• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK AKSI DEMONSTRASI

YANG DILAKUKAN OLEH AKTIVIS ORGANISASI

KEMAHASISWAAN INTRA DAN EKSTRA KAMPUS

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan pada

Universitas Negeri Semarang

Oleh

Tur Santoso

NIM 3401404009

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi pada:

Hari : Tanggal :

Dosen Pembimbing I

Drs. Setiajid, M.Si

NIP 19600623 198901 1 001

Dosen Pembimbing II

Moh. Aris Munandar, S.Sos., MM NIP 1972724 200003 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Drs. Slamet Sumarto, M.Pd NIP 19610127 198601 1 001

(3)

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Tanggal :

Penguji Skripsi

Drs. Sunarto, M.Si NIP 19630612 198601 1 002

Anggota I

Drs. Setiajid, M.Si

NIP 19600623 198901 1 001

Anggota II

Moh. Aris Munandar, S.Sos., MM. NIP 1972724 200003 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. Subagyo, M.Pd NIP19510808 198003 1 003

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 25 Agustus 2009

Tur Santoso NIM 3401404009

(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Seonggok kemanusiaan sedang terkapar, siapakah yang bertanggungjawab terhadapnya? bila semua pihak menghindar, biarlah Aku yang menanggungnya,

seluruhnya atau sebagian.” (Rahmat Abdullah)

“Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna ke-Islamannya kecuali jika ia menjadi politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Ke-Islaman seseorang menuntutnya

untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsa.” (Hasan Al Banna)

Dengan mengucap syukur dengan segala tuntunan-Nya dan sholawat kepada Muhammad SAW Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Orang Tuaku, “Alm. Bapak Suharto Slamet dan Mamak Sodiyah” Semoga Allah menyayangi kalian melebihi kasih sayang kalian kepadaku Do’akan Aku agar menjadi anak yang sholih,

Saudara-saudaraku “Kang Gito, Yu Tarmuti, Kang Birin, Yu Uti” Semoga menjadi kelurga yang sakinah,

Sang Murobbi; Abah Supriyadi, Abah Untung, Abah Idris, Abah Maryanto, Abah Eko dan Abah Solikin

Syukron Jazakumullah atas Tarbiyahnya,

Ikhwah Fillah dan para Aktivis Mahasiswa Kobarkan semangat, tegakkan keadilan, bangun Indonesia penuh berkah,

“My Nightingale” Semoga rekanan ini terus terukir indah.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dapat diselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas

Negeri Semarang” dengan lancar. Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Melalui skripsi ini penulis banyak belajar tentang aktivitas partisipasi politik mahasiswa serta bagaimana kepedulian para aktivis mahasiswa terutama para aktivis mahasiswa Unnes terhadap persoalan yang ada di masyarakat untuk berjuang membantu mencari solusi dan perbaikan terhadap kondisi yang tidak diharapkan oleh masyarakat secara umum.

Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang membantu langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si., Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Subagyo, M. Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial.

3. Drs. Slamet Sumarto, M. Pd., Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. 4. Drs. Setiajid, M. Si, Dosen Pembimbing I yang telah dengan sabar dan tekun

membimbing dan memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis.

(7)

5. Moh. Aris Munandar, S. Sos., MM., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan serta berbagi pelajaran berharga dan pengalamannya saat menjadi aktivis mahasiswa.

6. Drs. Sunarto, M.Si., Dosen Penguji Utama Skripsi ini yang telah menguji dengan teliti dan sabar serta memberikan banyak masukan kepada penulis. 7. Para pimpinan Organisasi Kemahasiswaan di lingkungan Unnes yang telah

banyak membantu pengumpulan data peneltian dalam penulisan skripsi ini. 8. Rekan seperjuangan kampus, Agus, Gery, Tony, Eko, Miftah, Andi, Wargo,

Evy, Eti, Sumbini, Ismun, Elyna, Tiara, Purwa, Ani, dan ikhwah sekalian Jazakumullah atas hikmah yang kalian ajarkan.

9. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

Akhirnya besar harapan bahwa penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif di dalam dunia pendidikan lebih khusus pendidikan politik mahasiswa.

Semarang, Agustus 2009

Penyusun

(8)

SARI

Santoso, Tur. 2009. Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang. Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang. Drs. Setiajid, M.Si. dan Moh. Aris Munandar, S.Sos.,MM. 85h. Kata Kunci: Karakteristik, Aktivis Mahasiswa, Aksi Demonstrasi

Aksi demonstrasi menjadi sarana yang paling sering digunakan para aktivis mahasiswa pada perannya dalam partisipasi politik. Para mahasiswa yang terlibat aktif dalam aksi demonstrasi memiliki ciri-ciri antara lain; 1) aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan; 2) mempunyai keberanian menyampaikan pendapat; 3) cukup mempunyai pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian untuk berpendapat; dan 4) mempunyai empati terhadap persoalan yang berkembang.

Hampir setiap isu yang berkembang bisa menjadi bahan isu untuk melakukan aksi demonstrasi. Namun kecenderungan tidak ada kerjasama, koordinasi dan koalisi dalam mengusung sebuah isu bersama dalam aksi demonstrasi terutama terlihat perbedaan antara aktivis organisasi kemahasiswaan intra kampus dengan aktivis organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Sehingga yang terjadi adalah mereka seakan-akan menjadi terkotak-kotak dan mengurusi kepentingannya masing-masing.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes? Dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi. Penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes, dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi.

Populasi penelitian ini adalah aktivis mahasiswa Unnes pada tahun 2009 yang berjumlah 545. Pengambilan sampel yang berjumlah 136 aktivis mahasiswa dilakukan dengan Stratifield Proportional Random Sampling dan Area Probability Sample. Fokus penelitian ini adalah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes, dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi. Alat pengumpul data yang digunakan adalah angket, wawancara dan dokumentasi dengan analisis kuantitatif dan kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aktivis mahasiswa adalah (1) tidak ada fokus perhatian suatu isu dalam aksi demonstrasi, namun pada urutan isu fokus perhatian, pada aktivis Ormawa intra kampus menempatkan isu lokal internal perguruan tinggi pada

(9)

urutan kedua setelah isu nasional politis kemudian diikuti isu-isu yang lainnya, sedangkan pada aktivis Ormawa ekstra kampus menempatkan isu lokal internal perguruan tinggi pada urutan terakhir setelah isu-isu yang lainnya. (2) tingkat partisipasi keikutsertaan dalam aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra kampus dengan kriteria “Rendah” lebih rendah dibanding aktivis Ormawa ekstra kampus dengan kriteria “Sedang”.

