• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. Keberadaan kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia tidak pernah. lepas dari kekuatan militernya. Militer merupakan sebuah kekuatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. Keberadaan kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia tidak pernah. lepas dari kekuatan militernya. Militer merupakan sebuah kekuatan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. LATAR BELAKANG

Keberadaan kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia tidak pernah lepas dari kekuatan militernya. Militer merupakan sebuah kekuatan yang utama dalam menjaga kestabilan dan keamanan wilayah kekuasaan Hindia Belanda. Kekuatan militer juga merupakan institusi modern pada masanya dan sebagai penentu berbagai modernitas yang terjadi, militer juga memiliki peran sebagai agen modernitas. Maka tidak mengherankan apabila elemen – elemen di dalamnya juga mengandung unsur modernisasi. Salah satu elemen yang mengalami modernitas adalah elemen kesehatan, yang ditandai dengan keberadaan rumah sakit militer sebagai sarana pemerintah dalam sistem kesehatan Hindia Belanda.

Rumah sakit militer sebagai elemen modern dalam bidang kesehatan memiliki tugas dan peranan sebagai sarana untuk penjaga kesehatan dan mengobati anggota militer yang sakit. Modernisasi rumah sakit militer terlihat dari penyediaan peralatan dan para tenaga medis yang dimiliki. Para dokter yang dipekerjakan di rumah sakit

(2)

militer jauh lebih banyak ketimbang rumah sakit non militer. Modernisasi peralatan medis juga semakin ditingkatkan setiap tahunnya. Bahkan ketika jaman pemerintahan Daendels, rumah sakit militer banyak mengalami kemajuan yang luar biasa 1. Keberadaan

rumah sakit militer merupakan sebuah wujud nyata keseriusan pemerintah Hindia Belanda dalam menjaga kesehatan anggota militernya. Disamping untuk menjaga kesehatan para anggota militer, rumah sakit militer juga sebagai sarana mengembangkan ilmu kedokteran Barat di wilayah Hindia Belanda. Dalam perwujudannya tersebut rumah sakit militer juga dilengkapi dengan poliklinik 2 . Sasaran utama rumah sakit militer adalah para anggota militer dan keluarganya. Bagi pemerintah Hindia Belanda keberadaan mutu kesehatan para anggota militer merupakan hal yang paling utama. Karena kekuatan militer yang baik dalam sebuah wilayah sangat bergantung pada keadaan mutu kesehatan para anggotanya.

1D. Schouten, Geneeskundige In Nedeerlandsch-Indie, Gedurende

de negentiende eeuw (Weltevreden: DVG, 1936), hlm. 102.

2 Satrio, dkk., Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia Jilid I,

(3)

Kesehatan para anggota militer merupakan sebuah faktor penting untuk mencapai keberhasilan dalam sebuah tugas militer. Maka, para anggota militer dalam melakukan kewajiban tugasnya harus diimbangi dengan kesehatan fisik dan mental yang baik pula. Banyaknya operasi militer yang terjadi di daerah membuat tugas wajib berperang para anggota militer semakin banyak. Dengan banyaknya tugas wajib perang tersebut, aktivitas tubuh para anggota militer menjadi meningkat sehingga keadaan kesehatan dana daya tubuh para anggota militer menjadi mudah lelah dan melemah. Hal tersebut mengakibatkan tubuh rentan terserang banyak penyakit. Penyakit yang menjangkiti para anggota militer pun sangat beragam. Hal ini dikarenakan banyaknya daerah tugas yang harus didatangi.

Seperti yang pernah terjadi pada anggota militer korps Afrika dan korps serdadu Eropa yang selama bertugas di beberapa wilayah konflik diketahui beberapa diantaranya yang meninggal karena diserang oleh beberapa penyakit3. Salah satu penyakit yang menyerang selama

berada di daerah perang adalah penyakit yang berasal dari virus penyakit kelamin, seperti Herpes, Syphilis, Morbiveneris dan beberapa

3Ineke van Kessel, Serdadu Afrika Di Hindia Belanda 1831 –

(4)

penyakit kelamin lainnya 4. Virus - virus ini banyak ditemukan di

lingkungan sosial militer. Baik virus yang dibawa dari lingkungan sosial selama bertugas di daerah maupun lingkungan sosial di dalam barak.

