• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SIKAP POSITIF MATEMATIS SISWA MTS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SIKAP POSITIF MATEMATIS SISWA MTS."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS DAN SIKAP POSITIF MATEMATIS SISWA MTs

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh :

Masitah

NIM. 8106171029

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Masitah. Penerapan Model pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap Positif Matematis Siswa MTs. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca sarjana UNIMED, 2013.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ; 1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran koopertif tipe STAD dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran langsung ; 2) Peningkatan sikap positif matematis siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran langsung ; 3) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memiliki sikap positif matematis tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap positif matematis rendah; 4) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan sikap positif matematis siswa ( tinggi, rendah ) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa; 5) Proses jawaban yang dikerjakan siswa dalam menyelesaikan masalah melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran langsung.

Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu ( quasi experiment ). Populasi penelitian ini seluruh siswa MTs Negeri yang ada di Labuhanbatu yang berakreditasi A dan B yaitu terdiri dari 8 sekolah, 4 sekolah berakreditasi A dan 4 sekolah berakreditasi B. Sampel penelitian ini dipilih secara random terpilih 2 sekolah yaitu MTs Negeri 1 Rantauprapat berakreditasi A dan MTs Negeri 2 Rantauprapat berakreditasi B . Data dinalisis dengan menggunakan Anava dua jalur .Hasil penelitian menunjukkan : (1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran koopertif tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran langsung (0,000 < 0,05) , (2) Peningkatan sikap positif matematis siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD lebih baik dibandingkan siswa yang dibelajaran dengan pembelajaran langsung (0,000 < 0,05), (3) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memiliki sikap positif matematis tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap positif matematis rendah (0,000 < 0,05),(4) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan sikap positif matematis siswa ( tinggi, rendah ) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa (0,003 < 0,05) (5) Proses jawaban yang dikerjakan siswa dalam menyelesaikan masalah melalui pembelajaran kooperatif Tipe STAD lebih baik dari proses jawaban yang dikerjakan siswa pada pembelajaran langsung. Saran selanjutnya diharapkan kepada guru, lembaga terkait dan peneliti selanjutnya adalah agar pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran matematika menekankan pada kemampuan pemecahan masalah matematis dan sikap positif matemaris, dan menjadikan pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai salah satu alternatife untuk pembelajaran matematika pada pokok bahasan yang lain.

(6)

i ABSTRACT

Masitah. Application of Type STAD cooperative learning model to improve the ability of a Positive Attitude Problem Solving and Mathematical Students MTs. Thesis. Field: Mathematics Education Graduate Studies Program UNIMED, 2013.

The purpose of this research where to know ; 1) The inprovement of student’s mathematical problem solving ability who learned using cooperative learning STAD compared to those who learning using direct instruction ; 2) The inprovement of student’s positive attitude of students mathematical who using cooperative learning STAD compared to those who learning using direct instruction ; 3) The inprovement of of

student’s mathematical problem solving ability who had high positive attitude compared

to those who had low positive attitude ; 4) Interaction between model instructional for student who had positive attitude toward the improvement of students problem solving ability. ; 5) The selection proceses done by students in problem solving using cooperative learning STAD better then those who learned using direct intrruction. The type of was quasi experiment at research . The population of this study was all students at MTs N Labuhanbatu whith accreditation of A and B, that consist of 8 schools, 4 schools whith accreditation A, 4 schools whith accreditation B. The sampel of this researchs was selected randomly, they where 2 schools MTs N 1 Rantauprapat whith accreditation A and MTs N 2 Rantauprapat whith accreditations B.The data was analyzed using two way ANAVA.

The result of research showed that : 1) The inprovement of student’s mathematical problem solving ability who learned using cooperative learning STAD compared higher than to those who learning using direct instruction (0,000 < 0,05) ; 2) The inprovement of

student’s positive attitude of students mathematical who using cooperative learning

STAD compared better than to those who learning using direct instruction (0,000 < 0,05) ; 3) The inprovement of of student’s mathematical problem solving ability who had high positive attitude compared higher than to those who had low positive attitude (0,000 < 0,05) ; 4) Interaction between model instructional for student who had positive attitude toward the improvement of students problem solving ability (0,003 < 0.05) ; 5) The selection proceses done by students in problem solving using cooperative learning STAD better then those who learned using direct intrruction . The next suggestion is expected to next teachers, direct institutute , researcers is in order the cooperative learning STAD model on mathematice stresses on problem solving of mathematice attitude and makes kooperative learning STAD model as one of the alternative for learning mathematice in another cases.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Selawat dan Salam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam proses penyusunan tesis ini penulis banyak menghadapi beberapa hal yang harus penulis lalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda Ida Karnasih, M.Sc.Ed, Ph.D selaku dosen pemimbing I dan Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini. 2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika, Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED, Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd,M.Sc, Ph.D sebagai narasumber I dan Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS. sebagai narasumber II dan Bapak Dr. Kms. M. Amin Fauzi sebagai narasumber III yang telah banyak memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Medan, dan Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd, Bapak Syarifuddin, M.Sc, Ph.D, dan Bapak Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih, M.Pd, berturut-turut selaku Direktur, Asisten Direktur I, dan II Program Pascasarjana Unimed, yang telah memberikan kesempatan serta bantuan administrasi selama pendidikan di Universitas Negeri Medan.

(8)

Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan di UNIMED.

5. Bapak Drs. Kamal Tanjung, MA dan Bapak Drs. Dahlan Hasibuan berturut-turut selaku Kepala MTs Negeri 1 Rantauprapat dan Kepala MTs Negeri 2 Rantauprapat, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin, termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

6. Ayahanda tercinta Alm.Maharen Sitorus dan Ibunda tersayang Almh. Mena Tampubolon yang telah berjuang membesarkan dan mendidik penulis menjadi seperti sekarang ini.