Saran bagi mahasiswa pada umumnya bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin terjun dalam dunia aktivis mahasiswa serta memberikan gambaran tentang salah satu bentuk partisipasi politik mahasiswa. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa aktivis mahasiswa memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya, sehingga membutuhkan bantuan dan dukungan yang positif dari berbagai pihak.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

1.5.Penegasan Istilah ... 6

1.6.Sistematika Skripsi ... 7

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori ... 8

2.1.1. Sejarah Singkat Gerakan Mahasiswa ... 8

(11)

2.1.2. Aktivis Mahasiswa ... 19

2.1.3. Kebebasan Mengeluarkan Pendapat ... 24

2.1.4. Aksi Demonstrasi sebagai Bentuk Partisipasi Politik ... 28

2.1.5. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik ... 35

2.2.Kerangka Berfikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Metode Pendekatan ... 41

3.2.Metode Penentuan Objek ... 41

3.3.Fokus Penelitian ... 45

3.4.Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5.Analisis Instrumen Penelitian ... 49

3.6.Teknik Analisis Data ... 53

3.7.Prosedur Penelitian ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ... 55

4.1.1. Gambaran Umum Aktivis Mahasiswa Unnes ... 55

4.1.2. Isu dan Aksi Demonstrasi dalam Pandangan Aktivis Mahasiswa ... 58

4.1.3. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Unnes terhadap Isu-Isu Aksi Demonstrasi ... 64

4.1.4. Tingkat Partisipasi Keikutsertaan Aktivis Mahasiswa Unnes dalam Aksi Demonstrasi ... 68

4.2.Pembahasan ... 72

(12)

4.2.1. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Unnes ... 72 4.2.2. Aktivis Mahasiswa Unnes dalam Aksi Demonstrasi ... 77 BAB V PENUTUP

5.1.Simpulan ... 82 5.2.Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA ... 84

(13)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ... 32 2. Tabel 3.1. Daftar Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Kampus

Unnes Tahun 2009 ... 42 3. Tabel 3.2. Sampel Penelitian Aktivis Mahasiswa Unnes ... 44 4. Tabel 4.1. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Ormawa Intra Kampus .... 66 5. Tabel 4.2. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Ormawa Ekstra Kampus . 66 6. Tabel 4.3. Frekuensi Keikutsertaan Aktivis Ormawa Intra Kampus

dalam Aksi Demonstrasi ... 69 7. Tabel 4.3. Frekuensi Keikutsertaan Aktivis Ormawa Ekstra Kampus

dalam Aksi Demonstrasi ... 70

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1. Hierarkhi Partisipasi Politik ... 32

2. Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir Penelitian ... 40

3. Gambar 3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wawancara ... 47

4. Gambar 4.1. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

5. Gambar 4.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah ... 57

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat-Surat Penelitian.

Lampiran 2 Instrumen Penelitian (Kuesioner dan Pedoman Wawancara). Lampiran 3 Perhitungan Validitas Item Soal Instrumen.

Lampiran 4 Perhitungan Reliabilitas Instrumen. Lampiran 5 Daftar Responden Penelitian.

Lampiran 6 Daftar Aksi Demonstrasi yang pernah dilakukan oleh Aktivis Mahasiswa Unnes.

Lampiran 7 Klipping Aksi Demonstrasi Aktivis Mahasiswa dalam Media Massa.

(16)

Lampiran 1

(17)

Lampiran 2

Instrumen Penelitian

(Kisi-Kisi Kuesioner, Kuesioner dan

(18)

Lampiran 3

Perhitungan Validitas

(19)

Lampiran 4

(20)

Lampiran 5

(21)

Lampiran 6

Daftar Aksi Demonstrasi yang Pernah

(22)

Lampiran 7

Klipping Aksi Demonstrasi Mahasiswa

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kaum muda, baik mahasiswa maupun bukan, dalam sejarah kehidupan politik bangsa Indonesia memiliki tempat tersendiri sebagai salah satu komponen strategis yang senantiasa tampil di depan. Sejak masa reformasi bergulir, peran kaum muda begitu menentukan seiring dengan geliat demokrasi yang semakin bergerak cepat bahkan meninggalkan kesiapan masyarakat dalam menyambutnya.

Mahasiswa adalah aset bangsa, agenda yang mereka perjuangkan sangat populis dan realistis. Mahasiswalah yang bisa membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap rezim tiran. Mahasiswalah yang bisa mengawal reformasi hingga ke titik tujuan. Rakyat menaruh harapan atas kekuatan intelektual dan kekuatan aksi yang mahasiswa miliki.

Amien Rais (1997:100) dalam bukunya Suksesi dan Keajaiban Kekuasaan, mengomentari para pemuda sebagai berikut;

” Pesan itu adalah bahwa mereka ingin melihat perubahan dan penyegaran kehidupan bangsa. Mereka anak muda bangsa itu, ingin mengatakan bahwa mereka menolak kemapanan atau status-quo yang mereka nilai sudah karatan di sana sini. Ada karat korupsi-kolusi, ada karat pelecehan penegakan hukum, ada karat kesenjangan sosial yang makin tajam, dan sejumlah karat lain yang bagi mereka sudah cukup membuat pengap kehidupan.”

Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi

(24)

wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku-buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya.

Selain kekuatan intelektual yang identik dengan aktivitas ilmiah, mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk menguatkan potensi kepekaan sosial politiknya.

Disebut kepekaan sosial karena mahasiswa pada dasarnya adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga merasakannya. Kenaikan harga BBM, harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas kuliah. Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi umumnya selalu merupakan hasil efek samping dari aktivitas politik, semisal disahkannya suatu Undang-Undang. Undang-Undang Ketenagakerjaan misalnya akan mempengaruhi kesejahteraan dan taraf hidup para buruh.

(25)

Berbagai metode dapat dilakukan. Dari bentuk pendampingan, advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan legislatif, hingga aksi demonstrasi. Demonstrasi adalah alternatif metode dalam menyuarakan pendapat, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang anti demokratis dan tiran.

