• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTHROPOMETRIK DAN KONDISI FISIK DENGAN PRESTASI ATLET BULUTANGKIS JUNIOR JAWA BARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTHROPOMETRIK DAN KONDISI FISIK DENGAN PRESTASI ATLET BULUTANGKIS JUNIOR JAWA BARAT."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

iv A. Latar Belakang Masalah...

B. Perumusan Masalah ………

C. Maksud dan Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Asumsi dan Hipotesis... F. Metode Penelitian... G. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian... BAB II TINJAUAN TEORITIS...

A. Bulutangkis………... 1. Sejarah Permainan Bulutangkis ………. 2. Hakikat Permainan Bulutangkis………. 3. Teknik Dasar dalam Permainan Bulutangkis ………

B. Prestasi Atlet ………

C. Anthropometrik……...

1. Pengukuran Antropometrik ………

2. Proporsionalitas ……….

3. Komposisi Tubuh ………...

D. Kondisis Fisik dalam Cabang Olahraga Bulutangkis………… 1. Kebutuhan Fisik Atlet Bulutangkis ………

2. Latihan Fisik ………..

3. Latihan Fisik Atlet Bulutangkis………..

BAB III METODE PENELITIAN... A. Metode Penelitian... B. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian... C. Definisi Operasional……... D. Instrumen dan Teknik Penelitian... E. Desain dan Alur Penelitian... F. Prosedur Pengolahan Data...

(2)

v

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... A. Hasil Penelitian………... 1. Hasil Penghitungan Komponen Kondisi Fisik... 2. Hasil Penghitungan Pengukuran Anthropometrik…………. 3. Hasil Penghitungan Komposisi Tubuh... 4. Ranking Junior Jawa Barat………... 5. Hasil Penghitungan Korelasi Kondisi Fisik dengan Anthropometri ………... 6. Perbandingan Hasil Tes Kondisi Fisik dengan Ranking Prestasi ………... 7. Perbandingan Hasil Tes Anthropometrik dengan Ranking

Prestasi ……….. 8. Perbandingan Hasil Tes Anthropometrik dengan Data

Literatur………. B. Hubungan antara Anthropometrik dan Kondisi Fisik dengan

Prestasi Atlet ………..

1. Analisis Faktor……….

2. Hasil Uji Prasyarat ……….

3. Hasil Uji Hipotesis ……….

4. Uji Simultan ………

5. Koefisien korelasi dan Determinasi Ganda... C. Hasil Temuan...

D. Pembahasan ……….

(3)
(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(5)

masyarakat Indonesia terhadap cabang olahraga Bulutangkis sangat antusias sekali, terbukti dengan banyaknya masyarakat berminat untuk bermain bulutangkis serta banyaknya lapangan bulutangkis di tiap–tiap pelosok daerah sampai diperkotaan dan juga munculnya klub – klub bulutangkis dari mulai yang kecil sampai klub yang besar. Pada saat ini olahraga bulutangkis di Indonesia prestasinya merosot sekali, terbukti gagal merebut medali pada olympiade dan juga gagal pada kejuaraan Thomas dan Uber Cup, serta gagalnya tim indonesia memenangkan dalam partai Beregu campuran kejuaraan Sudirman yang diadakan di China dan juga gagalnya meraih prestasi ditiap-tiap pertandingan internasional. Serta kalau dilihat ranking di Badminton World Federation (BWF) atlet bulutangkis Indonesia berada di bawah lima besar.

Cabang olahraga bulutangkis yang dipertandingkan sekarang ini dibagi dalam beberapa kelompok umur(usia), seperti dijelaskan dalam peraturan PBSI untuk tingkat nasional sebagai berikut:

1. Kelompok Usia dini (umur dibawah 10 tahun) 2. Kelompok Anak-anak (umur dibawah 12 tahun) 3. Kelompok Pemula (umur dibawah 14 tahun) 4. Kelompok Remaja (umur dibawah 16 tahun) 5. Kelompok Taruna (umur dibawah 19 tahun) 6. Kelompok Dewasa (umur bebas)

7. Kelompok Veteran dari (umur 35 tahun ke atas, 40 tahun ke atas,45 tahun ke atas,50 tahun ke atas,55 tahun ke atas dan seterusnya dengan interval 5 tahun,tetapi yang mendapat poin ranking hanya sampai dengan umur 55 tahun keatas).

(6)

Struktur kejuaraan PBSI ditentukan secara berjenjang mulai tingkat cabang sampai tingkat Nasional. Digambarkan dalam sebuah piramida (gambar 1). Sedangkan dalam pertandingan untuk tingkat Pekan Olahraga Daerah dibatasi dengan maksimal usia 23 tahun.