7. Suamiku tercinta Farhan Hadi Dalimunthe,SE , anakku tersayang Fachrurrozi Dalimunthe dan seluruh rekan-rekan kelas Reguler Program Studi Matematika angkatan XIX yang telah memberikan motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penulis .

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga keberkahan dan ridha Allah SWT. selalu bersama kita.

Wassalam.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(9)

DAFTAR ISI 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 12 2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 19

2.2 Sikap Matematis ... 23

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif ... 29

2.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 35

2.5 Pembelajaran Langsung ... 43

2.6 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Pembelajaran Langsung ... 47

2.7 Teorema Pythagoras ... 49

2.8 Penerapan Materi Teorema Pythagoras dengan MenggunakanPembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 51

2.9 Teori Belajar Pendukung ... 53

2.10 Penelitian yang Relevan ... 57

2.11 Kerangka Berfikir ... 59

2.12 Hipotesis Penelitian ... 63

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 65

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 65

3.3. Desain Penelitian ... 67

3.4. Variable Penelitian ... 69

(10)

3.6. Analis Butir Soal ... 75

3.7. Lembar Observasi Proses Pembelajaran ... 78

3.8. Teknik Analis Data ... 79

3.9. Prosedur Penelitian ... 85

3.10. Jadwal Penelitian ... 89

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 90

4.2. Analisis Data Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah ... 94

4.3. Análisis Data Infrensial Kemampuan Pemecahan Masalah ... 101

4.4. Analisis Data Deskriptif Sikap Positif Matematis ... 109

4.5.Analisis Data Infrensial Sikap Positif Matematis ... 114

4.6.Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap Positif Siswa ... 123

4.7.Interaksi Antara Model Pembelajaran Dengan Sikap Positif Matematis Siswa ... 127

4.8. Proses Jawaban Yang DikerjakanSiswa Dalam Menyelesaikan Masalah ... 131

4.9. Pembahasan Hasil Penelitian ... 143

4.10. Keterbatasan Penelitian ... 154

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 156

5.2. Implikasi ... 158

5.3. Rekomendasi ... 159

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 32

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Langsung ... 45

Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dan Pembelajaran Langsung ... 48

Tabel 3.1 Daftar Peringkat Akreditasi MTsN Se-Labuhanbatu ….……….… 65

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian... 68

Tabel 3.3 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat... 69

Tabel 3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 70

Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemahaman Masalah Matematik ... 71

Tabel 3.6 Skor Alternatif Pemecahan Masalah Matematika... 73

Tabel 3.7 Kisi-kisi Skala Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika ... 74

Tabel 3.8 Keterkaitan permasalahan, hipotesis dan jenis uji statistik yang digunakan ... 85

Tabel 3.9 Jadwal kegiatan yang direncanakan ... 89

Tabel 4.1 Nilai Rata-rata Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 91

Tabel 4.2 Hasil Analisis Data Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 92 Tabel 4.3 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan pemecahan masalah Matematika Kelas Eksperimen ... 95

Tabel 4.4 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan pemecahan masalah Matematika Kelas Kontrol ... 97

Tabel 4.5 Rataan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99

(12)

Tabel 4.7 Hasil Uji homogenitas Pretest pemecahan masalah ... 101

Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretest Pemecahan Masalah ... 103

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Postest Pemecahan Masalah……... 103

Tabel 4.10 Hasil Uji homogenitas Postest Pemecahan Masalah ... 104

Tabel 4.11 Uji Perbedaan Rerata Postest Pemecahan Masalah………. 105

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Gain Pemecahan Masalah ... 106

Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Gain Pemecahan Masalah ... 107

Tabel 4.14 Uji Perbedaan Rerata Gain Pemecahan Masalah ... 108

Tabel 4.15 Deskripsi Hasil Sikap positif Siswa Kelas Eksperimen ... 110

Tabel 4.16 Deskripsi Hasil Tes Skala sikap siswa Kelas Kontrol ... 111

Tabel 4.17 Rataan N-Gain Skala Sikap Siswa di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 113

Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas Pretest Sikap Positif ... 114

Tabel 4.19 Hasil Uji Homogenitas Pretest Skala Sikap ... 115

Tabel 4.20 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretest Sikap Positif ... 117

Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas Postest Sikap Positif Siswa ... 117

Tabel 4.22 Hasil Uji Homogenitas Postest Skala Sikap ... 118

Tabel 4.23 Hasil Uji Perbedaan Rerata Postest Sikap Positif ... 120

Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Gain Sikap Positif Siswa ... 120

Tabel 4.25 Hasil Uji homogenitas Gain Skala Sikap ... 121

(13)

Tabel 4.27 Deskripsi N-Gain Pemecahan Masalah Kelompok Eksperimen Berdasarkan Sikap Positif Matematis (Tinggi, Sedang,

Rendah)………... 124

Tabel 4.28 Hasil Uji ANAVAPeningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Siswa ... 126

Tabel 4.29 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Interaksi antara model

Pembelajaran ... 128

Tabel 4.30 Nilai Rata-rataUntuk Setiap Indikator Kemampuan Pemecahan

Masalah Siswa Ditinjau dari Model Pembelajaran ... 131

Tabel 4.31 Skor Butir SoalAspek Memahami Masalah Siswa ... 142

Tabel 4.32 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dengan Pembelajaran

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Prosedur Pengambilan Sampel Modifikasi Fauzi A

(2011) ... 66 Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian... 88

Gambar 4.1 Diagram Batang Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Eksperimen ... 96

Gambar 4.2 Diagram Batang Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 98 Gambar 4.3 Diagram Batang N-Gain Kemampuan pemecahan

masalah Kelas Eksperimen dan KelasKontrol ... 100

Gambar 4.4 Diagram Batang Skala Sikap Siswa Kelas Eksperimen.. 110

Gambar 4.5 Diagram Batang skala sikap siswa Kelas Kontrol ... 112

Gambar 4.6 Diagram Batang N-Gain Sikap Positif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 113

