KandungIsvan Shona Pandanwati & Veronika Suprapti
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Abstract. This study aims to determine how the resilience of families in middle adult couples who have no biological children. Family resilience refers to positive adaptation to the family as a unit. Family resilience arises from significant interaction between risk factors and protective factors. This study used a qualitative approach with intrinsic case study method. Subject of the research was two families couple of middle aged adults who have no biological children. Data obtained through interviews with subjects and significant others. The study found that the factors that affect the resilience of families in middle adult couples who have no biological children are risk factors and protective factors. Protective factors consist of protective factors internal and external protective factors include attachment between family members, communication within the family and social support. Attachment between family members can address communication challenges and ridicule from others. Agreement to discontinue treatment, careful financial management to work together to solve the family's financial problems. Efforts were made to overcome loneliness is to invite other children to play. Spirituality, optimism and positive assessment of the couple influence family decisions and face challenges due to the absence of biological children. When families are faced with a situation that can not be changed, where the problem of the absence of children is difficult or can not be changed, they accept, let go and wait by the remains optimistic about the future.
Keywords: family resilience, middle adulthood, have no biological children
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana resiliensi keluarga pada pasangan dewasa madya yang tidak memiliki anak kandung. Resiliensi keluarga merujuk pada adaptasi positif keluarga sebagai sebuah unit. Resiliensi keluarga muncul dari interaksi yang signifikan antara faktor resiko dengan faktor protektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik. Subyek penelitian ini adalah 2 keluarga pasangan suami istri usia dewasa madya yang tidak memiliki anak kandung. Data diperoleh melalui wawancara dengan subyek dan significant others. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi keluarga pada pasangan dewasa madya yang tidak memiliki anak kandung adalah faktor resiko dan faktor protektif. Faktor protektif terdiri dari faktor protektif internal dan faktor protektif eksternal meliputi kelekatan antar anggota keluarga, komunikasi dalam keluarga, dan dukungan sosial. Kelekatan antar anggota keluarga dapat mengatasi tantangan komunikasi dan ejekan dari orang lain. Kesepakatan untuk menghentikan pengobatan, berhati-hati dalam mengatur keuangan hingga sama-sama bekerja dapat mengatasi masalah keuangan keluarga. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kesepian adalah dengan mengajak bermain anak orang lain. Spiritualitas, rasa percaya dan penilaian positif terhadap pasangan mempengaruhi keluarga dalam menghadapi tantangan akibat ketidakhadiran anak kandung. Ketika keluarga dihadapkan dengan situasi yang tidak dapat diubah, dimana masalah ketidakhadiran anak sulit atau sudah tidak dapat diubah, mereka menerima, pasrah dan sabar dengan tetap fokus pada masa depan.
Kata kunci: resiliensi keluarga, dewasa madya, tidak memiliki anak kandung
Korespondensi: Isvan Shona Pandanwati. Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Fakultas Psikologi. Universitas Airlangga, Jalan Airlangga 4-6, Surabaya - 60286 email: isvanshona@yahoo.co.id
Perubahan norma sosial dan demografi Havens & Hall, 2001 dalam Hansen, 2011).
mendorong perkembangan dan pengakuan terhadap Pasangan suami istri dewasa madya
keluarga tanpa anak. Keluarga tanpa anak dapat dihadapkan pada kemungkinan kecil untuk terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor kesempatan memperoleh keturunan akibat penurunan aktivitas atau biologis. Keadaan tanpa anak ini berpengaruh seksual. Padahal tugas perkembangan usia dewasa
pada keluarga sebagai sebuah sistem. madya seharusnya lebih banyak berkaitan dengan
parenthood. Menurut Beckmann (2002, dalam Grace,
Pasangan dewasa madya menanggapi 2009) ketidakmampuan untuk memiliki anak akan
berbagai kesulitan akibat ketidakhadiran anak mengakibatkan beban emosional yang besar pada
dengan berbagai respon. Penelitian yang dilakukan pasangan. Pasangan harus menyesuaikan diri
oleh Ratna (2012) menunjukkan bahwa pasangan terhadap keluarga besar (Clayton, 1975 dalam
saling mengisi, saling menghibur, melakukan Hidayah, 2007). Selain itu, pasangan juga harus siap
berbagai usaha untuk memperoleh keturunan, menghadapi kritik sosial dari masyarakat yang
bersabar hingga akhirnya pasrah. berorientasi pada anak (Van Hoose & Worth, dalam
Pasangan yang menganjurkan kehadiran Grace, 2009). Konflik rumah tangga berkepanjangan
anak akan mengupayakan berbagai cara termasuk juga sangat mungkin terjadi. Berawal dari rasa kecewa
mengadopsi anak. Namun anak angkat tidak serta l a l u m e n i m b u l k a n f r u s t ra s i d a n k a d a n g
merta mampu menggantikan ketidakhadiran anak menyebabkan pasangan saling menyalahkan tentang
kandung. Data dari rubrik konsultasi menyebutkan penyebab ketidakhadiran anak (Muskibin, 2005).
