• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidupnya, apapun bentuk organisasi itu dalam mencapai tujuannya. Komitmen organisasional dibutuhkan guna menunjukkan adanya rasa memiliki dan rasa tanggung jawab karyawan pada perusahaan, di mana dengan adanya rasa memiliki mendorong seseorang untuk tercapainya kesuksesan tujuan organisasi, serta akan mampu membuat suatu keadaan yang menyebabkan seorang karyawan lebih memihak pada organisasinya dan tetap untuk berniat memelihara keanggotaannya dalam perusahaan (Robbins, 1998), serta akan menunjukkan seberapa tinggi hasrat karyawan pada organisasi itu untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan (Armansyah, 2002).

Komitmen organisasional karyawan ditandai dengan adanya (a) keyakinan yang kuat dalam dan penerimaan tujuan organisasi dan nilai-nilai, (b) kesediaan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, dan (c) keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Mowday et al., 1982) dalam LaMastro (1999), sehingga perusahaan selalu mencari pekerja-pekerja yang berkomitmen tinggi untuk mencapai tujuan mereka (Almutairi, 2012). Salah satu komitmen organisasional yang penting dalam upaya mencapai

(2)

2 tujuannya untuk tetap mampu bersaing secara kompetitif yakni komitmen afektif organisasional.

Komitmen afektif menurut Meyer dan Allen (1984), merupakan suatu keterikatan emosional karyawan terhadap perusahaan yang disebabkan oleh identifikasi diri dan kepercayaan karyawan pada tujuan perusahaan yang ditunjukkan dengan kerja keras yang tercermin melalui keterlibatan dan perasaan senang serta menikmati peranannya dalam organisasi. Menurut Schultz dan Schultz (2002), komitmen afektif disebut juga dengan attitudinal commitment (komitmen sebagai sikap), yaitu keadaan saat individu mempertimbangkan sejauhmana nilai dan tujuannya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Individu dengan tipe komitmen ini akan mengidentifikasikan dirinya dengan nilai dan tujuan organisasi, dan ingin mempertahankan keanggotaannya.

Komitmen afektif akan mampu mengukur sejauhmana seorang karyawan merasa terlibat di dalam pekerjaannya, serta menikmati dirinya menjadi bagian dari perusahaan, serta mengukur loyalitasnya untuk tetap bertahan yang ditunjukkan dengan perilaku positif yang ditunjukkannya dengan mereka jarang terlambat datang ke tempat kerja, memiliki tingkat absensi yang rendah, produktivitas yang tinggi, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik sehingga dapat menurunkan turnover, mengurangi retensi dan absensi, selalu ingin mengembangkan diri dan senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tempatnya bekerja (Meyer & Allen, 1997).

Menurut Su-Yung Fu (2000), dan (Morris & Sherman, 1981) dalam Almutairi (2013), pada dasarnya komitmen afektif organisasional karyawan dapat

(3)

3 dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya melalui perilaku dan kepemimpinan. Sementara menurut Mowday et al. (1982) dalam Miner (1992), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen afektif terhadap organisasi dibagi menjadi empat karakteristik, yaitu (a) Karakteristik pribadi, meliputi usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, nilai-nilai kepercayaan, dan kepribadian; (b) Karakteristik yang berkaitan dengan peran, meliputi lingkup jabatan, tantangan, konflik peran, ketidakjelasan peran, kehendak sendiri, dan pengorbanan; (c) Karakteristik struktural, yang meliputi besarnya organisasi, kehadiran serikat kerja, tingkat kontrol, sentralisasi kekuasaan, dan kebijakan pimpinan organisasi, dan (d) Pengalaman kerja, meliputi pekerjaan, pengawasan, kelompok kerja (tim), upah (bonus), keterandalan organisasi, dan kepuasan kerja.