Aksi demonstrasi menjadi sarana yang paling sering digunakan pada masa sekarang ini. Namun dengan maraknya aksi demonstrasi yang hampir setiap hari dapat kita jumpai membuat masyarakat seakan mulai jenuh karena tidak melihat hasil riil dari aksi tersebut. Hingga terkadang bermunculan stigma negatif dari masyarakat yang menilai aksi demonstrasi percuma dilakukan, bahkan dinilai aksi demonstrasi hanya untuk kepentingan politik praktis hingga aksi demonstrasi bayaran pun kerap dilontarkan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Martien Herna Susanti dan AT Sugeng Priyanto (2006: 24) menyimpulkan bahwa para mahasiswa yang terlibat aktif dalam aksi demonstrasi memiliki ciri-ciri antara lain; 1) aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan; 2) mempunyai keberanian menyampaikan pendapat; 3) cukup mempunyai pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian untuk berpendapat; dan 4) mempunyai empati terhadap persoalan yang berkembang.

(26)

yang lebih dalam menyampaikan pendapat, begitu pula lebih mempunyai pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian untuk berpendapat, disamping itu lebih memiliki empati terhadap persoalan yang muncul di masyarakat serta tergerak untuk bertindak dibanding mahasiswa pada umumnya.

Aksi demonstrasi kerap kali dilakukan oleh para aktivis mahasiswa. Hampir setiap issu yang berkembang bisa menjadi bahan issu untuk melakukan aksi demonstrasi. Namun apakah di antara aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para aktivis memiliki karakteristik yang sama? Apalagi terjadi kecenderungan tidak ada kerjasama, koordinasi maupun koalisi dalam mengusung sebuah issu bersama dalam aksi demonstrasi terutama terlihat perbedaan antara aktivis mahasiswa organisasi kemahasiswaan intra kampus dengan aktivis mahasiswa organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Sehingga yang terjadi adalah mereka seakan-akan menjadi terkotak-kotak dan mengurusi kepentingannya masing-masing.

(27)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimanakah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes? Dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi.

1.3. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes, lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

(28)

1.4.2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa aktivis mahasiswa memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya, sehingga membutuhkan bantuan dan dukungan yang positif dari berbagai pihak.

1.5. Penegasan Istilah

Judul dalam penelitian ini adalah “Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra Dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang”. Untuk menjelaskan jalannya penelitian maka perlu ada batasan operasional agar orang lain yang berkepentingan dalam penelitian ini mempunyai persepsi yang sama dengan peneliti. Batasan operasional yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut: 1.5.1. Aktivis Mahasiswa Unnes adalah mahasiswa yang berstatus sebagai mahasiswa Unnes yang berkecimpung di dalam organisasi kemahasiswaan atau menjadi fungsionaris atau pengurus organisasi kemahasiswaan, baik organisasi kemahasiswaan intra kampus maupun organisasi kemahasiswaan ekstra kampus di lingkungan Unnes.

(29)

1.6. Sistematika Skripsi

Penulisan skripsi ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi.

Bagian pendahuluan skripsi meliputi halaman judul, sari, pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar table, daftar gambar dan daftar lampiran.

Bagian isi skripsi terdiri dari lima bab. Bab I Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi. Bab II Landasan Teori dan hipotesis yang berisi teori-teori yang mendukung dan berkaitan dengan permasalahan. Bab III Metode Penelitian yang berisi metode pendekatan, metode penentuan objek yang berisi populasi dan sampel, fokus penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas dan teknik analisis data serta prosedur penelitian. Bab IV Hasil dan Pembahasan yang merupakan capaian yang diinginkan dalam penelitian ini, dan Bab V Penutup yang berisi simpulan dan saran.

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Sejarah Singkat Gerakan Mahasiswa

2.1.1.1. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Berbagai Negara

Dalam perubahan sosial di berbagai negara, peran gerakan mahasiswa adalah komplek dan penting, meski tidak selalu menentukan. Mereka lebih sering mencerminkan perubahan kekuasaan di antara kelas-kelas. Demonstrasi dan gerakan mahasiswa memainkan peran yang cukup penting dalam penggulingan Peron di Argentina pada tahun 1955; kejatuhan Perez Jimenez di Venezuela pada tahun 1958; perlawanan yang sukses terhadap Diem di Vietnam pada tahun 1963; kerusuhan massif melawan Perjanjian Keamanan Jepang-AS di Jepang pada tahun 1960, yang memaksa pengunduran diri pemerintah Kishi; gerakan anti Soekarno pada tahun 1966; kejatuhan Ayub Khan di Pakistan pada tahun 1956; demonstrasi Oktober untuk kebebasan yang lebih besar di Polandia pada tahun 1956; Revolusi Hongaria tahun 1956; dan gerakan untuk pembebasan di Cekoslovakia pada tahun 1968.

Gerakan mahasiswa dapat menjadi bagian dari gerakan sosial ataupun berkembang menjadi gerakan politik, yang membedakan adalah pelakunya, yaitu para mahasiswa yang merupakan kelompok generasi muda yang kritis dan memiliki intelektualitas karena merupakan kelompok yang

(31)

mampu mengenyam pendidikan sampai taraf tinggi. Mahasiswa juga mampu merepresentasikan barometer yang sangat sensitif yang secara setia merefleksikan animo bergerak masyarakat.

Kemunculan gerakan mahasiswa dimulai sejak munculnya universitas-universitas pertama di dunia. Mahasiswa di Bologna dan Paris selama Abad pertengahan adalah sumber utama ketegangan. Kerusuhan adalah fenomena umum di banyak universitas. Martin Luther mendapatkan dukungan besar dari mahasiswa Wittenberg dan universitas di Jerman lainnya. Bahkan Martin Luther dipaksa menahan mahasiswa agar protes mereka tidak terlalu jauh hingga menyerang Paus dan Kaisar.

(32)

Isu pendidikan yang menjadi awal revolusi Perancis 1986 berkembang lebih maju menjadi perombakan sistem pendidikan dan sistem politik. Slogan yang terkenal adalah: Kekuasaan Ada Di Jalan Bukan Di Parlemen! Ini adalah sebuah fenomena yang membuat pemerintahan Barat menggigil, ini adalah penolakan atas institusi-institusi politik yang sangat elitis dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mereka.

Radikalisasi gerakan mahasiswa di era 1960an memiliki akarnya pada krisis imperialisme di satu sisi dan krisis yang dialami Stalinisme dan Sosial Demokrasi di sisi lain. Imperialisme sejak tahun 1950an akhir telah menghadapi banyak tantangan. Berbagai macam perlawanan gerakan Kiri terjadi, seperti di Algeria, Indocina, Kuba, Korea. Di negeri imperialis sendiri muncul beberapa perlawanan, di Amerika Serikat muncul gerakan Afro-Amerika. Sementara itu dalam bidang ekonomi, di negeri-negeri imperialis terjadi ekspansi luar biasa dalam kapasitas produksi dan kompetisi antara kekuatan industri besar untuk memperebutkan pasar semakin intensif.