bahwa B tetap berselingkuh meski telah memiliki Kondisi tidak memiliki anak akan semakin
anak angkat (Suami Selingkuh Akibat Tak Punya
sulit jika dialami oleh pasangan suami istri dewasa
Keturunan, 2012). madya. Timbul penyesalan pada pasangan suami istri
Penelitian lain menunjukkan bahwa dewasa madya yang tidak memiliki anak. Penyesalan
pasangan dewasa madya sudah dapat menyesuaikan ini berkorelasi dengan depresi. Prevalensi depresi dan
diri dan berusaha mempertahankan pernikahan k e s e p i a n m e n i n g k a t b e r s a m a a n d e n g a n
tanpa anak (Hidayah, 2007). Ada pula pasangan yang kemunduran-kemunduran yang terjadi pada masa
semakin dekat dan semakin baik komunikasinya dewasa madya (Wenger dkk., 2007; Lecci dkk., 1994;
adalah hal-hal yang memperkuat individu atau (Burns & Covington, dalam Hidayah, 2007).
keluarga dalam menghadapi faktor-faktor resiko. Sementara itu, studi Hayes (dalam
Menurut Walsh (2006) terdapat kunci proses
Handayani dkk., 2008) menunjukkan bahwa
yang mendukung resiliensi keluarga yaitu sitem
ketidakhadiran anak menyebabkan perceraian.
kepercayaan yang dianut, pola organisasi
Rubrik konsultasi lain menegaskan dampak negatif
keluarga dan proses komunikasi.
ketidakhadiran anak kandung yaitu poligami Keluarga yang Tidak Memiliki Anak Kandung
(Poligami Tanpa Izin Istri, 2000). Tipe keluarga dalam penelitian ini adalah
Meski terdapat variasi respon namun secara keluarga tanpa anak dimana pasangan tetap tidak umum ketidakhadiran anak kandung merupakan mempunyai anak kandung sebagai akibat dari masalah bagi banyak pasangan dewasa madya. f a k to r - f a k to r ke s e m p a t a n a t a u b i o l o g i s. Besarnya tekanan dari dalam maupun luar diri Ketidakhadiran anak juga memberikan dampak pasangan dapat menyebabkan stres yang cukup berat. positif. Menurut Olds (dalam Santrock, 2002) Oleh karena itu, resiliensi keluarga menjadi sangat pasangan akan mempunyai banyak waktu untuk
penting dan semakin dibutuhkan. mempertimbangkan tujuan hidupnya, pasangan
Resiliensi keluarga adalah suatu kondisi akan semakin matang dan lebih mapan dalam karir. dimana keluarga mampu beradaptasi dan berhasil Pasangan lebih bebas untuk bepergian tanpa harus
melalui stres, baik di saat sekarang maupun waktu- memikirkan tanggung jawab mereka untuk
waktu berikutnya (Hawley & DeHaan, 1996 dalam mengurus anak (Papalia, dkk., 2001).
