• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kesenian ketoprak menjadi salah satu kesenian tradisional yang masih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kesenian ketoprak menjadi salah satu kesenian tradisional yang masih"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Kesenian ketoprak menjadi salah satu kesenian tradisional yang masih bertahan hingga saat ini. Kesenian ini cukup berkembang, sehingga masih dapat dijumpai pada beberapa wilayah di Yogyakarta salah satunya di Kabupaten Bantul. Kota Yogyakarta menjadi saksi akan perjalanan panjang kesenian ketoprak hingga mencapai puncak kejayaan pada masanya. Pada abad ke-20 kesenian ketoprak telah bebas dari jebakan kebekuan kelas Priyayi (Mulder, 1999). Masyarakat kini dapat menyaksikan pertunjukan ketoprak secara luas sebagai sarana hiburan yang positif, murah, dan menarik. Kesenian ketoprak menjadi bagian dari kebudayaan yang memberikan kontribusi besar dalam memperkuat kebudayaan nasional. Koentjaraningrat (1979) menyebutkan bahwa:

“Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan universal, merupakan unsur yang dapat menonjolkan sifat dan ciri khas, dengan demikian kesenian merupakan unsur yang paling utama dalam kebudayaan nasional”.

Berdasarkan paparan kutipan di atas, kesenian ketoprak menjadi sarana penggambaran identitas dan jati diri bangsa, khususnya pada masyarakat Jawa. Hal ini terlihat dari beberapa unsur yang terkandung di dalamnya, seperti penggunaan bahasa Jawa, kostum serta nilai kearifan lokal yang terkandung dalam naskah cerita, sehingga saat bangsa mengalami krisis jati diri, kesenian ketoprak memiliki peranan dalam penguatan terhadap jati diri bangsa.

Kesenian ketoprak memiliki hubungan yang kuat dengan masyarakat sebagai penikmatnya. Kesenian ketoprak difungsikan sebagai media komunikasi

(2)

bagi masyarakat untuk menyampaikan permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat. Di satu sisi, kesenian ketoprak menjadi media penerangan melalui pesan moral dalam pertunjukan, sehingga masyarakat akan lebih mudah menerima dan memahami pesan tersebut. Takwin (2015) menyebutkan kesenian ketoprak merupakan bagian dari kebudayaan yang memiliki andil dalam upaya mendidik dan memperkuat identitas bangsa suatu daerah. Hal ini tergambarkan dari jalan cerita yang dibawakan selalu mengarah kepada kebaikan. Melalui pertunjukan kesenian ketoprak, seseorang diajak untuk mengenal sejarah dengan lebih mudah. Penggunaan bahasa Jawa dalam kesenian ketoprak mengajarkan kepada seseorang agar sopan saat berbicara kepada orang lain dengan memerhatikan kedudukan dari lawan bicaranya. Pada dasarnya komponen hati nurani rakyat berakar pada kalbu rakyat meneguhkan ketoprak untuk selalu menyuarakan nilai-nilai luhur dan budaya masyarakat yang diyakini kebenaran dan urgensinya, baik dalam tatanan kontekstual sekaligus universal (Purwaraharja,1997). Dilansir dari media sosial dengan artikel berjudul “Kesenian Ketoprak Sebagai Media Apresiasi” yang diunggah pada hari Rabu, tanggal 30 November 2016, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Bapak Djoko Dwiyanto mengatakan, “Kesenian sebagai salah satu sarana untuk menciptakan ketahanan budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat”. Melihat beberapa manfaat kesenian sebagai penguat identitas budaya bangsa, media komunikasi, serta edukasi, maka menjadi sangat penting bagi masyarakat untuk dapat melestarikan kesenian ketoprak, khususnya di Kabupaten Bantul. Adapun, pelestarian terhadap kesenian ketoprak di era

(3)

globalisasi saat ini tidaklah mudah dan membutuhkan proses panjang, sehingga dibutuhkan totalitas dari para pihak dalam mengelola.

