harga produk mereka sehingga mereka dapat terus menawarkan nilai ke pelanggan sasaran.

c. Gaya Hidup

Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerja yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda.Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan dari seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.

d. Kepribadian dan Konsep Diri

Masing-masing orang memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengarui perilaku pembelianya. Yang dimaksud kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang

menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkunganya.

4. Faktor Psikologis

(31)

a. Motivasi

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang bersifat Psikogenis, kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan dan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga ia mencapai tingkat intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak.

b. Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana seseorang yang termotivasi bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu memilih, mengorganisasi, dan mengintepretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi pada rangsangan yang

behubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

c. Keyakinan dan sikap

(32)

mempertahankan keyakinan yang mudah dilihat tentang merek atau produk berdasarkan negara mereka.

Sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecendrungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan. Jadi perusahaan sebaiknya menyesuaikan produknya dengan sikap yang telah ada daripada berusaha untuk mengubah sikap orang. Tentu saja terdapat beberapa pengecuailian dimana biaya besar untuk mengubah sikap orang-orang akan memberikan hasil.

2.2.3. Depar temen Stor e

2.2.3.1. Penger tian Depar temen Stor e

Pengertian departemen store (department store) adalah suatu organisasi pengecer yang menjual lini produk yang sangat bervariasi, seperti: pakaian, peralatan rumah tangga, dan furniture; setiap lini dioperasikan oleh departemen terpisah yang dikelola oleh bagian pembelian khusus (Kotler dan Armstrong, 2007:63).

(33)

perangkat keras, kosmetik, peralatan fotografi, perhiasan/aksesoris, mainan, dan peralatan olahraga.

Harga produk dalam departemen store cenderung lebih mahal daripada retailer lainnya. Hal ini disebabkan karena departemen store memperkerjakan banyak orang untuk melayani konsumen. Untuk membuat belanja jadi lebih menarik, departemen store juga menambahkan dekorasi-dekorasi tertentu sebagai promosinya, seperti dekorasi natal pada saat menjelang natal (Levy dan Weitz, 2004, dalam www.petra.com).

2.2.3.2. Pemasar an Retail

Pasar dalam arti “sekelompok anggota masyarakat yang memiliki kebutuhan dan daya beli”. Pengertian ini merujuk pada dua kunci “kebutuhan” dan “daya beli”. Orang-orang dengan kebutuhan terhadap barang tertentu belum disebut sebagai pasar jika mereka tidak dapat membeli barang yang dimaksud meskipun harganya hanya Rp 20.000. Sebaliknya, ada orang-orang lain yang mempunyai uang dua-tiga ratus ribu dikantongnya tetapi karena tidak ada kabutuhan barang itu, tidak juga menjadi pasar. Jadi, pasar dalam pengertian

disini adalah orang-orang yang menginginkan sesuatu barang dan ada kemampuan membeli (Ma`ruf, 2005: 4).

(34)

department store, yaitu toko yang mmenjual berbagai lini produk dimana setiap lini dikelola sebagai departmen terpisah; c) supermarket, yaitu toko yang memiliki ciri-ciri lokasi luas, berbiaya rendah, margin rendah, volume barang tinggi dan pelanggan melayani dirinya sendiri; d) convenience store, yaitu toko yang memiliki ukuran lebih sempit dan dekat dengan pemukiman penduduk, memiliki jam buka yang panjang dan lini produk beragam; e) discount store, yaitu toko yang menjual barang-barang standart dengan harga yang lebih murah karena mengambil margin rendah dan menjual volume yang lebih tinggi; f) off- price retailer, yaitu toko yang menjual dengan harga yang lebih murah daripada jenis retail yang lain; g) superstore, yaitu toko yang luas sekitar 3.500 kaki persegi ditujukan untuk total kebutuhan harian pelanggan untuk pembelian bahan makanan atau bukan bahan makanan dan jasa tambahan. Usaha retail yang khas Indonesia dapat ditemui misalnya berupa, toko, warung, kios, pasar dan sebagainya.

Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan disingkat menjadi bisnis ritel, adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa

(35)

Peranan eceran yaitu semua aktivitas langsung yang berhubungan dengan penjualan produk dan jasa kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis, telah meningkatkan kualitas hidup sehari-hari kita. (Lamb, 2001; 70). Sebagai contoh pada saat kita berbelanja produk-produk bahan makanan, penata rambut, pakaian, buku, dan produk dan jasa yang lain, saat itu kita terlibat dalam dunia eceran. Berjuta-juta produk dan jasa yang disediakan oleh pengecer mencerminkan kebutuhan dan gaya hidup yang masyarakat kita.