Serangan virus – virus penyakit kelamin yang menyebabkan banyaknya anggota militer terjangkit beberapa jenis penyakit kelamin cukup meresahkan pemerintah Hindia Belanda sepanjang abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Keresahan pemerintah Hindia Belanda tersebut dikarenakan banyaknya laporan tentang jumlah anggota militer yang terserang penyakit kelamin. Hingga akhir abad ke-19 pun jumlah anggota militer yang terjangkit penyakit kelamin semakin meningkat. Seperti yang pernah dilaporkan oleh Dinas Kesehatan mengenai data anggota militer yang terjangkit penyakit kelamin 5.

Dengan banyaknya jumlah anggota militer yang terjangkit penyakit

4Di dalam data – data arsip tidak ditemukan data – data yang

menjelaskan nama – nama virus lain tersebut. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan dunia kesehatan pada masa kolonial belum semaju saat ini.

5 Dalam data arsip disebutkan bahwa; untuk kasus morbiveneris

paling banyak terjadi pada tahun 1887 dan 1889. Sedangkan paling sedikit terjadi pada tahun 1873. Sedangkan untuk kasus penyakit Syphilis sendiri mengalami peningkatan jumlah penderita ada di tahun 1882. Sedangkan untuk jumlah pengidap paling sedikit ada di tahun 1873. Sumber BT. 10 Agustus 1891 No. 4; Burgelijk Geneeskundige Dienst van 260, tanggal 8 April 1891.

(5)

kelamin, maka keberadaan dunia militer sebagai lembaga utama yang bertanggung jawab menopang dan menjaga stabilitas keamanan dan kekuatan pemerintah kolonial akan terancam.

Kekawatiran pemerintah Hindia Belanda terhadap peningkatan jumlah anggota militer yang menderita penyakit pada abad ke-19, dibarengi pula dengan maraknya dunia prostitusi di wilayah Hindia Belanda pada abad ke-19. Pemerintah Hindia Belanda melihat maraknya dunia prostitusi dan pelacuran terselubung akan membawa dampak yang buruk pada perkembangan sosial dan kesehatan dalam masyarakat. Salah satu dampak buruk yang ditimbulkan adalah munculnya wabah penyakit kelamin6. Dengan adanya dampak yang

ditimbulkan, pemerintah Hindia Belanda mulai terusik dengan keberadaan dunia prostitusi serta para pekerjanya. Sehingga pemerintah mulai mencurigai para wanita pekerja di dunia prostitusi sebagai agen pembawa dan penyebar virus penyakit kelamin.

Kecurigaan pemerintah Hindia Belanda tersebut didukung dengan adanya Surat Laporan Komandan Pasukan Departemen

6Peter Boomgaard, Children of the Colonial State : Population

Growth and Economic Development in Java, 1795-1880,(Amsterdam : Free University Press,1989), hlm. 159-164.

(6)

Pertahanan Keamanan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda pada tanggal 15 November 1900 No. 217. Suratnya itu mengatakan bahwa

berdasarkan penelitian terhadap prostitusi di wilayah Hindia Belanda, disinyalir bahwa dari para wanita inilah anggota militer terkena penyakit kelamin. Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa jumlah anggota militer yang terjangkit cukup besar, yaitu mencapai 11.800 personil pertahunnya. Dengan adanya laporan tersebut maka keadaan penyakit kelamin di kalangan militer yang disebabkan oleh prostitusi sangat memperihatinkan. Sehingga pemerintah Hindia Belanda perlu turun tangan untuk mengatasi wabah penyakit kelamin di kalangan anggota militer.

B. Permasalah dan Ruang Lingkup.

Masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai meluasnya penderita penyakit kelamin dikalangan militer dan tindakan pemerintah Hindia Belanda untuk mengatasi masalah tersebut. Masalah wabah penyakit kelamin yang pernah menyerang para anggota militer merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kesehatan para anggota militer. Dalam

(7)

penelitian ini, fokus utama ada pada sebab dan proses mewabahnya penyakit kelamin dikalangan anggota militer.