(33)

2.1.1.2. MunculnyaGerakanMahasiswadiIndonesia.

Kaum terpelajar Indonesia muncul seiring dibangunnya sekolah-sekolah oleh Belanda pada abad ke 18. Pada tahun 1819, Belanda membangun sekolah Militer di Semarang, kemudian sekolah-sekolah umum seperti Sekolah Tinggi Leiden (1826), Institut Bahasa Jawa Surakarta (1832), Sekolah Pegawai Hindia Belanda di Deflt (1842) dan Sekolah Guru Bumiputera di Surakarta (1852). Sekolah-sekolah tersebut diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan pegawai tinggi Pribumi. Baru pada tahun 1871 dikeluarkan UU Pendidikan pertama yang membuka akses pendidikan bagi kaum Pribumi.

Hingga tahun 1920an tidak terdapat universitas di Hindia Belanda. Hanya Pribumi kaya, umumnya Bupati, yang mampu mengirim anak mereka belajar di Eropa. Perguruan tinggi pertama muncul pada tahun 1920, yakni Sekolah Tinggi Teknik Bandung. Ini disusul dengan Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada tahun 1924.

(34)

perlawanan terhadap para pedagang-pedagang Cina, tetapi juga digunakan sebagai front untuk melawan semua bentuk pernghinaan terhadap rakyat bumiputera.

Ketika para mahasiswa Indonesia di Belanda kembali ke tanah air, mereka mempraktekan ide-ide mereka dengan membuat Study Clubs untuk berdiskusi dengan pimpinan-pimpinan partai dan intelektual. Salah satu study club tersebut adalah Algemeene Study Club di Bandung yang didirikan pada tahun 1925 oleh Ir. Soekarno. Pada tahun 1930 hampir semua perkumpulan pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia Muda. Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942 terjadi pelarangan semua kegiatan yang berbau politik dan membubarkan semua organisasi pelajar dan mahasiswa, serta partai politik. Banyak perguruan tinggi ditutup. Jumlah mahasiswa sendiri sangatlah kecil, pada waktu itu hanya 637 orang. Angka lain menyebutkan sekitar 387 orang. Sedangkan Joseph Fischer menyatakan, jumlah sarjana Indonesia pada permulaan masa kemerdekaan adalah 1.100 orang.

Kondisi yang sangat represif itu, membuat mahasiswa dan pemuda memilih kegiatan berkumpul dan bersiskusi di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah kemerdekaan adalah Asrama ”Angkatan Baru Indonesia” (Menteng 31), Asrama ”Fakultas Kedokteran” dan Asrama ”Indonesia Merdeka” (Kebon Sirih).

(35)

serta Ibu Fatmawati dan Guntur kemudian membawanya ke Rengasdengklok. Tindakan ini diambil karena Soekarno dan Hatta ragu-ragu menyatakan kemerdekaan saat jepang telah kalah.

Tanggal 1 September 1945, para pemuda yang telah berjasa mempersiapkan kemerdekaan mendirikan sebuah organisasi bernama Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang diketuai oleh Wikana yang bertujuan untuk menyatukan pemuda-pemuda yang sebelumnya tergabung dalam sebuah komite aksi. Disamping itu juga berdiri Barisan Buruh Indonesia (BBI), Barisan Rakyat (Bara), dan Seniman Indonesia Muda (SIM).

(36)

kecil mahasiswa di Bandung, Bogor dan Yogyakarta, yang selanjutnya lebih mendekat ke PKI.

Selain organisasi-organisasi yang didasarkan ideologi tertentu, muncul juga banyak organisasi mahasiswa berdasarkan profesi dan komunitas, seperti Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH) di Bogor, Perhimpunan Mahasiswa Djakarta (PMD), Perhimpunan Mahasiswa Jogjakarta (PMJ) dan Masyarakat Mahasiswa Malang (MMM). Kemudian dari dalam kampus juga muncul organisasi gerakan mahasiswa seperti Dewan Mahasiswa (DM) UGM tanggal 11 Januari 1950 dan Dewan Mahasiswa UI tanggal 20 Nopember 1955.

2.1.1.3. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1966

Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan.

(37)

(Orde Baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.

2.1.1.4. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1972

Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Jakarta masih menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional.

2.1.1.5. Gerakan Mahasiswa di Indoensia Tahun 1980 an

Gerakan pada era ini tidak populer, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan demo mahasiswa dan terjadi peristiwa pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya pelaku pelemparan yaitu Jumhur Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB (pada pemilu 2004 beliau menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat Indonesia/PSI).

2.1.1.6. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1990 an.

(38)

Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi).

Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa,bahkan tidak segan-segan untuk mengeluarkan.

Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan mahasiswa dengan sebutan OTB (Organisasi Tanpa Bentuk). Masyarakat pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan gerakan komunis.

Pemberlakuan NKK/BKK maupun opini OTB ataupun cara-cara lain yang dihadapkan menurut versi penguasa ORBA, tidak membuat mahasiswa putus asa, karena di setiap even nasional dijadikan untuk menyampaikan penolakan dan pencabutan SK tentang pemberlakukan NKK/BKK.

(39)

refresif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam INDONESIA), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Kristen Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung.

2.1.1.7. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1998.

Gerakan mahasiswa pada era ini mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 Mei 1998.

Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasinya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama, politisi di luar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).

(40)

mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di gedung dewan ini, tercatat KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama) dan FORKOT (Forum Kota). Elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan, yaitu turunkan Soeharto.

2.1.1.8. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Pasca Reformasi.

Turunnya Soeharto oleh gerakan mahasiswa dan rakyat menjadikan Habibie naik menjadi Presiden RI. Pada tanggal 21 dan 22 Mei 1998, ribuan masa membentuk barisan dan berpawai menolak Habibie, menuntut dibentuknya UU Anti Monopoli, mencabut paket 5 UU Politik dan Dwi Fungsi ABRI, membebaskan tahanan politik Orde baru tanpa syarat, serta mengadili Soeharto.

Persatuan sementara gerakan mahasiswa untuk menggulingkan Soeharto terpecah pada periode Habibie. Gerakan mahasiswa terbagi menjadi dua kelompok, gerakan mahasiswa yang mendukung Habibie, dengan beberapa syarat dan gerakan mahasiswa yang menolak Habibie.

(41)

yang saat Pemilu mendukungnya. Hal ini berakibat konflik internal kabinet rezim Gus Dur. Kemudian gerakan mahasiswapun terjadi polarisasi antara gerakan pro Gus Dur dan gerakan anti Gus Dur.

