• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gurdani Yogisutanti 1 1 Dosen PNS Kopertis IV dpk STIK Immanuel Bandung ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gurdani Yogisutanti 1 1 Dosen PNS Kopertis IV dpk STIK Immanuel Bandung ABSTRAK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI USAHA (PERCEIVED OF EXERTION) DAN SIKAP KERJA PERAWAT SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN PENANGANAN PASIEN (PATIENT

HANDLING) DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

Gurdani Yogisutanti1

1Dosen PNS Kopertis IV dpk STIK Immanuel Bandung

ABSTRAK

Gangguan muskuloskeletal merupakan masalah penting dalam industri rumah sakit. Gangguan tersebut paling banyak diderita oleh perawat, karena perawat paling banyak melakukan kegiatan penanganan pasien (angkat, angkut dan reposisi). Dalam melakukan penanganan pasien, perawat sering melakukan dengan sikap kerja yang tidak tepat. Secara umum, perawat di rumah sakit mengalami gangguan muskuloskeletal karena sikap kerja yang tidak tepat. Hal tersebut disebabkan karena perawat belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai penanganan pasien (angkat, angkut dan reposisi) yang ergonomis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan persepsi usaha dan sikap kerja sebelum dan sesudah pelatihan penanganan pasien (angkat, angkut dan reposisi). Metode penelitian

menggunakan rancangan quasi experimental design yaitu one group

pretest-posttest design. Jumlah sampel sebanyak 32 orang perawat di RS Immanuel

Bandung diberi intervensi berupa Pelatihan Penanganan Pasien. Instrumen yang

digunakan adalah Rating of Perceived Exertion yang dikembangkan oleh BORG,

dan untuk sikap kerja dilakukan dengan analisis kualitatif. Uji statistik yang

digunakan adalah wilcoxon sign rank test dengan bantuan program SPS. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi usaha yang dirasakan perawat sebelum dan sesudah pelatihan penangan pasien. Sikap kerja perawat sebelum pelatihan tidak sesuai sikap kerja yang ergonomis, sedangkan setelah pelatihan sebagian besar dapat melakukan sesuai dengan sikap kerja yang ergonomis. Saran yang dapat direkomendasikan adalah pentingnya pelatihan penanganan pasien pada perawat, karena terbukti dengan pelatihan dapat menurunkan persepsi usaha dan merubah sikap kerja perawat yang kurang tepat menjadi sikap kerja yang ergonomis.

Kata kunci: perawat; persepsi usaha; pelatihan penanganan pasien;

ABSTRACT

The health care industry has long recognized that musculoskeletal disorders is a major concern with respect to patient handling. Nurses handle patients more frequently than other health workers in hospital. These disorders are associated with incorrect manual patient handling, applying excessive forces during pushing or pulling and use of awkward postures during patient handling. Nurses in hospital never have a training in patient handling. Aims of this research are: to identify the difference between nurses’ perceived of exertion before and after patient handling training and nurses work posture. This research used quasi experiment design. The

(2)

participant is 32 nurses who attended a one time training in patient handling. Musculoskeletal symptoms were collected using Rating of Perceived Exertion by Borg. The Wilcoxon Sign Rank test was used to analyze the difference in prevalence of Perceived exertion before and after training. Qualitative analysis using pictures is used to identify nurses’ work postures. Result shows, Perceived of exertion before and after training are difference. Nurses work posture after training was better than before. Patient handling training could be applied to increase the knowledge and skill of nurses in the beginning of their work as an induction training and also continual training to maintain their skill in patient handling as showed that perceived of exertion after training is lower than before and also nurses work posture after training was better than before.

Key words: nurses; perceived of exertion; patient handling training.

PENDAHULUAN

Gangguan muskuloskeletal merupakan masalah penting terutama dalam industri rumah sakit. Gangguan tersebut paling banyak diderita oleh perawat. Dengan adanya gangguan tersebut akan meningkatkan pengeluaran biaya oleh rumah sakit. Biaya yang dikeluarkan berupa biaya pengobatan perawat yang sakit maupun biaya yang hilang akibat perawat yang mangkir atau tidak masuk kerja

karena menderita gangguan tersebut.1,2

Perawat sering melakukan pekerjaan mengangkat, memindahkan atau

memposisikan kembali pasien (moving, transfering and repositioning) dengan posisi

lengan perawat yang tidak tepat dan sering kali membungkuk terlalu ke depan.

