• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes melitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolisme dengan. kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes melitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolisme dengan. kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolisme dengan karakteristik kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.1,2

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2004, diabetes diklasifikasikan dalam Standards of Medical Care in Diabetes berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi DM : Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, Diabetes melitus gestasional (diabetes kehamilan), dan Diabetes melitus tipe khusus lainnya.3 DM tipe 2 sering disebut sebagai non-insulin dependent diabetes melitus (NIDDM) atau adult onset diabetes melitus (AODM).1 DM tipe 2 lebih sering terjadi pada middle-aged dan orang yang lebih tua, dengan puncak onset terjadi pada usia 60 tahun.2 DM tipe 2 lebih sering terjadi daripada DM tipe 1, yakni 90% - 95% dari kasus diabetes melitus.1,2

2.1.1 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab terjadinya DM tipe 2 adalah resistensi insulin, kenaikan produksi glukosa di hati, dan sekresi insulin yang kurang. DM tipe 2 biasanya disebabkan oleh kelainan berupa resistensi insulin. Pada awalnya, resistensi insulin belum

menyebabkan DM. Sel β pankreas masih dapat mengkompensasi sehinga terjadi

(2)

Kemudian setelah terjadi kelelahan sel β pankreas, maka terjadi DM secara klinis

yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis DM.1-3,6

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi beberapa faktor banyak berperan, seperti obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan, dan faktor keturunan (herediter).3

2.1.2 Penegakan diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang khas dan dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Keluhan-keluhan khas DM antara lain poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Gejala awal DM adalah peningkatan kadar glukosa darah dan kehilangan glukosa melalui urin. Sejumlah besar glukosa di dalam dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran urin dan memicu terjadinya dehidrasi. Dehidrasi menyebabkan peningkatan rasa haus dan konsumsi air. Ketidakmampuan untuk menggunakan energi glukosa akhirnya memicu kehilangan berat badan. Keluhan lain yang mungkin terjadi yaitu lemah, kesemutan, pruritus, penglihatan kabur, disfungsi ereksi.1-3 Menurut PERKENI, diagnosis DM dipastikan bila keluhan-keluhan diatas disertai hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL dan atau gula darah puasa (GDN) ≥ 126 mg/dL. Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum 75 gr glukosa. Sampel darah untuk pemeriksaan darah dapat diambil dari daerah vena atau kapiler.1

(3)

2.1.3 Glycated haemoglobin (HbA1C)

HbA1C (hemoglobin glikosilat) suatu bentuk ikatan non-enzimatik glukosa dengan hemoglobin.HbA1C terbentuk dari glukosa yang terikat pada N valin ujung

rantai β molekul haemoglobin pada keadaan hiperglikemi. HbA1C diperkenalkan Allen et al (1958) bahwa hemoglobin dapat dipisahkan atas beberapa komponen yaitu hemoglobin (90%) dan komponen minor yaitu HbA1 (HbA1a, HbA1b, HbA1C). HbA1C merupakan fraksi yang terpenting dan terbanyak yaitu 4-5% dari haemoglobin total. HbA1C inilah yang merupakan ikatan antara glukosa dengan haemoglobin sedangkan fraksi lainnya merupakan ikatan antara haemoglobin dengan heksosa lainnya.12-13

Pada mulanya ikatan bersifat labil, kemudian menjadi stabil dan menetap serta terakumulasi selama hidup eritrosit. Dari percobaan diketahui bentuk labil sudah naik dalam jangka waktu 2 jam setelah pemberian 100 gram glukosa. Apabila kadar glukosa kembali ke rentang normal maka ikatan labil ini akan terurai kembali (reversibel). Bentuk stabil akan meningkat bila kadar glukosa melampaui 160-180mg/dl selama lebih dari 12 jam. Ikatan ini akan berlangsung lambat dan terus menerus dan tidak dipengaruhi oleh enzim sepanjang hidup eritrosit. Nilai kadar HbA1C menggambarkan status metabolik glukosa darah selama 2-3 bulan. Dan nilai pemeriksaan ini telah diterima sebagai uji yang menggambarkan status pengendalian kadar glukosa darah (status glikemik).10,12

Untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kadar HbA1C dengan baik, perlu memperhatikan keadaan-keadaan yang mempengaruhi kadarnya yakni hemoglobinopati, keadaan yang disertai dengan peningkatan retikulosit/eritrosit muda

(4)

(perdarahan, hemolisis), splenektomi dan gagal ginjal. Pengaruh obat-obatan terhadap HbA1C sampai sekarang belum diketahui.10,13