Era globalisasi kini telah masuk ke berbagai lini kehidupan, ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, alat tansportasi, serta teknologi informasi yang semakin canggih dan modern. Tentunya, manfaat yang diberikan tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan. Menyikapi hal tersebut masyarakat diharapkan dapat selektif dan kritis terhadap hal-hal baru yang lebih modern. Anshory (2013) menjelaskan bahwa saat ini telah terjadi perubahan kebudayaan dari kebudayaan pascafiguratif ke kebudayaan prafiguratif. Kebudayaan pascafiguratif merupakan kebudayaan tradisional yang terpola sebelumnya, yang disampaikan melalui pewarisan dari generasi tua kepada generasi muda. Adapun, kebudayaan prafiguratif merupakan pengadopsian budaya oleh generasi penerus dari terpaan budaya yang terus menerus mengalami perubahan. Kebudayaan pasca figuratif kini mulai ditinggalkan sehingga kebudayaan prafiguratif sangat cepat berkembang melalui teman sebaya didukung peran dari media massa, Hal ini membuat generasi muda kini lebih memilih belajar bersama teman sebaya dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan ini didukung dengan keberadaan mental pemuda yang masih labil, sehingga lebih mementingkan rasa egois, lebih terbuka terhadap media sosial, serta memilih hiburan yang sifatnya lebih modern. Ketertarikan dan kekaguman terhadap ragam budaya asing semakin tidak terbendung dengan memilih, meniru gaya hidup yang modern, dan kekinian mulai dari fashion, food, fun. Hiburan semacam ini hanya akan memberikan kepuasan sesaat yang akan merusak mental

(4)

pemuda tanpa menunjukkan jati diri bangsa sebagai bangsa yang berbudaya. Tentunya tidak terlepas dari problem dan kondisi para pemuda saat ini yang dilematis, sehingga menjadi kekhawatiran banyak pihak. Pergaulan pemuda terlihat lebih bebas tanpa mengenal batasan yang pada akhirnya tidak sedikit dari pemuda terjerumus ke dalam pergaulan yang kurang baik. Secara global dapat diartikan bahwa, melupakan nilai budaya akan menciptakan negara Indonesia tumbuh tanpa jiwa dan identitas (Anshory, 2013). Hal ini akan sangat mungkin terjadi melihat bangsa yang sedang dalam permasalahan degradasi moral.

Degradasi moral yang menimpa pemuda saat ini sangat memprihatinkan. Pemuda banyak terlibat dalam konflik yang begitu kompleks seperti tawuran, balapan liar, perkelahian, pencurian, dan pembunuhan. Hal ini dipengaruhi juga oleh lingkungan dalam pergaulan yang sudah melampui batas dan mulai sulit untuk dikendalikan. Beberapa bentuk penyimpangan telah banyak dilakukan seperti yang dilansir oleh HarianMerdeka.com edisi Selasa, 7 April 2015, tawuran yang melibatkan siswa dari 5 sekolah yang akhirnya memakan korban jiwa. Tawuran terjadi tanpa sebab yang jelas, karena tawuran ini seperti sudah menjadi langganan bagi para siswa sehingga peran dari sekolah perlu ditingkatkan. Kasus lain yang dilansir di okezone.com edisi Rabu, tanggal 8 Oktober 2014, dengan tertangkapnya para pengedar dan pemakai narkoba di kalangan mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini banyak pemuda salah dalam pergaulan. Para tersangka yang kebanyakan dari kalangan mahasiswa ini nantinya akan menjalani proses hukum. Kasus lain dilansir oleh okezone.com edisi Kamis, 22 Januari 2015, kecelakaan maut yang dialami oleh pemuda disebabkan pengaruh dari

(5)

mengonsumsi narkoba dan pengaruh alkohol. Faktor yang melatarbelakangi pemuda untuk mengonsumsi narkoba yang mengakibatkan rusaknya moral di lingkungan generasi muda. Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa sedang mengalami krisis jati diri. Saat ini multikulturalisme bangsa sedang dipertaruhkan dalam menghadapi tantangan globalisasi (Kurwasantyo, 2014).