Gambar 4.7 Diagram Batang Mean dan Standar Deviasi N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Sikap Positif Matematis ... 125

Gambar 4.8 Grafik Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Sikap positif Siswa (Tinggi dan Rendah) terhadap peningkatan

kemampuan pemecahan masalah siswa ... 130

Gambar 4.9 Diagram Batang Rata-rata Skor N-Gain Untuk Setiap Indikator 132

Gambar 4.10 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 1

(siswa a)... 134

Gambar 4.11 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 1

(siswa b) . ... 135

Gambar 4.12 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 1

(siswa a)... 136

Gambar 4.13 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 1

(15)

Gambar 4.14 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 2

(siswa a)... 137

Gambar 4.15 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 2

(siswa b) ... 138

Gambar 4.16 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 2

(siswa a)... 138

Gambar 4.17 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 2

(siswa b) ... 139

Gambar 4.18 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 3

(siswa a)... 140

Gambar 4.19 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 3

(siswa b) ... 140 Gambar 4.20 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 3

(siswa a)... 141

Gambar 4.21 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 3

(16)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. LAMPIRAN A :

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 165 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 185 3. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 193

B. LAMPIRAN B :

Rencana Pelaksana Pembelajaran (RPP)

1. Pedoman Penskoran Penyelesaian Tes Kemampuan Pemecahan

masalah ... 207 2. Kisi-kisi dan butir soal pretes dan postes instrument tes

Kemampuan pemecahan masalah ... 208 3. Kunci jawaban soal pretes dan postes kemampuan pemecahan

Masalah . ... 212 4. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dengan Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD . ... 216 5. Kisi-kisi angket sikap positif . ... 217 6. Angket sikap positif . ... 219

C. LAMPIRAN C :

1. Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dan Instrumen

Penelitian ……….…… 221

2. Hasil palidasi ahli terhadap perangkat pembelajaran …………. 224 3. Deskripsi Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian .………... 227

D. LAMPIRAN D :

1. Deskripsi Hasil Pretes, Postest dan Gain Kemampuan

Pemecahan Masalah …..……….... 250

2. Deskripsi Hasil Pretest, Postest dan Gain Sikap Positif ………… 252 3. Hasil SPSS Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan

Sikap Positif Matematis ………...…. 254

E. LAMPIRAN E :

1. Dokumentasi Penelitian ………..….. 258

F. LAMPIRAN F :

1. Surat-surat penting……….. 280

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan secara nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu kepribadian

yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kepada negara dan bangsa.

Dengan adanya pendidikan kepribadian, manusia dapat dibina dan dikembangkan

serta dapat membawa dampak positif menuju kemajuan hidup yang sejahtera.

Semakin maju suatu bangsa semakin terasa pula betapa pentingnya pendidikan itu

menjadi dasar kehidupan manusia. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2009

mengindikasikan bahwa seorang peserta didik dapat menjadikan dirinya sebagai

sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetensi secara global.

Untuk itu dibutuhkan keterampilan yang tinggi yang melibatkan pemikiran kritis,

sistimatis,logis, kreatif serta mampu berkerjasama secara efektif dan efisien.

Inilah kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap individu peserta didik dimana

merupakan pernyataan minimal tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan

nilai-nilai yang terinfeksi pada kelangsungan berpikir dan bertindak. Sebagai guru

dituntut harus menguasai bahan ajar yang diajarkan dan terampil mengajarkannya.

Cara mengajar guru tercermin dalam proses mengajar belajarnya.

Akan tetapi pada kenyataannya, kita tidak dapat memungkiri bahwa masih

banyak guru matematika sekarang ini yang masih menganut paradigma transfer of

(18)

pembelajaran hanya terjadi satu arah yaitu dari guru sebagai sumber informasi dan

siswa sebagai penerima informasi, dalam hal ini siswa tidak diberikan banyak

kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar

(KBM) di kelas, dengan kata lain pembelajaran lebih berpusat pada guru, bukan

pada siswa.

Pembelajaran matematika yang dilaksanakan dewasa ini orientasinya lebih

cenderung ditujukan pada pencapaian target materi ataupun pencapaian hasil

belajar. Hal yang sama dikemukakan oleh Hadi (2005) yang menyatakan bahwa:

Beberapa hal yang menjadi ciri praktik pendidikan di Indonesia selama ini adalah pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori, sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru, pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada para siswa. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu menyampaikan kembali fakta-fakta tersebut kepada orang lain, atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian. Guru sendiri merasa belum mengajar kalau tidak menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa.

Menyikapi permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran

matematika di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pentingnya pemecahan

masalah dan sikap siswa yang akhirnya mengakibatkan rendahnya hasil belajar

matematika, perlu dicari solusi pendekatan pembelajaran yang dapat

mengakomodasi peningkatan pemecahan masalah dan sikap siswa terhadap

matematika. Dalam Kurikulum Satuan Pendidikan 2009 (dalam Sinaga, 2010),

dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah: (1) Memahami

konsep matematika, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sikap, (3)

(19)

table atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki siskap

menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,

perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya

diri dalam pemecahan masalah. Hal yang sama juga terdapat dalam NCTM (dalam

Saragih, 2007), terdapat 5 aspek keterampilan matematik (doing math) yaitu: (1)

Belajar untuk berkomunikasi, (2) Belajar untuk bernalar, (3) Belajar untuk

memecahkan masalah, (4) Belajar untuk mengkaitkan ide, (5) Pembentukan sikap

positif terhadap matematika.