Kejurnas Kejuaraan liga bulutangkis Indonesia

Kejuaraan Sircuit Nasional

Kejuaraan Multi Kejuaraan swasta bersifat Daerah Nasional

Kejuaraan Daerah Kejuaraan Multi Cabang Kejuaraan Cabang

Gambar 1.1 Struktur Kejuaraan PBSI

Sumber : Bahan ajar Permainan bulutangkis Subarjah dan Hidayat (2007 : 216)

Kesuksesan dalam kompetisi Bulutangkis memperlukan kondisi fisik yang baik, demikian juga dengan karakteristik psikologis. Hal ini sesuai dengan Van Lieshout (2002:1) yang melaporkan bahwa kebutuhan-kebutuhan dalam olahraga yang menggunakan raket menuntut efisiensi dalam beberapa komponen kondisi fisik. Bahkan Van Lieshout ( 2002:2) menyarankan; ‘recommend that if a player

wants to achieve reasonable success in international badminton competition,

(7)

training’. Maksudnya jika seorang pemain ingin sukses dalam kompetisi

bulutangkis tingkat internasional, perlu meningkatkan kemampuan kondisi fisik untuk membantu peningkatan pelatihan tekniknya.

Kesempurnaan teknik dan faktor kondisi fisik bukan merupakan faktor penentu dalam pencapaian prestasi dalam permainan bulutangkis. Kesuksesan dalam penampilan olahraga juga didukung oleh berbagai macam variabel yang sangat kompleks yaitu termasuk fisik (kondisi secara umum dan spisifik), psikologi (personality dan motivasi), dan tubuh (morphology tubuh, anthropometri dan komposisi tubuh) (Campos dkk, 2009:147).

Campos. et al. (2009:147) selanjutnya mengatakan; ”The relationship

between morphological variables and sports performance is the object of study of

anthropometry and is an important element to be analyzed.” Maksudya hubungan

antara variabel-variabel morphologi dan sports performance merupakan obyek studi dari antropometri dan merupakan unsur yang penting untuk dianalisa. Sangat berguna untuk membuat database mengenai tubuh atlet (anthropometri) dan kondisi fisik atlet bulutangkis sebagai pembanding antara kemampuan atlet-atlet yunior pada berbagai tingkatan.

Data dari hasil pengukuran anthropometrik dapat memberikan informasi bahwa latihan telah berhasil dan membentuk tubuh yang ideal untuk permainan bulutangkis. Manning et al. (2002:1) menerangkan

`Anthropometry can be strong predictor of performance, particularly at

elite level where skill and fitness levels are maximized. At this level morphological optimization can occur with characteristics such as stature, body fat levels, muscularity and skeletal size`.

(8)

maksimal. Selain untuk mengukur keberhasilan latihan, data dari pengukuran anthropometrik dan komposisi tubuh menurut Ackland et al. (2000:1) “…data

like these are essential for accurate profiling of athletes in their preparation for

competition, or, for use with talent development squads”. Data seperti ini penting

bagi pembuatan profil atlet pada saat persiapan menjelang kompetisi atau untuk digunakan dalam menyusun tim berbakat. Analisis ini bisa optimal berdasarkan beberapa karakteristik seperti: tinggi tubuh, tingkatan lemak tubuh, muscularity dan ukuran rangka. Dari beberapa pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa data dari pengukuran anthropometrik dan kondisi fisik dapat digunakan sebagai referensi bagi atlet yang sedang mempersiapkan diri dan juga bagi pelatih dalam mengidentifikasi dan memilih atlet bulutangkis.

Penelitian mengenai hubungan profil anthropometrik dan kondisi fisik atlet dalam berbagai cabang olahraga banyak dilakukan. Tetapi untuk hubungan antropometrik dan kondisi fisik atlet bulutangkis junior Jawa Barat masih sedikit penelitian tersebut dilakukan, sehingga sangat sulit untuk menemukan data anthropometrik atlet bulutangkis terutama di Jawa Barat. Hal ini membuat pelatih dan atlet tidak mempunyai standar yang harus dicapai selama latihan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan anthropometrik dan kondisi fisik atlet bulutangkis di Jawa Barat, dengan fokus penelitian pada:

(9)

3. Membandingkan data hasil pengukuran anthropometrik dan kondisi fisik dengan prestasi atlet bulutangkis Jawa Barat.

4. Membandingkan data hasil pengukuran anthropometrik atlet bulutangkis Jawa Barat dengan data dari literatur.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, bahwa diperlukan data melalui pengukuran anthropometrik dan kondisi fisik, sehingga dapat diketahui anthropometrik (komposisi tubuh) serta kondisi fisik atlet bulutangkis junior Jawa Barat. Rumusan masalah dalam penelitian ini secara spesifik dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan anthropometrik dengan prestasi atlet bulutangkis junior Jawa Barat ?

2. Bagaimana hubungan kondisi fisik dengan prestasi atlet bulutangkis junior Jawa Barat ?

3. Bagaimana hubungan anthropometrik dan kondisi fisik dengan prestasi atlet bulutangkis junior Jawa Barat?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

(10)

khususnya tingkat propinsi, serta dijadikan bahan perbandingan dengan literatur yang lain. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui hubungan anthropometrik dengan ranking prestasi atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui hubungan kondisi fisik dengan ranking prestasi atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

3. Untuk mengetahui hubungan anthropometrik dan kondisi fisik dengan ranking prestasi atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis

a. Sebagai sumbangan penting bagi kajian ilmu olahraga mengenai betapa pentingnya pengukuran anthropometrik dan kondisi fisik dilakukan bagi atlet.

b. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu olahraga.