Sebuah perusahaan eceran dapat dikelompokkan menurut beberapa klasifikasi operasi eceran, yaitu; (Lamb.et.al. 2001; 72-74).

1. Kepemilikan

Pengecer dapat secara luas menurut kepemilikan; independent toko berantai, atau toko waralaba.

Independent adalah pengecer yang dimiliki oleh seseorang atau suatu kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga eceran yang lebih besar.

Toko berantai (chain store) dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok

oleh satu organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administratif ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai.

(36)

2. Tingkat pelayanan

Tingkat pelayanan yang disediakan pengecer dapat diklasifikasikan sepanjang suatu rangkaian dari pelayanan penuh (full service) sampai self service (pelayanan sendiri).

3. Keragaman produk

Dasar yang ketiga untuk mempromosikan atau mengklasifikasikan toko-toko adalah berdasarkan keluasaan dan kedalaman lini produk mereka. Toko khusus (specialty store), sebagai contoh; toko kartu hallmark, lady foot locker, merupakan toko-toko yang paling terkonsentrasi dalam keragaman produk mereka, biasanya menjual lini produk tunggal atau sempit tetapi dengan tingkat kedalam yang tinggi.

4. Harga

Harga merupakan cara keempat untuk mempromosikan toko-toko eceran. Departement store tradisional secara khusus mengenakan “harga eceran yang disarankan”. Berbeda dengan ini, toko diskon, factory outlet, dan pengecer obral menggunakan harga rendah sebagai penarik utama bagi yang belanja.

2.2.4. Lingkungan

2.2.4.1. Penger tian lingkungan

(37)

besar, faktor-faktor lingkungan luar seperti iklim, kondisi ekonomi, sistem politik, dan kondisi alam (tepi laut, gunung, padang rumput luas). Faktor-faktor lingkungan makro ini mempunyai pengaruh umum atas perilaku, seperti ketika keadaan ekonomi mempengaruhi jumlah belanja rumah tangga, mobil dan barang. Lingkungan mikro berhubungan dengan aspek nyata fisik dan sosial lingkungan seseorang, seperti lantai kotor di toko, karyawan toko yang cerewet, cuaca panas hari ini, atau anggota keluarga atau rumah tangga. Faktor skala kecil dapat berpengaruh langsung pada perilaku spesifik konsumen, pendapat, dan perasaan. Seperti orang lebih memilih tidak untuk berlama-lama dalam keadaan kotor, di dalam toko yang ramai; konsumen harus menunggu sampai sore untuk belanja selama cuaca panas,dan merasa marah dalam antrian yang panjang dan lama ketika anda ingin pulang.

Peter dan Olson (2002), membagi lingkungan menjadi 2 (dua) aspek dan dimensi yaitu: Aspek lingkungan sosial, termasuk semua interaksi sosial di antara dan di sekitar orang lain secara langsung ataupun secara tidak langsung, dan aspek lingkungan fisik termasuk semua yang bukan manusia, yang dapat dibagi menjadi

(38)

2.2.5. Pengalaman Belanja

2.2.5.1. Penger tian Pengalaman Belanja

Pengalaman belanja dikelompokkan menjadi tiga dimensi, yaitu : Hedonic Shooping Value mencerminkan instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan, seperti: kesenangan, hal-hal baru, Utilitarian Shooping Value adalah nilai yang mencerminkan instrumen dari manfaat belanja, seperti contoh: memperoleh beberapa barang tertentu dan Resources Expenditure digunakan untuk menaksir waktu, dana pengeluaran, dan interaksi sosial yang diluangkan untuk belanja. Resources expenditure merupakan variabel mediator respons lingkungan belanja dan pengalaman belanja.

Babin dan Darden (1995) dalam Semuel,(2005) menggunakan istilah resources expenditure untuk menunjukkan tingkat dari sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja seseorang. Menurut Babin dan Darden, istilah resources expenditure dipilih sebab tampak lebih deskriptif dibanding perilaku pendekatan / penghindaran (approach / avoidance). Dalam studi Babin

dan Darden, resources expenditure diperagakan sebagai suatu variabel endogen di dalam model dan bertindak sebagai suatu variabel penengah antara emosi belanja (pleasure, arousal, dan dominance) dengan pengalaman belanja (hedonic dan utilitarian).