Pada hakikatnya aktivitas matematika yang diharapkan menjadi

kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum yang

berlaku pada saat ini, terbagi dalam lima kemampuan dasar matematik yaitu terdiri

dari kemampuan penalaran, pemahaman, pemecahan masalah, pemecahan masalah

dan koneksi matematik. Dengan tidak mengabaikan kemampuan yang lain,

menurut penulis memecahkan masalah merupakan salah satu bagian penting

dalam aktivitas dan penggunaan matematika yang dipelajari siswa. Pentingnya

kemampuan pemecahan masalah ini dijelaskan dalam standar kompetensi bahan

kajian matematika kurikulum yang berlaku pada saat ini untuk siswa SMP/MTs, di

mana dalam standar ini dijelaskan bahwa siswa dituntut untuk memiliki

kemampuan mengpemecahan masalahkan gagasan dengan simbol, skema, tabel,

grafik, atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah, menunjukkan

kemampuan dalam membuat, menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika

dalam pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika

dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah

(20)

Untuk dapat memecahkan permasalahan, tentunya seseorang harus

memiliki kemampuan pemecahan masalah yang cukup. Menurut Sumarmo (dalam

Atun, 2006:3), pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah matematik

pada siswa adalah bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan

pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Sedangkan dalam

Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003), juga disebutkan bahwa tujuan pembelajaran

matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

Soedjadi (dalam Atun, 2006:4) juga menyatakan bahwa, pemecahan masalah perlu

mendapat perhatian dalam pendidikan matematika.

Pada kenyataannya, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam

memecahkan masalah matematika yang diajukan. Siswa sulit untuk

mengidentifikasi konsep dan juga menerapkan konsep dalam menyelesaikan soal

yang diajukan guru. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada kelas

VIII MTs N Rantauprapat, ketika siswa diberi persoalan matematika sebagai

berikut:

Pak Rahmat mempunyai sebidang tanah yang berbentuk persegi panjang.

Panjang diagonal bidang tanah tersebut adalah 39 meter dan lebarnya 15 meter.

Jika tanah tersebut hendak dijual dengan harga Rp. 150.000 /m2, maka tentukan

(21)

Kebanyakan siswa tidak mengetahui pola yang terdapat dalam soal

aplikasi di atas, bahkan ada sebagian siswa tidak bisa memahami masalah atau

mengubah soal ke dalam model matematika atau menentukan apa yang diketahui

dan ditanya, masih banyak siswa yang mengalami kebingungan. Bahkan sebagian

siswa yang tidak memahami masalah, apa yang diketahui, apa yang ditanya,

mengubah soal ke dalam bentuk gambar atau membuat model matematika dari

soal tersebut. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan jumlah siswa yang

memahami masalah yang diberikan dari 32 siswa sebanya 15 orang atau 46,875%,

merencanakan penyelesaian berjumlah 6 orang siswa atau 18,75%, melaksanakan

penyelesaian sebanyak 7 orang siswa atau 21,875% serta yang melakukan

pengecekan kembali hanya 4 orang siswa atau 12,5%. Dari permasalahan yang

diajukan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kurang mampu menyelesaikan

masalah tersebut yaitu menentukan harga jual tanah pak Rahmat. Sehingga dapat

dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih sangat

rendah.

Persoalan matematika seperti contoh soal cerita di atas, merupakan salah

satu bentuk soal matematika yang tergolong mudah, namun kenyataannya hampir

(22)

apalagi jika siswa diberikan persoalan matematika yang tergolong pada kategori

sedang maupun sulit. Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting dikuasai

oleh siswa, sementara temuan di lapangan tampak bahwa kemampuan tersebut

masih sangat rendah dan kebanyakan siswa hanya terlangsung melakukan

kegiatan belajar berupa menghafal tanpa dibarengi pengembangan memecahkan

masalah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wahyudin (1999), yang

menyimpulkan bahwa kegagalan menguasai matematika dengan baik diantaranya

disebabkan siswa kurang menggunakan nalar dalam menyelesaikan masalah.

Matematika sebagai Queen Of Sciences mempunyai peranan yang sangat

penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun

kenyataannya matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit

dipahami siswa, sehingga tidak heran kalau banyak siswa yang menunjukkan

sikap negatif dan tidak senang terhadap matematika yang mungkin disebabkan

sulitnya memahami mata pelajaran matematika. Bahkan sebagian besar siswa

menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan

karena banyak menggunakan hitungan serta dibutuhkan kecerdasan yang tinggi

sehingga yang merasa kecerdasannya rendah kurang termotivasi dalam belajar

matematika. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Tiro (dalam Suradi, 2004)

bahwa masih banyak anggapan yang kurang positif terhadap matematika, mulai

dari siswa dan guru di sekolah hingga pada orang tua siswa di rumah. Ada yang

menganggap bahwa matematika sulit dipelajari, sukar untuk dipahami dan ada

siswa yang merasa tegang kalau tiba waktunya belajar matematika. Orang tua

siswa juga kadang berkomentar bahwa anaknya sulit dimotivasi untuk belajar

(23)

yang kesulitan menyelesaikan masalah matematika juga diperparah dengan cara

mengajar guru yang cenderung bersifat konvensional dan berpusat pada guru

dengan hanya menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas tanpa adanya

motivasi maupun bimbingan dari guru. Guru juga jarang menggunakan alat bantu

atau media dalam pembelajaran matematika.

Rendahnya perolehan hasil belajar yang ditunjukkan dari kemampuan

siswa dalam memecahkan masalah maupun sikap negatif siswa dalam belajar

matematika menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar

siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Neil

(dalam Nainggolan, 2009), mengkritisi bahwa tidak ada anak yang bermasalah,

yang ada adalah para guru dan sekolah yang bermasalah atau tidak kreatif.

