• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU KELURAHAN LEUWIGAJAH KECAMATAN CIMAHI SELATAN KOTA CIMAHI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU KELURAHAN LEUWIGAJAH KECAMATAN CIMAHI SELATAN KOTA CIMAHI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU KELURAHAN LEUWIGAJAH KECAMATAN CIMAHI SELATAN KOTA CIMAHI

Nedi Sunaedi (nedi_pdip@

Salsa Nuritsa (salsanuritsa25@gmail.com) Program Studi Pendidikan Geografi

Fakultas Keguruan Dan Ilmu PendidikanUniversitas Siliwangi Tasikmalaya ABSTRACT

SALSA NURITSA, 2015. "Local Wisdom of Indigenous Village People Village Cireundeu Leuwigajah District of South Cimahi Cimahi". Geography Education Study Program. Faculty of Teacher Training and Education. Siliwangi University Tasikmalaya.

The background of this research on local knowledge that is still present in traditional village communities Cireundeu Leuwigajah Village District of South Cimahi Cimahi, the village of Indigenous Peoples Cireundeu are people who still adhere to the traditions of their ancestors with the supervision of traditional leaders. This study used descriptive qualitative method of data collection techniques, both primary data collected through interviews and observation methods (direct observation) and secondary data obtained from the literature. Subjects taken are some people who are Indigenous Village Cireundeu Kampung Village Cireundeu Leuwigajah District of South Cimahi Cimahi. Interviews were conducted with informants were 3 people including Indigenous Village Elders Cireundeu, Chief RT Cireundeu village, and the village leaders Cireundeu.hasil Society study concluded that the cultural elements that exist in the village of Indigenous Cireundeu the use Sundanese language, knowledge systems that exist in Kampung Cireundeu ie knowledge in farming, and the arts, social organizations that exist in the village of Indigenous Cireundeu the farmer group, herd, and mothers cassava processing, system equipment and technology live in Kampung Cireundeu namely cassava grater, tool sealer, plastic wrap, livelihood systems in Kampung Cireundeu that as farmers, religious system in the Sunda wiwitan Cireundeu Kmapung, arts in Kampung Cireundeu the puppet. While local wisdom in Kampung Cireuneu is a staple food and traditions 1 Sura. Indigenous Peoples Cireundeu village has decided to switch the staple food of rice rice into rice cassava. And in a traditional ceremony 1 Sura aims to be grateful for all the blessings God has given them one of them grateful for the abundance of natural resources that they can use for the course of their lives. To complement the deficiency in this study the authors expect it to other writers to examine in depth and detail.

(2)

A. Latar Belakang

Di Kota Cimahi, terdapat sebuah kampung yang masih melakukan apa yang dilakukan leluhurnya dulu. Tepatnya di Kampung Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Kampung Cireundeu merupakan suatu tempat yang memiliki karakteristik tersendiri, didalamnya terbentuk suatu komunitas adat kesundaan yang mampu memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun dan tidak terpengaruhi oleh budaya dari luar. Kampung Cireundeu memiliki 5 ke RT-an dan dari 5 RT yang terdapat di Kampung Cireundeu, komunitas adat kesundaan tersebut sebagian besar berada di RT 02 dan RT 03. Cireundeu berasal dari nama “pohon reundeu”, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu. Pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal. Maka dari itu kampung ini disebut Kampung Cireundeu.

Masyarakat Kampung Cireundeu khususnya yang terdapat di RT 02 dan 03, masih memegang teguh tradisi para leluhur mereka dengan pengawasan ketua adat. Tradisi yang masih dipertahankan oleh Warga Adat Kampung Cireundeu yaitu bahan makanan pokok dan tradisi 1 Sura. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu telah memutuskan untuk beralih makanan pokok dari beras nasi menjadi beras singkong. Dengan maksud lain agar manusia tidak ketergantungan pada satu makanan pokok saja, misalnya sebagai bahan makanan pokok negara Indonesia yaitu beras, namun pandangan masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki alternatif dalam bahan makanan pokok yaitu singkong. Dan dalam tradisi 1 Sura, warga adat melakukan upacara adat yang bertujuan untuk mensyukuri segala nikmat yang diberikan Tuhan kepada warga salah satunya mensyukuri berlimpahnya kekayaan alam yang bisa mereka manfaatkan untuk keberlangsungan hidup warga adat Cireundeu.