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi yang bermanfaat bagi para atlet bulutangkis dalam mempersiapkan diri.

(11)

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelatih dalam mencari atlet-atlet bulutangkis.

d. Hasil penelitian ini dijadikan acuan pelatih untuk meningkatkan prestasi atlet.

E. Asumsi dan Hipotesis

1. Asumsi

Anthropometrik dan kondisi fisik merupakan faktor penting bagi pencapaian prestasi atlet bulutangkis. Mannings et al. (2002:1) menerangkan tentang pentingnya anthropometri, yaitu `Anthropometry can be strong predictor

of performance, particularly at elite level where skill and fitness levels are

maximize`. Anthropometri dapat menjadi alat untuk memprediksi penampilan,

terutama pada tingkat elit dimana tingkat keterampilan dan fitness sangat maksimal. Mengenai pentingnya kondisi fisik bagi keberhasilan prestasi seorang atlet bulutangkis, Van Lieshout ( 2002:2) menyarankan; ‘recommend that if a

player wants to achieve reasonable success in international badminton

competition, improvements in physical fitness needs to be emphasised in addition

to skill training’. Maksudnya jika seorang pemain ingin sukses dalam kompetisi

(12)

2. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah dugaan sementara yang ditetapkan peneliti, menurut Sudjana (1996:37) bahwa “Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan jawaban dari masalah yang dianggap benar”.

Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Anthropometrik berpengaruh terhadap prestasi bulutangkis pada atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

b. Kondisi fisik berpengaruh terhadap prestasi bulutangkis pada atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

c. Anthropometrik dan kondisi fisik secara bersama-sama berpengaruh terhadap prestasi bulutangkis pada atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Savilla et.al. (1993:87), mengemukakan bahwa “melalui penelitian deskriptif korelasional dapat digunakan untuk memastikan kuat lemahnya hubungan variabel yang disebabkan oleh satu variabel dengan variabel yang lain.”

(13)

Menurut Surakhmad (1990:139), metode deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : “1) memusatkan masalah pada pemecahan masalah yang aktual yang ada pada saat sekarang, 2) data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis”. Oleh karena itu metode ini sering disebut juga metode analistik, sedangkan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan pendekatan studi korelasi. Jadi penelitian deskriptif korelasional adalah penelitian yang menggambarkan atau mencari tingkat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya.

Data serta hasil penelitian diperoleh dengan melakukan tes dengan menggunakan alat atau instrumen yang sudah disiapkan serta aturan-aturannya yang berlaku yang sudah ditentukan. Pengertian tes tidak bisa dipisahkan dari pengukuran. Tes menurut Sukmadinata (2005:321) adalah “cara-cara mengumpulkan data dengan menggunakan alat atau instrumen yang bersifat mengukur…”. Suharsimi (1995:51) dalam Nurhasan (2000:2) menerangkan bahwa: ‘tes adalah merupakan suatu alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan’. Sedangkan pengertian pengukuran menurut Wahjoedi (2001:12) adalah sebagai berikut: “Pengukuran adalah suatu proses memperoleh besaran secara kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur (test) yang baku”. Adapun instrumen tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pengukuran anthropometrik dan kondisi fisik.

(14)

tinggi tubuh, berat tubuh, lipatan kulit (dada, trisep, subscapular, biseps,

midaxillary, paha, suprailiac, betis, perut). Untuk pengukuran lipatan kulit

(jumlah lemak tubuh) dilakukan pada bagian tubuh sebelah kanan, masing-masing dua sampai tiga kali (Heyward dan Wagner, 2005:51, 56, 70).

Untuk data tes kondisi fisik akan diperoleh dari pelatih masing-masing sampel, dan data prestasi akan diperoleh dari hasil ranking atlet bulutangkis junior yang ada di PBSI Jawa Barat. Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi atlet bulutangkis junior Jawa Barat, sedangkan variabel bebas adalah anthropometrik dan kondisi fisik atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

G. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di provinsi Jawa Barat khusunya di Bandung. Alasan dipilihnya di Bandung sebagai lokasi penelitian, karena atlet bulutangkis junior Jawa Barat sebagian besar dari klub yang ada di Bandung, serta berdomisili di Bandung.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh atlet bulutangkis junior Jawa Barat yaitu sejumlah 50 orang atlet. Populasi merupakan totalitas keseluruhan subyek penelitian yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya oleh peneliti. Dalam hal ini Sudjana (1987:77), menjelaskan bahwa: “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil meghitung maupun pengukuran kuantitatif ataupun kualitatif, dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas”.

(15)
(16)

49 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Permasalahan penelitian yang penulis lakukan yaitu ingin mengetahui anthropometrik dan kondisi fisik atlet bulutangkis junior Jawa Barat. Dalam melakukan penelitian, penulis akan menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Metode adalah cara, yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Hasan (2002:20) menjelaskan mengenai pengertian metode penelitian sebagai berikut;

"Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang dilakukan,yang memiliki langkah-langkah sistematis. Metode penelitian menyangkut masalah kerjanya, yaitu cara kerja untuk dapat memahami yang menjadi sasaran penelitian yang bersangkutan, meliputi prosedur penelitian dan teknik penelitian “.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Savilla, mengemukakan bahwa “melalui penelitian deskriptif korelasional dapat digunakan untuk memastikan kuat lemahnya hubungan variabel yang disebabkan oleh satu variabel dengan variabel yang lain.”