Penelitian ini dimulai dengan membahas mengenai kehidupan sosial para anggota militer yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan serta proses masuknya penyakit kelamin di kalangan anggota militer Hindia Belanda. Sehingga muncul pertanyaan bagaimana proses masuk dan berkembang wabah penyakit kelamin dikalangan militer Hindia Belanda? pertanyaan ini membahas mengenai sejak kapan, faktor apa saja yang menyebabkan penyakit kelamin menjangkiti para anggota militer Hindia Belanda. Selanjutnya timbul pertanyaan, sejauh mana kepedulian pemerintah Hindia Belanda terhadap keberadaan penyakit kelamin di kalangan anggota militer Hindia Belanda? dan pertanyaan terakhir mengenai, seperti apa reaksi pemerintah terhadap wabah penyakit kelamin yang menyerang para anggota militer Hindia Belanda serta apa saja bentuk–bentuk keseriusan pemerintah Hindia Belanda untuk menanggulangi wabah penyakit kelamin di kalangan korps militer Hindia Belanda?.

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah hubungan antara dunia militer dan dunia kesehatan yang dibahas ke dalam satu tema besar mengenai sejarah pemberantasan penyakit kelamin di kalangan

(8)

anggota militer oleh pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena itu wilayah Negara Hindia Belanda sebagai wilayah kajian dalam penelitian ini. Sedangkan untuk periodesasi dimulai dari akhir abad ke-19 hingga tahun 1920an yang diawali munculnya UU kesehatan antara militer dan sipil.

Hal penting lain ada pada tindakkan–tindakkan dalam bentuk beberapa kebijakan kesehatan yang diambil oleh pemerintah Hindia Belanda terkait wabah penyakit kelamin di kalangan militer sepanjang akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Wilayah kajian dalam penelitian ini mencakup wilayah militer pada masa Hindia Belanda. Pemilihan tahun awal penelitian ini adalah tahun 1800an karena pada tahun ini mulai gencar masuk wabah virus penyakit kelamin di kalangan militer Hindia Belanda. Sehingga sepanjang tahun 1800an hingga awal 1900an terjadi banyak peristiwa kesehatan di kalangan militer khususnya mengenai masalah penyakit kelamin. Akhir temporal dari penelitian ini adalah tahun 1920 karena pada tahun ini mulai ditetapkannya prosedur penanganan medis. Prosedur ini berupa UU Kesehatan mengenai pembagian penanganan kesehatan untuk kalangan militer dan sipil.

(9)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan karya ini memiliki empat tujuan utama yaitu pertama, mengetahui bentuk kehidupan seksual para anggota militer pemerintah Hindia Belanda dengan menggali arsip dan data militer pada masa tahun 1800an hingga 1920an. Kedua, memahami proses masuk dan berkembangnya wabah penyakit kelamin di kalangan anggota militer. Ketiga, Menganalisa penyebab meningkatnya jumlah penderita penyakit kelamin pada tahun 1860-1870an di kalangan anggota militer yang. Setelah mengamati proses prosistusi di kalangan militer. Tujuan keempat adalah menganalisi reaksi dan tindakan pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah peningkatan jumlah penderita wabah penyakit kelamin dikalangan anggota militer Hindia Belanda. Setelah pemerintah bereaksi dengan mengeluarkan banyak kebijakan, maka tujuan akhir atau kelima dalam penulisan karya ini adalah melihat dampak yang dihasilkan dari kebijakan pemerintah Hindia Belanda tersebut. Dampak dalam karya ini dibagi dalam dua bagian, yaitu: melihat dampak sosial dan melihat dampak di dunia kesehatan militer.

(10)

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian dengan tema sejarah kesehatan dalam dunia akademis bukanlah hal yang baru lagi. Tulisan dengan tema–tema tersebut sudah cukup banyak. Baik yang secara langsung membahasa atau hanya menyertakannya saja sebagai suatu subbab dalam sebuah karya tulis. Sedangkan penelitian sejarah kesehatan yang secara khusus menekankan kasus mengenai penyakit kelamin di kalangan militer maupun dunia kesehatan militer bisa dikatakan belum terlalu banyak. Salah satu karya ilmiah yang menggambarkan mengenai dunia kesehatan militer adalah tulisan Baha’ Uddin 8 .

