• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tunggal (satu), artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara dalam Negara. Demikian di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tunggal (satu), artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara dalam Negara. Demikian di"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan dan berkedaulatan rakyat. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari pada beberapa negara, melainkan negara itu sifatnya tunggal (satu), artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara dalam Negara. Demikian di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.

Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu di dalam negara tersebut.1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 945) Pasal 18 mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat 1 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang” ketentuan yang termuat dalam pasal ini menyiratkan mengenai pengakuan atas keberadaan pemerintahan daerah yang ada di Indonesia. Pasal 18 ayat 2 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Ketentuan Pasal 18 ayat 5 disebutkan bahwa

“Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.” Uraian pasal 18 UUD NRI

1Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 224.

(2)

945 sebagaimana disebutkan diatas dapat diketahui bahwa pemerintah daerah diberikan wewenang berdasarkan UUD NRI 1945 untuk mengatur sendiri wilayahnya, pemerintah daerah diberikan hak untuk melaksanakan otonomi atas daerahnya masing-masing dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

Ketentuan menunjukkan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Negara Indonesia selain menganut negara kesatuan dengan sistem desentralisasi juga merupakan negara hukum, hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (machstaat). Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum maka hukum harus diposisikan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahannya (supremasi hukum).2 Jelaslah bahwa Indonesia adalah suatu negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (negara hukum dan negara kesejahteraan),3 dengan kata lain Indonesia menganut suatu “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi.4

Pemikiran tentang otonomi daerah, mengandung pemaknaan terhadap eksistensi otonomi tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ada 2 (dua) pemikiran tentang prinsip

2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18.

3C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2001, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h. 147.

4 Ismail Suny, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Aksara Baru, Jakarta, h. 8.

(3)

otonomi daerah yaitu: Pemikiran Pertama, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya.5Arti dari prinsip otonomi seluas-luasnya ini mengandung makna bahwa daerah diberikan kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pemikiran Kedua, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab.6 Prinsip otonomi nyata merupakan suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 18 ayat 6 UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan Daerah (Perda) ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapatkan persetujuan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

5 Siswanto Sunarto, 2005. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 8.

6Ibid.

(4)

Peraturan daerah memiliki hak yurisdiksi setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan pembentukan peraturan daerah berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang- undangan yang secara garis besar mengatur tentang :

1. Kejelasan tujuan;

2. Kelembagaan atau organisasi 3. Pembentuk yang tepat;

4. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

5. Dapat dilaksanakan;

6. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

7. Kejelasan rumusan;

8. Keterbukaan.

Sementara itu materi muatan peraturan daerah di harapkan mengandung beberapa asas sebagai berikut:

1. Pengayoman;

2. Kemanusiaan;

3. Kebangsaan;

4. Kekeluargaan;

5. Kenusantaraan;

6. Bhineka Tunggal Ika;

7. Keadilan;

8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

9. Ketertiban dan kepastian hukum;

10. Keseimbangan, keselarasan dan keserasian;

(5)

11. Asas-asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.7

Untuk tercapainya sasaran pembangunan maka perlu dikembangkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dengan lingkungan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kehidupan sosial ekonomi bertambah banyak. Pelaksanaan pembangunan sebagai kegiatan yang makin meningkat mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistemnya yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak karenanya.8

Sesuai dengan penjelasan di atas Pemerintah Daerah Kota Denpasar dalam melaksanakan tugas di bidang pemerintahan dan pembangunan menetapkan berbagai Peraturan Daerah yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kota Denpasar sejak dulu merupakan pusat pemerintahan di Bali sebagai dengan lahan penghijauan yang luas. Namun, kini telah mengalami penyusutan lahan setiap tahunnya karena alih fungsi lahan pertanian atau lahan hijau yang digunakan untuk tempat perumahan. Pasalnya, tanah merupakan hal yang sangat esensial dan menjadi persoalan pelik di masyarakat.

Salah satu peraturan daerah yang ditetapkan untuk mengatur mengenai Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar yaitu Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar peraturan daerah ini ditetapkan tentunya bertujuan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau tentunya menjadi hal yang sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu dalam Perda No. 27 Tahun 2011 pada ketentuan Pasal 10 ayat (2) menentukan bahwa strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, terdiri atas :

7Ibid, h. 37

8Abdurrahman, 1990, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, h. 19.