(39)

istilah resources expenditure dipilih sebab tampak lebih deskriptif dibanding perilaku pendekatan / penghindaran (approach / avoidance). Dalam studi Babin dan Darden, resources expenditure diperagakan sebagai suatu variabel endogen di dalam model dan bertindak sebagai suatu variabel penengah antara emosi belanja (pleasure, arousal, dan dominance) dengan pengalaman belanja (hedonic dan utilitarian).Semuel,(2005: 152-170).

2.2.6. Impulsive Buying

2.2.6.1. Penger tian Impulsive Buying

Pembelian yang tidak direncanakan (impulsive buying) didefinisikan sebagai tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Pembelian ini dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda (Mowen dan Minor, 2002:65).

Pernyataan tersebut didukung oleh Iyer (fadjar, 2007), impulse buying adalah suatu fakta kehidupan dalam perilaku konsumen yang dibuktikan sebagai suatu kegiatan pembelian yang berhubungan dengan lingkungan dan keterbatasan

(40)

Pembelian impulsif didefinisikan sebagai pembelian yang tidak terencana yang dikarakteristikkan dengan pengambilan keputusan yang relatif cepat, dan prasangka subyektif terhadap keinginan segera memiliki (Rock dan Gardner dalam Wathani, 2009). Salomon dalam Wathani (2009) menyatakan bahwa pembelian impulsif merupakan suatu aksi yang tidak terencana yang dipacu oleh waktu dan dipengaruhi oleh produk yang dipamerkan.

Menurut Semuel (2005), sebagian orang menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan stres, atau menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati seseorang. Kemampuan untuk menghabiskan uang membuat seseorang merasa berkuasa. Pembelian tidak terencana, berarti kegiatan untuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol, dan kebanyakan pada barang-barang yang tidak diperlukan oleh konsumen. Barang-barang-barang yang dibeli secara tidak terencana (produk impulsif) kebanyakan adalah produk-produk dengan harga murah yang tidak terduga. Penjual menarik konsumen ketika indera perasa mengirimkan pesan kepada otak konsumen yang mengatakan, “Saya ingin ini!” atau “Saya tidak dapat hidup tanpa itu!” Beberapa macam dari barang-barang

konsumen adalah ‘pembelian tidak terencana.’

2.2.6.2. Elemen Pembelian Tidak Ter encana (Impulsive Buying)

(41)

a. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang tiba-tiba dan spontan untuk melakukan suatu tindakan yang berbeda dengan tingkah laku sebelumnya.

b. Dorongan tiba-tiba untuk melakukan suatu pembelian menempatkan konsumen dalam keadaan ketidakseimbangan secara psikologis, dimana untuk sementara waktu ia merasa kehilangan kendali.

c. Konsumen akan mengalami konflik psikologis dan ia berusaha untuk menimbang antara pemuasan kebutuhan langsung dan konsekuensi jangka panjang dari pembelian.

d. Konsumen akan mengurangi evaluasi kognitif dari produk.

e. Konsumen seringkali membeli secara impulsif tanpa memperhatikan konsekuensi yang akan datang.

2.2.6.3. Tipe Pembelian Tidak Ter encana (Impulsive Buying)

Menurut Stren, pembelian tidak terencana (impulsive buying) dapat digolongkan sebagai berikut: David Loudon, Albert J Della Bitta dan Hawkins Stren (Fadjar, 2007):

a. Pembelian tidak terencana murni (pure impulsive buying)

Pembelian yang murni disebabkan oleh suatu pola pembelian yang menyimpang dari pembelian normal.

b. Pembelian tidak terencana karena pengalaman masa lalu (reminder impulsive buying)

(42)

bahan di tempat pembelian. Hal tersebut membuat dia seolah-olah memerlukan dan harus membeli produk itu.

c. Pembelian tidak terencana yang timbul karena sugesti (suggestion impulsive buying)

Pembelian tidak terencana ini terjadi apabila konsumen yang bersangkutan baru pertama sekali melihat produk tersebut dimana kualitas, fungsi, dan kegunaan produk tersebut sesuai dengan apa yang diharapkannya.

d. Pembelian tidak terencana yang disebabkan situasi tertentu (planned impulsive buying)