(17)

Menurut Surakhmad (1990:139), metode deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : “1) memusatkan masalah pada pemecahan masalah yang aktual yang ada pada saat sekarang, 2) data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis.”

Oleh karena itu metode ini sering disebut juga metode analistik, sedangkan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan pendekatan studi korelasi. Jadi penelitian deskriptif korelasional adalah penelitian yang menggambarkan atau mencari tingkat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya.

B. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian

(18)

Selanjutnya Arikunto (1988:115) mengemukakan bahwa: “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Lebih jauh lagi Sukardi (2003:53) mengatakan bahwa: “populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian”. Surakhmad menjelaskan mengenai sampel (1990 :93) bahwa : “sampel merupakan penarikan sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi ”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka populasi dalam penelitian ini adalah atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

(19)

1) Atlet bulutangkis junior Jawa Barat

2) Atlet berasal dari Klub Mutiara dan SGS PLN yang diijinkan oleh pelatihnya untuk menjadi sampel.

Berdasarkan kriteria tersebut maka sampel penelitian ini ada lima belas orang atlet,dari Mutiara lima orang atlet dan dari SGS PLN sepuluh orang. Jadi jumlah sampel penelitian ini ada limabelas orang atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

Penelitian ini dilakukan di Bandung. Alasan dipilihnya Bandung sebagai lokasi penelitian, karena atlet bulutangkis junior hampir semuanya berdomisili di Bandung dan dijadikan tempat pemusatan latihan.

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu menjelaskan secara operasional mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Anthropometri menurut Heyward dan Wagner (2006:227):” Anthropometry is

measurement of body size and proportions including skinfolds thincknesses,

circumferences, bony widths and lengths, stature and body weight”.

(20)

2. Badminton is a game that some what resembles tennis and volleyball and

involves the use of a net, lightweight, rackets and a shuttlecock, a cork ball

fitted with stabilizing feathers. (http//:www. Badminton.com)

3. Bulutangkis adalah suatu olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang (untuk tunggal) atau dua pasangan (untuk ganda) yang saling berpasangan.

4. Prestasi. Prestasi adalah pencapaian tertinggi atau akhir yang memuaskan yang diperoleh seseorang atau tim, berdasarkan target awal yang dibebankan. Prestasi dalam penelitian ini adalah ranking yang diperoleh seorang atlet bulutangkis junior Jawa Barat.

5. Kondisi fisik. Menurut Harsono (2001:4);”Istilah latihan kondisi fisik mengacu kepada suatu program latihan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan progresif, dan yang tujuannya ialah untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari seluruh system tubuh agar dengan demikian prestasi atlet meningkat”.

D. Instrumen dan Teknik Penelitian

(21)

diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tes merupakan cara paling tepat untuk memperolah data dengan menggunakan alat atau instrumen yang aturan – aturannya sudah ditentukan. Sedangkan pengertian pengukuran menurut Wahjoedi (2001:12-13) adalah sebagai berikut:” Pengukuran adalah suatu proses memperoleh besaran secara kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur (test) yang baku”. Adapun instrument tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pengukuran Anthropometrik dan kondisi fisik.

Data untuk pengukuran kondisi fisik, akan diambil dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh pelatih dari masing-masing sampel penelitian, selama latihan. Sedangkan untuk prestasi bulutangkis diambil dari hasil peringkat (ranking) Jawa Barat.

Untuk pengukuran anthropometrik yang akan dilakukan dalam penelitian ini ada tiga yaitu; tinggi badan, berat badan dan lipatan kulit. Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran adalah;

1. Timbangan

2. Alat pengukur tinggi tubuh

3. Slimguide skinfold caliper (gambar 3.1) untuk mengukur lipatan kulit

Gambar 3.1

Slimguide skinfold caliper

(22)

Teknik pelaksanaan pengukuran anthropometrik yang dilakukan adalah sebagai berikut (Friyadi : 2008):

1. Petunjuk pelaksanaan pengukuran tinggi badan

a. Sampel berdiri tegak menghadap lurus ke depan, kepala dalam posisi tegak, mata horizontal dengan telinga, bahu tegak, tidak ditarik ke belakang, kepala, bahu, siku, pinggul dan tumit menempel pada dinding. b. Tidak menggunakan alas kaki.

c. Sampel harus mengambil dan kemudian menahan nafas saat pengukuran dilakukan.

d. Ukuran tinggi diambil pada 0.1 cm terdekat. 2. Petunjuk pelaksanaan pengukuran berat badan

a. Sampel berdiri tegak di atas timbangan. b. Memakai baju seminim /seringan mungkin. c. Tanpa memakai alas kaki.

d. Ukuran berat diambil pada kg terdekat. 3. Petunjuk pelaksanaan pengukuran lipatan kulit

a. Semua pengukuran lokasi lipatan kulit akan dilakukan pada tubuh bagian kanan.