Sikap badan tersebut dapat meningkatkan terjadinya gangguan muskuloskeletal.3

Beberapa jenis aktivitas menangani pasien secara umum yang dilakukan perawat yaitu yang dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal: 1) mengangkat pasien di tempat tidur; 2) membantu pasien pindah dari dan ke tempat tidur; 3) merubah posisi tempat tidur; 4) mengangkat pasien dari tempat tidur ke brankar dan sebaliknya; 5) memindahkan peralatan medis atau perabot dengan berat lebih dari

15 kg; 6) membungkuk untuk mengangkat sesuatu dari lantai.4

Gangguan muskuloskeletal adalah gangguan pada otot, sendi, tendon, ligamen, saraf, tulang dan sistem sirkulasi darah yang disebabkan intensitas beban kerja baik rendah maupun tinggi pada periode yang lama dan diperburuk akibat lingkungan pekerjaan. Gangguan tersebut disebabkan oleh pekerjaan berulang.

(3)

Gangguan tersebut umumnya terjadi pada punggung atas, leher, bahu, ekstremitas

atas dan ekstremitas bawah.5

Hasil studi pendahuluan pada perawat di Rumah Sakit Immanuel Bandung, didapatkan hasil bahwa perawat pernah mengalami gangguan muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal yang dialami oleh perawat ditandai dengan adanya nyeri. Nyeri yang terjadi karena beban kerja melebihi kapasitas bekerja maupun posisi kerja yang tidak ergonomis dalam menangani pasien terutama pada saat angkat, angkut dan pemindahan pasien selama bekerja. Hasil observasi menunjukkan bahwa sikap kerja perawat pada saat memindahkan pasien, kedua kaki perawat tidak ditekuk dan posisi tubuh terlalu membungkuk ke depan. Perawat

juga belum mengetahui cara menangani pasien (angkat, angkut dan reposisi) secara

ergonomis karena belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai sikap kerja yang baik dalam aktivitas menangani pasien.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti ingin melakukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh pelatihan kepada perawat mengenai sikap kerja yang ergonomis dalam menangani pasien untuk menurunkan keluhan muskuloskeletal pada perawat dengan alasan: 1) perawat belum pernah mendapatkan pelatihan tentang penanganan pasien yang ergonomis selama pendidikan maupun selama bekerja; 2) perawat harus mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaannya; 3) merupakan alternatif yang paling murah dibandingkan dengan alternatif yang lain, seperti merubah tinggi tempat tidur pasien untuk disesuaikan dengan kebutuhan perawat yang bervariasi.

Pelatihan yang akan dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan perawat tentang gangguan muskuloskeletal yang dapat terjadi akibat kegiatan angkat, angkut pasien yang tidak benar. Selain itu perawat di rumah sakit diharapkan dapat meningkat keterampilan dalam angkat dan angkut pasien atau

patient handling sehingga dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal yang terjadi. Keuntungan rumah sakit akan meningkat karena angka absensi perawat akan menurun karena keluhan muskuloskeletal pada perawat menurun sehingga produktivitasnya akan meningkat.

(4)

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menurunkan keluhan muskuloskeletal pada perawat dengan pemberikan pelatihan penanganan pasien. Tujuan khususnya untuk mengetahui perbedaan persepsi usaha pada perawat sebelum dan sesudah pelatihan penanganan pasien dan sikap kerja perawat sebelum dan sesudah pelatihan penanganan pasien.

Metode penelitian yang digunakan adalah intervensional atau eksperimental

menggunakan quasi experimental design yaitu one group pretest-posttest design

dengan rancangan penelitian yang hanya menggunakan satu kelompok subyek serta melakukan pengukuran sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada subyek yang sama. Perbedaan kedua hasil pengukuran tersebut dianggap sebagai

efek perlakuan. Variabel noneksperimental dan keadaan-keadaan yang

mengganggu validitas dalam dan validitas luar tidak terkendali.6

Populasi penelitian adalah seluruh perawat di RS Immanuel Bandung sejumlah 381 orang. Sampel penelitian jumlahnya telah ditentukan oleh Manajer Keperawatan RS Immanuel sebanyak 36 orang, dan selama penelitian sebanyak 4

orang responden keluar dari penelitian (drop out) karena alasan cuti sakit dan

kontrak tidak diperpanjang.

Variabel penelitian terdiri dari variabel terikat, variabel perlakuan dan noneksperimental. Variabel perlakuan atau variabel eksperimental adalah Pelatihan Penanganan Pasien pada perawat di RS Immanuel Bandung. Variabel terikatnya yaitu keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah pelatihan. Definisi operasional keluhan muskuloskeletal dan pelatihan penanganan pasien adalah sebagai berikut: a. Persepsi usaha adalah persepsi terhadap usaha atau tenaga yang digunakan

untuk melakukan teknik penanganan pasien sebelum dan sesudah pelatihan.

Pengukuran menggunakan Rating of Perceived Exertion (RPE) dari Borg (1990).

Skala: Interval

b. Pelatihan penanganan pasien (patient handling) adalah kegiatan belajar

mengajar yang diberikan kepada perawat mengenai penanganan pasien dalam memindahkan, mengangkut maupun reposisi dengan gerakan yang disarankan yang meliputi pengetahuan tentang gangguan muskuloskeletal, faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, serta dilakukan praktik

(5)

untuk teknik angkat, angkut dan reposisi pasien. Evaluasi untuk pengetahuan sebelum dan sesudah teori dan evaluasi untuk persepsi usaha yang dilakukan sebelum dan sesudah materi praktik pelatihan penanganan pasien. Skala: Nominal

Analisis dwivariat yang digunakan adalah wilcoxon sign rank test untuk

menguji perbedaan persepsi usaha sebelum dan sesudah pelatihan penanganan pasien. Untuk menganalisis sikap kerja, dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan membandingkan antara siap kerja yang dilakukan perawat dengan sikap

kerja ergonomis. Analisis menggunakan program SPS 2005.7

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

1. Pelatihan

penanganan pasien pada perawat di Rumah Sakit Immanuel

Pelatihan Penanganan Pasien pada Perawat di Rumah Sakit Immanuel Bandung dilaksanakan pada Hari Selasa, tanggal 26 Agustus 2008 mulai pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00 wib, bertempat di Ruang Agape Lantai IV Pusat Diagnostik Rumah Sakit Immanuel Bandung. Pelatihan diikuti oleh 36 orang perawat yang telah ditunjuk oleh Manajer Keperawatan RSI Bandung.

Sasaran atau tujuan jangka panjang dari pelatihan penanganan pasien ini adalah untuk menurunkan keluhan muskuloskeletal pada perawat. Tujuan jangka pendek sesudah pelatihan adalah perawat dapat menerapkan ilmu dan keterampilan yang didapatkan dari pelatihan dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari sebagai perawat di RS Immanuel Bandung.

Pelatih atau trainer dalam pelatihan penanganan pasien ini telah

memenuhi persyaratan sebagai trainer yang baik, yaitu bahwa pelatih telah

mendapatkan pelatihan khususnya berkaitan dengan penanganan pasien dan pada saat ini berprofesi sebagai pelatih penanganan pasien.

Materi pengetahuan yang diberikan meliputi: 1) pengertian gangguan muskuloskeletal; 2) gejala-gejala gangguan muskuloskeletal; 3) faktor-faktor penyebab keluhan muskuloskeletal; 4) gangguan muskuloskeletal pada perawat;

(6)

5) jenis-jenis aktivitas penanganan pasien; 6) pengawasan penanganan pasien; 7) pelatihan penanganan pasien untuk perawat; serta 8) metode dan materi pelatihan penanganan pasien.

Materi praktik yang diberikan dalam pelatihan penanganan pasien dirujuk dari teknik-teknik yang direkomendasikan dalam menangani pasien (Taylor et al., 1997). Dalam pelatihan ini materi yang diberikan berupa empat teknik menangani pasien yang paling sering digunakan di Rumah Sakit Immanuel Bandung, yaitu: 1) memposisikan pasien di tempat tidur pada posisi

lateral; 2) memindahkan pasien ke bagian atas tempat tidur; 3) membantu pasien untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi roda; dan 4) memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankar.

Peralatan yang digunakan dalam pelatihan adalah: tempat tidur yang dapat diatur ketinggiannya, kursi roda dan brankar. Pasien untuk simulasi pelatihan diambil dari peserta. Untuk membedakan antara persepsi usaha sebelum dan sesudah pelatihan, pasien tidak berubah, artinya praktik sebelum materi pelatihan dan sesudah materi praktik adalah orang yang sama.

Skor empirik persepsi usaha yang dilakukan sebelum pelatihan paling rendah 11 dan paling tinggi 17. Setelah pelatihan skor persepsi usaha menurun dengan skor terendah menjadi 9 dan skor tertinggi 13. Perbedaan persepsi usaha sebelum dan sesudah pelatihan penanganan pasien dapat dilihat dari rerata skor persepsi usaha sebelum pelatihan sebesar 13,938 dengan standar deviasi 1,243 dan skor persepsi usaha sesudah pelatihan menurun menjadi 11,656 dengan simpangan baku sebesar 1,066. Hasil uji statistik menggunakan

Wilcoxon Sign Ranks Test didapatkan nilai p sebesar 0,000. Nilai p lebih kecil dari 0,05 berarti bahwa ada perbedaan persepsi usaha sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan penanganan pasien. Bila dilihat dari reratanya, ternyata rerata skor persepsi usaha sebelum pelatihan lebih tinggi dibandingkan sesudah pelatihan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan penanganan pasien terbukti sangat signifikan dalam menurunkan persepsi usaha yang digunakan untuk penanganan pasien. Artinya bahwa usaha yang dikeluarkan untuk mengangkat ataupun untuk menangani pasien sebelum

(7)

pelatihan lebih besar dibandingkan dengan usaha yang digunakan untuk penanganan pasien sesudah mendapatkan pelatihan. Pelatihan penanganan

pasien dapat digunakan strategi untuk mengurangi sprain dan strain, persepsi

usaha fisik dan mencegah gangguan muskuloskeletal pada perawat. 2. Sikap Kerja Perawat Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Hasil dokumentasi sikap kerja perawat sebelum dan sesudah mendapatkan materi pelatihan tentang penanganan pasien adalah sebagai berikut:

a. Memposisikan pasien di tempat tidur (Lateral Position)

Sikap kerja perawat sebelum dan sesudah pelatihan, terlihat bahwa posisi tangan perawat sebelum pelatihan kurang tepat, dimana tangan perawat menjangkau pasien terlalu jauh dan posisi tubuh membungkuk karena jaraknya jauh. Jarak antara perawat dengan beban atau pasien semakin jauh akan semakin membutuhkan usaha yang lebih tinggi. Pengerahan tenaga yang berlebihan akan dapat menyebabkan peningkatan otot yang mengakibatkan

edema atau goresan formasi jaringan. Peningkatan tekanan dapat

mengakibatkan gangguan fungsi saraf dan dapat menyebabkan kelemahan otot.

Gambar 2. Posisi perawat tidak terlalu membungkuk, karena kedua kaki fleksi, posisi ini dapat mencegah terjadinya keluhan pada punggung bawah. Gambar 1. Posisi tubuh perawat terlalu

membungkuk untuk menjangkau tubuh pasien. Posisi ini dapat menyebabkan keluhan pada punggung bawah.

(8)

b. Memindahkan pasien ke bagian atas tempat tidur

Posisi perawat pada gambar terlihat bahwa posisinya tidak sejajar dengan pasien, sehingga akan menyebabkan lebih banyak usaha yang dikeluarkan untuk memindahkan pasien. Posisi tubuh menjadi tidak seimbang, dan perawat menggunakan kekuatan tangan untuk membantu pasien mengangkat sehingga dapat menyebabkan nyeri pada tangan dan bahu. Penggunaan satu tangan kanan oleh perawat yang dapat menyebabkan keluhan pada salah satu sisi dari anggota tubuh, seperti tangan, lengan maupun bahu. Untuk sendi bahu, ketidaknyamanan tingkat tinggi dirasakan ketika lengan dielevasi berlawanan arah dari tubuh. Supinasi pada siku merupakan posisi yang paling melelahkan.

Perawat dalam melakukan penanganan pasien menggunakan dua tangan. Pada saat melakukan penanganan pasien biasanya perawat berasa di sebelah kanan pasien, dan seluruh perawat tidak ada yang kidal sehingga semua kegiatan lebih utama menggunakan anggota badan sebelah kanan (right handed), sehingga keluhan pada anggota tubuh perawat lebih banyak yang sebelah kanan dibandingkan dengan anggota gerak sebelah kiri.

Gambar 3.Perawat menggunakan satu tangan untuk memindahkan pasien, dan tidak ada kerja sama dari pasien. Hal ini dapat menyebabkan keluhan pada salah satu anggota tubuh dan usaha yang diperlukan lebih besar.

Gambar 4. Perawat dan pasien bekerja sama untuk proses pemindahan, sehingga usaha yang diperlukan perawat menjadi lebih kecil.

(9)

c. Memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya

Sikap kerja perawat yang paling sering terjadi pada saat melakukan

penanganan pasien (angkat, angkut dan reposisi) adalah tidak

memperhatikan posisi kaki dan tubuh. Posisi tubuh selalu dalam keadaan membungkuk dan kaki lurus tidak ditekuk. Kesalahan tersebut dialami hampir semua perawat sebelum mendapatkan pelatihan penanganan pasien.

Posisi tubuh perawat sebelum pelatihan terlihat sangat

membungkuk untuk mendekati pasien. Posisi ini sangat rawan menimbulkan keluhan pada punggung bawah, yang paling banyak diderita oleh perawat di rumah sakit. Punggung bawah adalah bagian tubuh yang berjarak paling jauh

dari beban. Akibatnya gaya kompresi, gaya geseran dan moment

membungkuk yang besar dapat terjadi, terutama pada sendi diskus antara

Gambar 5. Perawat terlalu membungkuk untuk mengangkat pasien dari kursi roda.

Gambar 6. Perawat memfleksikan kedua kakinya (bukan membungkuk) untuk mengangkat pasien dari kursi roda.

Gambar 7. Posisi perawat terlalu membungkuk untuk menjangkau pasien.

Gambar 8. Perawat mempertahankan posisi kaki dan lutut untuk memindahkan pasien ke kursi roda.

(10)

Lumbar 5 (L5) dan Sakral 1 (S1) yang merupakan segmen gerak tulang belakang yang paling jauh.

d. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankar (tiga perawat)

Pada saat tiga orang perawat memindahkan pasien dari tempat tidur ke brankar, posisi pasien seharusnya didekatkan ke tubuh perawat untuk mengurangi jarak beban. Bila beban terlalu jauh maka usaha yang dikeluarkan akan menjadi lebih tinggi. Selain itu posisi pasien dalam keadaan bahaya karena akan mudah jatuh bila tangan perawat tidak dapat menjangkau tubuh pasien.

Pembahasan

Perbedaan persepsi usaha sebelum dan sesudah pelatihan

penanganan pasien dapat dilihat dari rerata skor persepsi usaha sebelum pelatihan sebesar 13,938 dengan standar deviasi 1,243 dan skor persepsi usaha sesudah pelatihan menurun menjadi 11,656 dengan simpangan baku sebesar

1,066. Hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon Sign Ranks Test didapatkan

nilai p sebesar 0,000. Nilai p lebih kecil dari 0,05 berarti bahwa ada perbedaan persepsi usaha sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan penanganan pasien. Bila dilihat dari reratanya, ternyata rerata skor persepsi usaha sebelum pelatihan lebih tinggi dibandingkan sesudah pelatihan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan penanganan pasien terbukti sangat signifikan dalam menurunkan persepsi usaha yang digunakan untuk penanganan pasien.

Gambar 9. Posisi pasien terlalu jauh dari perawat sehingga dapat menimbulkan

strain pada perawat karena usaha yang

diperlukan semakin besar pada tangan.

Gambar 10. Posisi pasien dekat dengan perawat sehingga pusat gravitasi menjadi lebih dekat, sehingga dapat menurunkan strain yang mungkin terjadi.

(11)

Artinya bahwa usaha yang dikeluarkan untuk mengangkat ataupun untuk menangani pasien sebelum pelatihan lebih besar dibandingkan dengan usaha yang digunakan untuk penanganan pasien sesudah mendapatkan pelatihan. Pelatihan penanganan pasien dapat digunakan strategi untuk mengurangi

sprain dan strain, persepsi usaha fisik dan mencegah gangguan muskuloskeletal pada perawat.

Responden yang selalu menggunakan teknik dan metode penanganan pasien yang diberikan pada saat pelatihan hanya dilakukan oleh 40,6% responden sedangkan yang menggunakan teknik tersebut kadang-kadang sebanyak 59,4% dengan alasan diantaranya karena pada saat bertugas tenaga perawat yang bertugas kurang sehingga kegiatan angkat, angkut maupun reposisi pasien yang seharusnya dilakukan bersama orang lain dilakukan sendiri. Selain itu juga karena rekan yang bertugas kadang masih sibuk dengan pekerjaan lain sehingga teknik yang seharusnya diterapkan tidak dapat dilaksanakan. Kadang-kadang dalam menangani pasien, perawat dibantu juga oleh anggota keluarga pasien yang tidak mengetahui cara mengangkat, mengangkut dan reposisi pasien dengan benar. Dari 32 orang responden yang telah mengikuti pelatihan, ternyata 28,1% tidak menangani pasien sendiri dan 71,9% kadang-kadang menangani pasien sendiri. Selain itu, responden kadang tidak menggunakan teknik yang direkomendasikan karena dalam keadaan panik atau dalam keadaan terburu-buru sehingga lupa. Responden yang selalu menerapkan teknik yang telah dilatihkan sebanyak 13 orang (40,6%) dan sisanya 19 orang (59,4%) kadang-kadang melakukan teknik yang telah dilatihkan. Agar pelaksanaan teknik penanganan pasien sesuai dengan yang direkomendasikan harus ada pengawasan dari kepala ruang perawatan ataupun adanya pembiasaan dari perawat itu untuk menerapkan penanganan pasien yang benar, sehingga dalam keadaan yang mendesak atau gawat pun dapat menerapkan teknik tersebut dengan baik.

Terjadinya keluhan muskuloskeletal pada perawat di Rumah Sakit Immanuel karena sikap tubuh perawat yang tidak sesuai dengan sikap tubuh yang direkomendasikan. Keluhan pada punggung bawah dapat terjadi karena

(12)

perawat pada saat memindahkan pasien posisi kedua kaki lurus dan tidak ditekuk sehingga beban tertumpu pada punggung bawah dan dapat

menyebabkan low back pain. Pada gambar dapat dilihat bahwa sikap tubuh

perawat pada saat menangani pasien kedua kaki tidak ditekuk dan badan terlalu membungkuk ke depan.

Sikap kerja membungkuk merupakan salah satu sikap yang tidak nyaman. Posisi lengan yang tidak tepat juga akan dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal pada perawat. Sikap ini juga dapat menyebabkan keluhan nyeri pada punggung bawah bila dilakukan secara berulang dan periode cukup lama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan penanganan pasien tidak terbukti dapat menurunkan keluhan pada punggung bawah. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa masih ada perawat yang belum melakukan penanganan pasien atau belum menerapkan keterampilan yang diperolehnya selama pelatihan sesuai dengan yang telah dilatihkan. Tujuan akhir dari pelatihan agar dapat membantu perawat untuk meningkatkan keterampilan dan kinerja agar mampu memberikan pelayanan yang aman, efektif dan berkualitas.

Selain sikap tubuh perawat yang tidak tepat, tinggi brankar dengan perawat juga tidak sesuai. Postur tubuh perawat kadang lebih kecil daripada pasien, sehingga dalam hal pengangkatan maupun pemindahan pasien disarankan agar tidak melakukan penanganan pasien sendirian, karena perawat akan semakin berisiko untuk mendapatkan cedera otot maupun keluhan muskuloskeletal.

Perawat sebaiknya tidak perlu berusaha untuk memindahkan pasien bila tidak diperlukan sekali ataupun kalau bisa diusahakan menggunakan peralatan yang dapat membantu mengurangi beban yang akan diterimanya. Sikap kerja yang benar dengan menerapkan teknik pengangkatan maupun pemindahan yang benar dapat meminimalkan beban yang harus diterima, misalnya dengan mendekatkan antara beban dengan orang yang akan melakukan pengangkatan. Untuk dapat melakukan sikap kerja yang benar perawat perlu mendapatkan palatihan yang kontinyu agar menjadi kebiasaan dalam melakukan kegiatan penanganan pasien.

(13)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 32 orang responden, kesimpulan yang dapat diambil adalah: Terdapat perbedaan persepsi usaha pada perawat saat melakukan penanganan pasien. Persepsi usaha sesudah pelatihan lebih rendah dibandingkan sebelum pelatihan. Sikap kerja perawat setelah pelatihan sudah sesuai dengan sikap kerja ergonomis, sedangkan sebelum pelatihan masih banyak kesalahan posisi perawat dalam penanganan pasien.

Saran

Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian adalah: perawat sebaiknya menerapkan metode yang telah direkomendasikan agar dapat mencegah terjadinya keluhan muskuloskeletal. Bagi Rumah Sakit Immanuel, pelatihan tentang penanganan pasien kepada semua perawat terutama pada saat awal bekerja (induction training) agar tidak terjadi gangguan muskuloskeletal karena kesalahan dalam penanganan pasien, membuat kebijakan yang berkaitan dengan penanganan pasien seperti: a no lift policy, atau kebijakan bahwa untuk memindahkan pasien minimal harus 2 orang perawat dan sesuai dengan aturan penanganan pasien yang

disarankan (contoh: menurut Taylor, et al., 1997), memberikan pelatihan

terus-menerus mengenai penanganan pasien yang ergonomis supaya pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh perawat tidak cepat hilang.

DAFTAR PUSTAKA

1 Setyawati, L. 2007. Patient Safety dan Penyakit Akibat Kerja, Disampaikan pada Pelatihan K3 bagi Paramedis RS Tegalyoso, 25 Juni, Klaten.

2 Maniadakins N, Gray A. 2000. The Economic Burden of Back Pain in The UK. Pain 2000; 84: 95 – 103.

3 Nelson, A. 2003. State of The Science in Patient Care Ergonomies: Lesson Learned and Gaps in Knowledge. Presented March 5, 2003, Third Annual Safe Patient Handling and Movement Conference: Clearwater Beach, FL.

4 Yip, Yin. Bing. 2001. A Study Of Work Stress, Patient Handling Activities And The Risk of Low Back Pain Among Nurses In Hongkong, Journal of Advanced Nursing 36(6), 794-804.

5 http://ew2007.osha.europa.eu Introduction to Work-Related Musculoskeletal Disorders diakses pada tanggal 8 Maret 2008. 6 Pratiknya, Ahmad Watik, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Grafindo Persada, Jakarta. 7 Hadi, Sutrisno, 2005. Seri Program Statistik (SPS) Versi 2005, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gambar

Gambar  2.  Posisi  perawat  tidak  terlalu  membungkuk,  karena  kedua  kaki  fleksi,  posisi  ini  dapat  mencegah  terjadinya  keluhan pada punggung bawah
Gambar 3.Perawat menggunakan satu  tangan untuk memindahkan pasien, dan  tidak ada kerja sama dari pasien
Gambar 5.  Perawat terlalu  membungkuk untuk mengangkat  pasien dari kursi roda.
Gambar  10.  Posisi  pasien  dekat  dengan  perawat sehingga pusat gravitasi menjadi  lebih  dekat,  sehingga  dapat  menurunkan  strain yang mungkin terjadi

Referensi

Dokumen terkait

d. Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen power dalam analisisnya. Di sini, setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun

android untuk siswa homeschooling kelas X, serta mengetahui kualitas produk media pembelajaran yang telah dikembangkan sehingga layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran

[r]

?Sikap ini ditunjukan dengan berani berpendapat baik dalam memberikan koreksi atau kritikan atau ide-ide dari panitia satu ke panitia yang lainnya sehingga dapat menutupi

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelayanan Jamkesmas bagian rawat jalan masih kurang memuaskan, hal ini dikarenakan adanya perbedaan persepsi antara

Rumus dasar dari turunan trigonometri adalah turunan fungsi sinus dan cosinus, sedangkan turunan fungsi trigonometri yang lainnya dan turunan fungsi siklometri

Pada hari ini Kamis, tanggal Dua puluh tiga bulan Juni tahun Dua ribu enam belas, dengan ini diumumkan sebagai pemenang lelang untuk paket pekerjaan:.. Kode Lelang

Berdasarkan Penetapan Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pekerjaan Pengadaan Belanja habis pakai non ATK nomor : 027/118.10 – Umum tanggal 19 Oktober 2011 perihal