Kalil, 2003). Keluarga yang resilien merespon secara Callan (dalam Papalia, dkk., 2001)
positif setiap kesulitan dengan mempertimbangkan berpendapat bahwa wanita yang tidak memiliki anak
sudut pandang seluruh anggota keluarga. tidak perlu takut tubuhnya menjadi tidak menarik
Resiliensi terbentuk dari interaksi antara lagi sebagai efek dari hamil dan melahirkan. Lebih faktor-faktor resiko dengan faktor-faktor protektif lanjut Kail dan Cavanaugh (2000, dalam Grace, (Windle, 1999 dalam Kalil, 2003). Faktor resiko adalah 2009) menjelaskan bahwa ketidakhadiran anak segala sesuatu yang berpotensi untuk menimbulkan membuat pasangan tidak perlu memikirkan persoalan atau kesulitan, sedangkan faktor protektif mahalnya biaya untuk membesarkan dan
menyekolahkan anak. resiko dan hasil yang mungkin terjadi. Faktor
Resiliensi Keluarga protektif terbagi menjadi 2 yaitu faktor
Teori resiliensi keluarga merupakan protektif internal dan faktor protektif teori yang tergolong kompleks mengingat eksternal.
keluarga terdiri dari individu yang saling Faktor protektif internal yaitu faktor berinteraksi. Mengacu pada perspektif sistem yang berasal dari dalam diri individu. Rutter
keluarga, resiliensi keluarga adalah hasil dari (1985, dalam Walsh, 2006) menyebutkan bahwa
self-proses transaksi yang saling berkaitan dalam esteem dan self-efficacy tinggi, dengan harapan dan
sebuah sistem yang dinamis. Proses transaksi kontrol pribadi, lebih mungkin membuat individu dalam keluarga memfasilitasi interaksi antara faktor sukses dalam mengatasi kesulitan. Mereka resiko dan faktor protektif. Resiliensi keluarga mengembangkan kompetensi dan harapan hidup
dapat berubah sepanjang waktu seiring dengan yang lebih baik melalui usaha mereka sendiri dan
berbagai tantangan dan peristiwa yang hubungan dengan orang lain (Kobasa dkk., 1985;
dihadapi keluarga dalam rentang kehidupan Werner, 1993 dalam Walsh, 2006). Faktor protektif
(Luthar dkk., 2000 dalam Kalil, 2003). internal lainnya adalah moral dan spiritual (Dugan
Luthar (1999, dalam Kalil, 2003) & Coles, 1989 dalam Walsh, 2006).
mendefinisikan faktor resiko sebagai sebuah Sementara itu, faktor protektif eksternal
“ m e d i a t o r ” a t a u v a r i a b e l - v a r i a b e l y a n g adalah faktor-faktor dari luar individu yang dapat memfasilitasi terjadinya perilaku yang bermasalah. menahan kesengsaraan. Walsh (1996, 1998, dalam Terdapat sejumlah hal dalam keluarga yang Kalil, 2003) berpendapat bahwa terdapat faktor diidentifikasi sebagai faktor resiko yang berpotensi protektif (proses dalam keluarga) yang mendorong memunculkan persoalan baik pada level individual, kemampuan keluarga untuk mengatasi stres secara
keluarga dan lingkungan masyarakat. efektif.
Adapun faktor protektif adalah variabel Menurut Walsh (2006) proses dalam
“penahan” yang berinteraksi dengan faktor keluarga tersebut antara lain: sistem kepercayaan r e s i k o u n t u k m e n g u b a h a t a u yang dianut, pola organisasi keluarga dan proses menyeimbangkan perkiraan hubungan antara komunikasi. Walsh (2006) membagi inti
kepercayaan tersebut menjadi 3 yaitu: (1) memiliki faktor resiko sekaligus faktor protektif.
kapasitas untuk memaknai kesengsaraan; (2) 1. Faktor Resiko
pandangan yang positif; dan (3) transendensi. a. Faktor Resiko Individu
Proses organisasi dalam keluarga Komunikasi yang kurang baik antara suami
meliputi: (1) f leksibilitas; (2) kelekatan istri dan usaha yang belum berhasil memberikan
keluarga; dan (3) penggunaan sumber ekonomi pengaruh negatif bagi resiliensi keluarga pada
dan sosial yang dimiliki keluarga. Sementara pasangan dewasa madya yang tidak memiliki anak
proses komunikasi dalam keluarga terbagi kandung.
menjadi 3 yaitu kejelasan, keterbukaan akan b. Faktor Resiko Keluarga
emosi yang dirasakan dan kerjasama dalam Kondisi ekonomi sama-sama menjadi faktor
menyelesaikan masalah (Walsh, 2006). resiko bagi keluarga yang belum memiliki anak
METODE PENELITIAN
kandung. Penelitian ini juga menemukan bahwaPenulis menggunakan penelitian kualitatif ada pasangan yang merasakan kesepian akibat
dengan pendekatan studi kasus. Pendekatan studi ketidakhadiran anak.