Pembelian tidak terencana ini terjadi pada saat pusat perbelanjaan melakukan promosi, seperti pemberian potongan harga (diskon) dan pemberian kupon berhadiah

2.2.6.4. Faktor -Faktor Yang Mempengar uhi Impulse Buying

Beberapa peneliti telah menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi Pembelian Impulsif. . Thai (2003)

1. Faktor Internal

a. Emotion

(43)

Mehrabian dan Russell (1974), Mehrabian (1980) dan Donovan dan Rossiter (1982) dalam Thai,(2003), yang terdiri dari 3 faktor yaitu:

- Pleasure, Mengacu pada tingkat dimana individu merasakan penuh kegembiraan dan bahagia, atau merasa puas dalam suatu situasi. - Arousal, Mengacu pada tingkat dimana individu merasakan tertarik

(interest) teehadap sesuatu dalam situasi tertentu.

- Dominance, Mengacu pada tingkat perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan.

b. Hedonic Pleasure

Beberapa peneliti perilaku konsumen menunjukkan bahwa pembelian impulsif lebih memuaskan keinginan hedonic.

c. Cognitive

Menurut Peter dan Olson (2005), cognitive lebih mengacu pada proses berpikir dimana didalamnya terdapat pengetahuan (knowledge), arti/maksud (meaning) dan kepercayaan (belief). Misalnya, sweater ini terbuat dari benang wol (knowledge).

d. Affective

(44)

2. Faktor Eksternal

Bahwa konsumen lebih memilih daya tarik fisik suatu toko daripada kualitas barang dan harga. Pemilihan konsumen atas toko dipengaruhi oleh store environment, dimana visual merchandising sebagai faktor utama. Konsumen akan menghindari atau meninggalkan toko jika setting toko tersebut mengundang stress.

2.2.7. Pengar uh Utilitarian Shopping Value Ter hadap Pembelian Tidak

Ter encana

Utilitarian value atau nilai ekstrinsik merefleksikan instrumen keuntungan dari kegiatan belanja tersebut, sedangkan Hedonic value atau nilai intrisik yang lebih merefleksikan pengalaman keuntungan yang dinyatakan langsung sebagai pengalaman belanja. Beberapa penelitian menemukan konsumen pleasure berhubungan positip dengan utilitarian shoping value dan konsumen arousal berhubungan positip dengan hedonic shoping value, yang menjadikan lingkungan toko sebagai tempat yang menarik untuk menghabiskan waktu luang, (Babin, et.al., 1994) dalam Semuel (2005). Hasil sebelumnya juga menyatakan bahwa

kepuasan konsumen secara positif berhubungan terhadap dorongan hati untuk membeli atau belanja yang tidak direncanakan (impulsive buying).

(45)

berbelanja. Oleh karena itu aspek hedonic berperan penting dalam pengadaan pengalaman berbelanja. Dengan demikian motivasi belanja utilitarian adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena benar-benar membutuhkan atau mendapat manfaat dari produk yang dibeli.

2.2.7.1. Pengar uh Hedonic Ter hadap Pembelian Tidak Ter encana

Hedonic shopping value merupakan bagian dari instrumen pengalaman belanja. Menurut Negara (2002) Pengalaman belanja adalah cerminan dari instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan (hedonic shopping value), nilai yang mencerminkan instrumen manfaat belanja (utilitarian shopping value) dan tingkat sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja seseorang (resources expenditure).

Hedonic shopping value menurut Semuel (2005) mencerminkan instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan, seperti: kesenangan dan hal-hal baru. Konsumsi hedonis meliputi aspek tingkah laku yang berhubungan dengan multi-sensory,

fantasi dan konsumsi emosional yang dikendalikan oleh manfaat seperti kesenangan dalam menggunakan produk dan pendekatan estetis (Hirschman dan Holbrook dalam Rachmawati, 2009)

(46)

hedonis, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan mereka menghadirkan suatu peristiwa impulse buying.

2.2.7.2. Pengar uh Resources Expenditure Ter hadap Pembelia n Tidak Ter encana

Menurut Hirschman dalam Rook (1987:195) hasrat berbelanja sering diiringi oleh intensitas keadaan. Pengalaman hedonis konsumen belum diteliti secara meluas. Perilaku Pembelian impulsif konsumen secara individu berhubungan dengan keinginan memenuhi kebutuhan hedonic, yaitu kesenangan, bahagia, puas, hal-hal baru, dan kejutan.