Dalam karya tulis ilmiahnya Baha’ Uddin menuliskan mengenai penanganan dan kebijakan kesehatan dalam dunia militer. Beliau memberikan penjelasan mengenai bagaimana pemerintah kolonial dalam menjalankan kebijakannya mengelola kesehatan pada tahun sebelum 1906an. Adanya data pembanding mengenai penanganan kesehatan masyarakat sipil oleh pemerintah kolonial melalui dinas kesehatan kolonial memberikan gambaran kuat dalam menggambarkan pola pikir kritis si penulis.

8 Baha’ Uddin, “Dari Subsidi Hingga Disentralisasi; Kebijakkan

Pelayanan Kesehatan Kolonial di Jawa (1906 – 1930-an)”,Tesis S-2 Program Studi Sejarah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2005.

(11)

Sedangkan pada tulisan milik Gani A. Jaelani 9, dijelaskan dalam

karyanya tersebut Gani mencoba membuktikan mengenai keberadaan penyakit Syphilis sebagai penyakit kelamin yang mematikan di kalangan masyarakat Jawa pada tahun tersebut. Kejelian melihat sebuah penyakit Syphilis dari beberapa elemen masyarakat dan bagaimana proses pencegahannya. Ia ingin memberikan sebuah gambaran yang nyata mengenai perkembangan penyakit kelamin itu sendiri dari dua elemen masyarakat yaitu para pekerja perkebunan dan militer.

Keberadaan penyakit kelamin sendiri yang timbul di dalam dunia militer ternyata tidak begitu saja muncul. Adanya banyak faktor sosial di luar militer yang menjadi penyebab. Salah satu faktor sosial tersebut adalah mengenai pola seksual dalam masyarakat. Pola inilah yang diteliti oleh Gayung Kasuma10 dalam karya tesisnya, pada karyanya

tersebut masalah sosial, pola seksual yang bebas, prostitusi dan aborsi memiliki keterkaitan satu sama lain. Lebih mendalam lagi mengenai

9 Gani A. Jaelani , Penyakit kelamin di Jawa 1812–1942, (Syabas

Book, Bandung, 2013).

10 Gayung Kusuma, “Perubahan Sosial dan Kecenderungan

Masyarakat Kahidupan Seksual di Jawa Awal Abad XX”, Tesis S-2 Program Studi Sejarah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2006.

(12)

faktor–faktor yang perlu diketahui sebagai pendukung perkembangan penyakit kelamin di kalangan militer.

Selain faktor sosial sebagai pendukung, munculnya wanita sebagai salah satu faktor penyebaran penyakit kelamin ke dalam kehidupan militer memang tidak dapat dipungikiri. Dengan adanya peran wanita sebagai pelaku prostitusi terselubung di dalam pemrintahan membuat munculnya usaha pemerintah Hindia Belanda untuk memenuhi pasokan wanita secara tidak langsung pada masa itu. Dalam karya buku milik Leonard Blusse 11, ia menulis mengenai

bagaimana keadaan sosial dan ekonomi masa kolonial memberikan dampak yang luar biasa besar terhadap para wanita dan masyarakatnya. Peran para wanita cukup besar bila digambarkan dalam karyanya.

Wanita sebagai pelaku prostitusi juga dijelaskan oleh Lamijo 12.

Lamijo menjelaskan bahwa pelacuran merupakan fenomena sosial yang senantiasa hadir dan berkembang di setiap putaran roda zaman.

11 Leonard Blusse, Persekutuan Aneh. Pemukiman Cina, Wanita

Peranakan, dan Belanda Di Batavia, (Yogyakarta: LKIS, 2004).

12 Lamijo, “Prostitusi di Jakarta Dalam Tiga Kekuasaan, 1930 –

1959: Sejarah dan Perkembangannya”, Lembaran Sejarah IV(2), Yogyakarta: 2002.

(13)

Dimana pelacuran tidak pernah habis untuk dikupas, apalagi di hapuskan. Karya Lamijo dalam mengupas masalah prostitusi dalam tiga Zaman mampu melihat efek yang terjadi dalam dunia prostitusi setalah tahun 1920 di Jawa khususnya Batavia dengan sangat baik. Dimana ia menggambarkan bahwa prostitusi tidak begitu saja berdiri namun banyak faktor pendukung yang menyertai. Seperti yang ia katakana bahwa pasca UU Agraria tahun 1870 memberikan banyak dampak dalam pola kehidupan masyarakat yang mampu mengarahkan pada sebuah kebutuhan selain primer sekunder dan tersier yaitu kebutuhan mengenai hiburan.