kasus dipilih peneliti dengan tujuan untuk c. Faktor Resiko Lingkungan
memperoleh pemahaman utuh dan integrasi Dalam penelitian ini, lingkungan sama-sama
mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari menjadi faktor resiko bagi keluarga yang tidak suatu kasus khusus (Poerwandari, 2005). Kasus memiliki anak kandung. Hal tersebut berupa ejekan khusus yang dimaksud adalah tidak memiliki anak dari orang lain dan belum diperkennakannya
kandung. mengasuh keponakan.
Subyek penelitian adalah pasangan dewasa
2. Faktor Protektif
madya yang berusia 38-48 tahun yang tidak memiliki
Faktor protektif berfungsi untuk
anak kandung. Data diperoleh melalui wawancara
menjaga resiliensi keluarga dari situasi yang
dengan subyek dan significant others. Wawancara
kurang menguntungkan pada keluarga yang
yang digunakan menggunakan pedoman umum.
tidak memiliki anak kandung. Faktor
protektif terjadi menjadi dua, yaitu:
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Faktor Protektif Internal
Faktor protektif internal merupakan faktor yang a. Faktor Protektif Eksternal
berasal dari dalam individu itu sendiri. Dalam Terdapat faktor-faktor dari luar individu yang penelitian ini perasaan saling memiliki dan membuat keluarga yang tidak memiliki anak
kebersamaan mendorong pasangan untuk kandung bertahan menghadapi tantangan.
menanggung beban hidup bersama. Kemampuan Penelitian ini menemukan bahwa keluarga yang tidak untuk mengontrol diri membuat individu sukses memiliki anak kandung berusaha untuk menjaga dalam mengatasi kesulitan. Sementara regulasi emosi kelekatan antar anggota dengan rekreasi ataupun dan evalusi diri mendorong individu untuk bekerja sama. Saling mendukung, menghargai memperbaiki komunikasinya dengan pasangan. kebutuhan dapat memupuk resiliensi keluarga dan
Kemampuan individu untuk merespon meminimalisir percekcokan di antara mereka.
secara positif dapat mengurangi rasa sedih akibat Keterbukaan dalam berkomunikasi dan
ejekan dari orang lain sehingga dapat melanjutkan kerja sama berperan penting dalam penyelesaian pengobatan. Coping aktif yaitu mengajak bermain masalah keluarga. Keputusan untuk tidak atau
anak orang lain dapat mengatasi kesepian akibat menceritakan masalah keluarga kepada orang
ketidakhadiran anak. lain dapat menjaga resiliensi kedua keluarga.
Secara umum, individu dalam penelitian ini Komunikasi terbuka yang didasari oleh
memiliki pengharapan positif dan yakin mampu kelekatan antar anggota keluarga membantu
menghadapi tantangan. Keyakinan tersebut keluarga untuk melakukan upaya terbaik dalam
diperoleh dari keteguhan dalam memegang prinsip menghadapi ketidakhadiran anak. Peran suami
berrumah tangga. Ketika individu dihadapkan terlihat lebih menonjol untuk pembangunan dengan situasi yang tidak dapat diubah, dimana harapan positif bersama, menguatkan spiritualitas, masalah ketidakhadiran anak sulit atau sudah tidak dan membangun rasa percaya diri keluarga. Selain
dapat diubah, mereka menerima, pasrah dan sabar itu, pasangan berbagi perasaan, toleran akan
dengan tetap fokus pada masa depan. perbedaan, tidak saling menyalahkan dan
Penelitian ini menemukan bahwa penilaian menggunakan humor untuk menyelesaikan
positif terhadap pasangan dan spiritualitas dapat masalah.