Menurut Slameto (2003), berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak

bergantung pada bagaimana proses pembelajaran yang dialami siswa sebagai anak

didik. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan

proses belajar mengajar menjadi kurang lancar, siswa merasa jauh dari guru

sehingga segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Hal ini dipertegas oleh

pendapat Arends (dalam Trianto, 2011) yang menyatakan bahwa di dalam

mengajar guru selalu menuntut siswa belajar dan jarang memberikan pelajaran

tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk

menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan siswa bagaimana cara

menyelesaikan masalah. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Sanjaya (2006)

yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk

mengembangkan kemampuan berpikir. Pernyataan ini mengadung makna bahwa

(24)

hasil belajar yang tinggi akan tetapi guru tidak memperhatikan pemaknaan dari

konsep yang ditunjukkan dari sikap dan perilaku siswa dalam kehidupan

sehari-harinya. Lebih lanjut Ruseffendi (1991:318) juga mengemukakan bahwa bagian

terbesar dari matematika yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui

eksplorasi matematika, tetapi melalui pemberitahuan. Sehingga kemerosotan

kemampuan pemecahan masalah siswa antara lain dikarenakan oleh cara mengajar

yang dilakukan oleh guru masih menggunakan pembelajaran langsung dan masih

berpusat pada guru. Guru lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal atau

drill. Konsekuensi dari pola pembelajaran langsung dan latihan soal (drill),

mengakibatkan siswa kurang aktif dan kurang menanamkan pemahaman konsep,

dan kurang mengundang sikap kritis (dalam Atun, 2006:67).

Menyadari kenyataan di lapangan bahwa kemampuan pemecahan masalah

siswa yang masih rendah dan sikap negatif siswa terhadap matematika maka

batapa pentingnya suatu model pembelajaran yang mampu memberikan

rangsangan kepada siswa agar siswa menjadi aktif. Siswa aktif disini diartikan

siswa mampu dan berani mengemukakan ide, menjelaskan masalah, bertukar

pikiran dengan teman dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang sedang

dihadapi. Perubahan paradigma lama ke pradigma baru untuk peran guru bukan

lagi sebagi penyampai informasi tetapi merupakan pemberi semangat belajar dan

fasilitator, sebagaimana diungkapkan oleh Sullivan (Ansari, 2004), bahwa peran

dan tugas guru sekarang adalah memberikan kesempatan belajar maksimal pada

siswa, memberikan kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan

mendengarkan ide temannya. Agar hal tersebut dapat terjadi maka sebaiknya para

(25)

tepat dan disesuaikan dengan kemampuan matematika siswa sehingga dapat

memenuhi tujuan kurikulum yang ingin dicapai.

Paradigma baru dalam dunia pendidikan dewasa ini, untuk menciptakan

proses pembelajaran yang bermakna, maka proses pembelajaran yang berlangsung

di sekolah hendaklah melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran (student

oriented) dan mampu menumbuhkembangkan kemampuan bernalar, kritis, kreatif

dan menumbuhkan sikap positif siswa dalam pembelajaran. Sesuai dengan paham

konstruktivisme, pengetahuan itu dibangun sendiri dalam pikiran siswa,

pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman fisik dan juga dari orang

lain melalui transmisi sosial. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari

otak seorang guru kepada siswa, akan tetapi siswa sendiri yang harus memaknai

apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pemahamannya, dan

salah satu penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah adalah

pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).

Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa

yang rendah hasil belajarnya, karena pembelajaran ini dapat meningkatkan

motivasi, hasil belajar dan penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama

(Ibrahim; dkk, 2000). Peran guru lebih ditekankan sebagai organisator kegiatan

belajar-mengajar, sumber informasi bagi siswa, pendorong bagi siswa untuk

belajar, serta penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa. Guru harus

dapat mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar dan dapat memberikan bantuan

kepadanya sesuai dengan kebutuhannya.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan dalam usaha meningkatkan

(26)

mengajar (Isjoni, 2009). Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada

kesadaran siswa perlu belajar berfikir, memecahkan masalah dan belajar untuk

mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan, serta saling memberitahukan

pengetahuan, konsep keterampilan tersebut kepada siswa yang membutuhkan dan

setiap siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada anggota lain

dalam kelompok.

Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu

model pembelajaran dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan

mampu melibatkan banyak siswa dalam belajar. Pembelajaran kooperatif tipe

STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif.

Pada model pembelajaran STAD ini, kesulitan yang dialami siswa dapat

dipecahkan bersama dalam kelompok dan keberhasilan dari tiap individu

ditentukan oleh keberhasilan kelompok, sehingga diperlukan kemampuan

interaksi sosial yang baik antara semua anggota kelompok. Untuk dapat

memperoleh nilai kelompok yang baik, seorang siswa akan memotivasi siswa lain

(satu kelompok) untuk memperoleh nilai baik.

Secara substansial, hal yang ditawarkan dalam model pembelajaran

kooperatif tipe STAD adalah suatu bentuk proses belajar mengajar yang

melibatkan siswa secara aktif belajar dalam suasana kelompok untuk memecahkan

masalah belajar dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya

sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi

yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap dan bertanggungjawab memberikan

(27)

karena itu, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama

secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD yang berpusat pada siswa dan

memfasilitasi siswa secara aktif belajar memecahkan masalah dalam suasana

kelompok diharapkan dapat memperbaiki sikap siswa terhadap proses

pembelajaran yang dialaminya. Menurut Armbuster et al., (2009) pembelajaran

aktif yang berpusat pada siswa dapat memperbaiki sikap siswa menjadi lebih

renspons terhadap proses belajar. Pardede dkk., (2006) perubahan sikap ini

dimulai dari mereka hanya menerima sampai kepada tingkat ketelitian dan

ketekunan seperti yang dikemukakan Bloom dalam taksonominya yaitu

kemampuan siswa dalam mengubah sikapnya dapat dimulai dari tingkat yang

rendah yaitu kemauan menerima (receiving) dilanjutkan dengan kemauan

menanggapi (responding), berkeyakinan (valuing), penerapan karya

(organization), ketekunan dan ketelitian (characterization by a value complex)

kemudian tingkat kemampuan sikap yang paling tinggi, jika diuraikan dalam

wujud sikap siswa maka cara ini dapat menimbulkan keberanian mewujudkan

minat, keinginan dan gagasan, keberanian untuk ikut serta mempersiapkan

pelajaran, kemauan dan kreativitas dalam menyelesaikan kegiatan belajar, adanya

rasa aman dan bebas untuk melakukan kegiatan belajar dan adanya rasa ingintahu

sehingga mereka mengerti kelemahan dan kekuatan dirinya dalam pembelajaran.