(6)

a. menetapkan komponen-komponen kawasan lindung kota;

b. memadukan arahan kawasan lindung nasional dan provinsi dalam kawasan lindung kota;

c. memantapkan hutan bakau di Kawasan Denpasar Selatan sebagai kawasan taman hutan raya;

d. menetapkan Ruang Terbuka Hijau minimal 30% dari luas wilayah kota; dan

e. memanfaatkan kawasan budidaya yang dapat berfungsi lindung, seperti kawasan budidaya tanaman pangan sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau.

Ruang Terbuka Hijau dalam Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 diklasifikasikan sebagai jenis kawasan lindung, hal ini sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) huruf e dapat diketahui bahwa kawasan lindung salah satunya adalah ruang terbuka hijau.

Menurut ketentuan Pasal 42 ayat (3) Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 menyatakan bahwa : Ruang Terbuka Hijau dikembangkan seluas kurang lebih 4.700 (empat ribu tujuh ratus) hektar atau 36% (tiga puluh enam perseratus) dari luas wilayah kota yang terdiri atas :

a. Ruang Terbuka Hijau Publik, dan b. Ruang Terbuka Hijau Privat.

Ruang Terbuka Hijau Publik dikembangkan seluas kurang lebih 2.480 (dua ribu empat ratus delapan puluh) hektar atau 20% (dua puluh perseratus) dari luas wilayah kota berupa : taman-taman kota, taman rekreasi kota, lapangan olah raga, jalur hijau jalan, sempadan pantai, sempadan sungai, Tahura Ngurah Rai, hutan kota, setra, makam, estuary dam, serta areal persawahan ekowisata (Pasal 42 ayat (4) Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011). Ruang Terbuka Privat dikembangkan seluas kurang lebih 2.220 (dua ribu dua ratus dua puluh hektar

(7)

atau 16% (enam belas perseratus) dari luas wilayah berupa areal persawahan, kebun campuran serta taman pekarangan rumah dan perkantoran (Pasal 42 ayat (5) Perda No. 27 Tahun 2011)

Dengan adanya penetapan Peraturan Daerah tersebut, maka kepada masyarakat yang memiliki tanah pada daerah yang ditetapkan sebagai daerah jalur hijau dilarang mendirikan bangunan-bangunan baik permanen maupun yang tidak permanen yang tidak sesuai dengan fungsi atau peruntukan tanah tersebut. Sedangkan untuk bangunan yang telah dibangun sebelum ditetapkan Peraturan Daerah, dilarang diperluas baik ke atas maupun ke samping oleh pemiliknya.

Sepertinya halnya di Jalan Kutat Lestari, Sanur dijumpai adanya pembangunan di kawasan jalur hijau. Dimana pada lahan tersebut telah dipasangi plang papan Pengumuman Larangan Membangun dari Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar dimana lahan tersebut ruang terbuka hijau untuk Kota Denpasar.9 Tetapi ada oknum tertentu yang melakukan pembangunan di lahan tesebut. Berdasarkan hal tersebut di atas maka menarik untuk dilakukan suatu kajian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA DENPASAR DALAM PENETAPAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA DENPASAR”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas adalah :

9“Diduga Langgar Jalur Hijau DTRP Panggil Pemilik Lahan”, Bali Post, Selasa 19 Juni 2012 h.2.

(8)

1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar dalam penetapan ruang terbuka hijau?

2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pengadaan Ruang terbuka Hijau di Kota Denpasar berdasarkan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah merupakan konsekuensi logis dari pemaparan latar belakang masalah, yang menggambarkan batas penelitian; mempersempit permasalahan, dan membatasi areal penelitian.”10 Untuk tidak mengaburkan atas obyek, serta untuk menghindari adanya kesimpangsiuran obyek yang dibahas maka ruang lingkup pembahasan ini akan dibatasi. Ruang lingkup karya tulis ini dibatasi pada permasalahan pertama pelaksanaan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar dalam penetapan ruang terbuka hijau dan pada permasalahan kedua akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

No NAMA & NIM JUDUL RUMUSAN MASALAH

10 Bambang Sunggono, 2005, Metodologi Penelitian Hukum, cet.7, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.111.

(9)

1 Luh Putu Puspita Dewi

0516051074

Penegakan Hukum Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

1. Bagaimana bentuk penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah Kota Denpasar terhadap pelanggaran Perda No. 10 Tahun 1999 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar?