Kebutuhan akan hiburan mendorong seseorang menjadi pelaku dalam prostitusi, John Ingleson 13 menuliskan bahwa modernitas

ekonomi perkebunan yang terjadi sepanjang tahun 1870an hingga menuju tahun 1900an menjadi salah satu faktor akan munculnya masalah pola seksual menjadi lebih bebas dan terbuka. Hal ini disebabkan karena banyaknya permintaan akan buruh sebagai pekerja dalam sektor ekonomi khususnya perkebunan, untuk melakukan

13 Ingleson, John, “Prostitution in Colonial Java”, dalam David P.

Chandler dan M.C. Ricklefs (eds.), Nineteenth and Twentieth Century Indonesia: Essays in honour of Professor J.D Legge. Victoria: Southeast Asian Studies, 1986.

(14)

perpindahan dari tempat asal menuju ke tempat kerja yang baru. Perpindahan tersebut dengan meninggalkan keluarga asal dan istri atau pasangan. Dengan adanya keadaan yang jauh dari keluarga maka kebutuhan seksual dipenuhi di wilayah tinggal yang baru. Sehingga keadaan hubungan seks yang bebas dan terbuka ini menjadi hal biasa bagi para pekerja perkebunan yang jauh dari keluarga dan pasangan.

Keadaan mengenai kesadaran akan kehidupan seks yang bebas ternyata tidak dibarengi dengan kesadaran akan kesehatan, sehingga para pelaku prostitusi kurang memahami akibat dari kehidupan seks yang bebas. Selain itu kurangnya kepedulian pemerintah terhadap keadaan minim pengetahuan kesehatan juga menjadi pendukung masuknya penyakit kelamin. Seperti yang ditulis oleh Peter Boomgaar14, ia menuliskan mengenai dunia kesehatan pada awalnya masa kolonial dimana dunia kesehatan di kalangan masyarakat Eropa yang terbawa oleh penduduk Eropa yang tinggal di Hindia belanda mengalami perbedaan yang sangat jauh dengan cara penanganan masyarakat pribumi yang masih sangat tradisional bila dilihat dengan kaca mata saat ini. Adanya pembedaan penanganan yang terjadi

14Peter Boomgaard, Health Care In Java, Past and Present,

(15)

dikalangan masyarakat menjadikan kebijakkan pemerintah perlu untuk dikaji kembali terkait pemberantasan penyakit kelamin.

Kebijakkan–kebijakkan kesehatan pemerintah kolonial secara umum dapat dilihat dalam karya yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan yang berjudul Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia Jilid

115. Pada buku ini digambarkan mengenai penyelenggaraan kesehatan

pada tiga pembagian masa yaitu: pada masa penjajahan Belanda tahun 1800 – 1942, masa pendudukkan Jepang 1942 – 1945, hingga pada masa perang kemerdekaan 1945 – 1949.

Kejelian dan totalitas para penulis sebelumnya inilah yang membuat penulis tertantang untuk menulis sebuah karya mengenai sejarah kesehatan, khususnya sejarah kesehatan di dunia militer pada masa kolonial. Jika melihat dari berbagai karya–karya di atas belum ada yang membahas secara khusus mengenai strategi pemberantasan penyakit kelamin di kalangan militer dan apa saja penyakit–penyakit yang menjangkiti para anggota militer, dengan memasukkan beberapa literatur dunia medis sebagai acuan untuk melihat data arsip penyakit

15 Satrio, dkk, Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia I,

(16)

serta gejala yang ditimbulkan. serta dampak apa yang timbul dalam dunia kesehatan militer.

E. Kerangka Konseptual

Keberadaan manusia dengan lingkungannya merupakan sebuah hubungan yang saling memberikan pengaruh satu sama lain. Manusia sebagai pengkonsumsi semua hal yang disediakan oleh lingkungan merupakan sebuah kewajaran sebagai pemenuh kebutuhan hidup. Ketika pola lingkungan yang berprostitusi terbentuk maka akan timbul resiko. Salah satu resiko yang muncul adalah resiko kesehatan. Resiko kesehatan tersebut bisa berupa penyakit. Penyakit yang muncul salah satunya adalah penyakit kulit dan kelamin. Penyakit kulit dan kelamin muncul juga dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak sehat serta pengetahuan masyarakat disekitarnya yang kurang mengerti mengenai berhubungan seksual secara sehat. Penyakit kelamin tidak menyebar begitu saja. Bila berada dalam lingkungan prostitusi maka dapat dilihat bahwa para PSK sebagai salah satu agen pembawa dan penyebar penyakit kelamin.