b. Semua lokasi lipatan kulit akan diberi tanda, untuk mempermudah dan menjamin skinfold caliper berada pada tempat yang sama selama pengukuran.

c. Lipatan kulit sampel akan dijepit dan diangkat oleh ibu jari dan telunjuk tangan kiri.

d. Skinfold caliper dijepitkan pada lokasi lipatan kulit yang diangkat dengan

jarak kira-kira 1 cm dari ibu jari dan jari telunjuk.

e. Pengukuran pada masing-masing lokasi lipatan kulit akan dilakukan sebanyak dua kali, secara rotasi. Kemudian diambil nilai rata-ratanya. Untuk pengukuran lipatan kulit dada (gambar 3.2):

(23)

b. Lipatan kulit akan diambil secara diagonal antara axilla dan puting, setinggi mungkin pada lipatan kulit axillary bagian depan.

Gambar 3.2

Pengukuran lipatan kulit dada Sumber: Tedy Friyadi (2008) Pengukuran lipatan kulit subscapular (gambar 3.3): a. Sampel berdiri tegak.

b. Pengukuran diambil di bagian belakang tubuh.

c. Lipatan kulit diangkat secara diagonal di sudut bawah scapula tepat di bawah dan lateral ujung scapula.

Gambar 3.3

Pengukuran lipatan kulit subscapular Sumber: Mike Marfel, Jones

Pengukuran lipatan kulit midaxillary (gambar 3.4): a. Sampel berdiri tegak.

(24)

c. Lipatan kulit midaxillary diambil secara vertikal sejajar dengan xyphoid

process.

Gambar 3.4

Pengukuran lipatan kulit midaxillary Sumber: Mike Marfel, Jones

Pengukuran lipatan kulit trisep (gambar 3.5): a. Sampel berdiri tegak.

b. Pengukuran diambil pada lengan atas bagian belakang.

c. Lipatan kulit trisep diambil kira-kira 1 cm di atas tengah-tengah jarak

acromion dan olecranon.

Gambar 3.5

Pengukuran lipatan kulit trisep Sumber: Mike Marfel, Jones

Pengukuran lipatan kulit suprailliac (gambar 3.6): a. Sampel berdiri tegak.

(25)

Gambar 3.6

Pengukuran lipatan kulit suprailiac Sumber: Mike Marfel, Jones

Pengukuran lipatan kulit perut (gambar 3.7): a. Sampel berdiri tegak.

b. Lipatan kulit perut diambil 3cm sebelah kanan dari umbilicus.

Gambar 3.7

Pengukuran lipatan kulit perut Sumber: Mike Marfel, Jones

Pengukuran lipatan kulit biseps (gambar 3.8) a. Sampel berdiri tegak

b. Pengukuran diambil pada lengan atas bagian depan

(26)

Gambar 3.8

Pengukuran lipatan kulit bisep Sumber: Mike Marfel, Jones

Pengukuran daerah lipatan kulit paha (gambar 3.9): a. Sampel berdiri tegak atau duduk.

b. Lipatan kulit diambil pada garis tengah paha bagian depan, diantara lutut dan pinggul.

Gambar 3.9

Pengukuran lipatan kulit paha Sumber: Mike Marfel, Jones

(27)

Gambar 3.10

Pengukuran lipatan kulit betis Sumber: Mike Marfel, Jones

Untuk pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini ada lima yaitu; kecepatan (speed), power, kelincahan (agilitas), kekuatan (strength), dan endurance.

1. Tes kecepatan yang dipakai adalah lari 50 m Petunjuk pelaksanaan:

a. Sampel berdiri di belakang garis yang sudah ditentukan (garis start) b. Setelah aba-aba, sampel berlari cepat menuju garis finish.

c. Sampel melakukan tiga kali dan catat waktunya.

(28)

Gambar:3.11 Vertical Jump Sumber: www.google.co.id

Subyek berdiri tegak dekat dinding, kedua kaki, papan dinding berada disamping tangan kiri atau kananya. Kemudian tangan yang berada dekat dinding diangkat lurus ke atas telapak tangan ditempelkan pada papan berskala, sehingga meninggalkan bekas raihan jarinya. Kedua tangan lurus berada disamping badan kemudian subyek mengambil sikap awalan dengan membengkokkan kedua lutut dan kedua tangan diayun ke belakang, kemudian subyek meloncat setinggi mungkin sambil menepuk papan berskala dengan tangan yang terdekat dengan dinding, sehingga meninggalkan bekas raihan pada papan berskala. Tanda inimenampilkan tinggi raihan loncatan subyek tersebut. Subyek diberi kesempatan melakukan sebanyak tiga kali loncatan.

Petunjuk pelaksanaan medicine ball throw:

a. Sampel berdiri dibelakang garis yang sudah ditenteukan. b. Sampel melakukan lemparan dengan kedua tangan bersamaan. c. Lemparan tersebut diukur dari mulai start sampai pendaratan. d. Subyek diberikan kesempatan tiga kali.