Perubahan sikap yang bertahap ini sangat penting terhadap proses pembelajaran

(28)

Beberapa penelitian sebelumnya tentang pengaruh pembelajaran

kooperatif terhadap hasil belajar telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Jihad (2006 :8) dan Firdaus (dalam Jihad 2006:2 ) bahwa

kemampuan pemecahan masalah sebagai target dalam pembelajaran matematika,

siswa seringkali tidak memahami makna yang sebenarnya dari suatu

permasalahan. Atun (2006) dalam penelitian tesisnya menyimpulkan bahwa ada

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dan kemampuan

pemecahan komunikasi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif

Tipe STAD lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran

konvensional.

Sehubungan dengan uraian dan permasalah di atas, maka dipandang perlu

untuk melakukan suatu penelitian tentang penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan pengharuhnya terhadap kemampuan pemecahan

masalah dan sikap siswa terhadap matematika. Sebagai pembanding digunakan

model pembelajaran langsung (direct instruction).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasikan beberapa

permasalahan dalam proses pembelajaran matematika, sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika masih sangat

rendah yang ditunjukkan dari rendahnya hasil belajar matematika siswa.

2. Sikap siswa terhadap pelajaran matematika masih cenderung negatif dengan

adanya anggapan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan

(29)

tinggi sehingga yang merasa kecerdasannya rendah kurang termotivasi dalam

belajar matematika

3. Kurangnya motivasi siswa dalam belajar matematika yang tampak dari

kurangnya partisipasi siswa aktif dalam proses pembelajaran.

4. Proses pembelajaran matematika yang dilakukan guru masih bersifat monoton

dan kurang inovatif, dimana guru lebih mendominasi terjadinya proses

pembelajaran (berpusat pada guru) dengan cenderung menggunakan pola

pembelajaran langsung dan lebih menekankan pada latihan soal (drill),

sehingga mengakibatkan siswa kurang aktif, kurang menanamkan pemahaman

konsep, dan kurang mengundang sikap kritis.

5. Guru selalu menuntut siswa untuk belajar namun jarang memberikan pelajaran

tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk

menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan siswa bagaimana cara

menyelesaikan masalah.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,

penelitian ini dibatasi agar lebih fokus dan mencapai tujuan yang diharapkan

maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimaksud dalam penelitian

ini dibatasi pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal atau

masalah matematis pada materi theorema Pythagoras kelas VIII SMP/MTs

(30)

masalah, merencanakan pemecahan masalah; menyelesaikan masalah, dan

melakukan pengecekan kembali

2. Sikap matematis siswa yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada sikap

siswa terhadap matematika yang dialaminya dan diukur dengan menggunakan

pertanyaan berupa angket berdasarkan taksonomi Bloom pada ranah afektif

meliputi kemauan menerima (receiving), kemauan menanggapi (responding),

berkeyakinan (valuing), penerapan karya (organization), ketekunan dan

ketelitian (characterization by a value complex).

3. Kelas yang diteliti dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu kelas eksperimen

dan kelas pengontrol.

a. Kelas eksperimen diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif yang

dibatasi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b. Kelas pengontrol atau pembanding diajarkan dengan pembelajaran

langsung (direct instruction).

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan

masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD lebih tinggi

dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

pembelajarkan dengan pembelajaran langsung?

2. Apakah peningkatan sikap positif matematis siswa yang dibelajarkan dengan

(31)

sikap positif matematis siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran

langsung?

3. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memiliki sikap positif matematis tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang memiliki sikap positif matematis rendah di kelas eksperimen dan

kelas control ?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan siswa yang

memiliki sikap positif matematis siswa ( tinggi , rendah ) terhadap

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematiks siswa?

5. Bagaimana proses jawaban yang dikerjakan siswa dalam menyelesaikan

masalah melalui pembelajaran kooperatif Tipe STAD dan Pembelajaran

langsung ?

1.5. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD

dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah siswa yang

dibelajarkan dengan pembelajaran langsung.

2. Peningkatan sikap positif matematis siswa yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran kooperatif Tipe STAD lebih baik dibandingkan siswa yang

(32)

3. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memiliki

sikap positif matematis tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki

sikap positif matematis rendah.

4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan sikap positif matematis

siswa ( tinggi, rendah ) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

5. Proses jawaban yang dikerjakan siswa dalam menyelesaikan masalah melalui

pembelajaran kooperatif Tipe STAD dan pembelajaran langsung.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menjadi

masukan berharga bagi pihak-pihak terkait di antaranya:

1. Untuk Peneliti

Memberi gambaran atau informasi tentang peningkatan kemampuan

pemecahan masalahsiswa, sikap positif matematis siswa, aktivitas siswa

selama pembelajaran berlangsung dan pola jawaban siswa dalam

menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran.