2. Apakah kendala dalam penegakan hukum peraturan daerah No. 10 tahun 1999 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar.

2. Indah Permatasari 0903005157

Pelaksanaan peraturan daerah kota Denpasar No. 27 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota Denpasar terkait dengan kawasan peruntukan

perumahan dan

pemukiman di

Kecamatan Denpasar Utara.

1. Bagaimanakah peraturan kawasan peruntukan perumahan dan pemukiman di Kecamatan Denpasar Utara dikaitkan dengan peraturan daerah Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kota Denpasar?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman di Kecamatan Denpasar Utara dikaitkan dengan peraturan daerah kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kota Denpasar?

(10)

Sedangkan dalam skripsi ini yang diteliti mengenai judul Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Denpasar dengan rumusan masalahnya adalah hasil karya sendiri, jika dibandingkan dengan hasil penelusuran dengan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini tidak ditemukan kesamaan.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang bersifat umum dan khusus sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk pengembangan ilmu hukum terkait paradigma Science as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini, ilmu hukum tidak akan mandek dalam penggalian atas kebenaran saja. berkaitan dengan materi tujuan umum penulisan skripsi ini untuk memahami dan mengetahui tentang Penegakan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan yang dibahas adalah :

1) Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar dalam penetapan ruang terbuka hijau.

(11)

2) Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi dalam pengadaan Ruang terbuka Hijau di Kota Denpasar berdasarkan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar.

1.6 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun kepentingan praktis, sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya terhadap Hukum Pemerintahan.

Memberikan sumbangan dan solusi secara teoritis dalam rangka merumuskan Penegakan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan Jalur Hijau Di Kota Denpasar.

1.6.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian skripsi ini yaitu sebagai berikut:

1) Manfaat bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi bagi rekan mahasiswa mengenai peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Denpasar.

2) Manfaat bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi kalangan masyarakat dalam hal untuk mengetahui Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27

(12)

Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan Jalur Hijau Di Kota Denpasar.

1.7 Landasan Teoritis

Menurut pendapat Otje Salman dan Anton F. Susanto menyatakan bahwa teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.11 Landasan teoritis merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum atau teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Hal itu dimaksud untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur baar). Untuk menjawab permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini maka digunakanlah landasan teoritis yang terdiri dari teori dan konsep sebagai berikut:

1.7.1 Konsep Negara Hukum

Indonesia merupakan negara yang termasuk ke dalam kategori negara hukum, hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan, bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Konsep negara hukum yang secara histories tumbuh dan berkembang pada dunia barat mengalami modifikasi di Indonesia untuk disesuaikan dengan cita hukum dan cita negara Indonesia berdasarkan Pancasila, sehingga disebut juga dengan

11Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, h. 29.

(13)

istilah “Negara Hukum (rechstaat) berdasarkan Pancasila”.12Mengenai tipe negara hukum dalam artian material yang juga diistilahkan dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau “Negara Kemakmuran”.13

Menurut pendapat Philipus M. Hadjon memberikan pendapat bahwa asas utama Hukum Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas demokrasi serta dasar negara Pancasila. Oleh karena itu dari sudut pandang yuridisme Pancasila, maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah “Negara Hukum Pancasila”.14 Adapun unsur-unsur dari Negara Hukum Indonesia, dikemukakan 15 meliputi:

a. hukum bersumber pada Pancasila;

b. kedaulatan rakyat;

c. pemerintah berdasarkan atas system konstitusi;

d. persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

e. kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya;

f. pembentukan undang-undang oleh presiden bersama-sama DPR;

g. dianutnya sistem MPR.

Ciri-ciri dari Negara Hukum Pancasila sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon adalah sebagai berikut:

a. keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

12Padmo Wahjono, 1982, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila, CV. Rajawali, Cet.

Ke-1, Jakarta, h. 2.

13 E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negarja Indonesia, Penerbit FHPM Univ. Negeri Padjajaran, Cet. Ke-4, Bandung, h. 21.

14I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusional Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 162

15Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia. Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur- unsurnya, UI Press, Jakarta, h.144.