Masyarakat Kampung Cireundeu khususnya yang berada di RT 02 dan RT 03 mayoritas bekerja dalam bidang bercocok tanam, dan hampir semua keluarga mempunyai lahan tanah untuk menanam tanaman singkong untuk keberlangsung hidup. Kegiatan bercocok tanam tersebut hampir tidak mengalami perubahan yang cukup besar dari generasi-generasi dahulu. Masyarakat di Kampung Adat Cireundeu

(3)

kehidupannya masih kental dengan sifat gotong-royong dan saling tolong menolong antar sesama warga.

Meskipun termasuk ke dalam masyarakat adat, masyarakat Kampung adat Cireundeu sudah mengalami perubahan pada segi sosial ekonomi, perubahan tersebut terjadi karena ada unsur modernisasi yang masuk ke daerah Kampung Cireundeu. Masyarakat adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman, akan tetapi mengikutinya seperti terdapat teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan. Tetapi masyarakat Kampung adat Cireundeu juga tetap memilih dan memilah terhadap semua budaya yang masuk sehingga bisa diambil yang bermanfaatnya saja. Disamping adanya perubahan tersebut, masyarakat Kampung adat Cireundeu masih tetap bisa dibilang masyarakat yang masih kental dengan adat yang tetap teguh dijalankan sesuai dengan apa yang leluhur jalankan dulu dan tetap mampu mempertahankan kearifan lokal daerah Kampung Cireundeu. B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis buat, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui unsur budaya apa saja yang menjadi ciri khas Masyarakat Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.

2. Untuk mengetahui kearifan lokal apa saja yang terdapat pada masyarakat Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji masalah yang terjadi saat sekarang dengan cara mengumpulkan data. Penelitian deskripsi mengadakan deskripsi untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana kehidupan yang dilakukan masyarakat Kampung Adat Cireundeu di Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. D. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus lebih berdasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh di lapangan. Yang menjadi fokus penelitian

(4)

dalam karya tulis ini adalah kearifan lokal masyarakat Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Ciamahi Selatan Kota Cimahi.

Dengan memperhatikan hal-hal yang telah di paparkan di atas, maka penulis memaparkan pernyataan penelitian, sebagai berikut:

1. Unsur budaya apa saja yang menjadi ciri khas Masyarakat Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. 2. Kearifan lokal apa saja yang terdapat pada masyarakat Kampung Adat

Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini adalah: a. Teknik observasi

b. Wawancara

c. Teknik studi kepustakaaan d. Teknik studi dokumentasi F. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data dalam penelitian digunakan beberapa instrument atau alat pengumpulan data diantaranya:

a. Pedoman observasi b. Pedoman Wawancara G. Objek dan Subjek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan adalah kearifan lokal masyarakat Kampung Adat Cireundeu.

Dalam penelitian ini orang yang penulis ambil merupakan orang yang mewakili dari populasi yaitu masyarakat Kampung Adat Cireundeu. Adapun menurut hasil observasi kriteria informan yang penulis gunakan adalah:

1. Sesepuh masyarakat Kampung Adat Cireundeu 2. Kepala RT 02 Kampung Cireundeu

3. Tokoh Masyarakat Kampung Cireundeu 4. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu H. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Informan

(5)

Sesepuh Kampung Adat Cireundeu bernama Abah Asep Wardiman, beliau berumur 52 tahun, beliau anak ke tiga dari tiga bersaudara. Abah Asep bertempat tinggal di Kampung Cireundeu RT 02 RW 10 Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Pendidikan yang pernah abah Asep raih hanya sampai SMA, abah Asep tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena alasan faktor ekonomi yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya. Beliau melanjutkan hidupnya dengan bekerja. Beliau bekerja sebagai kontraktor.