Kelompok yang pertama, Badan Eksekutif Mahasiswa se-Indonesia (BEM SI) melakukan aksi-aksi penolakan terhadap Gus Dur lewat isu seperti Buloggate dan mengusulkan segera dilakukan Sidang Istimewa MPR/DPR. Kelompok yang kedua, Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia (BEM-I) melakukan aksi-aksi pendukungan terhadap Gus Dur.

2.1.2. Aktivis Mahasiswa

Aktivis berasal dari kata dasar aktivitas yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah kegiatan. Aktivis adalah subyek atau orang dalam kegiatan tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan aktivis mahasiswa adalah mahasiswa yang menjadi subyek dalam kegiatan-kegiatan organisasi kemahasiswaan. Biasanya para aktivis mahasiswa terhimpun dalam organisasi kemahasiswaan atau menjadi fungsionaris atau pengurus suatu organisasi kemahasiswaan.

(42)

universitas mempunyai landasan hukum yaitu dengan Keputusan Rektor Unnes, sedangkan Ormawa tingkat fakultas mempunyai landasan hukum yaitu dengan Keputusan Dekan Fakultas yang bersangkutan. Sedangkan untuk organisasi kemahasiswaan ekstra kampus landasan hukumnya menurut aturan yang berlaku di dalam internal organisasinya masing-masing. Organisasi kemahasiswaan dibentuk dari, oleh dan untuk mahasiswa.

Di kalangan kaum muda lebih khusus lagi mahasiswa, bahwa mahasiswa dalam hal ini adalah para aktivis mahasiswa senantiasa peka terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitarnya. Tumbuhnya kepekaan mahasiswa terhadap persoalan masyarakat ini menurut Arbi Sanit (1985) (dalam Rahmat dan Najib, 2001: xii-xiii) disebabkan paling tidak oleh lima hal. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa memiliki pandangan yang cukup luas untuk dapat bergerak di semua lapisan masyarakat.

(43)

pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.

Mahasiswa melalui penentangannya yang sistematis, menegaskan perbedaannya yang otonom dari struktur masyarakat tradisional. Suatu penentangan yang dilakukan secara sadar sebagai wujud dari kegelisahan atas kebekuan sistem sosial yang berjalan tidak normal di dalam masyarakat atau kadang-kadang dikarenakan suatu penghayatan tertentu terhadap suatu realitas yang diresapi kembali dan ditransformasikan dari struktur dunia

obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif. Untuk konteks Indonesia, kemunculan peranan kelompok ini dalam

kehidupan sosial politik bangsa Indonesia merupakan fenomena khas abad 20. Mahasiswa, disebabkan oleh beberapa kualitasnya yang spesifik, tampil sebagai suatu lapisan masyarakat yang vokal, berorientasi ke depan sehingga menjadi idealis dan tentu saja sebagai sebuah konsekuensinya, mahasiwa memiliki suatu posisi sosial tertentu dan sangat menentukan dimana di dalamnya sejumlah privelese menjadi haknya yang dikuasai secara independen.

(44)

faktor situasi dan kondisi yang melingkupinya seringkali berubah. Tetapi pada umumnya dalam suatu kondisi yang melingkupinya seringkali berubah. Tetapi pada umunya dalam suatu kondisi krisis tertentu dalam suatu masyarakat, mahasiswa yang lebih memiliki kesempatan untuk tidak terlalu jauh terseret oleh krisis itu karena faktor pendidikannya, menunjukkan peran pentingnya itu melalui responnya terhadap suatu krisis seraya mendorong lahirnya alternatif-alternatif baru bagi krisis tersebut. Saat itulah kewajiban mendasar yang dituntut darinya adalah suatu tindakan ‘heroik’, sebagai wujud responnya terhadap krisis yang timbul dan sedang dihadapi oleh masyarakat.

Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dimana ketimpangan-ketimpangan sosial seringkali nampak jelas, terbuka peluang yang lebih besar bagi lahirnya suatu krisis di dalam suatu masyarakat. Hal ini memberikan penjelasan mengapa kemudian di negara-negara berkembang ini, suatu proses radikalisasi untuk perubahan menjadi bagian yang sangat menonjol dalam dinamika kehidupan mahasiswa. Dihubungkan dengan persoalan kesempatan yang diberikan oleh suatu sistem sosial dan politik, yang memang sangatlah buruk di banyak negara berkembang, kelompok mahasiswa biasanya menunjukkan sikap enggan untuk mematuhi sistem tersebut, alih-alih memperlihatkan penentangannya.

(45)

kepentingan rakyat. Di sini timbul pertanyaan, apakah sifat ini sepenuhnya tunduk pada suatu kondisi atau situasi sosial politik tertentu.

Menurut Albach, (1988: 11-15) terjadi kemerosotan dalam gerakan mahasiswa, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

(46)

melakukan perubahan yang mendasar dan besar-besaran. Kesembilan, perubahan realitas politik eksternal. Seperti institusionalisasi lembaga-lembaga politik telah memungkinkan terserapnya sejumlah agenda politik mahasiswa dan masyarakat secara umum, walaupun tidak keseluruhan, sehingga dengan begitu aktivisme mahasiswa yang terkait erat dengan isu-isu politik masyarakat luas dapat diserap oleh institusi politik resmi.

2.1.3. Kebebasan Mengeluarkan Pendapat

Kebebasan berpendapat dan berbicara merupakan ruh demokrasi yang menjadi hak bagi setiap warga negara. Semua segi kehidupan manusia sangat membutuhkan arus pembicaraan. Melalui pembicaraan berbagai bentuk sosialisasi, kerjasama dan konsensus di antara manusia dalam

kehidupan sosial terbentuk. Presiden Roosevelt menyatakan ada 4 (empat) macam hak dalam

The Four Freedoms (Empat Kebebasan) yaitu:

1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of Speech)

2. Kebebasan beragama (Freedom of Religion) 3. Kebebasan dari ketakutan (Freedom of Fear)

4. Kebebasan dari kemelaratan (Freedom of Want) (dalam Budiardjo, 2001: 120).

(47)

aspirasi masyarakat. Miriam Budiardjo (2001:60) menyatakan bahwa syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law ialah:

1) perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara proseduril untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.

2) badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals).

3) pemilihan umum yang bebas.

4) kebebasan untuk menyatakan pendapat.

5) kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi. 6) pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Banyak sekali jaminan bagi kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, misalnya dalam Declaration of Human Rights, Pasal 19 berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas.”