Menurut Sarwono perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta

(17)

tindakkannya yang berhubungan dengan kesehatan. Beberapa Aspek dari dalam individu juga sangat berpengaruh terhadap pembentukkan dan perubahan perilaku dalam persepsi, motivasi dan emosi. Salah satu aspek yang turut menentukan perilaku individu dalam masyarakat adalah motivasi yang timbul karena adanya suatu kebutuhan atau norma yang harus dipenuhi 16

Kondisi sosial para anggota militer pada abad ke 19 memang tidak pernah lepas dari berbagai macam tugas wajib dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satunya adalah menjaga stabilitas keamanan pemerintah Hindia Belanda. Berbagai macam pergolakkan yang terjadi di daerah membuat mereka harus selalu sehat dan siap. Dengan adanya kesadaran ini maka pemerintah menjadikan militer sebagai sebuah institusi yang modern, termasuk dalam masalah penanganan kesehatan.

Munculnya wabah penyakit kelamin dikalangan anggota militer menjadi sebuah ketakutan tersendiri untuk pemerintah. Salah satu ketakutan tersebut mengenai ancaman pergolakan kekuatan daerah yang mengancam keberadaan pemerintah Hindia Belanda. Namun

16 Sarwono, S., Sosiologi Kesehatan, (Yogyakarta; Gadjah Mada U

(18)

dalam sisi para keanggotaan militer sendiri dapat dilihat bahwa keberadaan penyakit kelamin yang menjangkiti mereka merupakan sebuah konsekuensi wajar akan perilaku seksual yang tidak sehat.

Menurut Ogden L proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain adalah faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor dari luar seperti budaya, pelayanan, demografi, epidemiologi, kultur dan konsekuensi dari perilaku itu sendiri. Faktor dari dalam antara lain pengetahuan, sikap, tujuan, besarnya resiko dari perilaku, besarnya norma sosial yang mempengaruhi 17.

Rutinitas serta aktivitas sosial di dalam barak para anggota militer menjadi salah satu faktor penting yang melatar belakangi proses masuknya penyakit kelamin. Tuntutan kebutuhan biologis setiap anggota, pertukaran budaya dan keberadaan para PSK yang belum terawasi, minimnya pengetahuan seksual membuat sebuah dorongan besar untuk timbulnya penyakit kelamin. Dengan munculnya penyakit kelamin ini secara tidak langsung akan menggangu kesehatan para

17 Ogden. L, Shepperd, M. Smith, A.W, The Prevention Marketing Ini

(19)

anggota. Dengan adanya anggota militer yang tidak sehat maka kekuatan pemerintah juga akan terganggu.

Adanya kenyataan ini secara tidak langsung pemerintah kolonial mulai membangun jaringan kesehatan di dalam militer sendiri. Ketakutan yang terjadi pada pemerintah menyebabkan munculnya beberapa peraturan yang dirasa sangat menyudutkan para PSK. Namun dengan adanya penyakit kelamin yang mewabah, secara tidak langsung akan memunculkan banyak akibat yang timbul dalam dunia medis militer.

F. Sumber Penulisan dan Metode Penelitian

Penulis dalam melakukan penulisan karya ini menggunakan metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo. Dalam memperoleh jawaban dari permasalah penelitian tersebut penulis melakukan beberapa tahap penelitian sebagai berikut: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), (4) interpretasi: analisis dan sintesis, dan (5) penulisan 18”, meskipun

tidak sepenuhnya tahapan dilakukan, namun sebagian besar penulis

18 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang,

(20)

beracuan pada langkah–langkah tersebut. Sehingga pada prosesnya penulis melakukan tahap–tahap sebagai berikut :

F.I. Pemilihan topik.