Abah Asep sudah menjadi Sesepuh selama 1 tahun. Tugas dari seorang Sesepuh adalah menjaga keserasian dan harmoni keluarga besar tersebut, perselisihan-perselisihasn yang mungkin timbul diantara keluarga harus diselesaikan oleh Sesepuh, upacara-upacara dan peristiwa-peristiwa sosial lainnya di kalangan keluarga harus dihadiri oleh Sesepuh,

b. Latar belakang riwayat hidup Kepala RT Cireundeu

Kepala RT Kampung Cireundeu bernama Sudrajat, beliau berumur 36 tahun, beliau anak ke satu dari dua bersaudara. Bapak Sudrajat biasa dipanggil Kang Jajat di Kampung Cireundeu. Kang Jajat bertempat tinggal di Kampung Cireundeu RT 02 RW 10 yang berada di Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.

Kang Jajat bekerja sebagai kepala RT 02 RW 10 di Kampung Cireundeu baru berjalan selama 2 bulan. Dalam prosedur pemilihan kepala RT ini tidak ditunjuk secara faktor keturunan, akan tetapi diambil sesuai suara masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Tugas kang Jajat sebagai kepala RT disini adalah membantu menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, memelihara kerukunan hidup warga, menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat.

c. Latar belakang riwayat hidup bapak Widia

Bapak Widia adalah seorang Ais Pangampih yang ada di Kampung Adat Cireundeu. Ais Pangampih adalah sebuah jabatan yang memiliki tugas untuk menasehati warga adat pada daerah tersebut. Bapak Widia biasa dipanggil abah Widi di Kampung Cireundeu ini, pada 2014 lalu beliau

(6)

sempat menjadi kepala RT di Kampung Cireundeu RT 02 RW 10 Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Dan baru berganti kepala RT pada bulan januari lalu.

Abah Widi berumur 47 tahun, abah Widi bertempat tinggal di Kampung Cireundeu RT 02 RW 10 Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.

d. Latar belakang riwayat hidup ibu Titin

Ibu Titin adalah seorang ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Kampung Adat Cireundeu. Ibu Titin berusia 38 tahun dan mempunyai anak dua yakni anak pertama berusia 7 tahun yang masih menduduki bangku SD, dan anak kedua masih berusia 4 tahun. Ibu Titin menikah dengan bapak Adang yang mempunyai pekerjaan sebagai petani. Ibu Titin bertempat tinggal di Kampung Cireundeu RT 02 RW 10 Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Selain menjadi ibu rumah tangga, ibu Titin selalu membantu suami ke kebun, dan pekerjaan sampingan ibu Titin yakni berjualan makanan ringan.

2. Deskripsi Objek Penelitian

Kampung Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Seluruhnya terdiri dari 340 Kepala Keluarga, yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Kampung Cireundeu sendiri memiliki luas keseluruhan sekitar 65 ha terdiri dari 20 ha untuk pertanian, 20 ha untuk hutan larangan, 20 ha untuk hutan cadangan, dan 5 ha untuk pemukiman. Kampung Cireundeu terdiri dari RW 10 dan 5 ke RT-an. Sebagian besar penduduk Kampung Cireundeu ini beragama Islam. Namun selain Islam adapula warga yang memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan, yakni bagian dari masyarakat yang berada di RT 02 dan RT 03. Terdiri dari 70 Kepala Keluarga yang menjadi warga Adat, dan memiliki luas lahan sekitar 1 ha.

Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaan, kebudayaan serta adat istiadat mereka. Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” arti kata dari “Ngindung Ka Waktu” ialah sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat

(7)

Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikuti seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan.