profesional menawarkan dukungan berupa protektif eksternal. Faktor protektif internal adalah motivasi, solusi permasalahan, informasi faktor yang berasal dari diri individu. Faktor protektif pengobatan, pengobatan hingga materi. Anak orang internal pada pasangan dewasa madya yang tidak lain adalah hiburan bagi keluarga yang tidak memiliki memiliki anak kandung antara lain: perasaan saling anak kandung. Adanya role model dan keterlibatan memiliki dan kebersamaan, kemampuan mengontrol aktif dalam kegiatan masyarakat terdokumentasi diri, self-esteem dan self-efficacy, regulasi emosi, pada keluarga yang tidak memiliki anak kandung. evalusi diri, respon positif, coping aktif, rasa percaya
SIMPULAN
bahwa tantangan dapat diatasi, optimis danKedua keluarga mampu menampilkan pengharapan positif, menguasai seni kemungkinan,
resiliensi keluarga walaupun tidak memiliki anak spiritualitas dan penilaian positif terhadap pasangan. kandung. Resiliensi yang ditampilkan merupakan Faktor protektif eksternal adalah faktor yang hasil interaksi dari faktor resiko dan faktor protektif. berasal dari luar individu. Hasil penelitian Dinamika resiliensi keluarga tercermin dari interaksi menunjukkan bahwa kelekatan antar anggota antara faktor resiko dengan faktor protektif. keluarga, komunikasi dalam keluarga, dan dukungan Faktor resiko adalah segala sesuatu yang sosial dapat meningkatkan resiliensi keluarga.
berpotensi untuk menimbulkan persoalan atau Komunikasi terbuka yang didasari oleh
kesulitan. Faktor resiko individu meliputi kelekatan antar anggota keluarga mendorong
komunikasi yang kurang baik dan usaha yang belum keluarga untuk melakukan upaya terbaik dalam
berhasil. Faktor resiko keluarga terdiri dari masalah menghadapi ketidakhadiran anak kandung.Role keuangan dan rumah sepi akibat ketidakhadiran model, dukungan sosial dan keterlibatan aktif dalam anak. Sementara faktor resiko lingkungan mencakup berbagai kegiatan di masyaraka terdokumentasi ejekan dari tetangga dan belum diperbolehkan untuk dengan baik pada keluarga yang tidak memiliki anak
mengasuh keponakan. kandung.
Faktor protektif adalah hal-hal yang memperkuat individu atau keluarga dalam menghadapi faktor-faktor resiko. Faktor protektif terdiri dari faktor protektif internal dan faktor
PUSTAKA ACUAN
Grace, M. (2009). Makna Hidup Pada Pasangan yang Belum Memiliki Keturunan. Skripsi. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Handayani, M.H., Suminar, D.R., Hendriani, W., Alfian, I.N., & Hartini, N. 2008. Psikologi Keluarga. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Hansen, T., Slagsvold, B., & Moum, T. (2011). Parenthood and Happiness: a Review of Folk Theories. Diakses pada
tanggal 9 Mei 2012 dari .
Hidayah, N. (2007). Nilai Anak, Stres Infertilitas dan Kepuasan Pernikahan Pada Wanita yang Mengalami I n f e r t i l i t a s . D i a k s e s p a d a t a n g g a l 1 4 M e i 2 0 1 1 d a r i http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/56114
Kalil, A (2003). Family Resilience and Good Child Outcomes: A review of the Literature. New Zealand: Centre for Social Research and Evaluation, Ministryof Social Development. Te Manatu Whakahiato Ora.
Muskibin, I. (2005). Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Papalia, D., Olds, S., & Feldman, R. (2001). Human Development. (8th ed). New
York: Mc. Graw Hill.
P o l i g a m i T a n p a I z i n I s t r i ( 2 0 0 0 ) . D i a k s e s p a d a t a n g g a l 3 0 A g u s t u s 2 0 1 0 d a r i . Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif dalam penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan
Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
http://springer.com
http://mediasilaturahim.com/konsultasi-agama/konsultasi-keluarga/86-poligami-tanpa-izin-istri.html
Ratna. (2012). Stres Dan Coping Perempuan Dengan Masalah Infertilitas Pada Masyarakat Kediri. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2010 dari
.
Santrock, J.W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup (edisi ke5). Jakarta: Erlangga
Suami Selingkuh Akibat Tak Punya Keturunan (2012). Diakses pada tanggal 30 Agustus 2010 dari .
Walsh, F. (2006). Strengthening Family Resilience. New York: The Guilford Press.
http://ratnamaternity.blogspot.com/2012/02/stres-dan-coping-perempuan-dengan.html
http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=1182