Dalam pemilihan topik yang digunakan, penulis memilih topik mengenai wabah penyakit kelamin yang pernah menyerang kalangan di Militer pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada awal pemilihan topik mengalami banyak revisi karena terkait masalah sosial di dunia militer dan dunia kesehatan militer Hindia Belanda. Sebelum pada akhirnya ditentukan topik ini ada beberapa topik yang pernah terpikirkan untuk diajukan. Namun dengan adanya sumber dan beberapa kekosongan penelitian mengenai masalah sejarah kesehatan di Indonesia yang sudah pernah ditulis maka pemilihan topik ini menjadi menarik. Menarik karena belum banyak dijumpai yang menulis mengenai topik kesehatan dengan latar belakang kehidupan sosial dan kehidupan kesehatan para anggota militer Hindia Belanda.

F.II. Pengumpulan sumber.

Sumber yang digunakan penulis dalam karya ini adalah sumber– sumber dari dinas kesehatan militer pada masa Hindia Belanda di pusat dan dari dinas kesehatan sipil serta dinas kesehatan militer yang berada di daerah. Sumber–sumber ini masuk ke dalam kelompok

(21)

sumber primer 19. Beberapa sumber arsip yang digunakan antara lain

adalah :

1. Arsip laporan dan data–data anggota militer yang terserang

penyakit kelamin mulai tahun 1870 sampai 1890.

2. Data statistik mengenai jumlah anggota militer yang terserang

penyakit kulit dan kelamin

3. Surat dinas kesehatan militer kepada komisi kesehatan.

4. Surat dari konsul jendral mengenai laporan jumlah anggota

militer yang terkena Syphilis tanggal 9 juni 1910.

Arsip – arsip yang digunakan tersebut merupakan kumpulan arsip dari ANRI. Untuk pencarian sumber primer di ANRI sendiri memang masih belum mengalami banyak kesulitan karena untuk laporan kesehatan secara umum sendiri oleh pihak ANRI dikelompokkan pada bindel arsip Medica dan sebagian lagi sudah terkelompok pada buku khusus mengenai kumpulan arsip kebijakan pemerintah.

19 Sumber primer adalah kesaksian seseorang atas suatu

peristiwa yang disaksikan berdasarkan mata kepala sendiri atau panca indra yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceriterakan. Disebut juga saksi pandangan mata. Louise Gottchalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Press, 1986) hlm. 53.

(22)

Selain arsip laporan dan data dari para anggota militer yang terjangkit penyakit kelamin, penulis juga menggunakan data gambar para anggota militer berseragam sebagai latar sosial penggambaran kehidupan militer dan bentuk para anggota militer Hindia Belanda. Gambar mengenai kehidupan sosial para masyarakat Hindia Belanda juga digunakan sebagai sumber dalam penulisan. Penulis menggunakan gambar masyarakat pribumi pada abad ke-19 sebagai penunjang gambaran keadaan masyarakat pribumi di Hindia Belanda. Selain itu arsip gambar mengenai beberapa Rumah Sakit abad ke-19 juga menjadi sumber informasi bagi penulis dalam menuliskan latar belakang kehidupan kesehatan masyarakat dan anggota militer di abad ke-19.

Setelah melakukan pengumpulan sumber dan data penulisan, penulis melakukan pemahaman makna yang terkandung dalam sumber-sumber sejarah tersebut. Maka pada makna yang terkandung dalam sumber–sumber ini kemudian dirangkaikan dalam suatu kesatuan yang logis dan sistematis menjadi sebuah interpretasi yaitu penyajian pikiran yang baru berdasarkan sumber–sumber yang telah

(23)

dianalisis dalam bentuk tertulis 20. Setelah selesai diseleksi, maka

sumber data–data yang diperoleh tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sehingga kemudian dilakukan analisa mengenai sebab, proses dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi wabah penyakit kelamin di kalangan militer Hindia Belanda.

F.III. Penulisan

Tahapan akhir adalah penulisan dari semua tahapan diatas yang telah dilalui. Penulisan ini adalah tahap akhir dari penelitian yang akan dilakukan. Menurut Berkhoefer21 tidak ada sintesis tanpa adanya

eksplanasi. Dimana eksplanasi terdiri dari pernyataan yang harus dijelaskan dan dalam penulisan ini ada pernyataan yang harus runtut untuk memudahkan pembaca mulai dari pernyataan bentuk–bentuk keadaan sosial, kebijakkan–kebijakkan, pola penyakit dan penyebarannya hingga dampak dari pemberantasan penyakit kelamin di kalangan militer terhadap dunia kesehatan militer yang mana harus

20Teuku Ibrahim Alfian, Metode Penelitian Sejarah Aceh, (1994),

hlm. 16.