Kampung Cireundeu mempunyai hutan yang dibagi menjadi:

a. Leuweung Larangan (hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat Kampung Cireundeu khususnya dan untuk tempat hidup hewan. Hutan ini tidak boleh dimasuki sembarangan orang, karena ditakutkan akan merusak lingkungan disekitar hutan. Hutan ini memiliki luas 20 ha.

b. Leuweung Tutupan (hutan cadangan) yaitu hutan yang digunakan untuk cadangan, hutan tersebut dapat dipergunakan untuk pertanian apabila hutan pertanian rusak, namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru. Hutan ini mempunyai luas 20 ha.

c. Leuweung Baladahan (hutan pertanian) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat Kampung Cireundeu. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkong atau ketela, dan umbi-umbian. Luas lahan hutan ini adalah 20 ha.

Dalam perkawinan, masyarakat Adat Cireundeu dianjurkan untuk menikah dengan sesama warga adat. Tetapi tidak jarang pula ada warga adat yang menikah dengan masyarakat diluar warga adat. Tetapi dalam proses pernikahan yang berbeda keyakinan, dalam proses pernikahan tersebut harus pada persetujuan dua keluarga tersebut. Sedangkan prosedur yang harus dilewati oleh para calon pengantin yang sesama keyakinan yakni:

a. Nyeureuhan (tunangan), pada tahapan pertama ini calon pengantin pria melamar dan mengenalkan keluarga pria kepada keluarga calon pengantin wanita dan menentukan tanggal pernikahan. Waktu yang ditentukan untuk menuju proses pernikahan setelah Nyeureuhan ini adalah 40 hari. Tetapi pada zaman sekarang ini sudah tidak ditentukan 40 hari, karena masalah ekonomi yang menjadi faktor utama.

b. Upacara masaran (pembekalan), biasa dilaksanakan di bale saresehan saresehan. Calon pengantin diberikan pertanyaan-pertanyaan oleh Sesepuh.

(8)

Apabila calon pengantin tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan para Sesepuh, maka pernikahan pun diundur kembali.

c. Ngaleyek Seureuh (membuka simbol-simbol), pada tahap ini biasanya dilaksanakan sekitar pukul 4 sore sampai waktu magrib. Dalam acara Ngaleyek Seureuh ini telah disediakan sesajen yang berisi buah-buahan. Tujuan dari Ngaleyek Seureuh ini adalah agar calon pengantin tahu makna kehidupan yang akan datang dengan disimbolkan sesajen buah-buahan tersebut.

d. Ngalemar (nyirih atau makan sirih), pada tahap ini dilakukan oleh pengantin wanita. Sirih tersebut tidak boleh dibuang, akan tetapi harus ditelan oleh pengantin wanita. Hal ini dimaksudkan dengan kehidupan kelak setelah berstatus suami istri, bagaimanapun manis, pahit, asam rumah tangga harus tetap mempertahankan rumah tangga tersebut dan tidak boleh sampai terjadi perceraian.

e. Ngaras (mencuci kaki ibu bapak pengantin), waktu yang dihabiskan pada acara ini adalah sekitar satu jam. Pengantin pria maupun wanita harus mencuci kaki ibu bapak masing-masing.

f. Siraman, pada tahap ini pengantin disiram oleh air yang telah dicampur bunga 7 rupa dan dibantu oleh 7 orang yang masih terikat sanak saudara wanita termasuk ibu.

g. Ikral jatukrami (meminta pelurusan), pada tahap ini pengantin wanitalah yang diminta untuk melakukan ikral jatukrami. Sama seperti ijab kabul dalam Islam.

h. Resepsi, pada tahap ini dilakukan seperti resepsi yang lain. 3. Sejarah beralihnya makanan pokok beras menjadi singkong

Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Sejak tahun 1918, masyarakat adat Kampung Cireundeu tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai bahan makanan pokok. Masyarakat adat memegang teguh pepatah Karuhun Cireundeu, yaitu: “Teu boga sawah asal boga pare. Teu boga pare asal boga beas. Teu boga beas asal nyangu. Teu nyangu asal dahar. Teu dahar asal kuat.”