(48)

ketidakbebasan berbicara dan berpendapat akan membuat pembicaraan penuh dengan ketidakpastian, kebohongan dan ketidakjujuran. Hal inilah yang menyebabkan banyak aspirasi masyarakat arus bawah (grassroots) yang tidak dapat terwujud sebagaimana mestinya.

Pada masa Orde Baru berkuasa, masyarakat yang melakukan aksi protes hampir selalu ditangkap dan diadili berdasarkan ketentuan pasal 510 KUHP. Meskipun pasal itu mensyaratkan ijin bagi pawai atau keramaian umum belaka, tetapi pihak aparat beranggapan bahwa ijin atas pawai atau keramaian umum berlaku pula untuk segala bentuk penyampaian pendapat yang berupa lisan dan tulisan. Artinya bahwa kegiatan aksi demonstrasi juga termasuk di dalamnya sebagai bentuk pawai dan keramaian umum. Karena pada masa itu belum ada ketentuan khusus yang mengatur tentang aturan penyampaian pendapat apalagi demonstasi, hanya UUD 1945 pasal 28 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat.

Padahal dalam Covenan on Civil and Political Rights, Pasal 19 berbunyi:

(1) Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan.

(49)

tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain menurut pilihannya.

Pelaksanaan hak-hak yang tercantum dalam ayat-ayat dari pasal ini membawakan kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab yang khusus. Oleh karena itu dapat dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi pembatasan-pembatasan ini terbatas pada yang sesuai dengan ketentuan hukum yang perlu:

(a) untuk menghormati hak-hak atau nama baik orang lain.

(b)untuk perlindungan kemanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan dan moral umum.

(50)

2.1.4. Aksi Demonstrasi Sebagai Bentuk Partisipasi Politik

Aksi demontrasi adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa tertentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi). Demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat kebijakan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan partisipasi politik secara umum merupakan suatu bentuk keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.

Aksi demonstrasi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog.. Dalam Trias Politika, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi pemerintahan yang korup, para legislator tidak dapat memainkan perannya, sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk aksi demonstrasi.

Aksi demonstrasi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi isu masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut mundur Soeharto dari jabatan Presiden Republik Indonesia.

(51)

oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih spesifik, aksi ini kemudian diatur dengan adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Undang-Undang ini mengharuskan panitia aksi untuk memberikan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 (tiga) hari menjelang hari pelaksanaan. Ketentuan lainnya adalah, di dalam surat pemberitahuan itu harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan, rute yang dilewati, isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain itu ada juga larangan untuk melakukan aksi pada hari-hari tertentu dan tempat-tempat tertentu.

Dalam pandangan aktivis, Undang-Undang ini pada awal pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk mengebiri suara kritis mahasiswa dan rakyat. Pada perkembangannya, Undang-Undang inilah yang digunakan oleh rezim berkuasa melalui aparat kepolisian untuk mematikan suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke penjara.

Aksi demonstrasi merupakan bagian dari bentuk partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.

(52)

(dalam Sastroatmodjo, 1995: 68). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya.

Partisipasi politik warga negara dipengaruhi oleh sistem politik yang diterapkan oleh suatu negara. Henry B. Mayo dalam buku Introduction to Democratic Theory memberi definisi tentang sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. (dalam Budiardjo, 2001:61)

Surbakti (1992: 141-142) mengkategorikan kegiatan partisipasi politik dengan sejumlah kriteria “rambu-rambu” yang menjadi konseptualisasi dari partisipasi politik itu sendiri. Pertama, partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi. Hal ini perlu ditegaskan karena sikap dan orientasi individu tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya.

(53)

alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.

Ketiga, kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik. Keempat, kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Kegiatan yang langsung berarti individu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan secara tidak langsung berarti mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat meyakinkan pemerintah. Keduanya termasuk ke dalam kategori partisipasi politik.

(54)

Almond menunjukkan macam-macam partisipasi politik sebagai berikut:

Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Konvensional Non Konvensional

Pemberian Suara (voting) Diskusi politik

Kegiatan kampanye

Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif

Pengajuan Petisi Berdemonstrasi Konfrontasi Mogok

Tindak kekerasan politik terhadap harta-benda (perusakan, pengeboman, pembakaran)

Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan) Perang gerilya dan revolusi

Sumber:Almond,1978 (dalam Suryadi, 2007: 134).

Berdasarkan taraf atau luasnya partisipasi politik, Michael Rush dan Philip Althoff menggambarkannya sebagai berikut:

Gambar 2.1.Hierarkhi Partisipasi Politik

Sumber: Rush, Michael dan Philip Althoff, 2000:140 (dalam Susanti, 2006: 7).

Menduduki jabatan politik atau administratif Mencari jabatan politik atau administratif Keanggotaan aktif suatu organisasi politik Keanggotaan pasif suatu organisasi politik Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb. Partisipasi dalam diskusi politik formal, minat umum

dalam politik

(55)

Berbagai jenis partisipasi yang tergambar dalam piramida yang basisnya lebar, tetapi menyempit ke atas sejalan dengan meningkatnya intensitas kegiatan politik. Di antara basis dan puncak terdekat pelbagai kegiatan yang berbeda-beda intensitasnya, berbeda menurut intensitas kegiatan maupun mengenai bobot komitmen dari orang yang bersangkutan. Termasuk di dalamnya memberi suara dalam pemilihan umum, mendiskusikan masalah politik, menghadiri rapat umum yang bersifat politik, dan menjadi anggota kelompok kepentingan. Yang lebih intensif lagi adalah melibatkan diri dalam berbagai proyek pekerjaan sosial, contacting atau lobbying pejabat-pejabat, bekerja aktif sebagai anggota partai politik dan menjadi juru kampanye, dan yang paling intensif, sebagai pimpinan partai atau kelompok kepentingan dan pekerja sepenuh waktu.

Mahasiswa sebagai bagian yang cukup banyak berperan dalam hal partisipasi politik perlu mendapat perhatian. Gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memberikan nuansa yang berbeda dalam hal partisipasinya untuk terlibat dalam dunia perpolitikan, namun ada beberapa fenomena dalam gerakan mahasiswa yang perlu diketahui. Phillip G. Altbach (1988: 15) berpendapat tentang adanya pergeseran fokus perhatian aktivis mahasiswa tentang isu, yaitu:

(56)

Phillip G. Altbach (1988: 134) menyatakan bahwa gerakan mahasiswa bisa dibedakan menjadi tiga tahap. Pertama, tahap kecaman terhadap masalah-masalah politik secara umum. Kedua, tahap ketika mahasiswa memusatkan perhatian pada masalah-masalah universitas. Dan tahap ketiga, merupakan fase pendirian dan pengembangan secara eksplisit organisasi dan partai politik dengan landasan ideologi politik.