2. Untuk Siswa

Penerapan pembelajaran kooperatif Tipe STAD selama penelitian pada

dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat aktif dalam

pembelajaran agar terlangsung melakukan keterampilan-keterampilan

menjawab pertanyaan-pertanyaan, pemecahan masalah dan sikap positif

matematis dan hasil belajar siswa meningkat juga pembelajaran matematika

(33)

3. Untuk Guru Matematika dan Sekolah

a. Memberi alternatif atau variasi model pembelajaran matematika untuk

dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara

memperbaiki kelemahan dan kekurangannya dan mengoptimalkan

pelaksanaan hal-hal yang telah dianggap baik.

b. Memberikan informasi sejauh perbedaan peningkatan pemecahan masalah

matematiks siswa dan sikap positif matematis siswa terhadap matematika

yang mendapat pembelajaran kooperatif Tipe STAD dengan siswa yang

mendapat pembelajaran langsung.

4. Untuk Kepala Sekolah

Memberikan izin kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan sikap

positif siswa terhadap matematika pada khususnya dan hasil belajar

matematika siswa pada umumnya.

1.7. Defenisi Operasional

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu kemampuan siswa

dalam memahami masalah; merencanakan pemecahan masalah;

menyelesaikan masalah; dan melakukan pengecekan kembali.

2. Sikap adalah suatu tindakan dari pendapat atau keyakinan dari diri

seseorang, sebagai ungkapan yang timbul dari dalam dirinya. Sikap yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap positif siswa terhadap

matematika, meliputi: kemauan menerima (receiving), kemauan

(34)

(organization), ketekunan dan ketelitian (characterization by a value

complex). Sikap positif matematika siswa dikelompokkan menjadi dua

kelompok yaitu sikap positif matematika tinggi , sedang dan sikap positif

matematika rendah.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model

pembelajaran kooperatif paling sederhana yang dicirikan oleh suatu struktur

tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Pelaksanaan model pembelajaran

ini, siswa ditugaskan untuk bekerja dalam satu kelompok yang terdiri dari

4-5 orang setelah guru menyampaikan bahan pelajaran dan mengharuskan

semua anggota menguasai pelajaran itu. Setelah melakukan kegiatan diskusi

setiap anggota kelompok akan diberi ujian atau kuis secara individu. Nilai

yang diperoleh setiap anggota dikumpulkan untuk memperoleh nilai

kelompok. Sehingga untuk mendapatkan penghargaan, setiap siswa dalam

kelompok harus membantu kelompoknya.

4. Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran dengan mengacu

pada lima langkah pokok, yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan siswa, (2) mendemonstrasikan pengetahuan dan

keterampilan, (3) membimbing pelatihan, (4) mengecek pemahaman dan

memberikan umpan balik, (5) memberikan kesempatan untuk pelatihan

(35)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada bab IV dan

temuan selama pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan pembelajaran langsung, diperoleh beberapa

kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut

adalah:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mengikuti

pembelajaran koopertif tipe STAD lebih tinggi dari pada siswa yang

mengikuti pembelajaran langsung. Hal ini dapat dilihat dari analisis data

yang yang diperoleh dimana nilai signifikansi untuk peningkatan

kemampuan pemecahan masalah adalah 0.000, nilai signifikan tersebut

lebih kecil dari (0,000 < 0,05) sehingga hipotesis H0 ditolak

sehingga selanjutnya dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan

pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan model kooperatif tipe

STAD lebih tinggi dari pada yang diajarkan dengan pembelajaran

langsung.

2. Peningkatan sikap positif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran

koopertif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang mengikuti

pembelajaran langsung. Hal ini dapat dilihat dari analisis data yang yang

(36)

matematis adalah 0.000, nilai signifikan tersebut lebih kecil dari

(0,000 < 0,05) sehingga hipotesis H0 ditolak sehingga selanjutnya dapat

disimpulkan bahwa peningkatan sikap positif matemtis siswa yang

diajarkan dengan model kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada yang

diajarkan dengan pembelajaran langsung.

3. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memiliki sikap positif matematis tinggi lebih tinggi dari pada siswa yang

memiliki sikap positif rendah. Dimana nilai signifikansi yang diperoleh

adalah 0,736. Nilai signifikan tersebut lebih besar dari (0,736 >

0,05) sehingga hipotesis H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang memiliki sikap positif matematis tinggi lebih

tinggi dari pada siswa yang memiliki sikap positif rendah.

4. Interaksi antara model pembelajaran dengan sikap positif matematis

(tinggi, rendah) siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah nilai F

hitung adalah 11,220 dengan Signifikan 0,001 lebih kecil dari taraf

signifikansi 0,05 maka H0 ditolak, artinya terdapat interaksi antara model

pembelajaran dengan sikap positif (tinggi, rendah) siswa terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Ini menunjukkan

bahwa gain ternormalisasi rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa

dengan sikap positif matematis (tinggi, rendah) siswa yang diajar dengan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbeda secara signifikan

(37)

5. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan

pemecahan masalah pada kelas pembelajaran kooperatif tipe STAD

memenuhi kriteria lebih baik daripada proses penyelesaian jawaban siswa

dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah pada kelas

pembelajaran langsung.

5.2. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, adapun implikasinya

adalah terhadap pemilihan model pembelajaran oleh guru matematika. Guru

matematika di sekolah menengah pertama harus mempunyai cukup pengetahuan

teoritis maupun keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang

menghadirkan masalah kontekstual, mampu mengubah siswa menjadi lebih aktif,

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya

sendiri.

Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan model

kooperatif tipe STAD siswa menjadi aktif mengemukakan pendapatnya. Diskusi

dalam kelompok yang terjadi menjadikan siswa yang berkemampuan tinggi

membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah. Diskusi antar kelompok

menjadikan siswa lebih kritis dalam menanggapi hasil pekerjaan dari kelompok

lain serta dalam diskusi terjadi refleksi atas penyelesaian yang telah dilakukan

pada masing-masing kelompok. Siswa yang pembelajarannya menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih terampil dalam menyelesaikan masalah

(38)

5.3. Saran

Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, maka disampaikan

beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada berbagai pihak yang

berkepentingan dengan hasil penelitian ini. Rekomendasi tersebut sebagai

berikut.