(9)

Pangeran Haji Ali Madrais adalah nenek moyang masyarakat adat Cireundeu, beliau mendapat gelar Haji bukan karena benar-benar pergi memenuhi rukun Islam, tetapi mendapat sebutan Haji karena dianggap sebagai pemimpin atau imam. Pangeran Madrais ini yang mengenalkan masyarakat kepada ajaran Sunda Wiwitan dan mengganti makanan pokok beras menjadi makanan pokok yang lain.

Berawal pada tahun 1918, ketika itu sawah-sawah yang ditanami padi oleh masyarakat menjadi mengering dan masyarakat mengalami krisis pangan. Karena masalah tersebut para leluhur Kampung adat Cireundeu mengganti beras padi menjadi tanaman yang lain agar masyarakat tidak tergantung kepada beras padi. Para leluhur mencoba beberapa tanaman pengganti beras padi, seperti jagung, kentang, umbi-umbian, dan lain-lain.

Pada tahun 1924 para leluhur beserta masyarakat memutuskan untuk mengganti makanan pokok beras padi menjadi singkong. Karena dilihat dari keadaan wilayah Kampung Cireundeu yang berbukit, serta memilih tanaman yang bisa tumbuh dimana saja dan bukan tanaman musiman. Singkong yang digunakan masyarakat untuk dikonsumsi adalah jenis karihkil dan garnawis.

Hasil dari olahan singkong tersebut beraneka ragam, yakni seperti beras singkong (rasi), tepung aci, opak, dendeng kulit singkong, peuyeum mutiara, awug, kerupuk, egg roll, kue nastar, pasta, makroni dan lain-lain.

4. Unsur kebudayaan yang ada di Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi

a. Bahasa

Dalam berkomunikasi antar masyarakat, bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa ibu yakni bahasa Sunda.

b. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Kampung adat Cireundeu yakni pengetahuan dalam bidang pertanian, kesenian, dan cara mengolah beras singkong (Rasi) yang diajarkan secara turun temurun.

(10)

c. Organisasi Sosial

Dalam sistem organisasi sosial, yang ada di Kampung Cireundeu adalah kelompok tani, kelompok ternak domba, dan kelompok ibu-ibu adat yang mengolah singkong.

d. Sistem peralatan dan teknologi

Dalam sistem teknologi atau peralatan hidup yang dimiliki oleh masyarakat Kampung adat Cireundeu sudah mulai berkembang misalnya dalam bidang pertanian, masyarakat masih menggunakan cangkul untuk penanaman singkong. Dalam cara mengolah beras singkong, masyarakat sudah mulai menggunakan mesin pemarut dan alat sealer plastik kemasan.

e. Sistem Mata Pencaharian

Dalam segi mata pencaharian, masyarakat adat Cireundeu mayoritas bekerja sebagai petani dan peternak domba. Mereka mempunyai lahan garapan masing-masing, dan tanaman yang mereka tanam sebagian besar singkong dan yang lainnya tanaman seperti kacang-kacangan dan lain-lain. Masyarakat adat Cireundeu menggunakan pupuk alami dari kotoran domba sebagai pupuk.

f. Sistem Religi

Masyarakat adat Cireundeu menyebut diri mereka penganut Sunda Wiwitan, Sunda Wiwitan sendiri mengandung arti Sunda yang paling awal dan bagi mereka agama bukan sarana penyembahan namun sarana aplikasi dalam kehidupan, karena itu mereka memegang teguh tradisi dan jarang sekali ditemukan situs-situs penyembahan.

g. Kesenian

Dalam sistem kesenian pada masyarakat adat Cireundeu terdapat wayang yang biasa ditampilkan pada saat acara Suraan.

5. Kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Cimahi Selatan Kota Cimahi

a. Upacara 1 Sura

Upacara atau ritual ini merupakan hari besar umat pemeluk aliran kepercayaan Sunda Wiwitan yang dirayakan pada dua waktu, yakni setiap tanggal 1 Sura menurut penanggalan tahun Sunda yang dirayakan khusus

(11)

untuk warga adat dan tanggal 20-an yang berisi hiburan yang bisa dihadiri masyarakat umum. Biasanya dilakukan mulai dari pagi hari hingga malam hari yang bertempat di Bale saresehan Saresehan (tempat berkumpul masyarakat adat).