(14)

b. hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan- kekuasaan Negara;

c. prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;

d. keseimbangan antara hak dan kewajiban.16

Tujuan yang hendak dicapai oleh Negara Hukum Indonesia adalah mencapai masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun material secara merata berdasarkan Pancasila. Untuk mewujudkan tujuan di atas, maka Negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat saja, akan tetapi dituntut untuk turut serta aktif secara aktif (proaktif) dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Kewajiban ini merupakan amanat para pendiri Negara Hukum Indonesia seperti yang tercantum pada Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea ke-4 (empat). Sebagai Negara Hukum maka segala aktivitas Pemerintahan dan Masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hukum menjadi landasan pokok dalam melakukan segala aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Negara Indonesia selain merupakan negara hukum juga merupakan negara demokrasi, Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat dan jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam nilai kebijaksanaan pemerintahan negara oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.17

16Philipus M. Hadjon, 1992, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi Tentang Prinsip- Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya (selanjutnya ditulis Philipus M. Hadjon I), h. 90

17 Deliar Noer, 1983, Pengantar Ke Pemikiran Politik, CV. Rajawali, Jakarta, h. 207.

(15)

Sehingga negara demokrasi merupakan negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat atau jika ditinjau dari organisasi maka berarti sebagai pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Di dalam negara hukum formal, demokrasi melatarbelakangi timbulnya pembatasan kekuasaan pemerintah melalui pembuatan peraturan perundang-undangan negara yang bersifat tertulis dan tidak tertulis.

Menurut Friedrich Julisius Stahl, yang bersumber dari sistem hukum Eropa Continental, memberikan ciri-ciri rechstaat yang berarti negara hukum, yaitu :

a. Hak-hak asasi manusia

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal dengan trias politika.

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.18

Di Indonesia konsep negara hukum merupakan terjemahan dari rechstaat, namun pola yang diambil tidak menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, artinya digunakan dengan ukuran pandangan hidup maupun pandangan bernegara. Teori mengenai negara hukum di atas dan asas yang telah dikemukakan digunakan sebagai landasan pijak oleh Pemerintah Daerah Kotamadya Denpasar dalam melaksanakan fungsi-fungsinya terutama fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kesatuan mengenai jalur hijau serta penegakannya.

1.7.2 Teori Kewenangan

18 Siswanto Sunarto, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,h. 25.

(16)

Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.19 Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.

Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.20

Pendapat lain dikemukakan oleh Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation of authority)”.

Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager)

kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggung jawab untuk melakukan tugas tertentu.21 Proses delegation of authority dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menentukan tugas bawahan tersebut 2. Penyerahan wewenang itu sendiri

3. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan

Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Wewenang yang diperoleh secara

“atribusi”, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam

19 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 154.

20 Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h.170.

21Ibid, h. 172

(17)

peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.22Setiap tindakan pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada kewenangan yang sah.

Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber antara lain:

1. Atribusi: wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Dengan demikian wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan.

2. Pelimpahan ada dua macam antara lain;

a. Delegasi: wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organisasi pemerintahan kepada organisasi lain dengan dasar peraturan perundang-undangan

b. Mandat: wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan).23

Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan.

Kewenangan menurut beliau adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang

22 Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta , h. 90.

23Ibid

(18)

tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik.24

Dalam kaitannya dengan wewenang sesuai dengan konteks penelitian ini, yaitu kewenangan yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah Kota Denpasar sebagai delegasi dari pemerintah pusat untuk membuat suatu peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah kota Denpasar dalam penetapan jalur hijau di kota Denpasar.

1.7.3 Teori Penegakan Hukum

Menurut pendapat Soerjono Soekanto, penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.25 Menurut Wayne R. LaFave dalam bukunya The Decision To Take A Suspect Into Custody, sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto menyatakan bahwa : penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.26 Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara nilai, kaidah, dan pola

24 Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta h. 29.

25Soerjono Soekanto, 2010, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 5

26Ibid, h. 7

(19)

perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun didalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, selain itu ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan- keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, apabila pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan uraian diatas, menurut pendapat Soerjono Soekanto adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu sebatas pada udang-undang saja

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.27

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum.

27Ibid, h. 8

(20)

Dengan demikian, kelima faktor tersebut dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini berkaitan dengan rumusan permasalahan kedua. Kelima faktor ini mempengaruhi pengadaan Ruang Terbuka Hijau di kota Denpasar.