3. Tes kelincahan yang dipakai adalah shuttle-run (Nurhasan:2000): Pelaksanaannya:

(29)

b. Pada aba-aba ya diberikan, subyek dengan segera dan secepat mungkin lari kedepan menuju garis akhir dan menyentuh garis tersebut dengan tangan.

c. Setelah itu kembali ke garis awal dan menyentuh garis tersebut, kemudian berputar lagi dan menuju garis ke garis akhir, lalu berputar lagi dan segera lari lagi.

d. Demikian seterusnya lari bolak balik sehingga mencapai frekwensi sebanyak 6 x 10m. Diberikan kesempatan melakukan tes tersebut sebanyak dua kali.

4. Tes kekuatan yang dipakai adalah handgrip strength

Gambar: 3.12 Grip test

Sumber: www.google.co.id

Petunjuk Pelaksanaan:

a. Sampel berdiri sambil memegang alat ukur (grip dynamometer). b. Kemudian sampel melakukan genggaman sekuatnya.

c. Sampel diberikan tiga kali kesempatan.

(30)

Gambar: 3.13 Bleep test

Sumber: www.google.co.id Petunjuk pelaksaanan:

a. Sampel berdiri dibelakang garis start yang sudah ditentukan. b. Sampel berlari mengikuti bunyi ”TUT” dari kaset, menuju ke garis

finish yang berjarak 20m.

c. Setiap terdengar bunyi ”TUT” sampel berlari lagi ke garis start, ada bunyi ”TUT” berlari lagi ke garis finish, begitu terus sampai tidak mampu berlari lagi menyesuaikan dengan kecepatan yang telah diatur kaset.

d. Skor dicatat pada level berapa dan lari keberapa sampel berhenti.

E. Desain dan Alur Penelitian

Dalam penelitian ini, desain penelitian yang penulis buat adalah sebagai berikut:

Gambar 3.14: Desain Penelitian Antropometrik

(X1)

Kondisi Fisik (X2)

Ranking Prestasi (Y)

r

x1Y

R

x2Y

(31)

Gambar 3.15 Alur Penelitian

F. Prosedur Pengolahan Data

Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis, sehingga data tersebut mempunyai arti. Pada akhirnya akan diketahui hubungan anthropometrik dan kondisi fisik dengan prestasi atlet bulutangkis Jawa Barat.

Komposisi tubuh yaitu berat lemak tubuh dan berat massa tubuh tanpa lemak, akan diperoleh dari perhitungan; usia, berat tubuh dan jumlah lipatan kulit.

Populasi

Sampel

Anthropometrik Kondisi Fisik

Pengolahan dan Analisis Data

(32)

Hasilnya dalam persentase untuk berat lemak tubuh dan kilogram untuk massa tubuh tanpa lemak. Persentase lemak tubuh akan dihitung menggunakan rumus Jackson dan Pollock (1978) (Heyward dan Wagner, 2000:168):

Db= 1.112-0.00043499(7skf) + 0.00000055(7skf)2-0.00028826(usia) 7skf = tujuh lokasi lipatan kulit (dada + midaxillary + tricep + subscapular

+ perut + suprailiac + paha) Usia = usia dari sampel

Db = body density

Setelah mengetahui Db, kemudian dicari persentase lemaknya, menggunakan rumus dari Siri (1961) sebagai berikut:

%lemak=[(4.57/Db)-4.142]*100

Untuk massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) dihitung menggunakan persamaan dari Behnke dan Willmore:

LBM = massa tubuh tanpa lemak wt = berat badan (kg)

s = lipatan kulit perut (mm)

G. Analisis Data

(33)

angka-angka sedangkan dalam pengertian luas yaitu pengertian teknik metodologi, statistik cara- cara ilmiah yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, mengajukan dan menganalisis data yang berwujud angka.

Data yang dinilai adalah data variabel bebas, antropometrik (X1), kondisi fisik (X2 ), serta variabel terikat prestasi atlet (Y). Karena data-data penelitian ini berupa angka-angka (data kualitatif), maka perlu diambil langkah-langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis faktor dan analisis jalur. Analisis faktor merupakan salah satu metode statistik yang digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang diduga memiliki keterkaitan satu sama lain sehingga keterkaitan tersebut dapat dijelaskan dan dipetakan atau dikelompokkan pada faktor yang tepat. Dengan analisis faktor diharapkan dihasilkan pembagian faktor yang tepat untuk variabel-variabel yang terdapat pada anthropometrik dan kondisi fisik. Pengoperasian analisis faktor sepenuhnya menggunakan software SPSS 16.

Analisis jalur (Path Analysis) dikembangkan oleh Sewall Wright (1934). Path analysis digunakan apabila secara teori kita yakin berhadapan dengan masalah yang berhubungan sebab akibat. Tujuannya adalah menerangkan akibat langsung dan tidak langsung seperangkat variabel, sebagai variabel penyebab, terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel akibat.

(34)

ditentukan oleh proposisi teoritik yang berasal dari kerangka pikir tertentu. Diagram jalur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.16

Diagram jalur yang menyatakan hubungan kausal

dari X1, dan X2, ke Y

Gambar 3.16 menunjukkan bahwa diagram jalur tersebut terdapat 2 buah variabel bebas, yaitu X1 (anthropometrik), X2 (kondisi fisik), dan sebuah variabel

terikat Y (prestasi atlet), residu ε. Pada diagram di atas juga mengisyaratkan

bahwa hubungan antara X1 dengan X2 adalah hubungan kausal, sedangkan hubungan antara X1 dengan Y dan X2 dengan Y masing-masing adalah hubungan korelasional.