HbA1C biasanya dilaporkan sebagai persentase dari total haemoglobin, nilai yang dilaporkan oleh National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP), akan tetapi International Federation for Clinical Chemistry (IFCC) melaporkan HbA1C sebagai mmol/L.12 Berdasarkan ADA 2005 kriteria pengendalian DM dibagi atas terkontrol (nilai HbA1C ≤ 7) dan tidak terkontrol (nilai HbA1C > 7).10

2.2 Tinea Korporis

Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous skin) di badan, tungkai dan lengan kecuali telapak tangan, telapak kaki.17 Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan jamur dermatofita yaitu Epidermophiton, Microsporum dan Trichophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit.18-20

2.2.1 Epidemiologi

Prevalensi infeksi jamur superfisial diseluruh dunia diperkirakan menyerang 20-25% populasi dunia, dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering.Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat menyerang semua ras dan kelompok umur, dan infeksi jamur superfisial ini relatif sering pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi.21-22

Pada beberapa negara di dunia terdapat kecendrungan tinea korporis meningkat pada status sosial ekonomi yang rendah, tempat tinggal yang padat dimana kondisi ini memungkinkan untuk kontak erat orang perorang dan hubungan erat dengan hewan, sementara kebersihan jauh dibawah optimal.19 Selain itu, infeksi jamur ini

(5)

menunjukkan kecendrungan sembuh yang lama, tidak ada sarana kesehatan yang menyertai peningkatan penyebaran penyakit. Anak-anak lebih sering terkena dibandingkan remaja, jenis kelamin dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting untuk infeksi dermatofita.20

Pada pasien imunokompromais sering di jumpai infeksi jamur dan umumnya lebih berat dibandingkan populasi umum, infeksi yang kronis, dan rekurensi yang cukup tinggi serta resisten terhadap pengobatan standar.20

2.2.2 Etiologi dan Patogenesis

Terdapat sekitar 100.000 spesies jamur terdistribusi diseluruh dunia, dan sekitar 40 spesies yang berbeda yang dapat menginfeksi manusia. Jamur dermatofita mempunyai kemampuan untuk mendegradasi dan menggunakan keratin dan dibagi atas 3 genus yaitu : Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Mayoritas jamur yang menginfeksi kulit disebabkan oleh 5 atau 6 spesies dermatofita, dimana Trichophyton rubrum adalah yang paling sering.21

Penyebab tersering Tinea korporis di beberapa negara berbeda seperti di Amerika Serikat penyebab tersering tinea korporis yaitu T. rubrum. T. mentagrophytes, M. canis, dan T. Tonsurans, selanjutnya di Afrika penyebab tersering T. Rubrum dan T. Mentagrophytes, di Eropah penyebab tersering T. rubrum, sementara di Asia T.rubrum, T. Mentagrophytes dan T. Violaceum sebagai penyebab tersering tinea korporis.17,19

Berdasarkan tempat hidupnya jamur superfisial dibagi atas antropofilik, zoofilik dan geofilik.18-19

(6)

Elemen terkecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filamen terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding, dinding sel jamur merupakan karateristik utama yang membedakan jamur, karena banyak mengandung substrat nitrogen disebut dengan Chitin. Struktur bagian dalam (organela) terdiri dari nukleus, mitokondria, ribosom, retikulum endoplasmik, lisosom, golgi aparatus dan sentriol dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Benang-benang hifa bila bercabang dan membentuk anyaman disebut miselium.22

Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora, baik seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat reproduksi yang dibentuk hifa, besarnya antara 1-3µ, biasanya bentuknya bulat, segi empat, kerucut, atau lonjong. Spora dalam pertumbuhannya makin lama makin besar dan memanjang membentuk satu hifa. Terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual (gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa penggabungan).17-9

Infeksi dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur yang dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan jamur dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultra violet, variasi temperatur dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam lemak. Kerusakan stratum korneum, tempat yang tertutup dan maserasi memudahkan masuknya jamur ke epidermis. Sejumlah enzim dikeluarkan oleh dermatofita selama masuk dan berkembang seperti proteinase, lipase, dan enzim musinolitik yang menyebabkan dermatofita dapat mendegradasi (menurunkan) dan menggunakan keratin, protein lain, lipid dan DNA. Selain itu beberapa enzim disekresi sebagai faktor patogenik jamur seperti xanthomegnin, mannans, dan hemaglutenin yang

(7)

mungkin penting dalam melawan kolonisasi bakteri. Degradasi enzimatik keratinosit berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap peningkatan diferensiasi epidermis yang mengakibatkan gangguan dari barier epidermis. perubahan pada cornified envelop sebagai konsekuensi kerusakan barier epidermis yang dapat diukur melalui peningkatan transepidermal water loss. Peningkatan proliferasi epidermis ini akan meningkatkan terlepasnya elemen jamur dari epidemis.18-19

Masuknya dermatofit ke epidermis menyebabkan respon imun pejamu baik respon imun nonspesifik maupun respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik diperantarai oleh keratinosit mengekspresikan toll-like receptor (TLR) terutama TLR-2 yang dapat mengenali patogen (pattern recognation receptor) dan ligand-ligandnya pada permukaan jamur (seperti pathogen-associated mollecular pattern (PAMPS) yang dapat menginduksi respon imun nonspesifik lainnya seperti neutrofil dan makrofag. Neutrofil dan Makrofag sebagai sel-sel pertahanan non spesifik dapat bergerak ke kulit yang terinfeksi. Sel-sel fagosit ini dapat membunuh dermatofit dengan oxidative burst dan melepaskan sitokin inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-8 dan IL-16. 19 Sel-sel ini juga dapat menarik komplemen yang dapat merusak dan membunuh dermatofit.20

Respon imun spesifik juga terlibat dalam infeksi dermatofita melalui ikatan antara komponen dermatofita dan sel dendritik yang mengaktifasi sel-sel imun spesifik dan pembentukan antibodi. Berbagai dermatofita dapat menginduksi respon imun spesifik yang berbeda baik reaksi hipersensitivitas cepat maupun reaksi hipersensitivitas lambat. Respon imun efektif dalam melawan infeksi dermatofita

(8)

adalah melalui delayed type hypersensitivity (DTH) yaitu makrofag mengenali antigen jamur kemudian terjadi maturasi sel dendritik, sel dendritik akan bermigrasi dan mempresentasikan ke kelenjar limfe setempat, selanjuntya dihasilkan 12. IL-12 dan IL-18 akan menginduksi sel T yang diperantarai T helper 1 dan selanjutnya memproduksi IF-γ, selanjutnya IF-γ dapat merangsang migrasi, proses fagositosis dan oxidative killing oleh sel neutrofil dan makrofag, serta dapat mempertahankan reaktivasi sel Th-1 melalui kemampuan IF-γ untuk mempertahankan IL-12 pada sel T helper-1. 19-22

Infeksi dermatofita juga merangsang pembentukan antibodi yang dapat dideteksi dalam darah maupun jaringan. Peningkatan antibodi disebabkan respon Th2 melalui IL-4, namun respon ini diduga tidak mempunyai perlindungan terhadap dermatofita, seperti terdapat peningkatan IgE pada pasien atopi, namun tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi dermatofita meskipun dengan patogenesis yang belum dapat dijelaskan.20

2.2.3 Gambaran Klinis

Gambaran klasik dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang polisiklis, arsinar atau sirsiner. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Tinea korporis yang menahun, tanda-tanda aktif menjadi hilang, dan selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja.17-21

(9)

Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan pemeriksaan laboraturium antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu Wood, biopsi dan histopatologi, pemeriksaan serologi dan pemeriksaan dengan menggunakan PCR.17-21

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari kerokan kulit, kemudiaan sediaan di tuangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat dibawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif jika ditemukan hipa (benang-benang) yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil sebesar 1-3μ.17

Pada kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25-30°c), kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur. Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa, dan bentuk spora.19-21

Pemeriksaan lampu Wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 3600 A. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat dengan memberi warna (fluoresensi). Beberapa jamur yang memberikan fluoresensi yaitu M.canis. M. Audouini, M. ferrugineum dan T. schoenleinii.23

2.2.5 Diagnosis Banding

Ada beberapa diagnosis banding Tinea korporis, antara lain eksema numular, psoriasis, dermatitis seborhoik, pitiriasis rosea, liken planus, dermatitis kontak.17-20 2.2.6 Diagnosis

(10)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yaitu mikroskopis langsung dan kultur. 17

2.2.7 Pengobatan

Pengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal dan pengobatan sistemik. Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu dengan kompres basah secara terbuka, topikal anti jamur dapat yang diberikan yaitu derivat imidazol, toksiklat, haloprogin dan tolnaftat.17,24-5

Terapi tinea korporis pada pasien DM tipe-2 menjadi tantangan tersendiri disebabkan kemungkinan adanya interaksi antara obat antihiperglikemi dengan antijamur oral. 26-9 Hryncewicz-Gwóźdź dkk mempelajari jalur metabolisme baik antijamur oral dan antidiabetik oral, terutama golongan azol dan kebanyakan antidiabetik oral di metabolisme di sitokrom P-450 tetapi dengan berbagai enzim yang terlibat (antidiabetik-CYP2C9, itrakonazol-CYP3A4, ketokonazol-CYP3A4, flukonazol-CYP2C9 dan CYP 3A4) sedangkan terbinafin umumnya aman dan ditoleransi dengan baik.30-2

2.2.8 Hubungan antara DM dan Tinea Korporis

DM merupakan penyakit gangguan endokrin terbanyak yang ditemukan, lebih dari 300 juta orang menderita penyakit ini.3 Abnormalitas dari insulin yang meningkatkan kadar gula darah menyebabkan gangguan banyak organ penting termasuk kardiovaskular, ginjal, sistem saraf, mata dan kulit. Lebih dari sepertiga pasien diabetes memiliki manifestasi dermatologi selama perjalanan penyakit DM-nya8-9 Komplikasi DM pada kulit umumnya diperberat oleh kadar gula darah yang tinggi, yang diduga dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Hubungan pasti

(11)

antara hiperglikemi dengan kemudahan terjadinya infeksi pada pasien DM masih belum diketahui dengan pasti, namun derajat hiperglikemia cenderung meningkat dari waktu ke waktu seiring perjalanan penyakit.5,7 Proses kerusakan, pada umumnya berawal dari kelainan pada pembuluh darah baik mikro maupun makrovaskular yang selanjutnya menyebabkan neuropati motorik, neuropati sensorik, neuropati otonom dan gangguan sistem imun.3

Gangguan sistem imun pada pasien DM dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kemotaksis, fagositosis dan penghancuran mikroba, dimana gangguan ini dihubungkan dengan berkurangnya energi seluler sel imun.11 Komponen sel pertahanan tubuh yang terganggu akibat diabetes telah banyak dilakukan penelitian, terutama pada sistem pertahanan tubuh nonspesifik terhadap infeksi jamur yaitu Polimorfonuklear neutrofil (PMN).12-1 Sistem pertahanan nonspesifik yang terganggu pada eliminasi patogen yaitu menurunnya transmigrasi PMN ke tempat infeksi disebabkan peningkatan konsentrasi advanced glycation end product, penurunan fagositosis disebabkan peningkatan aktifitas polyol pathway yang menurunkan produksi superoxide. Sementara pada imunitas spesifik terjadi penurunan proliferasi sel T akibat perubahan molecular signaling dan penurunan pelepasan sitokin.6,

(12)

DM tipe-2

Gangguan sistem imun

Tinea korporis

Iklim, kebersihan,

kelembaban, pakaian, obat-obatan : kortikosteroid, imunosupresif.

Faktor eksogen Fungsi kemoktasis↓, fagositosis,

penghancuran mikroba Mikroangiopati Makroangiopati Polimorfonuklear neutrofil (PMN) ↓ Energi seluler sel imun ↓ 2.3 Kerangka Teori

(13)

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 : - Usia - Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Lamanya menderita Tinea korporis

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding telah memeriksa, membaca, mempelajari dan meneliti dengan seksama berkas perkara yang bersangkutan yang terdiri

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merumuskan judul “ Meningkatkan

Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif strategi utama yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha penggemukan sapi potong yaitu mengoptimalkan dan mengembangkan

Adapun dengan pertimbangan biaya produksi, biaya operasional, serta besarnya RAP yang dapat di recycle maka variasi Bitumen Murni Ex-RAP 30% + Bitumen Fresh 70% + Additive

Pokja Pengadaan Piagam, Petikan, dan Map Piagam Tahun Anggaran 2017, Sekretariat Militer Presiden pada Kementerian Sekretariat Negara RI akan melaksanakan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh da- lam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka “Madur” di Desa

H.pylori (peradangan lambung yang disebabkan oleh kuman Helicobacter pylori) serta untuk mengetahui hubungan Cag A ( + ) dan Cag A ( - ) { merupakan virulensi pada

Berdasarkan data pada gambar 1.1 yang di berikan Dinas PU Kota Bandung kepada penulis terkait hasil capaian sasatan kerja pegawai (SKP) di Dinas PU Kota Bandung periode