21Berkhofer F Robert , Behavior Approach to Historical Analisys,

(24)

dijelaskan selama dan setelah proses pemberantasan penyakit kelamin di kalangan militer.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bab, antara lain; Bab I berisi tentang alasan dan tujuan membahas mengenai sejarah pemberantasan penyakit kelamin di kalangan militer pada awal abad ke-19 hingga akhir abad ke-20. Adanya beberapa fakta menarik yang dipaparkan untuk menjelaskan pentingnya tema ini untuk dikupas lebih lanjut. Serta memberikan landasan mengenai gambaran dan isi karya penulisan secara garis besar.

Pada bab II secara garis besar berisi tentang kehidupan sosial baik dari luar ke dalam atau dari dalam ke luar, kesehatan dan perang para anggota dan dunia militer. Dalam menjelaskan kehidupan militer akhir abad-19 hingga awal abad-20 tersebut bab II dibagi lagi menjadi beberapa sub bab, antara lain ; (1) dunia perang (2) dunia sosial para anggota militer (3) dunia kesehatan militer. Pada bab III membahas mengenai militer dan penyakit kelamin serta proses masuknya wabah penyakit kelamin di kalangan militer. Pada bab III dibagi menjadi ; (1) penyakit kelamin secara umum di mata dunia kesehatan, (2) proses masuk, menular dan menyebarnya wabah penyakit kelamin di

(25)

kalangan militer, (3) pada sub bab ke 3 dibahas mengenai keberadaan penyakit kelamin di kalangan militer. Pada bab ke IV dibagi menjadi 2 sub bab sebagai berikut; (1) Membahas mengenai strategi dan penerapan kebijakan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda sebagai upaya untuk melakukan pemberantasan penyakit kelamin di kalangan para anggota militer. (2) membahas mengenai pengaruh yang timbul akibat kebijakkan pemerintah Hindia Belanda dalam pemberantasan penyakit kelamin di kalangan para anggota militer. Selanjutnya sub bab ini diuraikan mengenai beberapa dampak yang muncul dari segi penanganan kesehatan militer dan penanganan kesehatan sipil. Munculnya dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan sosial masyarakat pasca dikeluarkannya kebijakan – kebijakan pemerintah Hindia Belanda terkait penanganan dan pemberantasan penyakit kelamin di kalangan anggota korps militer Hindia Belanda. Bab V adalah bab penutup yang berisi mengenai kesimpulan dari penelitian tentang penyakit kelamin di kalangan korps militer Hindia Belanda akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

Referensi

Dokumen terkait

Berkesempatan menjadi mahasiswa Manajemen Pemasaran UNAIR tidak di sia-siakan oleh Dewi, ia banyak mendapat ilmu tentang manajemen keuangan, salah satunya adalah strategi

Aspek-aspek yang dinilai dalam presentasi adalah sebagai berikut: kekompakan, sistematika penyajian, partisipasi anggota,pemerataan tugas anggota,spontanitas menjawab

Jika peneliti menelaah apa yang sudah tertera diantara dua surat ini yaitu penjelasan Pengadilan Agama Banyuwangi dan surat edaran Kementerian Agama maka

Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Nasabah yang menabung di bank Syariah tidak akan diberikan keuntungan bunga

Sedangkan dana bagi hasil bukan pajakbersumber dari sumber daya alam (kehutanan, pertambangan umum, perikanan,pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi). Berdasarkan

Perubahan Rencana Kerja (Renja) Perangkat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pelalawan Tahun 2017 Semester pertama ini memuat Program dan kegiatan yang

10 9=6+7+8 8 7 Tahun 2015 Tahun 2016 ( 1.04.. Kecamatan dan Puskesmas Fasilitasi Pengadaan dan Pengisian Ulang APAR. APAB 33.. ) - Komunikasi

Potensi Bakteri Simbion Usus Teripang Hitam ( Holothuria atra ) sebagai Minuman Probiotik Susu Kedelai ( Ali Djunaedi dan Delianis Pringgenies ).. Minuman probiotik merupakan