Phillip G. Altbach (1988: 30) berpendapat bahwa relatif sedikit saja kampanye dan aksi demonstrasi kaum aktivis dan energi mahasiswa nampak mengatur bagi kegiatan-kegiatan nonpolitis.

Perhatian atau atensi berkaitan dengan informasi yang kita perhatikan (Baron dan Byrne, 2004: 81). Kerangka berfikir atau skema adalah kerangka mental yang berpusat pada tema-tema spesifik yang dapat membantu kita mengorganisasi informasi sosial. Kerangka berfikir telah terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi sosial (Wyer & Srull, 1994, dalam Baron dan Byrne, 2004: 81). Dalam hubungannya dengan perhatian atau atensi, kerangka berfikir seringkali berperan sebagai sejenis penyaring: informasi yang konsisten dengan skema lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita. Informasi yang tidak cocok dengan skema seringkali diabaikan (Fiske,1993 dalam Baron dan Byrne, 2004:81), kecuali informasi tersebut sangat ekstrem sehingga mau tidak mau kita akan memperhatikannya.

(57)

ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bahwa suatu isu strategis untuk diadvokasi. Antara lain; faktor aktualitas (sedang hangat atau sedang menjadi perhatian masyarakat), pada dasarnya, suatu isu dapat dikatakan sebagai isu yang strategis jika: (a) penting dan mendesak, dalam artian tuntutan memang semakin luas di masyarakat agar isu tersebut segera ditangani, jika tidak akan membawa dampak negatif lebih besar pada kehidupan masyarakat umum; (b) penad dengan kebutuhan dan aspirasi sebagian anggota masyarakat awam, khususnya lapisan mayoritas yang selama ini paling terabaikan kepentingannya; (c) akan berdampak positif pada perubahan kebijakan-kebijakan publik lainnya yang mengarah pada perubahan sosial yang lebih baik; (d) sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial yang lebih besar seperti yang dituntut oleh masyarakat.

2.1.5. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik

Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik demokrasi merupakan hak warga negara tetapi dalam kenyataan prosentase warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu negara dengan negara yang lain.

(58)

lingkungan masyarakat dan politik dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia tinggal. Yang dimaskud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah: apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak? (Surbakti, 1992: 144).

Berdasarkan tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah, Paige (dalam Sunarto, 2004: 25) membagi partisipasi politik menjadi empat tipe. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif. Sebaliknya, apabila kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis). Tipe partisipasi ketiga berupa militan radikal, yakni apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. Selanjutnya, apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi maka partisipasi ini disebut pasif.

Sebab-sebab seseorang menggunakan bentuk-bentuk partisipasi politiknya adalah berbagai motivasi yang ada pada kelompoknya dan dirinya, tentang bagaimana caranya agar tujuan-tujuannya tercapai melalui saluran-saluran politik yang ada.

(59)

gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut:

a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik. b. perubahan-perubahan struktur kelas. Masalah siapa yang berhak

berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik

c. pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern.. ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

d. konflik antar kelompok pemimpin politik. Jika timbul konflik antarelit, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum aristocrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.

e. keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi dalam pembuatan keputusan politik. (dalam Suryadi, 2007: 128)

Vaughan dan Archer (dalam Altbach, 1988: 198) menyatakan bahwa suatu ideologi dapat mempengaruhi aksi dalam hal menentukan tujuan dan memilih sarana tertentu, diantara berbagai sarana yang ada, untuk mencapai tujuan tersebut.

(60)

Adakalanya para mahasiswa dibangkitkan oleh suatu isu politik, meskipun dalam kasus-kasus tersebut demonstrasinya cenderung kecil dan tidak tercipta gerakan atau organisasi yang langgeng (Altbach, 1988: 32).

Menurut Altbach (1988:199) bahwa suatu nilai atau kepercayaan politik, dalam peran sebagai kriteria selektif, mempunyai pengaruh yang lebih langsung terhadap seleksi dari tujuan untuk bertindak, dibanding pengaruh yang dimiliki kepercayaan politik, dalam peran kriteria evaluatif. Sebab sebelum prinsip moral dan aspek-aspek evaluatif kepercayaan dapat berpengaruh terhadap aksi yang mendukung konfrontasi, aspek-aspek evaluatif tersebut harus dipandang dengan suatu cara yang khas.

2.2. Kerangka Berfikir

(61)

berdasarkan idealisme ideologi tertentu, seperti ideologi Islam, Kristen/Katholik, Pancasila, Sosialis maupun Liberal.

(62)

Gambar 2.2.

Skema Kerangka Berfikir Penelitian

Partisipasi Politik (Aktivis)

Partisipasi Politik (Aktivis)

Aksi Demonstrasi: 1. Isu Aksi Demonstrasi

2. Tingkat partisipasi keikutsertaan dalam Aksi Demonstrasi

Pendidikan Politik Pendidikan

Politik

Karakteristik Aksi Demonstrasi Aktivis

Mahasiswa Intra Kampus

Karakteristik Aksi Demonstrasi Aktivis

Mahasiswa Ekstra Kampus Ormawa Intra

Kampus

(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode survei. Menurut Nazir (2005: 56) bahwa metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual. Metode ini membedah, menguliti dan mengenal masalah-masalah serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa.

3.2. Metode Penentuan Objek

3.2.1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 108) bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Objek pada populasi diteliti, hasilnya dianalisis, disimpulkan dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) yang berjumlah 545 orang yang tersebar dalam berbagai Ormawa, antara lain Ormawa Intra Kampus yaitu; BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Unnes dan 8 BEM Fakultas di Unnes, antara lain BEM FIP,

(64)

BEM FBS, BEM FIS, BEM FMIPA, BEM FT, BEM FIK, BEM FE dan BEM FH serta 6 Organisasi Kemahasiswaan Ekstra Kampus, antara lain HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat, PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Komisariat, LMND (Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi) Komisariat dan GEMBES (Gerakan Mahasiswa Pembebasan) Komisariat di lingkungan sekitar kampus Unnes yang pengurusnya tercatat sebagai mahasiswa Unnes. Berikut daftar jumlah pengurus masing-masing Ormawa yang menjadi populasi objek penelitian:

Tabel 3.1.