Pemuda sebagai generasi penerus bangsa, kelak diharapkan menjadi seorang pemimpin di masa mendatang dengan kualitas, mental, dan moral yang jauh lebih baik. Pemuda yang berkarakter dan berkualitas menjadi harapan dalam pencapaian cita- cita bangsa. Tonggak kekuatan suatu bangsa berada di tangan pemuda yang selalu peduli terhadap keadaan dan permasalahan yang sedang dihadapi bangsa, sehingga diperlukan kontribusi pemikiran para pemuda untuk dapat memajukan pembangunan di masa mendatang. Generasi muda hendaknya dalam bertindak dan berperilaku berpedoman pada nilai-nilai UUD 1945 (Simanjuntak, 1980). Problematika yang sedang menimpa pemuda saat ini perlu untuk dibenahi dengan mendekatkan pemuda terhadap kesenian tradisional yang mengandung berbagai ajaran tentang kearifan lokal salah satunya pada kesenian ketoprak. Untuk dapat mengangkat kesenian ketoprak menjadi kesenian yang

adiluhung dibutuhkan peran pemuda agar kesenian ketoprak tetap eksis dan

berkembang.

Perkembangan kesenian ketoprak di wilayah Kabupaten Bantul masih mengalami pasang surut. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul terjadi penurunan jumlah grup ketoprak dari tahun 2013 sejumlah 96 grup menjadi 81 grup di tahun 2014, sedangkan pada tahun 2015

(6)

kembali mengalami peningkatan menjadi 143 grup ketoprak. Melihat hal ini, kegiatan kesenian perlu ditingkatkan disertai peran masyarakat dengan melibatkan pemuda di dalamnya. Seperti yang dilansir oleh Antara Jogja.com edisi Rabu, 7 November 2012, pernyataan dari Wakil Bupati Sleman, DIY, Yuni Satia Rahayu, bahwa perkembangan kesenian dan budaya daerah di masa sekarang dan juga di masa yang akan datang, bukan lagi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah dan juga para seniman, tetapi seluruh masyarakat juga harus terlibat aktif dalam upaya melestarikan dan mengembangkan kesenian daerah. Terlebih, dengan telah disahkannya UU No. 13 Tahun 2012, tentang Keistimewaan DIY, mengamanatkan kepada semua untuk “nguri-uri” serta revitalisasi berbagai warisan budaya yang adiluhung dan menjadi karakter budaya masyarakat Yogyakarta, salah satunya pada kesenian ketoprak. Kesenian ketoprak menjadi

icon kesenian di Yogyakarta, sehingga harus sering terlihat ditampilkan. Terkait

pendanaan Keistimewaan, seperti yang dilansir Pikiran Rakyat.com edisi Kamis, tanggal 26 Mei 2016, menyebutkan dari total dana keistimewaan yang mencapai Rp5,17 miliyar Dalam pembagiannya, sejumlah Rp.4 miliyar digunakan untuk urusan kebudayaan, sehingga sejumlah kegiatan di bidang kebudayaan akan memanfaatkan dari dana Keistimewaan Salah satu di antaranya dalam pelestarian warisan budaya yaitu kesenian ketoprak.

Sisi historis wilayah Kabupaten Bantul disebut sebagai embrio awal munculnya ketoprak. Hal ini mampu menggerakkan niat dari seniman senior untuk tetap melestarikan kesenian ketoprak dengan membentuk Forum Komunikasi Ketoprak Bantul (FKKB). FKKB sebagai salah satu forum kesenian

(7)

ketoprak di Bantul telah memberikan ruang bagi pemuda untuk berekspresi, mengaktualisasikan dirinya ke dalam bentuk kesenian, dengan harapan akan muncul bibit baru yang memiliki bakat seni serta dapat melestarikan kekayaan seni budaya seperti kesenian ketoprak agar terus tumbuh dan berkembang mengikuti pergerakan zaman. Peran pemuda dalam pelestarian kesenian ketoprak diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar dalam membangun ketahanan budaya. Melihat uraian dari latar belakang di atas, peneliti berniat untuk melakukan penelitian mengenai peran pemuda dalam pelestarian kesenian ketoprak dan implikasinya terhadap ketahanan budaya daerah, khususnya di wilayah Kabupaten Bantul.