Hal senada juga diungkapkan oleh Steers (dalam Sjabadhyni, 2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen afektif terhadap organisasi, yaitu (1) Karakteristik pribadi, meliputi kebutuhan berprestasi dan masa kerja, (2) Karakteristik pekerjaan meliputi umpan balik dari pimpinan dan rekan kerja, identitas tugas, dan kesempatan untuk berinteraksi, dan (3) Pengalaman kerja, meliputi keterhandalan perusahaan, perasaan dipentingkan oleh perusahaan, kepuasan terhadap organisasi, adanya rekan kerja yang memiliki sikap positif terhadap organisasi, serta adanya manajemen partisipatif dalam organisasi.

Pendapat itu juga didukung oleh Yousef (2000), yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan secara positif antara perilaku kepemimpinan

(4)

4 transformasional dengan komitmen afektif organisasional, di mana kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh signifikan terhadap komitmen afektif organisasional”. Pendapat itu juga didukung oleh hasil penelitian oleh Hasanati (2002) pada Karyawan PG Krebet Baru Malang, menyebutkan bahwa “ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan komitmen afektif”.

Kepemimpinan transformasional mampu memberi pengaruh pada bawahan dalam membangun kepercayaan, menghormati dan setia kepadanya serta organisasi yang gilirannya akan memotivasi mereka untuk bekerja dan berbuat lebih banyak untuk perusahaan dari apa yang sebelumnya mereka lakukan (Bass & Avalio, 1994). Para pemimpin bertindak sebagai panutan bagi karyawan dan membantu mereka untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda serta mampu merangsang bawahan dengan menarik cita-cita dan nilai moral yang lebih tinggi (Bass & Riggio, 1994).

Menurut Bass dan Avolio (1990) dalam Almutairi (2013) pemimpin transformasional menampilkan berbagai jenis perilaku, seperti mempertahankan standar tinggi etika dan moral, tindakan karismatik pemimpin yang berpusat pada nilai-nilai dan keyakinan, mendorong bawahan untuk mencapai tujuan dengan memberikan visi yang jelas dan menjelaskan gagasan penting dalam cara sederhana, melibatkan simulasi bawahan dalam pikiran dan tindakan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memecahkan masalah di tempat kerja yang dapat meningkatkan intelektual bawahan, serta mampu memperlakukan setiap individu secara adil dan sekaligus memperhatikan kebutuhan individu.

(5)

5 Di berbagai penelitian tentang kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasional (Koh et al., 1995; Emery & Barker, 2007; Avolio et al., 2004; Limsilli & Ogunlana, 2008; Ismail & Yusuf, 2009; serta Lee, 2005) dalam Almutairi (2013) menyebutkan bahwa kepemimpinan transformasional secara signifikan berkorelasi dan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian terdahulu dari Rhoades et al. (2001) yang menyatakan bahwa, adanya hubungan yang positif antara komitmen organisasi dengan keluaran seperti meningkatnya penampilan dan produktivitas kerja, menurunnya absensi kerja, dan menurunnya turn over.

Menurut Bass (1990) dalam Rosari (2011), kepemimpinan superior adalah kepemimpinan transformasional. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan (trust) pada pemimpin terhadap tingkat komitmen organisasional maupun individual, serta merupakan gaya kepemimpinan yang baik dan efektif yang memberdayakan karyawan secara positif sehingga bawahan merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan mereka termotivasi untuk melakukan melebihi apa yang diharapkan. Melalui perilaku kepemimpinan transformasional dan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi pada pemimpin akan mampu membangkitkan dan meningkatkan komitmen organisasional dan individu yang lebih tinggi pula dalam melakukan tanggung jawab pekerjaannya dalam perusahaan.

Menurut Tyler dan Doerfel (2006) dalam Zeffane, Tipu dan Ryan (2011) dipahami dan disepakati bahwa tingkat kepercayaan pada pemimpin dan

(6)

6 komitmen organisasional sangat saling terkait, di mana antara kepercayaan pada pemimpin dan komitmen afektif organisaional menggabungkan sejumlah aspek perilaku dan emosional, kegiatan partisipasi, serta perasaan kebanggaan dan loyalitas dalam organisasi.