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran menggunakan kooperatif tipe STAD pada pembelajaran

matematika yang menekankan kemampuan pemecahan masalah dan

sikap positif matematis siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya

dalam mengajarkan materi Teorema Pythagoras.

b. Pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD hendaknya

diterapkan pada materi yang esensial menyangkut benda-benda

yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat

memahami pelajaran yang sedang dipelajari.

c. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana

belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan

cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa

menjadi berani beragumentasi, lebih percaya dan kreatif.

d. Agar pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD lebih efektif

(39)

pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat

perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran

yang baik (Buku Guru, Buku Siswa, LKS, RPP, media yang digunakan).

e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori

pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat

melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga

pembelajaran konvensional, langsung atau biasa secara sadar dapat

ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Kooperatif tipe STAD dengan menekankan kemampuan pemecahan

masalah dan sikap positif matematis masih sangat asing bagi guru

maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau

lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah dan sikap positif matematis siswa.

b. Kooperatif tipe STAD dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam

meningkatkan kemampuan kemampuan pemecahan masalah dan sikap

positif matematis siswa pada pokok bahasan Teorema Phytagoras

sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan

sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan

(40)

3. Kepada peneliti Lanjutan

a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan kooperatif tipe STAD dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan sikap positif

matematis siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian

yang maksimal.

b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan kooperatif tipe STAD dalam

meningkatkan kemampuan/aspek matematika lain dengan menerapkan

lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2006, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Arikunto, S.2007. Menajemen Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta

Atun, Isrok. 2006. Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Siswa SMA. Bandung: Tesis UPI

Brown dan Holtzman . http://rizcafitria.wordpress.com/2011/04/30/sikap-belajar-peserta-didik. (Accessed 15Januari 2012)

Budiningsih, Astri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri http://mtkstkip.blogspot.com/2012/08/kemampuan pemec ahan-masalah-matematika.html. (Accessed 15Januari 2012)

Isjoni. 2009. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok. Bandung:Alfa Beta

Jihad, Asep.2006.Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswadengan Metode IMPROVE disertai Embedded test (Studi Eksperimen di Madrasah Aliyah Negeri 2 Bandung).Bandung: Tesis SPs UPI.

Lie, A. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : PT Grasindo

Marzuki, Ahmad. 2006. Implementasi Pembelajaran Kooperatif dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Bandung: Tesis UPI

Nazir, Moch. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

(42)

Nuharini, Dewi. 2008. Matematika Konsep dan Aplikainyauntuk SMP/MTs kelas VIII. Jakarta: Diknas

Nurlela.2011. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Pada Penmbelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan Kalkulator. Medan: Tesis UNIMED

Pasaribu, Feru Tiona. 2011. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Dengan Menggunakan Pendekatan

Matematika Realistik.Tesis. PPs UNIMED.Medan

Polya. (http://sin-riyanti.blogspot.com/2012/10/kemampuan-pemecahan-masalah-matematis.html. (Accessed 15Januari 2012)

Ruseffendi, E.T. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung :Tarsito

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta: Rajawali Pers

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logisdan Kemunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah PertamaMelalui Pendekatan Matematika Realistik. Desertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Shadiq. www.fadjarpg.wordpress.com. (Accessed 15Januari 2012)

Slavin, RE. 2005. Cooperatif learning. Bandung: Nusa Media

Sinaga, B, &Situmorang, M. (2010). An Analysis of Interaction and Mathematical Communication of High School Student in Jigsaw Cooperative Learning. Jurnal Pendidikan Matematika. PPs UNIMED. Medan

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis

Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif.

Surabaya: UNESA University Press

Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

(43)

Sukirno. 2012. Three in One Matematika untuk SMP/MTs kelas VIII. Jakarta:Erlangga

Sumarmo. http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/. (Accessed 15Januari 2012)

Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning (Teori dan Aplikasi Paikem). Surabaya: Pustaka Belajar

SutartoHadi, 2005. Pendidikan Matematika Realistis dan Implementasinya.Tulip: Banjarmasin.

Tim Pascasarjana Unimed. (2010). Pedoman Administrasi dam Penulisan Tesis &

Disertasi. PPs UNIMED. Medan.

Trianto, (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta.

Tim MKPMB Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Gambar

Tabel 4.27  Deskripsi N-Gain Pemecahan Masalah Kelompok Eksperimen
Gambar 4.14 Proses Penyelesaian jawaban Siswa Butir Soal Nomor 2

Referensi

Dokumen terkait

Individu menggunakan zat dalam jumlah yang besar atau lebih banyak dari yang dimaksudkan dan dalam jangka waktu yang lama. 2) Individu memiliki keinginan atau upaya mengurangi

Data yang kami butuhkan tentang seberapa besar efektivitas penggunaan fasilitas hotspot internet sebagai salah satu sumber belajar siswa di SMA Negeri 1 Godean Yogyakarta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui temperatur maksimum sebesar 58,4 o C, nilai maksimum dari rata–rata efisiensi kolektor sebesar 0,825 %, dan efisiensi sistem sebesar 35,907

[r]

Penggunaan sebuah piranti server terdedikasi kurang efisien apabila hanya digunakan untuk sistem operasi tunggal dengan kebutuhan sumberdaya kecil. Mesin

Tujuan perencanaan riset pasar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat.. dan tepat untuk menjadi agen/reseller dari produk Sampo Herbal tersebut. Menyusun Biaya Perencanaan

Penelitian sifat pemesinan kayu kelapa sawit terkompregnasi menunjukkan bahwa jenis cacat yang muncul pada masing-masing proses pemesinan adalah serat patah.. (torn

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga untuk penaw aran paket pekerjaan tersebut diatas, dengan ini kami sampaikan bahw