1.2. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penelitian ini difokuskan untuk menjawab dua permasalahan sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimana peran pemuda FKKB dalam pelestarian kesenian ketoprak? 1.2.2. Bagaimana implikasi peran pemuda FKKB dalam pelestarian kesenian

ketoprak terhadap ketahanan budaya daerah? 1.3. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kesenian tradisional seperti kesenian ketoprak yang ada di daerah sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Penelitian tentang kesenian ketoprak juga pernah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan lokasi penelitian yang berbeda. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengambil studi di Forum Komunikasi Ketoprak Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Peran pemuda dalam pelestarian

(8)

kesenian ketoprak akan dikaitkan ke dalam beberapa kegiatan yang berjalan di FKKB sebagai upaya pelestarian terhadap kesenian ketoprak dengan melakukan berbagai inovasi sebagai bentuk kreativitas pemuda FKKB. Hasilnya akan dihubungkan dan ditinjau lebih jauh lagi terhadap ketahanan budaya di daerah Kabupaten Bantul.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya berjudul “Unsur Estetis Dalam Teater Tradisional Sebuah Kajian Tentang Ketoprak Siswo Budoyo” yang pernah dilakukan oleh Untung Muljono (1998). Inti dari penelitian yang dilakukan mengulas lebih dalam mengenai unsur-unsur estetis dalam teater tradisional yaitu pada kesenian ketoprak. Salah satu unsur yang difokuskan pada penelitian ini adalah pada musik iringan atau karawitan. Fokus penelitian in adalah kelompok teater professional, yaitu ketoprak Siswo Budoyo pimpinan Ki Siswondo Hardja Suwito. Penelitian yang dilakukan bukan terfokus pada teknis manajemen maupun teknik penyutradaraan, tetapi pada unsur estetis salah satunya pada unsur karawitan. Temuan dari penelitian yang dilakukan menggambarkan bahwa ketoprak Siswa Budoyo lebih mengutamakan unsur-unsur yang kasat mata, sehingga mampu mencapai tingkat profesionalisme yang tinggi dengan memadukan semua unsur yang dikemas dalam pertunjukan secara utuh. Secara nyata kesenian ketoprak dalam pertumbuhannya memiliki dinamika yang mampu selaras dengan zamannnya, sehingga menjadikan ketoprak tetap survival. Terbukti pada era globalisasi dengan kecanggihan teknologi industri, kesenian ketoprak masih tetap eksis sebagai kesenian tradisional. Bahkan adanya film layar lebar dan sinetron dalam acara televisi sebagai wujud kemajuan

(9)

teknologi industri, tidak dapat menghapuskan kesenian ketoprak yang telah menjadi kebanggaan, hal ini disebabkan kesenian ketoprak menjadi salah satu kultur masyarakat yang sifatnya fleksibel sebagai cermin dari kehidupan keseharian, maka dari itu tidak mustahil apabila ketoprak tidak akan ditinggalkan oleh masyarakat dan terkubur oleh kemajuan zaman.

Penelitian Siti Maslakhah tahun (2004) tentang “Bahasa Jawa Dalam Ketoprak Humor RCTI (Suatu Tinjauan Sosiolinguistik)”. Fokus pembahasan dalam penelitian ini mengenai penggunaan bahasa sebagai salah satu unsur dalam ketoprak. Terjadi alih bahasa dalam ketoprak humor yang mulai masuk dalam industri televisi. Penelitian ini mendiskripsikan tentang bentuk-bentuk bahasa Jawa dan faktor penentu dalam pemakaian bahasa Jawa. Kesimpulan dari penelitian ini menujukkan bahwa pengunaan bahasa Indonesia belum sepenuhnya bisa dipakai sebagai media dalam ketoprak humor, sehingga penggunaan bahasa Jawa masih tetap digunakan. Penggunaan bahasa Jawa juga menandakan sebagai ciri ketoprak Jawa.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Titik Wahyuningsih (2007) dengan judul “Struktur Alur Drama Tragedi Shakespeare dan Struktur Alur Ketoprak: Sebuah Studi Banding”. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan struktur alur drama tragedi Shakespeare, sehingga fokus pada naskah ketoprak guna membandingkan struktur alur cerita antara keduanya. Temuan dari penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan antara keduanya. Terdapat persamaan tokoh, khususnya pada tokoh utama dalam naskah yang diambil serta terdapat persamaan pada pemaparan di bagian awal naskah yang

(10)

mengacu pada kejadian yang sedang terjadi. Adapun perbedaan yang terjadi antara keduanya terdapat temuan antara alur dan subalur yang saling terjalin pada naskah ketoprak dan hal ini tidak terjadi pada naskah drama tragedi shakerpeare. Semua naskah yang diteliti merupakan adaptasi dari cerita yang bisa ditemukan dalam kehidupan nyata.