Makna upacara 1 Sura ini yaitu untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan Sang Pencipta selama ini kepada masyarakat adat Cireundeu. Saat upacara adat, kaum lelaki mengenakan pakaian pangsi warna hitam, sementara kaum perempuan mengenakan kebaya atau pakaian warna putih. Gunungan sesajen, berupa buah-buahan dan nasi singkong, tersaji di tengah reriungan warga di Bale saresehan saresehan.

Susunan acara Suraan, yakni: 1) Persiapan

Beberapa persiapan sebelum dilaksanakan upacara Suraan: a) Pembentukan kepanitiaan

Pembentukan kepanitiaan ini dilaksanakan kurang lebih tiga minggu. Dalam pembentukan panitia di diskusikan di bale saresehan saresehan bersama Sesepuh adat.

b) Pendanaan/biaya pelaksanaan

Dana untuk perayaan Suraan ini berasal dari swadaya masyarakat adat Cireundeu sendiri. Masyarakat tidak pernah meminta dana kepada pemerintah.

c) Tempat dan peralatan

Tempat yang dipilih untuk pelaksanaan 1 Sura biasa digelar di bale saresehan saresehan, sedangkan untuk ngajayak atau hiburannya dilakukan di panggung dekat bale saresehan saresehan.

d) Latihan ngamumule

Latihan ngamumule ini adalah berbicara sambil diiringi oleh musik tradisional yaitu kecapi.

e) Merangkai sesajen

Dalam merangkai sesajen ini masyarakat mengumpulkan hasil olahan pertanian seperti buah-buahan. Dan sesajen ini disimpan di tengah-tengah bale saresehan tempat berkumpul masyarakat adat.

(12)

f) Memasak Olahan Singkong

Memasak olahan singkong ini dilakukan pada acara 1 Sura pagi sebelum acara 1 Sura dimulai. Para ibu-ibu adat memasak untuk semua warga adat dan tamu yang hadir juga untuk para warga sekitar. 2) Acara 1 Sura

Dan rangkaian acara 1 Sura ini antara lain:

a) Ngamumule

b) Nasehat sesepuh, sesepuh memberikan nasehat agar warga adat Cireundeu tetap bisa menjaga apa yang diwariskan oleh leluhur mereka.

c) Sungkeman, semua warga adat melaksanakan sungkeman dengan

cara memutar ke semua warga adat disana.

d) Makan bersama, makan bersama disini tidak dibatas hanya warga adat, tetapi para tamu pun diajak untuk makan bersama.

e) Mulung sesajen, pada acara ini dikhususkan kepada anak-anak. Sesajen yang telah dirangkai di buka pada acara ini dan di ambil oleh anak-anak.

f) Nyekar, setelah mulung sesajen selesai dilanjutkan nyekar, yaitu berziarah kepada makam leluhur.

3) Acara ngajayak pada tanggal 20-an

Pada acara ini tidak tentu diselenggarakan tanggal berapa, karena ini keputusan Sesepuh dan ketua panitia. Tetapi biasanya diselenggarakan lebih dari tanggal 20. Pada acara ini terbuka untuk semua masyarakat umum, masyarakat bisa ikut berpartisipasi menyumbangkan bakat. Dan pada acara ini ada beberapa dari Kampung Adat lain yang datang dari luar Kampung Cireundeu. Acara ini digelar selama dua hari dua malam, dan acara puncak adalah penampilan wayang.

b. Makanan pokok Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi

(13)

Masyarakat kampung adat Cireundeu pada umumnya telah terbiasa dengan kegiatan budidaya tanaman singkong, dari mulai proses pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pembuatan beraneka ragam jenis makanan yang berbahan dasar singkong, salah satu yang terkenal adalah “rasi” atau beras singkong.

Cara pembuatan beras singkong, yaitu: singkong dikupas lalu dicuci sampai bersih. Sesudah dicuci bersih, kemudian singkong diparut dengan mesin parutan. Setelah di parut, singkong hasil parutan diperas hingga air perasan tidak keruh. Setelah selesai diperas, ampas perasan kemudian dijemur sampai kering. Setelah di jemur hingga kering, lalu ampas tersebut ditumbuk atau digiling. Setelah ditumbuk dan digiling, singkong yang akan dijual di bungkus dengan plastik kemasan

I. SIMPULAN DAN SARAN 1. SIMPULAN

1. Unsur kebudayaan yang ada di Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi

a. Sistem bahasa

Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar sesama masyarakat, adalah bahasa Sunda.

b. Sistem pengetahuan

Di Kampung Adat Cireundeu, sistem pengetahuan yang ada yakni pengetahuan bertani, pengetahuan tentang kesenian, dan ada pengetahuan tentang cara pengolahan makanan singkong.

c. Sistem organisasi sosial

Di Kampung Adat Cireundeu sistem organisasi sosial yang ada yakni kelompok tani, kelompok ternak Kampung Cireundeu, dan kelompok ibu-ibu adat yang mengolah hasil pertanian singkong menjadi berbagai macam makanan. Dan makanan tersebut hanya dijual di Kampung Adat Cireundeu, tidak dipasarkan keluar Kampung Cireundeu. d. Sistem teknologi atau peralatan

Di Kampung Adat Cireundeu sistem teknologi yang digunakan mesin pemarut untuk memarut singkong tersebut, serta dalam

(14)

pengemasan makanan olahan mereka menggunakan plastik kemasan dan sealer untuk membungkus.

e. Sistem mata pencaharian (ekonomi)

Masyarakat Kampung Adat Cireundeu, memiliki mata pencaharian yang khas yakni masyarakat mayoritas bekerja sebagai petani dan juga peternak domba.

f. Sistem religi

Masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan, Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.

Upacara Suraan yakni upacara yang diajarkan oleh para leluhur Kampung Adat Cireundeu dan masih dilaksanakan hingga saat ini. g. Sistem kesenian

Kesenian yang di Kampung Adat Cireundeu adalah kesenian wayang, yang biasa ditampilkan pada acara Suraan yang digelar selama dua hari dua malam.

2. Kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi

a. Upacara 1 Sura2

Upacara atau ritual ini merupakan hari besar umat pemeluk aliran kepercayaan Sunda Wiwitan yang dirayakan pada dua waktu, yakni setiap tanggal 1 Sura menurut penanggalan tahun Sunda yang dirayakan khusus untuk warga adat dan tanggal 20an yang berisi hiburan yang bisa dihadiri masyarakat umum. Biasanya dilakukan mulai dari pagi hari hingga malam hari yang bertempat di Bale Saresehan (tempat berkumpul masyarakat adat).

Susunan acara Suraan, yakni: 1) Persiapan

Beberapa persiapan sebelum dilaksanakannya upacara Suraan: a) Pembentukan kepanitiaan

(15)

Pembentukan kepanitiaan ini dilaksanakan kurang lebih tiga minggu. Dalam pembentukan panitia di diskusikan di bale saresehan bersama Sesepuh adat.

b) Pendanaan/biaya pelaksanaan

Dana untuk perayaan Suraan ini berasal dari swadaya masyarakat adat Cireundeu sendiri. Masyarakat tidak pernah meminta dana kepada pemerintah.

c) Tempat dan peralatan

Tempat yang dipilih untuk pelaksanaan 1 Sura biasa digelar di bale saresehan, sedangkan untuk ngajayak atau hiburannya dilakukan di panggung dekat bale saresehan.

d) Latihan ngamumule

Latihan ngamumule ini adalah berbicara sambil diiringi oleh music tradisional yaitu kecapi.

e) Merangkai sesajen

Dalam merangkai sesajen ini masyarakat mengumpulkan hasil olahan pertanian seperti olahan singkong, olahan daging ayam, sapi, kentang dan buah-buahan. Dan sesajen ini disimpan di tengah-tengah bale tempat berkumpul masyarakat adat.

2) Acara 1 Sura

Dan rangkaian acara 1 Sura ini antara lain:

a) Ngamumule

b) Nasehat sesepuh, sesepuh memberikan nasehat agar warga adat Cireundeu tetap bisa menjaga apa yang diwariskan oleh leluhur mereka.

c) Sungkeman, semua warga adat melaksanakan sungkeman dengan

cara memutar ke semua warga adat disana.

d) Makan bersama, makan bersama disini tidak dibatas hanya warga adat, tetapi para tamu pun diajak untuk makan bersama.

e) Mulung sesajen, pada acara ini dikhususkan kepada anak-anak. Sesajen yang telah dirangkai di buka pada acara ini dan di ambil oleh anak-anak.

(16)

f) Nyekar, setelah mulung sesajen selesai dilanjutkan nyekar, yaitu berziarah kepada makam leluhur.

3) Acara ngajayak pada tanggal 20an

Pada acara ini tidak tentu diselenggarakan tanggal berapa, karena ini keputusan Sesepuh dan masyarakat. Tetapi biasa diselenggarakan lebih dari tanggal 20. Pada acara ini terbuka untuk semua masyarakat umum, masyarakat bisa ikut berpartisipasi menyumbangkan bakat. Dan pada acara ini beberapa dari Kampung Adat lain yang datang dari luar Kampung Cireundeu. Acara ini digelar selama dua hari dua malam, dan acara puncak adalah penampilan wayang.

b. Makanan pokok Kampung Adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi

Masyarakat kampung Adat Cireundeu telah terbiasa dengan kegiatan budidaya tanaman singkong, dari mulai proses pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pembuatan beraneka ragam jenis makanan yang berbahan dasar singkong, salah satunya adalah “rasi” atau beras singkong.

Cara pembuatan beras singkong, yaitu: singkong dikupas lalu dicuci sampai bersih, sesudah itu singkong diparut dan hasil parutannya diperas. Ampas perasan kemudian dijemur sampai kering, setelah itu ditumbuk atau digiling lagi lalu diayak.

Selain diolah menjadi rasi, singkong ini di olah juga menjadi tepung aci, kerupuk, dendeng kulit singkong, pasta, makroni, seroja, awug, dan lain-lain.

2. SARAN

a. Menjaga kelestarian dan mengembangkan kearifan lokal yang ada di Kampung adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.

(17)

b. Pemerintah hendak memberikan bantuan dana dan lebih mengekpos kearifan lokal yang ada di Kampung adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.

c. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menyempurnakan penelitian ini, karena masih banyak kearifan lokal di Kampung adat Cireundeu Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi yang belum sempat diteliti karena keterbatasan waktu.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis rasio keuangan, strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan antara lain dengan meningkatkan penjualan

Dari penelitian ini didapat bahwa penyerapan logam berat yang tertinggi oleh Chlorella sp berturut-turut adalah Cr yaitu sebesar 33% , Cu sebesar 29 %, Cd sebesar 15% dan

Vendor yang ,ert,aik dari nasi, metode ELECTRE dan MCDM expert. system adalah CV Cahaya

Prosedur perhitungan simulasi dimulai dari perhitungan kebutuhan air, perhitungan potensi air yaitu dengan debit andalan untuk masing-masing lokasi waduk dan sub das,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing.. Bandung:

Dibuai cinta betapa indahnya Walaupun hanya satu jam saja oh oh.

Berdasarkan gambar 5 nampak jelas terlihat bahwa distribusi ADD kategori Desa Kampung Perisai di Kabupaten Konawe Tahun 2016, porsi ADD untuk kegiatan pembangunan dan

This section analyzes the attack time effectiveness of rate limiting as an automatic reaction mechanism against flooding DoS attacks when the usability of legitimate connections must