Karakteristik hasrat ingin berbelanja bercirikan tindakan yang berlebihan dan berhubungan dengan pencarian sensasi serta kebutuhan psikologis dalam mengatur tingkat dorongan yang tinggi. Literatur mengenai pembelian impulsif, kesenangan diri serta pembelian impulsif menyoroti peranan citra sosial yang ada serta pernyataan identitas diri dalam keputusan berbelanja.

Salah satu unsur dari resources expenditure adalah waktu, waktu

menunjukkan bahwa konsumen membutuhkan waktu lebih dari satu jam

berbelanja di butik karena memilih, dan mencoba produk merupakan aktivitas

yang membutuhkan ketelitian dan ketelatenan. Konsumen perlu teliti dalam

memilih produk yang diinginkan, baik dari segi bahan yang digunakan dan

jahitan. Konsumen juga harus telaten dalam memilih dan mencocokkan pakaian

dengan sepatu, tas, dan aksesoris agar seras Waktu yang digunakan oleh

konsumen dalam berbelanja di butik dipandang dari perspektif ekonomi murni

(47)

uang yang dibelanjakan di butik sehingga menggunakan waktu luangnya untuk

mendapatkan produk yang terbaik (Deaton & Muellbauer, 1980 dalam Strack, et

al., 2006). Konsumen semakin asyik memilih maka semakin banyak produk yang

menarik perhatian. Reaksi pembelian tidak terencana sebagai sifat seseorang

muncul secara konsisten karena konsumen memilih jenis produk fashion yang

tersedia di butik (Jones, et al., 2006).

2.3. Ker angka Konseptual

Gambar 2.2. Pengalaman belanja ter hadap per ilaku pembelian Tidak Ter encana.

2.4. Hipotesis

1. Utilitarian berpengaruh positif terhadap pembelian Tidak Terencana pada Matahari Department Store di Surabaya

2. Hedonic berpengaruh positif terhadap pembelian Tidak Terencana pada Matahari Department Store di Surabaya

3. Resource expenditure berpengaruh positif terhadap pembelian Tidak

Terencana pada Matahari Department Store di Surabaya

(48)

3.1. Definisi Oper asional dan Pengukur an Var iabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel berisi pernyataan tentang pengoperasian atau pendefinisian konsep penelitian termasuk penetapan cara dan satuan pengukuran variabelnya, adalah sebagai berikut:

1. Pengalaman Belanja adalah Perbandingan dengan apa yang diterima pelanggan seperti kualitas, manfaat dan apa yang akan pelanggan serahkan seperti harga dan pengorbanan untuk memperoleh sesuatu, dengan demikian akan meningkatkan perilaku pelanggan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan berbelanja. Neda dan Kambiz (2011). Adapun dimensi dan

indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Utilitarian value (X1) adalah Penilaian secara keseluruhan terhadap pelanggan untuk memperoleh produk yang dibutuhkan dan akan meningkatkan pelanggan memperoleh produk dengan lebih mudah. Babin dalam Neda dan Kambiz (2011). Adapun indikatornya adalah sebagai berikut :

- Belanja merupakan hal yang terkait dengan tugas - Perilaku logis dan rasional

(49)

b. Hedonic (X2) adalah Penilaian secara keseluruhan terhadap apa yang dirasakan pelanggan bahwa belanja merupakan suatu hiburan dan nilai emosi dari aktivitas berbelanja. Babin dalam Neda dan Kambiz (2011). Adapun indikatornya adalah sebagai berikut :

- Kesenangan - Kegairahan

- Kebebasan yang dirasakan - Pemenuhan fantasi

- Kenikmatan

- Pelarian dari kenyataan

c. Resource expenditure (X3) adalah tingkat dari sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja seseorang. Samuel (2005). Adapun indikatornya adalah sebagai berikut :

- waktu yang dikeluarkan - uang yang dikeluarkan

4. Pembelian impulsif (Y) adalah tingkat partisipan berperilaku untuk membeli secara spontan, dan tiba – tiba, atau ingin membeli karena mengingat apa yang pernah dipikirkan, atau secara sugesti ingin membeli, atau akan direncanakan untuk membeli. Samuel (2005). Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : - Sering membeli barang diluar rencana belanja

(50)

3.1.1. Pengukur an Var iabel

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dengan menggunakan teknik pembobotan skala (semantic differential scale). Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi. Dalam penelitian ini, setiap pertanyaan masing-masing diukur dalam 7 skala dan ujung-ujung ditetapkan dengan kata sifat yang tidak secara kontras berlawanan. sebagai berikut:

1 5 Sangat tidak setuju Sangat setuju

3.2. Teknik Pengambilan Sampel a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang membeli produk dari Matahari Department Store Surabaya.

b. Sampel

Untuk penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Non Probability sampling yaitu dengan purposive Sampling yaitu penarikan sampel berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh sampel. Ciri-ciri sampel tersebut adalah :

1. Konsumen yang membeli dan menggunakan produk dari Matahari Department Store Surabaya minimal 2 kali.

(51)

Menurut Ferdinand (2002: 48).

- Ukuran sampel yang harus terpenuhi dalam model ini adalah 100 -200 sampel untuk teknik (Maximum Likelihood Estimation).

- Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi

- Karena terdapat 14 indikator maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah (14X8 = 112) maka sampel yang digunakan adalah minimal sebesar 112 responden.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. J enis Data

a. Data Primer

Data primer yang diolah dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang membeli dan menggunakan produk dari Matahari Department Store Surabaya.

b. Data Sekunder

Adalah data pendukung yang diperoleh dari perusahaan yang bersangkutan.

Data ini antara lain berupa data perusahaan dan gambaran umum tentang perusahaan.

3.3.2. Sumber Data

(52)

3.3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa cara berikut:

a. Observasi

Merupakan pengamatan langsung pada perusahaan untuk mendapatkan bukti - bukti yang berkaitan dengan obyek penelitian.

b. Kuisioner

Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada konsumen yang membeli dan menggunakan produk dari Matahari Department Store Surabaya

c. Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan data, menggali data dokumen atau arsip-arsip aturan yang disepakati, misalnya keberadaan perusahaan dan struktur manajemen perusahaan.

3.4. Uji Validitas Dan Reliabilitas 3.4.1. Uji Validitas

(53)

significance) menunjukkan bahwa item-item tersebut sudah sahih sebagai pembentukan indikator.

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen memiliki indeks kepercayaan yang baik jika diujikan berulang. Suatu instrument pengukuran dikatakan reliable jika pengukurannya konsisten dan akurat. Jadi uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat ukur, sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha dengan bantuan software smart PLS. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Purbayu & Ashari, 2005 : 247).

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling [SEM]. Merupakan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit. Model

(54)

Y1 = λ1pembelian impulsif + er_1

Y2 = λ2 pembelian impulsif + er_2

Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model pengukuran dengan contoh variabel pembelian impulsif akan nampak sebagai berikut:

Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Pengetahuan Keterangan :

Y1 = pertanyaan tentang Pengunjung yang melakukan pembelian secara spontan Y2 = pertanyaan tentang Pengunjung yang melakukan pembelian secara

seketika tanpa direncanakan terlebih dahulu er_j = error term Z1j

3.5.2. Outlier s

Outlier adalah obsevasi yang muncul dengan nilai-nilai eksterim baik secara univariat maupun multivariate yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainya. Dapat diadakan treatment khusus pada outliers ini asal diketahui munculnya outlier itu. Outliers pada dasarnya dapat muncul dalam empat kategori.

pembelian impulsif (Y)

(Y1)

(Y2)

Er_1

(55)

• Pertama, Outlier muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam

memasukkan data atau kesalahan dalam mengkoding data. Misalnya 8 diketik 80 sehingga jauh berbeda dengan nilai-nilai lainnya dalam rentang jawaban responden antara 1-10 jika hal semacam ini lolos maka akan menjadi sebuah nilai ekstrim.

• Kedua, outlier dapat muncul karena keadaan yang benar-benar khusus yang

memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain daripada tetapi peneliti mempunyai penjelasan mengenai penyebab munculnya nilai ekstrim itu.

• Ketiga, outlier dapat muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak

dapat mengetahui apa penyebabnya atau tidak ada penjelasan mengenai nilai ekstrim itu.

• Keempat, outlier dapat muncul dalam range nilai yang ada, tetapi bila

dikombinasi dengan varibel lainnya, kombinasinya menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim. Inilah yang disebut multivariate outlier.

3.5.3. Evaluasi atas outlier s

Menagamati atas z-score variabel: ketentuan diantara +_ 3,0 non outlier Multivariate outlier diukur dengan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p <

0,001.Jarak diuji dengan Chi-Square (X2) pada df (degrees of Freedom) sebesar

jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : Mahalanobis > dari nilai X2 adalah

multivariate outlier. 3.5.4. Uji Nor malitas

(56)

adalah dengan mengamati skewness value dari data yang digunakan, yang biasanya disajikan dalam statistik diskriptif dari hampir semua program statistik. Nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut z-value yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :

Bila nilai z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifiukasi yag dikehendaki. Misalnya, bila nilai yang dihitung lebih besar dari

±2,58 berarti kita dapat menolak asumsi mengenai normalitas dari distribusi pada

tingkat 0,01 (1%). Nilai kritis lainnya yang umum digunakan adalah nilai kritis sebesar ±1,96 yang berarti bahwa asumsi normalitas ditolak pada tingkat signifikasi 0.05 (5%) Sumber Augusty (2002 : 95 )

3.5.5. Multicollinear ity dan Singular ity

Untuk melihat apakah pada data penelitian terdapat multikolinieritas dan singularitas dalam kombinasi-komninasi variabel, maka perlu mengamati determinan dari variable kovarian sampelnya. Determinan yang benar-benar kecil mengindikasikan adanya multikolinieritas dan singularitas, sehingga data tidak dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan. Augusty (2002 : 108).

3.5.6. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

(57)

3.5.7. Evaluasi Model

Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teotitis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modelling.

Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices GOODNESS

Menguji apakah covariance populasi yang destimasi sama dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].

Diharapkan Kecil, 1 s.d 5. atau paling baik diantara 1 dan 2. Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariace

data dan matriks covariance yang diestimasi.

Minimum 0,1 atau 0,2, atau ≥ 0,05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada sample

besar. ≤ 0,08

GFI

Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matrtiks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2 dalam regresi berganda].

≥ 0,90

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF. ≥ 0,90 CMIND/DF Kesesuaian antara data dan model ≤ 2,00

TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap

baseline model. ≥ 0,95

CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive terhadap

(58)

1. X² CHI SQUARE STATISTIK

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likelihood ratio chi-square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik chi-square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai X² semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X² yang kecil dan signifikan. X² bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar.

2. RMSEA-THE ROOT MEAN SQUARE ERROR Of

APPROXIMATION

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi alam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya degress of freedom.

3. GFI – GOODNES of FIT INDEKS

GFI adalah analog dari R dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh kovarians matriks populasi yang terestimasi. GFI

(59)

fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.

4. AGFI – ADJ UST GOODNES of FIT INDEX

AGFI = GFI/df Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai niali yang sama dengan atau lebih besar dari 0.90. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians alam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterprestasikan sebagai tingkatan yang baik (good overall model fit) sedangkan besaran nilai antara 0,90-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (adequate fit).

5. CMIN/DF

Sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMNI/DF tidak lain adalah statistik chi-square, X² dibagi Dfnya sehingga disebut X² relatif. Nilai X² relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X² relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasikan dan diestimasi.

6. TLI – TUCKER LEWIS INDEKS

TLI adalah sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥0,95 nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a verry good fit. 7. CFI – COMPERATIF FIT INDEX

(60)
(61)

4.1. Deskr iptif Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Obyek Penelitian

PT. Matahari Putra Prima, Tbk. pada mulanya hanya sebuah toko pakaian dan tempat jahit yang bergerak di bidang garment dan pedagang eceran. Bapak Hari Darmawan selaku pendiri dan pemilik, mendirikan toko tersebut pada tanggal 24 Oktober 1958 dan diberi nama toko ’Mickey Mouse’ yang berlokasi didaerah Pasar Baru, Jakarta. Dari tahun ke tahun toko Mickey Mouse ini mengalami peningkatan hasil usaha. Berkat kerja keras dan keuletan Bapak Hari Darmawan, pada tahun 1960-an toko Mickey Mouse sudah berkembang menjadi 3 buah toko yang serupa.

Antara tahun 1970-1980 toko-toko yang telah berdiri mengalami perkembangan yang cukup pesat dan tepatnya tanggal 15 Desember 1973, toko mickey Mouse berubah menjadi sebuah deparment store yang tergabung dalam

(62)

Indonesia. Namun di awal tahun 2010, PT. Matahari Putra Prima diganti menjadi PT. Matahari Department Store karena Hypermart dan Matahari Department Store yang dulu dalam satu naungan dalam PT. Matahari Putra Prima, kini telah berdiri sendiri-sendiri. Matahari Department Store memiliki manajemen sendiri dibawah naungan PT. Matahari Department Store, Tbk.

4.1.2. VISI MISI PERUSAHAAN

• Visi PT. Matahari Departement Store, Tbk “Menjadi peritel utama pilihan

konsumen”.

• Misi PT. Matahari Departement Store, Tbk Konsisten menawarkan

berbagai macam produk bernilai tepat guna dengan pelayanan terbaik guna meningkatkan kualitas dan gaya hidup konsumen

4.1.3. Analisis Karakter istik Responden

Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban responden dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kedalam kuesioner yang telah diberikan. Dari jawaban-jawaban tersebut diketahui hal-hal seperti dibawah ini.

a. Jenis Kelamin

(63)

Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 34 30,4%

2 Wanita 78 69,6%

112 100%

Sumber : Data kuesioner diolah

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat jawaban responden yang berkunjung dan berbelanja di Matahari departemen store Tunjungan Plaza Surabaya lebih didominasi oleh wanita sebanyak 78 responden kemudian laki-laki sebanyak 34 responden.

b. Usia

Dari 112 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui usia para responden yaitu pada tabel dibawah ini. Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Frequency Percent Valid Percent

Valid 18-24 26 23.2% 23.2%

(64)

4.1.4. Deskr ipsi Var iabel Utilitar ian Shopping Value (X1)

Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Utilitarian Shopping Value

No Pertanyaan Skor Jawaban Skor

1 2 3 4 5 bersemangat saat berbelanja di Departemen store Matahari

- 16 32 42 22 112

- 14.3% 28.6% 37.5% 19.6% 100%

4 Belanja adalah kebutuhan anda sehari-hari

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Indikator pertama dari belanja merupakan hal yang terkait dengan tugas, yaitu Belanja di Departemen store seperti Matahari merupakan suatu tugas bagi anda, mendapat respon terbanyak pada skor 4 dengan jumlah responden sebanyak 46 responden atau 41,1%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah resonden 26 atau

23,2%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 46 responden atau 41,1%.

(65)

responden 35 atau 31,3%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab cukup setuju sebanyak 41 atau 36,6%.

c. Indikator ketiga dari belanja merupakan suatu kebutuhan, yaitu Saya merasakan perasaan yang bersemangat saat berbelanja di Departemen store Matahari, mendapat respon terbanyak pada skor 4 dengan jumlah responden sebanyak 42 atau 37,5%, kemudian terbanyak kedua pada skor 3 dengan jumlah responden 32 atau 28,6%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 42 atau 37,5%. d. Indikator keempat dari belanja dapat diselesaikan dengan sukses, yaitu

(66)

4.1.5. Deskr ipsi Hedonic Shoping Value (X2)

Tabel 4.4. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Hedonic Shoping Value

No Pertanyaan Skor Jawaban Skor

1 2 3 4 5

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar

Gambar 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen .................
Tabel 1.1  Data Penjualan Matahari departement sore Tunjungan Plaza Surabaya
Gambar 2.1. : Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen
Gambar 2.2.  Pengalaman belanja terhadap perilaku pembelian Tidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

suatu sistem informasi di Toko Makanan Sehat JavaQu ini diharapkan dapat mempermudah proses pengolahan data agar tidak menghabiskan waktu yang lama dan hasil

maupun pengembalian buku dicatat oleh petugas perpustakan dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Excel. Hal ini hanya membantu kerja petugas perpustakaan

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis sangat tertarik untuk membahas lebih dalam dengan melakukan penelitian dan mengkaji terhadap; Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf Dalam

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan pada hakekatnya mempunyai tujuan utama yaitu untuk mendapatkan laba, dan juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi di sekolah ini adalah kurang gemarnya para siswa dalam belajar matematika, kurang

M asyarakat masih sering berbelanja ke PK L yang berjualan tidak sesuai dengan kebijakan lokasi dan waktu yang telah ditetapkan: ketidaktahuan masyarakat maupun

Hal lainnya yang menjadi penghambat bagi perkembangan industri rokok adalah besarnya cukai rokok yang diberikan oleh pemerintah.Tarif cukai yang di tetapkan pemerintah

Dalam penelitian ini digunakan ketela pohon (Manihot utilissima) sebagai media fermentasi dalam pembuatan sayur asin karena ketela merupakan salah satu komoditas yang banyak