Penelitian dengan judul “Tranformasi Ketoprak di Media Televisi pada Ketoprak Humor RCTI dan Ketoprak Sayembara TVRI” yang dilakukan oleh Endang Mulyaningsih (2007). Inti penelitian mengenai judul yang diangkat sebagai ragam dari ketoprak garapan. Tujuan dari penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bentuk proses keproduksian ketoprak televise, serta mengetahui tranformasi yang terjadi pada ketoprak di media televisi. Fokus penelitian melihat penyesuaian antara sifat ketoprak dan sifat televisi sehingga terjadi tranformasi kepada ketoprak televisi. Ketoprak televisi yang diangkat pada ketoprak humor RCTI dengan bentuk ketoprak konvensional yaitu sinema ketoprak sayembara TVRI. Munculnya stasiun televisi di Indonesia telah mampu menerbitkan harapan akan munculnya bentuk baru dari ketoprak yang membuat ketoprak tetap lestari. Ketoprak panggung mampu menyajikan pertunjukan yang berkualitas tanpa meninggalkan atribut kuat dari ketoprak sehingga penikmat ketoprak panggung tetap ada meskipun muncul media lain yang juga menampilkan pertunjukan ketoprak. Pemerintah diharapkan dapat menayangkan ketoprak dan festival secara rutin dengan publikasi yang luas serta pihak dari para stasiun TV agar dapat menayangkan ketoprak dalam layar televisi dengan kemasan yang baik tanpa merubah atribut dari kesenian tersebut.

(11)

Penelitian selanjutnya oleh Retno Dwi Intari (2010) tentang “Ketoprak Mataram RRI Nusantara II Yogyakarta Pengembang Keberlangsungan Teater Tradisi Di Yogyakarta”, mengungkap peran ketoprak RRI Yogyakarta dalam khazanah teater dilihat dari bentuk pertunjukan, gagasan yang mendasari pemilihan pertunjukan, dan fungsi dalam masyarakat. Ketoprak RRI masih bertahan dengan nuansa tradisi. Seni ketoprak RRI memiliki beberapa macam fungsi, yaitu sebagai hiburan, sebagai iklan, dan sebagai media pembelajaran budaya Jawa, menjadikan keberadaan ketoprak RRI sebagai pengemban keberlangsungan teater tradisi di Yogyakarta. Peneliti mengharapkan upaya pemberdayaan lebih maksimal tentang sumber daya yang dimiliki oleh ketoprak RRI. Harapan lain kepada ketoprak RRI agar membuka diri dengan memberikan kesempatan pada para seniman muda yang ingin belajar ketoprak, sehingga perlu adanya regenerasi para pemain. Inti dari adanya ketoprak RRI, para pemuda nantinya meregenerasi dan termotivasi untuk belajar tentang kesenian ketoprak dengan mempertahankan nuansa tradisi.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Chafit Ulya (2011) yang berjudul “Kajian Historis dan Pembinaan Teater Tradisional Ketoprak Studi Kasus di Kota Surakarta”. Penelitian sebelumnya mengkaji kesenian ketoprak dari segi historis kota Surakarta sebagai kota sejarah. Penelitian terdahulu menjelaskan tentang jenis kesenian ketoprak dalam perkembangannya dan nilai-nilai tradisi yang terkandung dalam kesenian ketoprak di Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kajian dan pembinaan teater tradisional ketoprak di

(12)

Surakarta memiliki keterkaitan yang cukup erat, ditinjau dari latar belakang sejarahnya yang berasal dari Surakarta.