1. Koefisien Jalur

Besarnya pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel terikat tertentu, dinyatakan oleh besarnya nilai numerik koefisien jalur (path

coefficient) dari bebas ke terikat. Hubungan kausal dalam penelitian ini bisa

dilihat pada gambar 3.17 berikut ini. X1

Y

ε

(35)

Gambar 3.17

Hubungan kausal dari X1, X2 ke Y

Hubungan X1 dan X2 ke Y adalah hubungan kausal. Besarnya pengaruh langsung dari X1 ke Y, dan dari X2 ke Y, masing-masing dinyatakan oleh besarnya nilai numerik koefisien jalur p

1 3x

x dan px3x2. Koefisien jalur p ε

3

x menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel residu (implicit

exogenous variable) terhadap Y.

Langkah kerja yang dilakukan untuk menghitung koefisien jalur adalah: 1. Menghitung matriks korelasi antar variabel.

Formula untuk menghitung koefisen korelasi yang dicari adalah menggunakan

Product Moment Coefficient dari Karl Pearson. Alasan penggunaan teknik

koefisien korelasi dari Karl Pearson ini adalah karena variabel-variabel yang hendak dicari korelasinya memiliki skala pengukuran interval.

(36)

2. Mengidentifikasi sub-struktur dan persamaan yang akan dihitung koefisien jalurnya. yang dinyatakan oleh persamaan :

Y = p

1

x

xu x1 + pxux2x2 + … + pxuxk xk + ε.

3. Menghitung matriks korelasi antar variabel bebas yang menyusun sub-struktur tersebut.

4. Menghitung matriks invers korelasi variabel bebas, dengan rumus :

5. Menghitung semua koefisien jalur p

i

6. Menghitung besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

(37)

Dimana :

R2xu(x1,x2...xk)adalah koefisien determinasi total X1, X2 terhadap Y atau besarnya

pengaruh variabel bebas secara bersama-sama (gabungan) terhadap variabel terikat.

(

ρxux1 ρxux2 ... ρxuxk

)

adalah koefisien jalur

(

rxux1 rxux2 ... rxuxk

)

adalah koefisien korelasi variabel bebas X1, X2 dengan

variabel terikat Y.

7. Pengujian Koefisien jalur

Menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur yang telah dihitung, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, serta menguji perbedaan besarnya pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, dilakukan dengan langkah kerja berikut :

1. menentukan hipotesis statistik (hipotesis operasional) yang akan diuji. Ho : p

2. Menguji setiap koefisien jalur :

(38)

i = 1,2, … k

k = Banyaknya variabel bebas dalam substruktur yang sedang diuji t = Mengikuti tabel distribusi t, dengan derajat bebas = n – k – 1

Kriteria pengujian : Ditolak H0 jika nilai hitung t lebih besar dari nilai tabel t. (t0 > ttabel(n-k-1)).

Untuk menguji koefisien jalur secara keseluruhan/bersama-sama :

)

k = Banyaknya variabel bebas dalam substruktur yang sedang diuji t = Mengikuti tabel distribusi F Snedecor, dengan derajat bebas

(degrees of freedom) k dan n – k – 1

Kriteria pengujian : Ditolak H0 jika nilai hitung F lebih besar dari nilai tabel F. (F0 > Ftabel(k, n-k-1)).

Untuk menguji perbedaan besarnya pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.

1

Kriteria pengujian :

(39)

98

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Secara umum penelitian ini telah mencapai tujuan yang maksud, untuk

mengetahui hubungan anthropometrik, kondisi fisik dan ranking atlet bulutangkis

Junior Jawa Barat, sehingga dapat digunakan sebagai standar bagi pembinaan atlet

bulutangkis di Jawa Barat. Kemudian membandingkan komposisi tubuh (persentase

lemak tubuh) dengan data dari literatur.

Berdasarkan hasil pengumpulan dan perhitungan serta analisis data yang telah

dikemukakan pada bab empat, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis koefisien korelasi parsial untuk Anthropometrik sebesar 0.936

dengan probabilitas 0.001 < 0.05, yang berarti hipotesis diterima. Hal ini

menunjukkan ada hubungan secara signifikan antara anthropometrik dengan

prestasi atlet, pada atlet bulutangkis junior Jawa Barat. Hal ini berarti bahwa

dengan semakin baik anthropometrik seorang atlet cenderung positif untuk

meningkatkan prestasinya.

2. Hasil analisis koefisien korelasi parsial untuk kondisi fisik sebesar 2.637 dengan

probabilitas 0.008 < 0.05, yang berarti hipotesis diterima, dengan demikian

kondisi fisik berhubungan secara signifikan dengan prestasi atlit pada atlet

(40)

kondisi fisik seorang atlit, akan diiikuti dengan semakin baiknya prestasi seorang

atlit.

3. Hasil analisis korelasi ganda yang diuji keberartiannya menggunakan uji F

diperoleh Fhitung sebesar 9.645 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang berarti

hipotesis diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara anthropometrik dan kondisi fisik dengan prestasi atlet pada atlet

bulutangkis junior Jawa Barat.