1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris, Objek kajian penelitian ini meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).28

Penelitian ini dilakukan untuk memastikan apakah hasil penerapan pada peristiwa hukum in concreto itu telah sesuai atau tidak dengan ketentuan Undang-Undang atau kontrak telah

dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak, sehingga para pihak yang berkepentingan mencapai tujuannnya. Penelitian yuridis empiris harus dilakukan di lapangan dengan metode dan teknik penelitian lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak yang berkaitan langsung.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum empiris terdapat beberapa pendekatan yaitu :

- Pendekatan Kualitatif

28Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134

(21)

Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Oleh karena itu peneliti harus dapat menentukan data mana atau bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan hukum yang diharapkan atau diperlukan dan data atau bahan hukum mana yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan penelitian. Sehingga dalam analisis dengan pendekatan kualitatif ini yang dipentingkan adalah kualitas data, artinya peneliti melakukan analisis terhadap data-data atau bahan- bahan hukum yang berkualitas saja. Peneliti yang menggunakan metode analisis kualitatif tidak semata-mata bertujuan mengungkapkan kebenaran saja, tetapi juga memahami kebenaran tersebut.

- Pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif adalah melakukan analisis terhadap data berdasarkan jumlah data yang terkumpul. Analisis dengan pendekatan kuantitatif tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus statistik. Hal itu karena dalam proses pengumpulan data menggunakan kuesioner yang masing-masing item jawabannya telah diberi skala.

Analisis dengan pendekatan kuantitatif ini akan sangat diperlukan apabila peneliti akan mencari korelasi dari dua variabel atau lebih.29

Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas menggunakan jenis pendekatan kualitatif.

1.8.3 Data dan Sumber Data

29Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 192

(22)

Adapun sumber data yang didapat dari pelatihan hukum empiris dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan langsung didalam masyarakat.30 Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi di pada Pemerintahan Daerah Kotamadya Denpasar dan daerah-daerah yang ditetapkan sebagai jalur hijau. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya.

Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.31

2. Data Sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:32

i. Bahan hukum primer atau peraturan perundang-undangan, yaitu bahan hukum yang terdiri dari :

(a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

(b) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

30Ibid, h. 156

31Ibid, h. 174

32Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.

24.

(23)

(c) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali;

(d) Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan Jalur Hijau Di Kota Denpasar.

ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.

iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi.33

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder berupa data kepustakaan dengan mengumpulkan literature yang berkaitan dengan permasalahan, kemudian dilakukan pencatatan dengan mengutip bagian-bagian penting, baik yang berupa kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung serta memberikan ulasan sepertinya dari bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Selain itu, juga dilakukan pengumpulan data primer yaitu dengan cara mengadakan interview atau wawancara dengan pejabat yang terkait serta studi dokumen pada lingkungan Pemerintahan Daerah Kota Denpasar.

1.8.5 Teknik Analisis

Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktik. Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-

33Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 120

(24)

kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.34Dalam metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum dalam penelitian ini.

34Suharsini Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta, h. 194.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki empat tujuan yaitu untuk mendeskripsikan (1) Mendeskripsikan latar sosio historis pengarang novel Cerita Calon Arang, (2) Mendeskripsikan

Simpan di dalam bekas asal atau bekas lain yang diluluskan yang diperbuat daripada bahan yang sesuai, tutup ketat apabila tidak digunakan.. Simpan dan guna jauh daripada

Di era sekarang ini dan sebuah keamanan menjadi perhatian utama bagi teknologi elektronik (Niranjanamurthy and Chahar 2013) agar tetap aman seiring meningkatnya

Hipertensi adalah gangguan dalam pembuluh darah yang menyebapkan suplai oksigen dan nutrisi yang akan disalurkan terhambat disertai dengan peningkatan tekana

nilai koefisien regresi yang terbesar serta memiliki nilai probabilitas yang terkecil dari variabel lainnya. Sehingga hipotesis kedua yang mengatakan bahwa diduga

Am 89. Tiap-tiap Tiap-tiap fail hendaklah dicatat fail hendaklah dicatat pergerakannya. Sistem doket Sistem doket diamalkan oleh agensi-agensi diamalkan oleh agensi-agensi

Input data, yaitu: data Sumber PLN, Trafo, Saluran, dan beban yang diperoleh dari sistem yang terkait dengan catu daya Kawasan GI PUSPIPTEK dalam hal ini menggunakan catu

Ada tiga values, pertama dengan Creative values adalah kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab,