PENDAHULUAN
Kentang (
Solanum tuberosum L.
) merupakan salah satu bahan pangan yang
mempunyai nilai kandungan gizi yang cukup tinggi. Umbi kentang mampu
menyediakan bahan makanan yang bergizi karena kentang mengandung
karbohidrat, protein, vitamin B dan C, serta mineral fosfor, magnesium dan
kalium (International Potato Centre, 1984). Kentang mengandung karbohidrat
sebesar 2.171 kg/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan terigu dan padi
berturut-turut yaitu 981 kg/ha dan 1.548 kg/ha. Di samping sebagai sumber karbohidrat,
kentang juga dapat menunjang diversifikasi pangan, komoditas ekspor
non-migas dan sebagai bahan baku industri.
Di Indonesia pertanaman kentang terdapat di daerah dataran tinggi dengan
kisaran 1.000-3.000 m dpl, dan daerah sentra produksi kentang adalah: Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan
Sumatera Barat serta Jambi (Pitojo, 2004). Secara umum produksi kentang di
Indonesia masih relatif rendah, yaitu 15.3 ton/ha dan produksi kentang di
Sumatera Barat pada tahun yang hanya 12.7 ton/ha (BPS 2003) jika
dibandingkan dengan produksi kentang di negara subtropis seperti USA dan
Belanda yang sudah mencapai 37.4 ton/ha dan 45.1 t/ha (Rubatsky dan
Yamaguchi, 1995). Oleh karena itu, tanaman kentangmerupakan tanaman
hortikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan di Indonesia.
Tanaman kentang lebih menyukai hidup pada tanah yang subur, gembur dan
banyak mengandung bahan organik. Kondisi yang demikian akan menyebabkan
rasa umbi lebih enak dan mempunyai kandungan karbohidratnya tinggi. Di
samping itu, kulit umbi juga mengkilat dan bentuknya juga baik. Kualitas umbi
yang demikian sangat disukai oleh konsumen apalagi jika dibudidayakan dengan
menggunakan pupuk organik yang berasal dari perombakan bahan organik yang
tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk
meningkatkan kualitas tanaman kentang tersebut melalui pengaplikasian pupuk
organik dan FMA sebagai pupuk hayati.
satu alternatif pengembalian kesuburan tanah yang murah, hemat, dan ramah
terhadap lingkungan. Pupuk organik dapat berperan ganda, di samping dapat
meningkatkan kesuburan tanah baik secara kimia melalui peningkatan
kandungan bahan organik dan unsur hara tanah, maupun secara fisik melalui
perbaikan struktur tanah, dan secara biologi melalui peningkatan aktivitas
mikroorganisme tanah. Sedangkan FMA dapat membantu tanaman dalam
meningkatkan penyerapan unsur hara dan air.
TKKS, thitonia, dan jerami padi merupakan bahan organik yang
keberadaannya sangat melimpah dan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
sumber pupuk organik karena banyak mengandung unsur hara baik makro
maupun mikro. Unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg serta hara mikro
seperti ZN, Mn, dan Cu sangat diperlukan oleh tanaman kentang untuk aktivitas
kehidupannya, sehingga dihasilkan umbi kentang yang sehat, bergizi dan proses
budidayanya tidak merusak lingkungan.
Hasil Penelitian Tahap I Tahun I
adalah tentang: Penentuan kualitas pupuk
organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi beberapa bahan organik
dengan dekomposernya memperlihatkan bahwa pupuk organik terbaik adalah
hasil dekomposisi TKKS dengan dekomposer cacing tanah, sedang untuk bahan
organik jerami padi dan thitonia dengan dekomposer T.harzianum. Indikator
kualitas pupuk organik adalah kandungan hara baik makro, maupun mikro, dan
kandungan asam-asam organik serta kandungan ZPT. Sedangkan hasil
Penelitian Tahap II Tahun I
tentang: “Isolasi dan Identifikasi FMA yang terdapat
pada Rhizosfir tanaman Kentang” menunjukkan bahwa jumlah dan jenis spora
FMA tergolong banyak, namun setelah diuji kecocokan spora tunggal dengan
tanaman kentang memperlihatkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena
itu, perbanyakan inokulan dilakukan dengan menggunakan propagul aktif yang
berasal dari spora dan akar kentang bermiselia.
kerjasamanya dengan FMA terhadap pertumbuhan dan kuaitas hasil kentang.
Hasil penelitian Tahun II ini diharapkan diperoleh kentang yang memiliki kualitas
yang lebih baik di lapangan yang pada akhirnya dihasilkan umbi kentang yang
sehat, mengandung nilai gizi, dan ramah lingkungan. Rasa juga merupakan
indikator kualitas dan rasa sangat ditentukan oleh kandungan karbohidratnya.
Tanaman kentang yang ditanam di tanah yang subur, kaya akan bahan organik,
dan gembur menyebabkan rasa umbi kentang lebih enak dan kandungan
karbohidratnya lebih tinggi.
Dalam era pasar bebas, setiap negara harus meningkatkan daya saingnya produk agar dapat berperan dalam perdagangan dunia dan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sehingga produk domestik tidak tergeser oleh oleh produk luar negeri.Di era tersebut, produk yang diunggulkan tidak saja dituntut mempunyai potensial hasil yang tinggi tetapi juga penekanan terhadap kualitas produk mutlak diperlukan, sehingga produk yang ditawarkan mampu bersaing di pasaran. Dengan demikian, kentang yang ditawarkan sebagai produk prioritas hortikultura harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan keinginan dan selera berbagai segmen.
Selama ini peningkatan produksi kentang selalu menjadi prioritas utama dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida dengan dosis yang cukup tinggi. Namun, kenyataannya pada saat ini ada kecendrungan preferensi konsumen terhadap hasil tanaman yang dikelola secara alami dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk hayati dengan alasan hasil tanaman tersebut sehat dan proses produksinya tidak mencemari lingkungan.
mengandung asam-asam organik seperti asam oksalat, asam laktat dan asam asetat serta mengandung ZPT seperti: auksin, sitokinin
dan giberalin yang sangat berguna dalam menunjang pertumbuhan tanaman khususnya tanaman kentang. Aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati FMA pada tanaman kentang tentu akan menghasilkan tanaman yang berkualitas, sehat dan mengandung nilai gizi. Penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk hayati, di samping dapat menguragi penggunaan pupuk kimia dan pestisida juga dapat menjadi solusi dalam penanganan limbah terutama limbah sisa pertanian dan industri.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian Tahun II ini merupakan penelitian Tahap III yaitu: ”Aplikasi pupuk hayati hasil terbaik yang dikombinasikan dengan FMA sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang”.
(1) Waktu dan Tempat:
Percobaan ini dilakukan di lapangan yaitu di Kebun Percobaan BPTP Sumatera Barat di Sukarami Solok dengan ketinggian tempat sekitar 920 m dpl, dan di laboratorium jurusan Tanah Faperta Unand untuk analisis tanah, tanaman, dan infeksi akar oleh FMA. Penelitian ini dilaksanakan mulai April 2007 sampai dengan Desember 2008.
(2) Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pupuk organik terbaik (TKCT, JPTH, dan TTTH), FMA, agens hayati (PF dan Bb), bibit kentang varietas Granola, pestisida nabati (daun surian dan daun thitonia), dll. Sedangkan alat yang digunakan adalah: cangkul, meteran, net pagar, tiang, timbangan biasa, timbangan elektrik, termometer, HPLC, pH meter, leaf area meter, dan alat-alat lainnya untuk analisis kimia.
(3) Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan Rancangan Split-split Plot, dengan
terdapat 54 satuan percobaan. Untuk kombinasi perlakuan 0 t/ha pupuk organik + o FMA = diberi pupuk kimia sesuai dengan rekomendasi, dan 0 t/ha pupuk organik + 10 g/tanaman FMA = diberi pupuk kimia ½ dosis rekomendasi.
(4) Variabel Pengamatan
Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman meliputi: tinggi tanaman, panjang akar, luas daun, dan bobot kering tanaman, sedangkan pengamatan terhadap hasil dan kualitas hasil meliputi: jumlah umbi/tanaman, bobot umbi/ tanaman, hasil umbi per petak, serta aspek kualitas meliputi: kandungan gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pertumbuhan Tanaman Kentang
1.1 Tinggi Tanaman Kentang
Tinggi tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai pupuk organik pada berbagai dosis memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan yang tajam mulai dari umur 4 mst sampai 5 mst, kemudian meningkat secara perlahan sampai pada umur 7 mst dan selanjutnya menurun pada umur ke 8 mst (Gambar 1, 2, dan 3).
Gambar 1. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT
berbagai dosis pupuk organik JPTH
Gambar 3. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH
Tinggi tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik secara umum memiliki pola pertambahan tinggi yang hampir sama. Besarnya pertambahan tinggi tanaman pada umur 4 sampai dengan 6 mst menunjukkan bahwa tanaman pada saat itu sedang mengalami pertumbuhan yang signifikan, karena pada waktu itu tanaman sedangkan aktif melakukan aktivitas metabolisme, seperti pembelahan dan perbesaran serta pemanjangan sel-sel sehingga terjadi pertambahan tingg Perlakuan pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik dengan dosis yang berbeda juga mempengaruhi tinggi tanaman kentang (Gambar 4, 5, dan 6). Meningkatnya tinggi tanaman pada umur 4 sampai 6 mst menunjukkan bahwa tanaman pada saat itu aktif melakukan proses metabolisme melalui proses pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel-sel. Hal ini ditunjang oleh adanya pupuk organik menyediakan unsur hara bagi tanaman serta adanya pupuk hayati yang juga membantu penyerapan hara dan air sehingga tanaman dapat melakukan aktivitas pertumbuhan dengan maksimal.
Gambar 5. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH
Gambar 6. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH
1.2 Indeks Luas Daun (ILD) Tanaman Kentang
Indeks Luas Daun (ILD) tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis dengan dan tanpa pemberian pupuk hayati FMA menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan nilai ILD untuk perlakuan tanpa pemberian FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis dapat dilihat pada Gambar 7, 8, dan 9.
Gambar 7. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.
Gambar 8. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.
Gambar 9. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.
Nilai ILD tanaman kentang yang diberi perlakuan FMA dengan berbagai pupuk organik (TKCT, JPTH, dan TTTH) dengan dosis yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 10, 11, dan 12.
Gambar 10. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik pada berbagai dosis.
Gambar 11. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.
Gambar 12. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.
ILD pada saat tanaman berumur 7 mst tersebut disebabkan karena hujan yang turun secara terus menerus selama beberapa hari dengan intensitas yang cukup tinggi. Kondisi yag demikian tidak disukai oleh tanaman kentang, sehingga tanaman mengalami kematian muda. Hal ini sejalan dengan pendapat Zaag (1981), yang menyatakan bahwa tanaman kentang ini tidak tahan terhadap genangan air, karena itu umbi akan mudah busuk dan mudah terserang penyakit.
1.3 Laju Asimilasi Bersih (LAB) Tanaman Kentang
Nilai Laju Asimilasi Bersih tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan pola yang berbeda (Gambar 13, 14, 15, 16, 17, dan 18). Pada perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT terlihat bahwa nilai LAB pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst memiliki nilai tertinggi yang diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan pupuk organik TKCT 20 t/ha, kemudian menurun dengan takam pada umur 5-6 mst dan selanjutnya pada umur 6-7 mst nilai LAB sedikit naik.
Gambar 13. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.
Gambar 15. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.
Gambar 16. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.
Gambar 17. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.
Tingginya nilai LAB pada minggu ke 4-5 mst disebabkan karena adanya peningkatan luas daun yang signifikan, selanjutnya terjadi penurunan nilai LAB pada minggu ke 6 sampai minggu ke 7 disebabkan karena daun sebagai organ fotosintesis tidak lagi bertambah akibat adanya curah hujan yang tinggi sehingga tanaman mati muda.
1.4 Laju Tumbuh Tanaman (LTT) Tanaman Kentang
Laju Tumbuh Tanaman (LTT) kentang yang diberi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan pola pertumbuhan yang hampir sama (Gambar 19, 20, 21, 22, 23, dan 24). Tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT memperlihatkan bahwa pada umur 4-5 mst memiliki nilai LTT yang tinggi, kemudian menurun pada umur 5-6 mst, selanjutnya naik lagi pada umur 6-7 mst (Gambar 19). Nilai LTT untuk perlakuan pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang berbeda memperlihatkan bahwa pola pertumbuhannya hampir sama dengan perlakuan tanpa FMA
Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang berbeda (Gambar 22, 23, dan 24). Pada Gambar 22 terlihat bahwa nilai LTT tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (50% pupuk kimia) pada umur tanaman 4-5 mst, kemudian nilai LTT turun sampai tanaman berumur 6-7 mst. Pola pertumbuhan yang hampir sama juga terjadi pada perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH (Gambar 23). Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst memiliki nilai LTT yang tinggi, kemudian menurun pada umur 5-6 mst dan naik lagi pada umur 6-7 mst. Demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH (Gambar 24).
Gambar 20. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis.
Gambar 21. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.
Gambar 22. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis.
Gambar 24. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis.
Secara umum semua perlakuan baik dengan dan tanpa pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang memiliki nilai LTT yang tinggi pada saat tanaman berumur 4-5 mst, Kemudian turun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Tingginya nilai LTT pada umur 4-5 mst ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman mengalami peningkatan yang ditandai dengan bertambahnya jumlah luas daun yang sejalan dengan bertambahnya laju asimilasi tanaman yang akan terakumulasi dalam bentuk berat kering tanaman.
2. Komponen Hasil dan Hasil Tanaman Kentang 2.1 Jumlah umbi per tanaman
Pengaruh aplikasi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap jumlah umbi per tanaman memperlihatkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pemberian FMA dengan pupuk organik pada dosis yang berbeda. Akan tetapi, pengaruh interaksi terlihat pada perlakuan pemberian FMA dengan jenis pupuk organik dan FMA dengan dosis pupuk organik terhadap jumlah umbi per tanaman (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah umbi per tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa
pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA
Pupuk hayati Pupuk organik Dosis (t/ha)
0 10 20
- FMA
TKCT 10.00 a
A 5.33 aB 6.67 aB
JPTH 8.33 a
A 8.67 bA 6.00 aA
TTTH 9.33 a
A 8.67 bA 9.00 bA
+ FMA
TKCT 8.00 a
A
9.00 b B
6.67 a A
JPTH 6.67 a
A 9.00 bB 7.67 aA
TTTH 7.33 a
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah umbi kentang per tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian FMA dengan pupuk organik dan pemberian FMA dengan dosis pupuk organik. Rata-rata jumlah umbi kentang per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (100% pupuk kimia), yaitu 10.00 buah, sedangkan jumlah umbi kentang per tanaman terendah didapat dari perlakuan tanpa FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT, yaitu sebesar 5.33 buah. Akan tetapi, perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik memberikan jumlah umbi per tanaman tertinggi pada perlakuan +FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT dan 10 t/ha JPTH, yaitu sebesar 9.00 buah. Banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan dari perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (100% pupuk kimia) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kimia memberikan kecukupan hara sehingga mampu meningkatkan jumlah umbi kentang per tanaman. Demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT dan JPTH juga memberikan jumlah umbi yang berbeda dengan +FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh interaksi antara pemberian FMA dengan pupuk organik, dimana pupuk organik dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman dalam bentuk tersedia, sedangkan FMA dapat membantu pelepasan unsur hara terutama P yang berada dalam keadaan terikat dengan adanya enzim fosfatase, sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman dan dapat digunakan dalam pembentukkan umbi.
2.2 Bobot segar umbi per tanaman
Tabel 2. Bobot segar umbi kentang/tanaman yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA
Pupuk hayati Pupuk organik Dosis (t/ha)
0 10 20
- FMA
TKCT 120.50 a
A 132.22 aA 135.89 aA
JPTH 120.00 a
A 134.69 aA 150.78 aB
TTTH 127.78 a
A 143.00 aA 165.72 bB
+ FMA
TKCT 136.78 a
A
157.11 a A
164.45 b B
JPTH 139.89 a
A 148.55 aA 141.78 aA
TTTH 131.89 a
A 153.11 aA 158.55 aA Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom dan besar yang sama menurut baris adalah tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%.
Pada perlakuan tanpa pemberian FMA, pupuk organik TTTH yang merupakan hasil dekomposisi thitonia diversifolia dengan dekomposer T.harzianum dengan dosis sebanyak 20 t/ha mampu menyediakan unsur hara yang maksimal untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian Hakim, (2001) dan Jama, et al., (2000) yang menyatakan bahwa thitonia diversifolia mengandung unsur hara yang tinggi yaitu kira-kira: 3.5-4.0% N, 0.35-1.38% P dan 3.5-4.1% K. Unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis terlihat bahwa hasil bobot segar umbi kentang tertinggi diperoleh pada perlakuan FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TKCT. Pupuk organik TKCT merupakan pupuk organik hasil perombakan TKKS dengan dekomposer cacing tanah L. rubellus yang juga memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, yaitu sekitar: 2.06% N, 1.23% P, 10.14 % K, 6.22% Ca, dan 4.12% Mg. Sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis terlihat bahwa hasil bobot segar umbi kentang tertinggi diperoleh pada perlakuan FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TKCT. Pupuk organik TKCT merupakan pupuk organik hasil perombakan TKKS dengan dekomposer cacing tanah L. rubellus yang juga memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, yaitu sekitar: 2.06% N, 1.23% P, 10.14 % K, 6.22% Ca, dan 4.12% Mg. Unsur N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan daun sebagai organ fotosintesis, sehingga dapat mengakumulasi fotosintat dalam jumlah yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Sedangkan unsur hara P juga sangat dibutuhkan untuk pembentukan energi dalam bentuk ATP yang digunakan dalam berbagai aktivitas metabolisme dalam sel tanaman.
3. Kualitas Hasil Umbi Kentang
Tabel 3. Kandungan gizi (%) umbi kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA
No Perlakuan Air KH Gula Lemak Protein Abu Serat
kasar
Vit.C
1. -FMA+0t/haTKCT 82.67 8.07 0.48 0.32 4.07* 1.30* 0.54 15.17 2. -FMA+10t/ha TKCT 82.21 8.40 0.39 0.32 3.27 1.08 0.56 15.40 3. -FMA+20t/ha TKCT 81.68 8.94 0.36 0.40* 3.84 1.18 0.56 17.20 4. -FMA+ 0t/ha JPTH 82.36 7.78 0.65* 0.39* 4.45* 1.26* 0.87 17.29 5. -FMA+10t/ha JPTH 80.18 8.56 0.61 0.20* 3.46 1.03 0.93 17.20 6. -FMA+20t/ha JPTH 82.12 9.00* 0.58 0.24 2.89 0.71 0.83 19.47 7. -FMA+ 0t/ha TTTH 82.39 8.05 0.64 0.38* 3.20 0.88 1.11 19.73 8. -FMA+10t/ha TTTH 82.46 8.58 0.44 0.27 3.20 0.42 1.00 21.94 9. -FMA+20t/ha TTTH 83.76 9.71* 0.35 0.16 3.17 0.77 0.84 23.27 10. +FMA+ 0t/ha TKCT 83.01 8.33 0.47 0.35 2.94 0.74 0.40 12.62 11. +FMA+10t/ha TKCT 82.39 9.45* 0.41 0.38* 2.90 1.08 0.34 18.49 12. +FMA+20t/ha TKCT 81.84 8.67 0.43 0.27 3.45 1.19 1.41* 19.50 13. +FMA+ 0t/ha JPTH 82.66 8.71 0.59 0.32 3.48 1.17 0.70 14.61 14. +FMA+10t/ha JPTH 82.29 8.23 0.42 0.19 3.68 1.15 1.07 16.54 15. +FMA+20t/ha JPTH 82.43 7.96 0.27 0.13 3.89 1.31* 0.62 16.69 16. +FMA+ 0t/ha TTTH 83.68 7.94 0.55 0.16 3.09 0.63 1.21 17.21 17. +FMA+10t/ha TTTH 81.99 8.45 0.53 0.22 2.95 0.64 1.52* 17.57 18. +FMA+20t/ha TTTH 83.06 9.51* 0.45 0.23 3.55 0.61 0.63 19.29
Hasil analisis pengaruh aplikasi beberapa pupuk organik pada berbagai dosisi dengan dan tanpa FMA terhadap kandungan air dari umbi kentang memperlihatkan perbedaan yang tidak begitu mencolok, yaitu berkisar antara 80.18 – 83.76%. Hasil analisis kandungan air umbi kentang ini lebih tinggi dari hasil yang diperoleh Sularso, (1998), yaitu 72-80%. Tingginya kandungan air umbi kentang ini dapat disebabkan karena selama pertumbuhan tanaman kentang banyak mendapatkan air hujan. Curah hujan yang begitu tinggi, menyebabkan tanaman kurang begitu baik pertumbuhannya.
umbi kentang yang diberi pupuk organik meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk organik.
Kandungan gula dari umbi kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kandungan gula. Pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (100% pupuk kimia) mempunyai kandungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pupuk organik. demikian juga halnya perlakuan pemberian FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (50% pupuk kimia) juga mempunyai kandungan gula yang tinggi dibandingkan dengan 10 dan 20 t/ha pupuk organik.
Kandungan lemak dari umbi kentang yang diberi perlakuan FMA dengan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan lemak sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik dan secara umum perlakuan dengan dan tanpa FMA dengan pupuk organik 0 t/ha (100% dan 50% pupuk kimia) mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pupuk organik. Sedangkan untuk kandungan protein, perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (100% pupuk kimia) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi yaitu 4.45%. Sebaliknya pada perlakuan pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik terlihat bahwa peningkatan kandungan protein sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh Solearso, (1998) yaitu berkisar antara: 0.056%-0.11%, Hal ini dapat disebabkan karena pupuk organik banyak mengandung unsur hara N yang merupakan penyusun utama dari komponen protein.
Kandungan vitamin C (asam askorbat) dari hasil penelitian ini secara umum memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kadar vitamin C seiring dengan peningkatan dosis dari pupuk organik. Semakin tinggi dosis pupuk organik maka semakin tinggi pula kandungan vitamin C dari umbi kentang tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Eggert dan Kahrmann (1984) yang menyatakan bahwa kandungan asam askorbat pada sistem budidaya secara organik lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya anorganik (konvensional).
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pupuk organik dengan dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman, indeks luas daun, laju asimilasi bersih dan laju tumbuh tanaman. 2. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis
yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap hasil dan komponen hasil tanaman kentang. Jumlah per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha TKCT, sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA dengan TKCT dan JPTH masing-masing dengan dosis 10 t/ha. Bobot segar umbi per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 20 t/ha TTTH sebesar 165.72 g/tanaman (9.38 t/ha) dan untuk perlakuan pemberian FMA dengan 20 t/ha TKCT yaiu sebesar 164.45 g/tanaman (9.30 t/ha)
3. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap kualitas hasil tanaman kentang.
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, 1999. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslittanak. Ahmad, F. 1993. Daur Biogeokimia Produk Sisa Organik. Pidato Pengukuhan
sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 23 Januari 193.
Anonim, tt. Kentang (Solanum tuberosum L.). http: //warintek-progresio.or.id/by rans. Balai Proteksi Tanaman. 2003. Kolega, Media Informasi dan Komunikasi Warga BPT
Sumatera Barat, Padang, Februari 2003.
BPS. 2003. Survei Pertanian. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia. http//www.bps.go.id
Brata, K. 1999. The Introduction of Earthworms as Biological Tilage Agent for the Improvement of Soil Physical and Chemical Properties in Upland Agriculture. Proc. Seminar Toards Sstainable Agriculture in Humid Tropics Facing 21 Century. Bandar lampung, Indonesia. September 27-28, 1999. Chan, F. , Suwandi, dan E.L. Tobing. 1982. Penggunaan Abu Tandan Kelapa Sawit
sebagai Pupuk Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis No. 56 tahun 1982. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Pematang Siantar. Eggert, F.P. and C.L. Kahrmann. 1984. Respons of Three Vegetable Crops to
Organic and Inorganic Nutrient Sources. In Organic Farming: Current Technology and Its Role in Sustainable Agriculture. ASA Special Publication Number 46.
Gusmini. 2003. Pemanfaatan Pangkasan Thitonia (Thitonia diversifolia) sebagai Bahan Subsitusi N dan K pupuk Buatan untuk Tanaman Jahe (Zingiber oficinae Rocks) pada Ultisol. Tesis Magister Sains Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Hakim, N. 2001. Kemungkinan Penggunaan Thitonia diversifolia sebagai Sumber Bahan Organik dan dan Nitrogen. Laporan Penelitian Pusat Penelitian Pemanfaatan Iptek dan Nuklir (P3IN) Universitas Andalas, Padang.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Madyatama Sarana Perkasa, Jakarta. 421 hal.
Hermawan, S. D., Cikman, L. Rochmalia, D.H. Gunadi dan Y. Away, 1999. Produksi Kompos Bioaktif TKKS dan Efektivitasnya dan Mengurangi Dosis Pupuk Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII. Prosiding Pertemuan Teknis Bioteknologi Perkebunan untuk Praktek, Bogor 5-6 Mei 1999.
Husin, E.F. 1992. Perbaikan Beberapa Sifat Tanah Podzolik dengan Pemberian Pupuk Hijau sesbanian rostrata dan Inokulasi Mikoriza Vascular serta Efeknya terhadap Serapan Hara dan Hasil Tanaman Jagung. Disertasi Doktor Universitas Padjadjaran Bandung, 1999.
_______. 2002. Pemakaian Pupuk Hayati Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Tanaman di Sumatera Barat. Makalah Seminar Peranan Mikoriza dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kerjasama AMI Wilayah Riau dengan Fak. Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru, 23 Desember 2002.
International Potato Centre. 1984. Potato for Developping World. CIP. Lima, Peru. 150 p.
Jama, B.A., C.A. Palm, R.J. Buresh, A.I. Niang, C. Gachego, G. Nziquheba, and B. Amadalo. 2000. Thitonia diversifolia as a green Manure for Improvement of Soil Fertility in Western Kenya. A Review Agroforestry Systems. Kenya. Khalil, S., T.E Loynachan and M.A. Tabatai. 1999. Pllants Determinant 0f Mycorrhizal
Dependency in Soybean. Agron J. 91:135-141.
Lee, K.E. 1985. Earthworms: Their Ecology and Relationship with Soil and land Use. Academic Press, Sydney dalam Tian, G., J.A. Olimah, G.O. Adeoye, and B.T. Kang.. 2000. Regeneration of earthworm Populations in a Degraded Soil by Natural and Planted Fallows under Humid Tropical Conditions. Soil Sci. Am. J, 54: 222-228 (2000).
Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press, London. 474p.
Pitojo, S. 2004. Benih Kentang. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Priyadi., R. 1993. Teknologi Effective Microorganisms-4 (EM-4) dalam Budidaya Pertanian Akrab Lingkungan. Indonesian Kyusei Nature Farming Societies, Jakarta.
Rubatsky, V. dan M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia. Prinsip, Produksi dan Gizi. Penerbit ITB, Bandung.
Safir, G.R. 1980. Vesicular Arbuscular Mychorrhizal and Crop Productivity. In. The Biology of Crop Productivity. Edited by P.S. Carlson, Academic Press, New York.
Sanchez, P.A., and B.A. Jama. 2000. Soil Fertility Replenishment Takes off in east and Southern Africa. A Review from Western Kenya.
Simanjuntak, A.K. dan D. Waluyo. 1982. Cacing Tanah, Sumber Daya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 38 hal.
Soelarso, B. 1997. Budidaya Tanaman Kentang Bebas Penyakit. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tjitrosoepomo. G. 1992. Botani Tumbuhan Tingkat Tinggi. Gadjahmada Press. Yogyakarta.
Wieserma, S.G. 197. Effect of Stem Density on Potato Production. Interbational Potatoes Center. Tech. Inf. Bull.1:4-16.
Yanti Mala. 1994. Seleksi dan Penggunaan Galur Trichoderma untuk Meningkatkan Laju Pengomposan Jerami Padi. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana IPB, Bogor.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama Lengkap
: Prof.Dr.Ir.H. Kasli, MS
2. Tempat/tgl. lahir
: Pariaman/11 Nopember 1944
3. NIP
: 130 349 634
4. Alamat Rumah
: Jl. Teratai No. 76 Air Tawar Padang
Padang, Telp : (0751) 7052812
Kantor
: Fakultas Pertanian Unand Padang
Kampus Universitas Andalas Limau Manis
Padang, Telp : (0751) 72776
5. Pendidikan yang pernah diikuti
Jenjang S1 di Universitas Andalas Padang tahun 1970
Jenjang S2 di IPB Bogor tahun 1980
Jenjang S3 di Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1992
6. Kedudukan saat ini :
Pembina Utama Madya/IVd
Fakultas Pertanian Universitas Andalas
Padang.
7. Bidang ilmu/spesifikasi
: Fisiologi Tumbuhan
8. Publikasi Ilmiah
a. Pada Jurnal :
1.
Garlic
(
Allium sativum
L.) Selection Thruough In-Vitro Tecnique to Get
Tolerant Clons on Water Stress and Aluminium Toxicity.
b. Laporan Hasil Penelitian
1. Pemanfaatan Jamur Pelarut Phospat dan Mikoriza Vesikular dengan
Sesbania rostrata
untuk Peningkatan Produktivitas Lahan
Tranmigrasi di Sumatera.
2. Seleksi Genotipa Bawang Putih (
Allium sativum
L.) Melalui Teknik
In
Vitro
untuk Mendapatkan Klon Unggul Dataran Rendah.
4. Upaya Menstimulir Pengumbian Pada Beberapa Kultivar Kentang
Melalui Aplikasi Retardan dan Sitokinin serta Daya Hasilnya di
Lapangan.
a. Seminar, Presentasi Oral dan Poster
1. Upik Yelianti, Kasli, M. Kasim, dan E.F. Husin. 2007. Isolasi dan
identifikasi CMA dari rizosfir tanaman kentang di Alahan Panjang
Solok Sumatera Barat (Perentasi Oral). Seminar Nasional
Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) di Bogor, tanggal 18-19 Juli
2007.
Padang, Desember 2008
Yang menyatakan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Dra. Upik Yelianti, MS
NIP
: 131 602 216
Tempat/Tgl.Lahir
: Tepi Selo, Lintau / 9 Oktober 1961
Bidang Ilmu
: Fisiologi Tanaman
Fakultas
: Pasca Sarjana Unand Padang.
Alamat Rumah
: RT.02 RW. VII No.11 Kel. Bandar Buat. Kec. Lubuk
Kilangan Padang, Telp :(0751) 777934
HP.08126747058 Kode Pos : 25231
Kantor
: Pasca Sarjana Universitas Andalas Kampus Limau
Manis Padang, Email:Upikyelianti_ekofisio@yahoo.com
a. Riwayat Pendidikan
NO NAMA PERGURUAN TINGGI GELAR BIDANG ILMU TAHUN
1
IKIP Padang
Dra
Biologi
1984
2
Universitas Padjadjaran
Bandung
MS
Ekofisiologi
Tanaman
1992
b. Riwayat Penelitian
NO JUDUL PENELITIAN SPONSOR/BIAYA TAHUN
1
Respon Pertumbuhan Jambu Mete
(
Anacardium occidentale
L.) Pada Medium
MS dengan Penambahan ZPT, NAA dan
BAP.
OPF
1997
2
Produksi Metabolit Skunder
B.acarone
dari Tanaman Jeringo (
Acorus calamus
L.)
melalui Teknik Kultur Jaringan pada
Medium MS dengan Penambahan ZPT,
NAA dan BAP.
Starter Grant
(DIKTI)
1998
3
Induksi Kalus Tanaman Jeringo (
Acorus
calamus
L.) untuk Memproduksi Metabolit
Skunder.
Dosen Muda
(DIKTI)
1999
4
Induksi Kalus Tanaman Kencur
(
Kaemferia galanga
L.) Pada Medium MS
dengan Penambahan Zat Pengatur
Tumbuh 2,4-D dan Air Kelapa.
Matching Grant
(DIKTI)
5.
Keragaman jenis CMA yang terdapat pada
rizosfir tanaman kentang di Alahan
Panjang Solok Sumatera Barat
Dana Mandiri
2005
6
Keragaman Jenis CMA pada Genus
Solanaceae di Daerah Sentra Produkai
Sayuran di Sumatera Barat
Dana Mandiri
2007
c. Pengalaman Pengabdian Pada Masyarakat
NO KEGIATAN SPONSOR/BIAYA TAHUN
1
Pengenalan Berbagai Tanaman Obat dalam
Upaya Meningkatkan Kesehatan
Masyarakat.
OPF
1995
2
Pembuatan Sari Buah Nenas dalam Rangka
Meningkatkan Gizi dan Pendapatan
Keluarga di Desa Tangkit Baru.
OPF
1996
3
Pemanfaatan Pekarangan dengan Tanaman
Obat, Sayur, dan Buah-buahan untuk
Pemenuhan Gizi Keluarga
OPF
1997
4
Pembuatan Susu Kedelai dengan Berbagai
Aroma sebagai Alternatif Pengganti Susu
Hewani.
OPF
1999
5
Bertanam Sayuran di Halaman Sempit
secara Vertikultur untuk Memenuhi Gizi
Keluarga.
OPF
2000
b. Seminar, Presentasi Oral dan Poster
1. Upik Yelianti, Kasli, M. Kasim, dan E.F. Husin. 2007. Isolasi dan
identifikasi CMA dari rizosfir tanaman kentang di Alahan Panjang
Solok Sumatera Barat (Perentasi Oral). Seminar Nasional
Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) di Bogor, tanggal 18-19 Juli
2007.
2. Upik Yelianti dan Yulmirayanti. 2007. Keragaman Jenis CMA pada
Genus Solanaceae di Daerah Sentra Produkai Sayuran di
Sumatera Barat (Makalah Poster). Seminar Nasional Asosiasi
Mikoriza Indonesia (AMI) di Bogor, tanggal 18-19 Juli 2007.
ARTIKEL ILMIAH
HIBAH BERSAING XV/II/2008
APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN
MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)
PROF. DR. IR. H. KASLI, M.S
DRA. UPIK YELIANTI, M.S
No. Kontrak: 005/SP2H/PPDP2M/III/2008 Tanggal 6 Maret 2008
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
DESEMBER 2008
HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH HIBAH BERSAING XV/II/2008
1. Judul Penelitian : Aplikasi Pupuk Organik Terbaik Hasil Perombakan berbagai Dekomposer dan Kerjasamanya dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap
Pertumbuhan dan Kualitas Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Prof.Dr.Ir. H. Kasli, MS b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP : 130 349 634
d. Jabatan Fungsional : Guru Besar/IV/d e. Jabatan Struktural :
f. Bidang Keahlian : Ekofisiologi Tumbuhan g. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Agronomi h. Perguruan Tinggi : Universitas Andalas i. Tim Peneliti :
_______________________________________________________________ No. Nama Bidang Instansi Alokasi Waktu Keahlian (jam/minggu)
1. Dra. Upik Yelianti, MS Ekofisiologi Mhs. PPS Unand Padang 15 jam
3. Pendanaan dan jangka waktu Penelitian :
a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan : 2 (dua) tahun
b. Biaya total yang diusulkan : Rp.
c. Biaya yang disetujui tahun I : Rp.
d. Biaya yang disetujui tahun II : Rp.
45.000.000,-Padang, 15 Desember 2008 Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Peneliti,
Universitas Andalas
(Prof. Ir. Ardi, M.Sc) (Prof.Dr.Ir. H. Kasli, MS)
NIP. 130 816 270 NIP. 130 349 634
Menyetujui,
NIP. 131 647 299
Aplikasi Pupuk Organik Terbaik Hasil Perombakan berbagai Dekomposer
dan Kerjasamanya dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula
Terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Hasil Tanaman
Kentang (
Solanum tuberosum L.
)
Kasli
1dan Upik Yelianti
21
Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Univesitas Andalas
2Mahasiswa Pascasarjana Universitas Andalas Padang
RINGKASAN
The Aplication of Organic Fertilizer from decomposition of several
Organic Matter by Decomposers and Arbuscular Mycorrhizal Fungi
to Growth and Quality of Potatoes (
Solanum tuberosum L.
)
Kasli
1and Upik Yelianti
21
Agronomic departement of Agriculture Faculty of Andalas University
2Doctorate Programe of Postgraduate at Andalas University
SUMMARY