B. Saran

1. Data dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi

pembinaan atlet bulutangkis junior Jawa Barat dan tingkat nasional, baik bagi

atlet, pelatih dalam membuat standar anthropometrik yang ideal sehingga atlet

bisa mencapai prestasi yang maksimal.

2. Penelitian lebih lanjut mengenai prestasi atlet bulutangkis penting dilakukan

dengan memperhatikan variabel-variabel lain selain anthropometrik dan kondisi

(41)

98

DAFTAR PUSTAKA

Ackland, T.; Ken, D.; Hume, P.; et al. (2000). Anthropometric normative data for olympic rowers and paddlers. www.asc.com.

Baumgartner, Ted A. dan Jackson, Andrew S. (1995). Measurement for Evaluation in Physical Education and Exercise Science. Fifth edition. Dubuque: Wm. C. Brown. Communications, Inc.

Bidang Fisiologi Olahraga (2006). Norma kondisi Fisik Atlet Cabang Olahraga Bulutangkis.

Campoz, Diniz.; et al. (2009). Anthropometric Profile and Motor Performance of junior Badminton Players. www.brjb.com.br

Friyadi,T. (2008). Profil Anthropometrik, Proporsionalitas Dan Komposisi Tubuh Binaragawan Elit Jawa Barat Yang Dipersiapkan Untuk Pon XVII Di Kaltim.Tesis Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan Olahraga UPI Bandung:tidak diterbitkan

Giriwijoyo, Y.S.S. (2006). Ilmu Faal Olahraga. Edisi 5. Editor: Giriwijoyo, Y.S.S. dan Ali, Muchtamadji M. FPOK-UPI.

Giriwijoyo, Y.S.S. dan Komaryah, Lilis. (2007). Ilmu Kesehatan Olahraga (Sports Medicine) Untuk Kesehatan dan untuk Prestasi Olahraga. Edisi 1. Editor: Giriwijoyo, Y.S.S.; Komaryah, Lilis. dan Kartinah, Neng Tine. FPOK-UPI.

Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: CV. Tambak Kusuma.

Hasan, M. I. (2002). Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalian Indonesia.

Heyward, Vivian H. dan Wagner, Dale R. (2004). Applied Body Composition Assesment. Second Edition. Champaign, IL: Human Kinetics.

(42)

Komite Olahraga Nasional Indonesia ( 2000), Gerakan Nasional Garuda Emas Panduan Kepelatihan buku 3. Jakarta

Mannings, Dacres S.; Rochester, S. dan Frail, H. (2002). Anthropometric Profiles of Australian Rugby Institute, Clubs and State Level Rugby Union Players. www.asc.com

Nurhasan. (2000). Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Universitas Pendidikan Indonesia.

PBSI (1998). Peraturan Permainan Bulutangkis. Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia.

Poole, James ( ): Belajar Bulutangkis Penerbit cv. Pioner Jaya Bandung.

Subarjah,H. dan Hidayat,Y . (2007). Permainan bulutangkis. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Universitas Pendidikan Indonesia. Sudjana, N. dan Ibrahim (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan.

Bandung: Sinar Baru.

Sudjana, H. D. (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Hand out. Program Pasca Sarjana. Universitas Pendidikan Indonesia.

Savilla,Consuello G.et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian ,terjemah Alimudin Tuwu. Jakarta: Universitas Indonesia

Gambar

Gambar  1.1 Struktur Kejuaraan PBSI
Gambar 3.1 Slimguide skinfold caliper
Gambar 3.2 Pengukuran lipatan kulit dada
Gambar 3.4 Pengukuran lipatan kulit midaxillary
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika kontraktor tidak mampu mengatasi keterlambatan ini dan tetap mempertahankan kinerja sesuai pelaporan ke-1 maka perkiraan biaya pekerjaan tersisa (ETC) adalah

Teori struktur modal MM dengan pajak menjelaskan bahwa penggunaan hutang yang tinggi dapat menaikkan nilai perusahaan, karena bunga hutang merupakan pengurang

Organisasi harus menetapkan dan menerapkan kegiatan inspeksi atau lain-lain yang perlu untuk memastikan produk yang dibeli memenuhi persyaratan pembelian yang

Don’t forget to check the capital letters used and the punctuation like full stops and commas?. Do you know

Here are the functions that are provided in the file drive activity list: List the content of the user who is logged on, Navigation in Google Drive, To

Oleh karena itu sistem pengaman kendaraan bermotor dengan menggunakan infra merah, alat yang sangat baik,murah, efisien dan sederhana, penggunaan alat ini hanya menggunakan

orang berpuasa besar. Barangsiapa tidak percaya kata yang ada dalam tulisan maka salah tekadnya orang itu. Pada malam kedua puluh satu, dan malam kedua puluh lima, Nabi menghisap

DENGAN MENAMBAHKAN ECO ENZYME ENCER DALAM CAIRAN PENCUCI PIRING, KITA DAPAT MENGHILANGKAN BAHAN KIMIA YANG TERSISA DI PIRING. KAMI