Penelitian yang telah dilakukan terdahulu berbeda dengan penelitian yang hendak dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan fokus membahas mengenai peran pemuda dalam pelestarian kesenian ketoprak melalui beberapa kegiatan yang sudah berjalan, selain itu mendekatkan kesenian ketoprak kepada pemuda, sehingga termotivasi dalam belajar kesenian ketoprak. Hasil itu nantinya akan dikaitkan terhadap ketahanan nasional dalam perspektif ketahanan budaya yang ada di wilayah Kabupaten Bantul. Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti berada di wilayah Kabupaten Bantul dan fokus terhadap salah satu forum pemuda, yaitu FKKB (Forum Komunikasi Ketoprak Bantul) Kabupaten Bantul. Judul yang diambil dalam penelitian ini mengenai “Peran Pemuda dalam Pelestarian Kesenian Ketoprak dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Budaya Daerah Studi Di Forum Komunikasi Ketoprak Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Pelestarian terhadap kesenian ketoprak dipilih oleh peneliti berkaca dari keadaan terdahulu dimana kesenian ketoprak sempat mengalami pasang surut. Sejak orde baru, para pemain ketoprak masih didominasi oleh pemain tua, sehingga peran dari pemuda kurang terlihat. Hal ini dikarenakan pemuda kurang diberi ruang untuk dapat berekspresi dan mengembangkan bakat dalam berkesenian ketoprak. Pemuda sebagai generasi penerus serta pewaris kesenian mutlak dilibatkan dalam menjaga kesenian ketoprak supaya tidak punah, hilang termakan zaman. Harapan dengan adanya peran pemuda adalah regenerasi

(13)

akan berjalan sebagai upaya pelestarian terhadap kesenian ketoprak guna melahirkan seniman seniwati berbakat.

Penelitian di FKKB Kabupaten Bantul ini dengan pertimbangan bahwa FKKB merupakan salah satu forum di Kabupaten Bantul yang fokus pada jenis kesenian ketoprak, yaitu sebagai wadah berkumpulnya para seniman dan seniwati Bantul untuk saling berkomunikasi, selain itu berinteraksi serta bersama-sama belajar tentang kesenian ketoprak sehingga akan mendukung dalam proses pelestarian terhadap kesenian ketoprak di Kabupaten Bantul. Penelitian ini belum pernah dilakukan, sehingga penelitian perlu untuk dikaji lebih lanjut.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas penelitian ini diharapkan dapat: a. Mengetahui peran penting pemuda FKKB dalam pelestarian kesenian

ketoprak.

b. Mengetahui implikasi peran pemuda FKKB dalam pelestarian kesenian ketoprak terhadap ketahanan budaya daerah.

1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bermanfaat bagi individu

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, manfaat dan dapat menginspirasi kepada para pemuda serta masyarakat sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri. Mendorong para pemuda untuk turut terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan kesenian. Memotivasi pemuda dalam mengembangkan potensi diri sehingga menjadikan pemuda yang aktif,

(14)

kreatif, dan inovatif melalui berkesenian ketoprak. Melalui kesenian ketoprak para pemuda dan masyarakat diharapkan dapat mengambil nilai pendidikan budi pekerti dan bertindak layaknya manusia Jawa serta dapat menerapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi literatur yang bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan ketahanan nasional dalam perspektif ketahanan budaya khususnya dalam pelestarian kesenian tradisional seperti kesenian ketoprak.

3. Bermanfaat bagi bangsa dan negara

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai wacana dan menjadi bahan masukan kepada para pihak seperti grup kesenian, para penggiat seni, serta pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk merealisasikan strategi beserta program kerja yang hendak dijalankan terkait dengan pelestarian serta pengembangan seni dan budaya dalam perspektif ketahanan budaya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan pergeseran pada ketoprak dor sehingga menjadi salah satu upaya dalam mempertahankan identitas etnis Jawa Deli di Dusun VII

Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki hutan rakyat adalah Kabupaten Gunungkidul yang sudah terkenal dengan kesuksesannya dalam mengembangkan hutan

Keunikan dari Kelompok ini merupakan suatu kelompok kesenian ketoprak yang belum dimiliki di daerah- daerah lainnya, konsep dari ketoprak in i lebih menyesuaikan

Kecamatan Tepus dipilih karena kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang paling luas di Gunungkidul dan memiliki potensi di sektor kelautan yang besar

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan maupun masukan bagi pihak manajemen perusahaan, serta penelitian ini

Analisis kesesuaian lahan habitat bertelur Penyu Lekang di pesisir Pantai Pelangi, Kabupaten Bantul dilakukan terhadap parameter fisik yang berpengaruh, yaitu

Gending Karesmen : salah satu kesenian Sunda yang termasuk dalam kategori Karawitan Sekar Gending.. Gibeg : salah satu

Anestesi spinal (subarachnoid) merupakan salah satu jenis dari anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestetik lokal kedalam ruang subaraknoid (Datta,