Hal senada dikemukan oleh Hess & Story (2005), (Wong & Sohal, 2002; Kwon & Suh, 2005; Kwon & Suh, 2006) dalam Zeffane et al. (2011) yang menunjukkan bahwa kepercayaan pada pemimpin memberikan kontribusi yang signifikan dan berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional; dan bahkan Tan dan Lim (2009) mengemukakan bahwa mempercayai hubungan antara karyawan merupakan prediktor dari sejauh mana karyawan akan percaya sebuah organisasi yang kemudian dapat menyebabkan komitmen organisasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat dua variabel yang berpengaruh positif terhadap komitmen afektif organisasional yaitu kepemimpinan transformasional dan kepercayaan pada pemimpin, dengan konteks di bidang institusi pendidikan di mana komitmen afektif organisasional sangat dipengaruhi secara positif oleh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan kepercayaan pada pemimpin yakni kepala sekolah.

Kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan para gurunya. Gaya kepemimpinan transformasional akan dapat dipersepsi positif jika dapat memenuhi atau mendekati harapan para gurunya mengenai kepemimpinan. Jika gaya kepemimpinan kepala sekolah

(7)

7 tersebut dipersepsikan secara positif, maka antara kepala sekolah dan guru dapat bersama-sama mengoptimalkan usaha ke arah tujuan yang ingin dicapai sekolah, akibatnya tumbuh kepercayaan, kebanggaan, komitmen, rasa hormat dan loyalitas kepada sekolah.

Secara umum, keberhasilan organisasi (sekolah) dipengaruhi oleh dua hal yaitu kepemimpinan transformasional dan sumber daya manusia atau keberadaan karyawan (Almutairi, 2013). Gaya kepemimpinan dipandang sebagai suatu variabel penting yang mempengaruhi dimensi sikap kehidupan organisasi serta mampu mempromosikan perubahan organisasi dengan memotivasi individu untuk melakukan pekerjaan yang melampaui harapan sehingga menjadi efektif dalam konteks perubahan organisasi (Paul, 2013). Sedangkan komitmen organisasional merupakan indikator turn over dan kinerja organisasi, di mana apabila karyawan diperlakukan dengan hormat dan dihargai oleh para pemimpin akan menjadikan karyawan lebih melekat pada pemimpin dan organisasinya (Almutairi, 2013). Faktor penting untuk mencapai tingkat efektif dan efisiennya sebuah organisasi adalah sumber daya manusia yang berkomitmen tinggi sehingga mereka tidak mau meninggalkan pekerjaan mereka (Mosadegrad (2003) dalam Almutairi, 2013).

Dalam konteks organisasi satuan pendidikan (sekolah), kepemimpinan transformasional dan komitemen afektif semuanya harus sinergis dan berkontribusi positif dalam melakukan layanan yang diberikan sekolah kepada semua unsur, termasuk didalamnya pengguna layanan pendidikan yakni orang tua dan masyarakat.

(8)

8 Upaya memberikan layanan publik pendidikan kepada semua unsur pengguna layanan pendidikan harus dilakukan secara optimal dan dilakukan bukan hanya sekedar melaksanakan tugas rutinitas belaka. Semua unsur organisasi harus terlibat dalam upaya memberikan layanan yang terbaik sehingga masyarakat pengguna layanan pendidikan merasa terpuaskan atas kinerja organisasi yang dijalankan. Kenyataan yang muncul saat ini, banyak hal yang mengganggu terlaksananya tugas layanan yang disebabkan oleh berbagai faktor krusial seperti kepemimpinan, komitmen pelaku pemberi layanan serta loyalitas anggota organisasi (karyawan) yang tidak menunjukkan kinerjanya secara proporsional sehingga menjadikan institusi pendidikan tidak menunjukkan kinerjanya.

Kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi hanya melaksanakan fungsi menejerialnya belaka, dan karyawan hanya ingin memenuhi kewajiban rutinnya sebagai seorang pegawai, di mana karyawan merasa tidak menjadi bagian dari organisasi itu yang berujung kepada rendahnya tingkat kepercayaan karyawan pada pemimpin.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh kepemimpinan, tingkat kepercayaan pada pemimpin dan hubungannya dengan komitmen afektif organisasional pada organisasi satuan pendidikan dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Kepercayaan pada Pemimpin Pada Komitmen Afekrif : Studi pada SMA Negeri 2 Tanjungpandan”.

(9)

9 C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian yang menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada komitmen afektif ?

2. Apakah kepercayaan pada pemimpin berpengaruh positif pada komitmen afektif ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada komitmen afektif.

2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepercayaan pada pemimpin berpengaruh positif pada komitmen afektif.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dengan dilakukannya penelitian ini, yaitu :

1. Bagi Guru dan kepala sekolah, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui dan memperjelas faktor-faktor yang memperngaruhi komitmen afektif karyawan terhadap kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan tingkat kepercayaan karyawan pada pemimpin sebagai upaya rujukan untuk meningkatkan kemampuan operasional organisasi satuan pendidikan;

(10)

10 2. Bagi pemimpin pendidikan dilingkungan Dinas Pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbang saran dan rujukan guna mengetahui dan melihat bagaimana gaya kempimpinan transformasional kepala sekolah dan tingkat kepercayaan pada pemimpin dapat mampu meningkatkan komitmen afektif karyawan pada satuan pendidikan.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sumbang saran dan pemikiran guna mengatahui dan memperjelas faktor kontijensi yang mempengaruhi tingkat komitmen afektif guru dalam organisasi dalam satuan pendidikan.

F. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 bab sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan

Pada Bab I memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. 2. Bab II Kajian Pustaka

Bab II memuat tentang teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori tentang kepemimpinan transformasional, kepercayaan pada pemimpin, komitmen afektif organisasional, serta pengembangan hipotesis.

3. Bab III Metode Penelitian

Bab III penelitian ini memuat tentang desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional dan pengukuran, pengujian instrumen penelitian, serta metode analisis data.

(11)

11 4. Bab IV Analisis Data dan Hasil Penelitian

Pada bab IV memuat tentang deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.

5. Bab V Simpulan, keterbatasan dan implikasi penelitian

Bab V memuat tentang simpulan penelitian, keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk hasil analisis regresi linear berganda variabel kualitas layanan (X1) sebesar 0,255 dan Brand Image (X2) sebesar 0,629 dan t tabel 2.058 (X1) dan 4.999 (X2) dengan

Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) maka se- makin kecil pendapatan yang dihasilkan, sehingga

Tässä tutkimuksessa plasman histidiinipitoisuus oli keskimäärin hieman suurempi kaikissa ruokinnoissa (soija 63,4, Spirulina 52,3, Chlorella 56,9 ja Chlorella- Nannochloropsis 45,5

Module Handbook: English - 17 12- 13 CPMK 6: Mahasiswa mampu menerapkan strategi membaca (reading strategies) yang tepat seperti scanning, skimming dan reading for details

Oleh karena itu, peristiwa turunnya Al Qur’an selalu terkait dengan kehidupan para sahabat baik peristiwa yang bersifat khusus atau untuk pertanyaan yang muncul.Pengetahuan

Kaynak’ın film şarkıları besteciliğinde, Türk filmleri ve Mısır filmlerine yaptığı şarkı, türkü ve fanteziler ülkenin pek çok yerinde gösterilmeye başlayan

(Helve 2009, 251) Tutkimusaineistoni ei antanut selvää kuvaa siitä, kenen kanssa haastateltavat kaikkein mieluiten viettävät aikaa, mutta aineiston perusteella nuoremmat,

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa dengan menerapkan strategi pembelajaraan aktif tipe Questions Students Have lebih baik dari pada pemahaman