Daftar Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Kampus Unnes Tahun 2009

(65)

3.2.2. Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109) bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjek anggota populasi kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua dan jika jumlah populasi lebih besar dari 100 orang, maka dapat diambil antara 10-25% atau lebih. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 25% dari seluruh populasi yang ada, yaitu ditetapkan sejumlah 136 sampel.

Penelitian ini menggunakan teknik Stratifield Proportional Random Sampling, dalam hal pengambilan sampel adalah dengan teknik Area Probability Sample (Sampel Wilayah), yaitu wilayah dibagi ke dalam organisasi-organisasi yang masuk dalam populasi atau bisa disebut subpopulasi. Selanjutnya digunakan teknik proporsional sample untuk menentukan jumlah sampel pada masing-masing subpopulasi.

Teknik sampling random dilakukan dengan cara mencampur subjek-subjek di dalam subpopulasi sehingga semua subjek-subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek yang ada untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel.

Subpopulasi ada 15, maka N1, N2,....N15. rumus sample fraction adalah:

f1 = N1 N

(66)

Keterangan:

n = Jumlah Sampel N = Total Populasi f = Sample Fraction

Berikut adalah contoh perhitungan proporsi sampel pada masing-masing subpopulasi:

n1 = f1 . n = 64 X 136 545

= 15, 97 maka jumlah sampel n1 adalah 16

Tabel 3.2. Sampel Penelitian Aktivis Mahasiswa Unnes

NO ORMAWA POPULASI SAMPEL

(67)

3.3. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan apa yang harus menjadi perhatian dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes, lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Kuesioner atau Angket

Penelitian ini menggunakan metode angket, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

Keuntungan metode angket adalah;

1) setiap responden menerima pertanyaan yang sama.

2) responden mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangan atau jawaban.

3) pengaruh subjektifitas dapat dilindungi.

4) angket dapat digunakan untuk responden yang banyak dengan waktu relatif singkat serta sedikit tenaga.

Kelemahan metode angket adalah;

1) kemungkinan ada responden yang tidak mengisi angket.

(68)

3) teknik ini belum merupakan jaminan bahwa responden akan memberikan jawaban yang tepat.

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 200), sebelum menggunakan kuesioner, ada prosedur yang harus dilalui, antara lain;

1) merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner

2) mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner. 3) Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-variabel yang lebih spesifik

dan tunggal

4) Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan teknik analisisnya.

Penelitian ini menggunakan angket dengan dua (alternatif) jawaban. Agar data dapat diolah dengan statistik maka data kualitatif ditransfer menjadi data kuantitatif. Penelitian menggunakan scoring dengan 2 alternatif, untuk pertanyaan dengan jawaban a = 1 dan b = 0. Serta pertanyaan tambahan dengan jawaban skala nilai.

Angket atau kuesioner adalah alat pengumpul data yang digunakan peneliti untuk mengetahui apakah ada perbedaan fokus perhatian issu aksi demonstrasi dan intensitas keikutsertaan dalam aksi demonstrasi di antara para aktivis mahasiswa Unnes.

3.4.2. Wawancara

(69)

atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir: 2005: 194).

Wawancara dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor seperti skema berikut: Gambar 3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi dalam Wawancara

Sumber: Nazir (2005: 195)

Dalam melakukan wawancara, peneliti harus dapat ‘menangkap’ proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang diteliti serta berusaha mendalami aspek subyektif dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti. Dengan cara tersebut diharapkan peneliti dapat mengerti bagaimana makna sosial

(70)

dan wacana-wacana yang dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara terhadap Pimpinan Organisasi Kemahasiswaan yang dalam beberapa kegiatan aksi demonstrasi berperan sebagai pimpinan aksi, baik sebagai konseptor, orator, agigator, HUMAS ataupun peran lain yang dipandang cukup strategis dalam kegiatan aksi demonstrasi antara lain; Presiden Mahasiswa Unnes, Menteri Luar Negeri BEM KM Unnes, dan beberapa Ketua Ormawa lainnya yang memiliki peran cukup strategis dalam pelaksanaan aksi demonstrasi ayng pernah ada. Peran dari metode wawancara ini sebagai pendukung dan pelengkap data penelitian.

3.4.3. Dokumentasi

Teknik atau studi dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip, buku-buku tentang pendapat, dalil, hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206).

(71)

3.5. Analisis Instrumen Penelitian

3.5.1. Validitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 144-146) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

Dalam penelitian ini, untuk mengukur validitas alat pengumpul data teknik validitas yang logis dan validitas empiris:

1) Validitas Logis

Merupakan pedoman penyusunan alat ukur yang didasarkan pada teori dan kriteria materi sasaran penelitian. Validitasnya diperoleh dengan usaha yang dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah penyusunan instrumen, yaitu dengan memecah variabel ke dalam subvariabel dan indikator-indikator, kemudian merumuskan butir-butir pertanyaan dari tiap-tiap indikator.

(72)

tersebut kepada yang berkompeten, dalam hal ini adalah Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II.

2) Validitas Empiris

Dalam validitas empiris ketepatan dapat diperoleh dengan valid. Cara pengujian ini menurut Suharsimi Arikunto (2002: 145) ada dua cara yaitu:

a) Validitas eksternal b) Validitas internal

Dalam penelitian ini digunakan validitas internal, yaitu terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung “misi” instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data dari variabel yang dimaksud.

Untuk mengukur tingkat validitas instrumen, digunakan rumus Product Moment.

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara gejala X dan Y N = jumlah subjek uji coba

∑X = jumlah dari skor item X N(∑ XY) – (∑X)(∑Y) √{N∑X²–(∑X) ²}{N ∑Y²–(∑Y)²}

(73)

∑Y = jumlah dari skor item Y

∑X² = jumlah kuadrat dari skor item X

∑Y² = jumlah kuadrat dari skor item Y

∑XY = jumlah perkalian antara item X dan item Y

Kemudian hasil rXY dikonsultasikan dengan rtabel product moment dengan  = 5%. Jika rXY > rtabel maka dikatakan valid. Jumlah soal yang diuji coba adalah 36 butir, diperoleh 31 soal valid dan 5 soal tidak valid. 31 item soal yang valid di antaranya adalah 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, dan 35. Sedangkan 5 item soal yang tidak valid adalah 6, 12, 18, 24, dan 36. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran.

3.5.2. Reliabilitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 154) bahwa reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.

Gambar

gambar dan daftar lampiran.
Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Gambar 2.2.
Tabel 3.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait