• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR ILMU FARMASI. (dalam Tinjauan Filsafat dan Historis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGANTAR ILMU FARMASI. (dalam Tinjauan Filsafat dan Historis)"

Copied!
397
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR ILMU FARMASI

(2)

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4

Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

Pembatasan Pelindungan Pasal 26

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:

i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan

penelitian ilmu pengetahuan;

iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan

iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)

PENGANTAR ILMU FARMASI

(dalam Tinjauan Filsafat dan Historis)

(4)

PENGANTAR ILMU FARMASI

(DALAM TINJAUAN FILSAFAT DAN HISTORIS) Islamudin Ahmad

Desain Cover : Dwi Novidiantoko Tata Letak Isi : Emy Rizka Fadilah

Sumber Gambar: www.Freepik.com, http://en.wikipedia.org Cetakan Pertama: Juli 2017

Hak Cipta 2017, Pada Penulis Isi diluar tanggung jawab percetakan Copyright © 2017 by Deepublish Publisher

All Right Reserved Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau

memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)

Anggota IKAPI (076/DIY/2012)

Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581

Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id

www.penerbitdeepublish.com E-mail: deepublish@ymail.com

Katalog Dalam Terbitan (KDT) AHMAD, Islamudin

Pengantar Ilmu Farmasi (dalam Tinjauan Filsafat dan Historis)/oleh Islamudin Ahmad.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, Juli-2017.

xii, 385 hlm.; Uk:14x20 cm ISBN 978-Nomor ISBN

1. Farmasi I. Judul

(5)

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu waTa’ala, Rabb pemilik dan penguasa alam semesta termasuk segala macam ilmu yang terus digali oleh umat manusia yang telah melimpahkan rahmat dan taufikNYA sehingga buku ini dapat dirampungkan dan hadir di tengah-tengah kita walaupun dengan penuh keterbatasan. Salam dan salawat kepada nabi besar Muhammad SAW sebagai pembuka pintu kebenaran tentang kebesaran sang pencipta. Buku ini merupakan salah satu bacaan untuk membuka wawasan mahasiswa calon sarjana/diploma farmasi (terutama untuk mahasiswa tingkat pertama), mahasiswa profesi Apoteker, mahasiswa pascasarjana, pengiat farmasi, maupun masyarakat umum tentang ilmu farmasi dengan segala kompleksisitasnya dalam bentuk sebuah pengantar ilmu farmasi.

Penulis terinspirasi menulis buku ini karena setelah mengikuti kuliah filsafat ilmu pada program S3 ilmu Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan melihat fenomena sekarang ini bahwa ada ketimpangan dalam memahami ilmu farmasi, setiap penulis bertemu dengan beberapa lulusan farmasi dari salah satu keahlian yang ditekuni selalu menganggap bahwa hanya ilmu yang dikuasainya yang paling penting dalam bidang ilmu farmasi. Sehingga terkesan bahwa lulusan farmasi yang berkecimpung dalam bidang tertentu hanya memperlihatkan keegoisan keilmuan bukan pemahaman tentang kebijaksanaan dalam keragaman pengetahuan.

(6)

Sementara itu, bidang keilmuan disusun untuk memperdalam khasanah ilmu pengetahuan (terutama ilmu farmasi) bukan untuk mengkotak-kotakkan ilmu farmasi, dan pembagian bidang ilmu hanya lebih menfokuskan pada kajian ilmu farmasi yang akan memperkokoh ilmu farmasi itu sendiri. Selain itu, pada kondisi yang sama, dengan pengkotakan seperti itu banyak masalah-masalah dalam bidang kefarmasian tidak terselesaikan sehingga mendorong bidang yang lain (diluar bidang farmasi) tertarik mengkaji dan menyebrang ke bidang farmasi, sehingga paradigma orientasi ilmu farmasi tergeser oleh peranan bidang yang lain.

Buku ini berjudul “Pengantar Ilmu Farmasi: dalam

tinjauan filsafat dan historis” yang membahas tentang

gambaran umum terkait perkembangan dan peranan ilmu farmasi dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup manusia di seluruh dunia dalam tinjaun filsafat dan historis. Diharapkan setelah membaca buku ini, pembaca khususnya mahasiswa dapat memahami secara komprehensif tentang ilmu farmasi dengan segala kompleksisitasnya yang dimulai dari definisi dan falsafah ilmu farmasi, sejarah dan perkembangan ilmu farmasi, sejarah dan perkembangan ilmu farmasi di Indonesia, pendidikan farmasi, kajian ilmu farmasi, pekerjaan kefarmasian, paradigma perubahan orientasi farmasi, peluang dan tantangan masa depan farmasi di Indonesia, dan organisasi kefarmasian. Semoga buku ini dapat memberikan gambaran dalam memahami ilmu farmasi secara komprehensif dan mampu memberikan wawasan kepada pembaca terkait ilmu farmasi dan segala kompleksisitasnya.

(7)

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga buku ini dapat hadir ditengah-tengah kita. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun buku ini masih banyak kekurangan dan masih perlu disempurnakan. Oleh karena itu kritik dan saran untuk penyempurnaan buku ini sangat penulis harapkan mohon dapat disampaikan ke e-mail; islamudinahmad@farmasi.unmul.ac.id atau islamudinahmad @yahoo.com dan atau islamudinahmad@gmail.com.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua Demi Jaya Farmasi.

Wassalam

Depok, Mei 2017 Penulis

(8)

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 DEFINISI DAN FALSAFAH ILMU FARMASI ... 7

2.1 Pengantar ... 7

2.2 Pengertian ... 8

2.3 Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu ... 11

2.4 Posisi Ilmu Pengetahuan dalam Bingkai Filsafat ... 13

2.5 Klasifikasi dan Hirarki Ilmu ... 18

2.6 Farmasi sebagai Sains... 29

2.7 Farmasi sebagai Profesi ... 31

2.8 Mitologi dan Asal Mula Lambang Farmasi ... 36

2.9 Referensi ... 39

BAB 3 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU FARMASI ... 41

3.1 Pengantar ... 41

3.2 Sejarah dan Moment Besar Perkembangan Farmasi ... 43

3.2.1 Zaman Pra-sejarah ... 43

3.2.2 Zaman Kuno ... 46

3.2.3 Zaman Awal Masehi... 54

3.2.4 Zaman kegemilangan Farmasi di peradaban Arab-Islam ... 58

(9)

3.2.5 Menjelang Abad pertengahan dan

Abad ke 20... 77

3.2.6 Era Baru Farmasi dan Dampak Revolusi Industri ... 89

3.3 Referensi ... 111

BAB 4 SEJARAH PERKEMBANGAN FARMASI DI INDONESIA ... 115

4.1 Pengantar ... 115

4.2 Pada Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaan ... 116

4.3 Periode Setelah Perang Kemerdekaan sampai dengan Tahun 1958 ... 119

4.4 Periode Tahun 1958 sampai 1967 ... 121

4.5 Periode jaman Orde Baru ... 124

4.6 Periode Jaman Reformasi sampai Saat Ini... 125

4.7 Referensi ... 129

BAB 5 PENDIDIKAN FARMASI ... 131

5.1 Pengantar ... 131

5.2 Pendidikan Farmasi di Dunia ... 133

5.2.1 Sejarah Perkembangan Pendidikan Farmasi di Dunia ... 133

5.2.2 Kurikulum Pendidikan Farmasi di Dunia ... 138

5.2.3 Konsep Kurikulum berbagai negara di Dunia ... 139

5.3 Pendidikan Farmasi di Indonesia ... 175

5.3.1 Sejarah Perkembangan Pendidikan Farmasi di Indonesia. ... 175

(10)

5.3.2 Jenjang Pendidikan Farmasi di

Indonesia ... 178

5.3.3 Kurikulum Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia ... 195

5.3.4 Standar Kurikulum Pendidikan Farmasi ... 218

5.3.4.1 Model Kurikulum ... 218

5.3.4.2 Struktur dan Durasi Kurikulum ... 218

5.3.4.3 Muatan Kurikulum ... 219

5.3.4.4 Kerangka Kurikulum Pendidikan Sarjana Farmasi ... 220

5.3.4.5 Kerangka Kurikulum Profesi Apoteker ... 221

5.4 Referensi ... 222

BAB 6 KAJIAN ILMU FARMASI ... 225

6.1 Pengantar ... 225

6.2 Sejarah Awal Kajian Ilmu Farmasi ... 230

6.3 Fokus Kajian Ilmu Farmasi ... 236

6.4 Kelompok Bidang Ilmu Farmasi ... 242

6.4.1 Farmasi Sains dan Teknologi ... 246

6.4.1.1 Bidang Ilmu Biologi Farmasi ... 247

6.4.1.2 Bidang Ilmu Kimia Farmasi ... 254

6.4.1.3 Bidang Ilmu Farmakologi ... 259

6.4.1.4 Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi ... 265

6.4.2 Farmasi Klinik & Komunitas... 271

(11)

6.5 Sinergisme dalam Pengembangan Kelompok

Bidang Ilmu Farmasi ... 284

6.6 Referensi ... 287

BAB 7 PEKERJAAN KEFARMASIAN ... 291

7.1 Pengantar ... 291

7.2 Kondisi Kesehatan dan Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia ... 293

7.3 Kondisi pada Sektor Kefarmasian dan pekerjaan kefarmasian di Indonesia ... 295

7.4 Pokok-Pokok Pekerjaan Kefarmasian... 301

7.5 Pekerjaan Farmasi lainnya ... 316

7.6 Referensi ... 323

BAB 8 PARADIGMA PERUBAHAN ORIENTASI FARMASI ... 327

8.1 Pengantar ... 327

8.2 Peran Farmasis... 328

8.3 Paradigma Perubahan Praktek Kefarmasian ... 331

8.4 Farmasi Klinik ... 335

8.5 Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care)... 339

8.6 Perbedaan dan Persamaan antara Farmasi Klinik dan Asuhan Kefarmasian ... 339

8.7 Paradigma yang terjadi di Masyarakat ... 341

8.8 Referensi ... 342

BAB 9 PELUANG DAN TANTANGAN FARMASI MASA DEPAN DI INDONESIA ... 345

9.1 Pengantar ... 345

9.2 Kondisi dan Peran Apoteker dari Jaman Kemerdekaan Hinga Saat Ini ... 346

(12)

9.3 Arah Perkembangan Pelayanan Kefarmasian

Masa Depan ... 350

9.3.1 Perkembangan IPTEK, Sarana, dan Pelayanan Kefarmasian ... 351

9.3.2 Penerapan SJSN ... 359

9.3.3 Pengembangan & Saintifikasi Jamu, Herbal, dan atau Pengobatan Tradisional ... 361

9.4 Peluang dan Tantangan Farmasi Kedepan ... 364

9.5 Referensi ... 368

BAB 10 ORGANISASI KEFARMASIAN ... 371

10.1 Pengantar ... 371

10.2 Intenational Pharmaceutical Federation (FIP) ... 372

10.3 Federation of Asian Pharmaceutical Association (FAPA) ... 375

10.4 Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) ... 376

10.5 Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (FAPI)... 378

10.6 Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) ... 381

10.7 Asosiasi Pendidikan Diploma Farmasi Indonesia (APDFI) ... 382

10.8 Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI) ... 383

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu Farmasi merupakan suatu ilmu yang mempelajari seluruh aspek obat, mulai dari pencarian sumber bahan baku, pembuatan, penggunaan, analisis, distribusi, penyimpanan, dan pengawasan obat yang bertujuan untuk menjamin terutama khasiat dan keamanan obat bila digunakan oleh masyarakat. Misi ilmu Farmasi adalah meningkatkan kesehatan global dengan menemukan, mengembangkan, dan memproduksi obat-obatan berkualitas yang aman, tepat, efektif, terjangkau, hemat biaya, dan mendistribusikan secara luas sediaan farmasi ke seluruh dunia untuk dapat digunakan dalam upaya mencegah, mengobati, mendiagnosa, dan memulihkan kesehatan manusia.

Ilmu farmasi ditinjau dari objek materinya, memiliki kerangka dasar dari ilmu-ilmu alam, meliputi; kimia, biologi, fisika dan matematika. Sedangkan ilmu farmasi ditinjau dari objek formalnya merupakan ruang lingkup dari ilmu-ilmu kesehatan. Secara historis ilmu farmasi dikembangkan dari

medical sciences, berdasarkan kebutuhan yang mendesak

perlunya pemisahan ilmu farmasi (sebagai ilmu tentang obat-obatan) dari ilmu kedokteran (sebagai ilmu tentang diagnosis). Hipocrates (Tahun 460 – 357 SM) yang merupakan peletak dasar ilmu kedokteran dan mencetuskan ide pemilahan farmasi dari kedokteran dengan memprakarsai simbol farmasi dan kedokteran secara terpisah. Namun yang sangat mengesankan, dan telah dijadikan tonggak kelahiran farmasi adalah ketika

(14)

Kaisar Frederik II pada tahun 1240 mengeluarkan undang-undang negara tentang pemisahan farmasi dari kedokteran yang diajarkan dan dipraktekkan secara terpisah. Meskipun pada abad sebelumnya farmasi telah dipraktekkan secara terpisah di Timur Tengah terutama di Kota Baghdad, Irak, dimana Apotek (Pharmacy atau drugs store) didirikan secara legal berdasarkan hukum yang berlaku dalam melakukan praktek kefarmasian.

Ilmu farmasi pada perkembangan selanjutnya menga-dopsi tidak hanya ilmu kimia, biologi, fisika, dan matematika, melainkan termasuk pula dari ilmu-ilmu terapan seperti pertanian, teknik, ilmu kesehatan, sosial, hukum, ekonomi, bahkan dari behavior science. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dari suatu pihak farmasi tergolong seni teknis (Technical

arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan

obat (medicine); di lain pihak farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science).

Berdasarkan cakupan farmasi sebagai ilmu diatas, secara umum terbentuk cabang-cabang ilmu farmasi yang terdiri dari bidang-bidang Ilmu Farmasi yang mengalami perkembangan menjadi beberapa bidang yang meliputi, ilmu Farmasi Sains dan Teknologi (meliputi bidang ilmu Kimia Farmasi, Biologi Farmasi, Farmakologi, dan Farmasetika dan Teknologi Farmasi), ilmu Farmasi Klinik & Komunitas, dan Farmasi Sosial.

Perkembangan ilmu pengetahuan berjalan sangat cepat dan perkembangan ini juga terjadi dalam bidang ilmu farmasi. Meskipun kenyataanya, dalam perjalanannya para lulusan farmasi mengalami kesulitan untuk menguasai seluruh ilmu farmasi itu sendiri sehingga sangat dibutuhkan spesialisasi. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa perkembangan ilmu farmasi terutama

(15)

di perguruan tinggi sebagai lembaga/institusi formal pelaksana pendidikan farmasi sangat pesat, dan sangat berpengaruh dengan proses pembelajaran secara parsial dan tidak maksimal karena sistem kurikulum yang begitu padat. Hal ini menyebabkan para lulusan hanya mengetahui atau menguasai kelompok bidang tertentu dalam ilmu farmasi, minimal untuk level sarjana atau diploma menguasai dasar-dasar ilmu Farmasi. Parahnya lagi dalam dunia kerja lulusan farmasi hanya melakukan pekerjaan kefarmasian yang dominan pada bagian tertentu dari pekerjaan kefarmasian. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan paradigma orientasi ilmu farmasi, yang menyebabkan kajian-kajian tentang ilmu farmasi menjadi seksi di bidang ilmu yang lain.

Semua aspek tentang obat yang idealnya harus dikuasai oleh seorang farmasis tanpa sadar tergeser oleh peranan bidang/orang lain. Contoh dalam dunia kerja terutama apotek dan distribusi obat, peranan farmasis disini hanya sebatas tanda tangan faktur dan laporan sebagai penanggungjawab, akan tetapi terkait dengan kebijakan pengadaan dan lain-lain ada ditangan PSA (pemilik saranan apotek), meskipun sebagian kecil telah ada yang bertindak sebagai PSA. Seharusnya telah diatur secara hukum bahwa apoteker penanggungjawab sekaligus harus menjadi PSA, selebihnya pemilik modal hanya bertindak sebagai investor. Akan tetapi pada kenyataannya tidak/belum seperti itu, hal ini salah satunya disebabkan karena kepentingan. Kondisi serupa terjadi di instansi pemerintah atau lainnya. Bahkan sampai hari ini, dimedia – media ramai dibahas terkait dengan bidang pekerjaan kefarmasian, terutama yang terkait dengan pekerjaan yang bersinggungan dengan profesi lain.

(16)

Itulah sebagian contoh kecil dalam bidang pekerjaan kefarmasian dan masih banyak contoh nyata yang paling besar dan banyak yang tidak disinggung disini dan bahkan telah menjadi rahasia umum dalam pekerjaan kefarmasian. Bila dianalogikan dalam sebuah permainan sepakbola, farmasis memiliki lapangan dan bola, akan tetapi yang bermain orang lain, kalaupun ada sebagai pemain, itupun hanya sebagai cadangan. Hal ini sangat jelas terlihat dalam sistem regulasi tentang kefarmasian.

Saat ini, di Indonesia baru ada sekitar 50.000-an apoteker. Sedangkan rasio apoteker di Indonesia masih 1 berbanding 8.000, dimana jumlah dengan perbandingan tersebut masih jauh dari kata ideal. Contoh nyata bisa kita saksikan di rumah sakit yang kebanyakan hanya menyediakan satu atau dua orang apoteker saja. Bahkan sarana pelayanan kesehatan misalnya di Puskesmas, masih banyak puskesmas belum memiliki tenaga Apoteker.

Dalam dunia akademik terutama dalam bidang penelitian, sebagian besar bidang ilmu lain melakukan riset terkait obat, misalnya Kehutanan, Pertanian, Teknik Kimia, dan lain–lain, termasuk Kedokteran dan Kimia (meskipun kedua-duanya paling dekat dan sangat terkait dengan ilmu Farmasi). Namun, penulis menganggap hal ini masih wajar-wajar saja karena semua orang berhak mengetahui apa saja selama masih mampu, meskipun tidak bisa dipungkiri tujuan awal pembentukan lembaga berdasarkan keilmuan secara hukum yaitu bertujuan untuk memfokuskan pada bidang yang dikaji secara filosofis.

(17)

Dalam pendidikan tinggi, farmasi merupakan salah satu bidang ilmu yang memiliki kaitan erat dengan ilmu kedokteran dan ilmu kimia (terutama kimia terapan yang mengarah ke kesehatan). Dalam ilmu kimia akan lebih berfokus pada benda, ciri-cirinya, strukturnya, komposisinya, dan perubahannya yang disebabkan karena interaksi dengan benda lain atau reaksi kimia. Dalam reaksi kimia, ikatan antara atom-atom akan dipecah dan akan membentuk substansi baru dengan ciri-ciri yang berbeda. Bila dalam ilmu kedokteran akan lebih memfokuskan diri dalam upaya penanganan, diagnosis, atau penyembuhan pasien secara langsung. Sedangkan dalam ilmu farmasi fokusnya menggabungkan keduanya terutama lebih kepada benda/bahan yang telah diketahui sifat-sifatnya, komposisinya sampai pada mekanisme kerja atau lebih dikenal bahan obat/obat-obatan yang dapat digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka pencegahan, penyembuhan, dan peningkatan kesehatan masyarakat.

Dalam ilmu farmasi, kita mempelajari berbagai hal tentang obat-obatan mulai dari pencarian sumber bahan baku, pembuatan, penggunaan, analisis, distribusi, penyimpanan, dan pengawasan obat yang bertujuan untuk menjamin terutama khasiat dan keamanan obat bila digunakan oleh masyarakat. Termasuk juga belajar tentang cara menjelaskan atau membe-rikan informasi yang dapat diterima dengan mudah oleh pasien mengenai tata cara pemakaian (aturan pakai) obat yang benar, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping dari obat tersebut.

Setelah menyelesaikan pendidikan pada

lembaga/institusi pengelola pendidikan farmasi (terkhusus di Indonesia) baik dari program diploma sampai dengan program

(18)

doktor farmasi. Maka lulusan akan diberikan gelar ahli madya farmasi (disingkat Amd. Far) untuk mereka yang lulus dari jenjang diploma (D3) Farmasi. Bagi lulusan sarjana farmasi akan diberikan gelar S.Farm (meskipun masih ada yang menggunakan gelar S.Si) atau yang biasa disebut sarjana farmasi (sarjana sains farmasi), dan juga biasanya akan diberikan gelar Apoteker (disingkat; Apt) bagi mereka yang telah melanjutkan ke profesi apoteker. Untuk gelar magister bagi lulusan yang melanjutkan ke jenjang S2 diberikan gelar M.Farm (meskipun masih ada yang menggunakan M.Si) atau disebut magister sains farmasi, atau gelar M.Farm.Klin bagi mereka yang mengambil konsentrasi farmasi klinik. Sedangkan untuk program S3 diberikan gelar Doktor Ilmu Farmasi (disingkat Dr.). Nama gelar bagi lulusan farmasi berbeda-beda dari masing-masing negara, dan gelar ditetapkan berdasarkan hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara.

Farmasi sebagai seni dan ilmu dalam penyediaan obat baik dari bahan alam maupun bahan sintetis yang sesuai untuk didistribusikan, digunakan dalam pengobatan, dan pencegahan penyakit, hadir di tengah-tengah pluralitas ilmu pengetahuan. Kehadiran ilmu farmasi sebagai disiplin ilmu pengetahuan baik yang bersifat teoritis sampai pada yang bersifat praktis teknologis diharapkan senantiasa mengalami pencerahan sesuai tujuan awal dari keberadaannya.

Melihat adanya fenomena yang di dalam proses perkembangannya, farmasi mengalami pergeseran nilai, sehingga diperlukan sebuah rekonstruksi dalam perspektif filsafat ilmu pengetahuan yang akan dijelaskan dalam buku ini sebagai Pengantar Ilmu Farmasi.

(19)

BAB 2

DEFINISI DAN FALSAFAH

ILMU FARMASI

2.1 Pengantar

Ketika ditanya tentang farmasi, kebanyakan orang akan mengatakan bahwa farmasi adalah sebuah toko obat atau tempat dimana kita dapat membeli obat. Beberapa orang mungkin berbicara tentang obat-obatan dan farmasis/apoteker (kadang-kadang disebut penjual obat atau tukang obat atau “druggist” terutama jika orang tersebut berusia diatas usia 50 tahun). Kebanyakan orang tidak berfikir tentang farmasi sebagai profesi.

Apa tujuan farmasi itu? Beberapa orang, bahkan beberapa apoteker, menjawab pertanyaan “Apa tujuan dari farmasi (terutama secara awam tentang praktek profesi di apotek)? dengan mengatakan “farmasi bertujuan untuk memasok obat-obatan.” Namun, jika ini adalah tujuan utama, mengapa apoteker melakukan hal ini?. Jika memasok obat merupakan tujuan utama dari Farmasi adalah orang yang belajar di perguruan tinggi selama 6-8 tahun yang dibutuhkan hanya untuk fungsi ini?.

Tujuan dari praktek profesi farmasi adalah untuk membantu pasien dalam menggunakan obat secara efektif dan efisien dari pengobatannya. Jika ditinjau dari sudut pandang kesehatan masyarakat, Apoteker dibutuhkan untuk dapat memastikan penggunaan secara rasional dan aman dari

(20)

obat-obatan, minimal apoteker dibutuhkan sebagai kontrol dalam proses penggunaan obat-obatan agar terapi dan khasiat obat dapat memberikan efek atau khasiat secara maksimal.

2.2 Pengertian

Farmasi atau Apotek adalah tempat, profesi, dan kadang-kadang merupakan bisnis. Farmasi merupakan tempat dimana farmasis/apoteker (yang memiliki ijin atau lisensi) mengawasi pengeluaran obat setelah menerima resep oleh penulis resep/dokter (yang memiliki ijin atau lisensi). Farmasi bukanlah toko obat (bahasa Inggris: drugstore). Dalam istilah bahasa inggris, kata medicine (yang berarti obat) dalam mendefinisikan farmasi (sebagai tempat/ a place) lebih baik dibandingkan kata drug (juga berarti obat/bahan obat), seperti kata apoteker (Bahasa Inggris: Pharmacist) lebih baik dibandingkan dengan kata penjual obat atau tukang obat (Bahasa Inggris: druggist). Di masyarakat saat ini, drug (yang berarti obat/bahan obat) biasanya memberi kesan negatif atau penyalahgunaan obat terlarang (narkoba). Kata medicine (yang berarti obat) lebih berkesan positif; dimana obat dikonsumsi

dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan atau

menyembuhkan penyakit. Kata penjual obat atau tukang obat (druggist) lebih bermakna negatif dengan demikian kata ini tidak tepat/kurang diterima untuk mendefinisikan seorang farmasis. Bagian terakhir dalam mendefinisikan farmasi (sebagai tempat) meliputi kata penulis resep resmi (Bahasa Inggris: legal

prescriber), yaitu seseorang yang memiliki kemampuan dan

memperoleh persetujuan dari badan legislatif negara untuk meresepkan obat (baik dokter, dokter gigi, ataupun dokter

(21)

hewan). Apoteker (pharmacist) harus selalu waspada untuk

selalu mengawasi terutama ada resep palsu atau

penyalahgunaan obat-obatan (terutama obat-obat golongan narkotika, psikotropika, maupun prekursor), serta orang-orang yang mencoba untuk mendapatkan narkotika dan obat terlarang lainnya secara ilegal. Farmasi juga berarti praktek farmasi sebagai profesi serta farmasi dapat juga menjadi bisnis. Apoteker (Pharmacist) yang memiliki apotek sendiri atau manajer dari apotek adalah orang-orang bisnis serta praktisi terutama penyedia sarana apotek/klinik. Dengan demikian, mereka memiliki dua tujuan: (a) untuk merawat pasien dan (b) untuk membuat cukup keuntungan untuk bertahan dalam bisnis.

Farmasi (bahasa Inggris: pharmacy, bahasa Yunani:

pharmacon, yang berarti: obat) merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kedokteran (termasuk ilmu kesehatan secara umum) dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat

(medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula

penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prescription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya

(22)

dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.

Apoteker/Pharmacist merupakan gelar profesional

dengan keahlian di bidang farmasi. Apoteker biasa bertugas di institusi-institusi baik pemerintahan maupun swasta seperti badan pengawas obat/makanan, rumah sakit, industri farmasi, industri obat tradisional, apotek, dan di berbagai sarana kesehatan.

Asisten Apoteker merupakan profesi pelayanan

kesehatan di bidang Farmasi bertugas sebagai pembantu tugas Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.889/MENKES/PER/V/2011 yang disebut juga sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan

peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin

dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringkan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat

tradisional, makanan fungsional, dan kosmetika.

Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang

dipergunakan oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit. Menurut wikipedia (definisi secara umum), obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat

(23)

penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Definisi lain, Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam

menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara

tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.

Ilmu Farmasi merupakan suatu ilmu yang mempelajari

seluruh aspek tentang obat, mulai dari proses pencarian bahan (baik alami, semisintetik, dan sintetik), pembuatan, cara penggunaan, distribusi, penyimpanan, penyerahan, sampai obat tersebut digunakan dengan baik oleh pasien.

2.3 Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu

Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana, yaitu pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) dan penjelasan gaib

(mystical exploitation). Kini di satu pihak manusia memiliki

sekelompok pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan kebenarannya secara sah, tetapi dipihak lain sebagian mengenal pula aneka keterangan gaib yang tidak mungkin diuji sahnya untuk menjelaskan rangkaian peristiwa yang masih berada di luar jangkauan pemahamannya. Di antara rentangan pengetahuan ilmiah dan penjelasan gaib itu

(24)

terdapatlah persoalan ilmiah yang merupakan kumpulan hipotesis yang dapat diuji, tetapi belum secara sah dibuktikan kebenarannya.

Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan

(attempt to find), atau pencarian (search). Oleh karena itu,

pencarian biasanya dilakukan berulang kali, maka dalam dunia ilmu pengetahuan, kini dipergunakan istilah research (penelitian) untuk aktivitas ilmiah yang paling berbobot guna menemukan pengetahuan baru. Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan para ilmuwan dapatlah dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan pengetahuan yang sistematis.

Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan hadir kembali di tengah-tengah perkembangan IPTEK yang telah begitu plural. Adapun kepentingan yang begitu mendesak ini adalah meluruskan arah proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya arah pemanfaatannya. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan suatu bidang studi mengenai ilmu pengetahuan. Hal ini, karena filsafat itu adalah ilmu pengetahuan yang selalu mencari hakekat, berarti filsafat ilmu pengetahuan berusaha mencari “keseragaman” daripada “keanekaragaman” ilmu pengetahuan. Secara sederhana, pengertian filsafat atau filosofi adalah cinta pada pengetahuan (ilmu pengetahuan) dan kebijksanaan. Dalam bahasa Arab, pengertian filsafat dirujuk dari muhib ialah al-hikmah dan dari bahasa belanda ialah wijsbegeerte. Dalam islam, tidak dikenal

(25)

adanya filsafat islam. Satu satunya yang sepadan dengan pengertian filsafat dalam Islam adalah hikmah yang berarti pengetahuan dan kebijaksanaan.

Gambar 1.1. Ilustrasi tentang pengertian filsafat 2.4 Posisi Ilmu Pengetahuan dalam Bingkai Filsafat

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.

Sehubungan dengan pendapat tersebut bahwa filsafat

(26)

pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama dan pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.

Filsafat ilmu berkembang dari epistomologi (Filsafat Pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Semua ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu. Manusia mempunyai perasaan, pikiran, pengalaman, panca indera,

intuisi, dan mampu menangkap gejala alam lalu

mengabstrasikannya dalam bentuk ketahuan atau pengetahuan misalnya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Apa yang diperoleh dalam proses mengetahui itu dilakukan tanpa memperhatikan objek, cara dan kegunaannya, maka ini dikategorikan dalam ketahuan atau pengetahuan, dalam bahasa Inggris disebut knowledge. Ilmu atau science ialah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, yaitu suatu cara yang menggunakan syarat-syarat tertentu, melalui serangkaian langkah yang dilakukan dengan penuh disiplin.

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat mencolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke-17, maka mulailah terjadi perpisahan antara

(27)

filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke-17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen, yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut, filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak Francis Bacon (1561–1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is

Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu

pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis

(28)

batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa filsafat adalah sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the

great mother of the sciences).

Karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a

higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai

penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya yaitu Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu:

- Landasan ontologis, yaitu objek apa yang telah ditelaah ilmu, wujudnya, hubungan dengan daya tangkap

manusia (berfikir, merasa, mengindera) yang

membuahkan pengetahuan.

- Landasan Epistemologis, yaitu bagaimana proses

ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu,

prosedurnya, hal apa yang perlu diperhatikan agar memperoleh pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran iu sendiri, kriterianya, cara/teknik/metode

(29)

yang dapat membantu dalam mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.

- Landasan Aksiologis, yaitu untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan, kaitannya dengan kaidah – kaidah moral, kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral dan profesional.

Semua pengetahuan, ilmu atau seni pada dasarnya mempunyai ketiga landasan itu. Letak perbedaanya hanya pada materi perwujudannya, serta sejauh mana landasan dari ketiga aspek itu dilaksanakan dan dikembangkan secara konsekuen dengan penuh disiplin. Karena itu juga sering digunakan istilah disiplin (atau disiplin ilmu). Ketiga landasan keilmuan tadi digunakan untuk membedakan berbagai jenis ilmu dan pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia. Dengan mengetahui ciri – ciri setiap pengetahuan secara benar, dapat memanfaatkan kegunaan secara maksimal, dan tidak salah menggunakannya, misalnya ilmu dikacaukan dengan seni, atau ilmu dikonfrontasikan dengan agama.

Dengan memahami hakekat ilmu itu, dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, praposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan

(30)

dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.

Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman, bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.

2.5 Klasifikasi dan Hirarki Ilmu

Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu cabang ilmu baru terjadi karena beberapa syarat. Bert Hoselitz menyebut adanya pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu manapun berkaitan dengan tiga syarat. Pertama, yaitu eksistensi dan pengenalan seperangkat problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik. Kedua, yaitu pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan generalisasi-generalisasi yang cukup luas lingkupnya untuk menunjukkan ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki. Ketiga, yaitu pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin baru itu.

Dengan berkembangnya, demikian banyak cabang ilmu khusus maka timbullah masalah pokok tentang penggolongan

(31)

ilmu-ilmu itu maupun pembagiannya. Klasifikasi merupakan pengaturan yang sistematik untuk menegaskan definisi sesuatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya dan menjelaskan saling hubungannya dengan cabang-cabang yang lain. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan yang telah dijelaskan oleh Surajio (2013) dan Suriasumantri (2015) sebagai berikut:

1) Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan

Pembagian ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian yang

merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:

a)

Trivium atau tiga bagian yaitu: Gramatika,

bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik; Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir baik, formal dan logis; dan Retorika, bertujuan agar manusia dapat menyampaikan gagasan atau ide-ide dengan baik.

b)

Quadrivium atau empat bagian yaitu: Aritmatika

yaitu ilmu hitung; Geometrika yaitu ilmu ukur; Musika yaitu ilmu musik; dan Astronomia yaitu ilmu perbintangan.

2) Francis Bacon

Francis Bacon mengklasifikasikan ilmu berdasarkan pada subjeknya, yaitu daya manusia untuk mengetahui sesuatu. Berdasarkan hal tersebut, ia membeda-bedakannya sebagai berikut:

a. Ilmu pengetahuan ingatan yaitu membicarakan masalah-masalah atau kejadian yang telah lalu, meskipun dimanfaatkan untuk masa depan.

(32)

b. Ilmu pengetahuan khayal yaitu membicarakan kejadian-kejadian dalam dunia khayal, meskipun berdasar dan untuk keperluan dunia nyata.

c. Ilmu pengetahuan akal yaitu umumnya

pembahasannya mengandalkan diri pada logika dan kemampuan berfikir.

Klasifikasi tersebut tidak dapat dibenarkan apabila pemikiran kita berpangkal pada pandangan bahwa kita tidak akan mungkin mengenal dengan akal, ingatan, atau daya khayal semata, tetapi dengan seluruh pribadi kita.

3) Aristoteles

Aristoteles memberikan suatu klasifikasi

berdasarkan objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, yaitu untuk keperluan

perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu

pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran bagi perbuatan kita. Poietis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan teknologi.

4) Wilhelm Windelband

Wilhelm Windelband membedakan ilmu

pengetahuan alam (naturwissenschaf) dan ilmu sejarah

(geschichtswissenschaft). Menurutnya, kedua jenis ilmu

pengetahuan itu tidak berbeda dalam hal objeknya karena objeknya satu yaitu kenyataan. Adapun perbedaannya terletak pada metode. Metode untuk

(33)

dengan nomos atau norma yang menunjuk pada adanya usaha untuk membuat hal umum atau generalisasi.

Sedangkan geschichtswissenschaft menggunakan

metode ideografis yaitu tertuju pada hal yang sifatnya

individual atau tidak umum, tetapi menuju

individualisasi, serta hanya terjadi sekali atau bersifat

einmalig. Artinya, tidak dapat diulangi dan tidak pula

dapat diduga atau diramalkan. Metode ini semata-mata suatu usaha untuk melukiskan gagasan atau ide dari objek.

5) Auguste Comte

Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:

a. Ilmu Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.

b. Ilmu Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala benda langit.

c. Ilmu Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.

d. Ilmu Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks daripada ilmu alam.

(34)

e. Ilmu Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala kehidupan.

f. Ilmu Sosial (Sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan.

Atau secara garis besar dapat diskemakan sebagai berikut:

1. Ilmu Pengetahuan meliputi Logika (matematika murni) dan Ilmu pengetahuan empiris (astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi).

2. Filsafat meliputi Metafisika dan filsafat ilmu pengetahuan.

6) The Liang Gie

The Liang Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan jenis pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu sifat atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan sebuah ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan dipakai dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar manusia yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat. Dengan demikian The Liang Gie membagi ilmu dibedakan menjadi dua ragam, yaitu ilmu teoritis

(theoretical science) dan ilmu praktis (practical science).

Berdasarkan enam jenis material pengetahuan ilmiah yang merupakan pokok soal di atas, the Liang Gie membagi ilmu menjadi tujuh jenis, yaitu seperti yang digambarkan pada Tabel 1.1.

(35)

Tabel 1.1 Pembagian Ilmu menurut The Liam Gie

No. Jenis Ilmu Ragam Ilmu

Ilmu Teoritis Ilmu Praktis

1. Ilmu-ilmu matematis Aljabar Geometri Accounting Statistik 2. Ilmu-ilmu fisis Kimia

Fisika

Ilmu keinsinyuran Metalurgi 3. Ilmu-ilmu biologi Biologi molekuler

Biologi sel Ilmu pertanian Ilmu peternakan 4. Ilmu-ilmu psikologis Psikologi eksperimental Psikologi perkembangan Psikologi pendidikan Psikologi perindustrian 5. Ilmu-ilmu sosial Antropologi

Ilmu ekonomi

Ilmu administrasi Ilmu marketing 6. Ilmu-ilmu linguistik Linguistik teoritis

Linguistik perbandingan Linguistik terapan Seni terjemahan 7. Ilmu-ilmu interdisipliner Biokimia Ilmu lingkungan Farmasi Ilmu perencanaan kota

Pembagian selanjutnya sebagai pelengkap

pembagian menurut ragam adalah pembagian ilmu menurut jenisnya. Menurut The Liang Gie ada enam jenis objek material pengetahuan ilmiah, yaitu ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, peristiwa sosial, dan proses tanda.

7) Al-Ghazali

Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam

(36)

1. Ilmu Syar’iyyah

a) Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul) yaitu Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid), Ilmu tentang kenabian, Ilmu tentang akhirat atau eskatoogis, dan Ilmu tentang sumber pengetahuan religious, yaitu Quran dan Al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder). Ilmu ini terbagi menjadi dua kategori: Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat) dan Ilmu-ilmu pelengkap.

b) Ilmu tentang cabang-cabang (furu’) yaitu Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak), Ilmu tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan (ibadah) dan Ilmu

tentang kewajiban manusia kepada

masyarakat: Ilmu tentang transaksi dan Ilmu tentang kewajiban kontraktual

2. Ilmu Aqliyyah

a) Matematika: aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, music

b) Logika

c) Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology, mineralogy, kimia

d) Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika:

 Ontologi adalah pengetahuan tentang

esensi, sifat, dan aktivitas Ilahi, Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana, Pengetahuan tentang dunia

(37)

halus, dan Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi.

Teurgi (nairanjiyyat) adalah Ilmu yang mengemukakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural.

Pembagian ilmu-ilmu dewasa ini menimbulkan perincian yang dinamakan disiplin ilmu dan cabang ilmu dalam masyarakat ilmuwan. Saat ini, klasifikasi ilmu didukung banyak ahli. Adapun ilmu tersebut dibagi menjadi:

1) Ilmu pengetahuan Aprori (rasional). Teori ilmu pengetahuan menuntut penyadaran kita terhadap

pengertian pengetahuan. Penyadaran terhadap

pengetahuan yang berdasarkan pengalaman serta pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman. Penyadaran pertama menimbulkan pengetahuan apriori (sebelum pengalaman). Penyadaran kedua atau terakhir menghasilkan ilmu pengetahuan aposteroiri (sesudah pengalaman).

2) Ilmu pengetahuan alam dan rohani. Ilmu pengetahuan alam dan rohani berbeda karena objeknya. Perbedaan pertama, berobjekkan pada hal-hal yang cukup dijangkau atas dasar kategori kausalitas. Dengan kata lain, objek ilmu tersebut dapat diterangkan dengan mempersoalkan sebabnya. Objek ilmu pengetahuan rohani yaitu manusia dengan kehidupan rohaninya, tidak mungkin hanya dipandang sebagai benda mati atau benda hidup.

(38)

Selain itu terdapat pula pengklasifikasian ilmu yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi Nomor: 22 Tahun 1961 di Indonesia yang terdiri atas empat kelompok sebagai berikut:

a. Ilmu Agama/Kerohanian, yang meliputi: Ilmu Agama dan Ilmu Jiwa

b. Ilmu Kebudayaan, yang meliputi: Ilmu Sastra, Ilmu Sejarah, Ilmu Pendidikan, Ilmu Filsafat.

c. Ilmu Sosial, yang meliputi: Ilmu Hukum, Ilmu Ekonomi,

Ilmu Sosial Politik, Ilmu Ketatanegaraan dan

Ketataniagaan

d. Ilmu Eksakta dan Teknik, yang meliputi: Ilmu Hayat, Ilmu Kedokteran, Ilmu Farmasi, Ilmu Kedokteran Hewan, Ilmu Pertanian, Ilmu Pasti Alam, Ilmu Teknik, Ilmu Geologi, Ilmu Oceanografi, dan lain-lain

Hierarki Ilmu merupakan urutan atau tingkatan dari

ilmu. Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologism dan etis. Sebagaimana telah dikemukakan suatu disiplin ilmu terbagi dalam sejumlah specialty yang dalam bahasa Indonesia sebaiknya disebut cabang ilmu. Cabang ilmu atau specialty pada umumnya juga telah tumbuh cukup luas sehingga dapat dibagi lebih terperinci menjadi beberapa ranting ilmu. Kadang-kadang sesuatu ranting ilmu yang cukup pesat pertumbuhannya bisa mempunyai perincian lebih lanjut yang sebut tangkai ilmu.

Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu yang berakar dari kajian filsafat, yaitu seni (Arts), etika (Ethics),

(39)

dan Sains (Science). Farmasi ditinjau dari kelahirannya hingga perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan secara universal yang pondasinya dibangun oleh dua entitas, yakni filsafat moral dan

filsafat alam.

Filsafat Moral melahirkan Behavior Sciences atau

ilmu-ilmu tentang perilaku manusia. Oleh karena itu, manusia merupakan objek istimewa baik kajian dan penyelidikannya sendiri, maka mungkin juga diselidiki dari sudut tingkah lakunya. Bukan dari tindakan/perilaku dengan tingkah lain-lain yang bukan tingkah sebagai manusia, melainkan yang khusus bagi manusia, yaitu tindakan-tindakan yang terdorong oleh kehendaknya yang diterangi oleh budinya (moralnya). Sedangkan dalam Filsafat Alam (cosmologia) yaitu ilmu yang menyelidiki alam ini, yang oleh filsafat alam dicari inti alam itu. Dalam kajian ini dasar pertanyaan filsafatnya yaitu apakah sebenarnya alam itu, apakah sebenarnya isi alam pada umumnya, dan apa hubungannya satu sama lain. Serta hubungannya dengan arti ada yang mutlak dan ada yang tidak mutlak. Segala isi alam dengan adanya sendiri itu mungkin banyak tak ada. Tetapi alam itu adalah sesuatu yang mempunyai kedudukan istimewa yang menyelidiki semua itu, yaitu manusia (Human being).

Pengkajian dan penyelidikan terhadap alam melahirkan berbagai cabang-cabang ilmu kedalam ilmu-ilmu sebagai pure

sciences yakni ilmu fisika, ilmu kimia, dan ilmu matematika.

keempat ilmu alam tersebut merupakan kerangka dasar yang membangun ilmu-ilmu terapan yang berbasis kealaman seperti

(40)

ilmu kesehatan, ilmu teknik, ilmu pertanian, dan lain sebagainya.

Ilmu farmasi ditinjau dari objek materinya, memiliki kerangka dasar dari ilmu-ilmu alam meliputi ilmu kimia, ilmu biologi, ilmu fisika, dan ilmu matematika. sedangkan ilmu farmasi ditinjau dari objek formalnya merupakan ruang lingkup dari ilmu-ilmu kesehatan. Secara historis ilmu farmasi dikembangkan dari ilmu kesehatan (medical sciences) yang

dilahirkan berdasarkan kebutuhan mendesak perlunya

pemisahan ilmu farmasi sebagai ilmu pengobatan dari ilmu kedokteran sebagai ilmu tentang diagnosis.

Adalah Hipocrates (460-357 SM) yang merupakan peletak dasar ilmu kedokteran mecetuskan ide pemilahan farmasi dari kedokteran dengan mencetuskan simbol farmasi dan kedokteran secara terpisah. Namun, yang sangat mengesankan dan telah dijadikan tonggak kelahiran farmasi adalah ketika Kaisar Frederick II pada tahun 1240 mengeluarkan undang-undang negara tentang pemisahan farmasi dari kedokteran yang diajarkan dan dipraktekkan secara terpisah.

Ilmu farmasi pada perkembangan selanjutnya menga-dopsi tidak hanya ilmu kimia, biologi, fisika, dan matematika, melainkan termasuk pula dari ilmu-ilmu terapan seperti pertanian, teknik, ilmu kesehatan, bahkan dari behavior science. Berdasarkan ulasan diatas, dapat dikatakan bahwa disatu pihak farmasi tergolong seni teknis (Technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan obat (medicine); di lain pihak farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science).

(41)

2.6 Farmasi sebagai Sains

Jika ilmu pengetahuan tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan aksiologi), maka kita perlu mempelajari essensi atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu tersebut. Contohnya membangun filsafat ilmu farmasi perlu menelusuri dari aspek :

 Ontologi yaitu eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-ilmu kefarmasian. Disini ditinjau objek apa yang ditelaah sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut. Objek ontologis pada farmasi ialah obat dari segi sumber bahan baku obat, segi kimia dan fisis, segi terapeutik, pengolahan sampai pada penyerahannya kepada yang memerlukan.

 Epistemologi yaitu metode yang digunakan untuk

membuktikan kebenaran ilmu-ilmu kefarmasian.

Landasan epistemologis kebiasan sehari-hari ialah pengalaman dan akal sehat; landasan epistemologis farmasi ialah logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis, yang dinamakan pula metode logiko-hipotetiko-verifikatif. Yaitu pembuktian khasiat-khasiat obat berdasarkan bukti empiris atau pengujian suatu materi potensi obat berdasarkan hipotesis atau

berbagai pendekatan-pendekatan sebagai suatu

alasan/jawaban sementara.

 Aksiologi yaitu manfaat dari ilmu-ilmu kefarmasian. Disini mempertanyakan apa nilai kegunaan penge-tahuan tersebut. Kegunaan atau landasan aksiologis farmasi adalah bertujuan untuk kesehatan manusia.

(42)

Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu yang berakar dari kajian filsafat, yaitu Seni (Arts), Etika (Ethics), dan Sains (Science). Disatu pihak, farmasi tergolong seni teknis (Technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan obat (medicine); di lain pihak farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural

science).

Sebagai ilmu, farmasi menelaah obat sebagai materi, baik yang berasal dari alam maupun sintesis dan menggunakan metode logiko-hipotetiko-verifikatif sebagai metode telaah yang sama seperti digunakan pada bidang ilmu pengetahuan alam. Oleh karena itu farmasi merupakan ilmu yang dapat dikelompokkan dalam bidang sains.

Farmasi pada dasarnya merupakan sistem pengetahuan yang mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan dan mengembangkan pengetahuan tentang obat dan dampak obat yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh obat pada manusia dan hewan. Untuk menumbuhkan kompetensi dalam sistem pengetahuan, farmasi menyaring dan menyerap pengetahuan yang relevan dari ilmu biologi, kimia, fisika, matematika, perilaku dan teknologi; pengetahuan ini dikaji, diuji, diorganisir, ditransformasi dan diterapkan dalam rangka pengembangan ilmu farmasi itu sendiri.

(43)

2.7 Farmasi sebagai Profesi

Farmasi sebagai ilmu juga meliputi pelayanan obat secara professional. Istilah professional saat ini semakin dikaburkan karena banyak digunakan secara salah kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation, occupation) dan keahliah (skill) dikategorikan sebagai profesi, demikian pula istilah professional sering digunakan sebagai lawan kata amatir.

Apa yang dimaksud dengan profesi?

Profesi adalah sekolompok disiplin dari individu yang mematuhi standar etika dan menjunjung diri dan diterima oleh masyarakat. Individu dalam kelompok memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus yang diakui secara luas dari hasil pembelajaran melalui penelitian, pendidikan, dan pelatihan pada tingkat tinggi. Ada tiga karakteristik umum yang umumnya dimiliki dan diakui sebagai profesi:

1. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan khusus yang disediakan oleh lembaga/institusi perguruan tinggi profesional selama jangka waktu membekali mahasiswa secara profesional dengan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk praktek profesinya. Selain itu, mahasiswa profesional belajar sejarah, sikap, dan etika profesi. Para lulusan nantinya juga harus menerima tugas dan tanggung jawab menjadi seorang profesional. Sebelum diizinkan melakukan praktek dalam profesinya, lulusan farmasi harus tunduk peraturan negara dan dinyatakan lulus ujian kompetensi. Hal ini untuk menyakinkan masyarakat bahwa pemohon memenuhi persyaratan minimum untuk melakukan praktek profesi.

(44)

2. Ukuran Keberhasilan (Measure of Success)

Keberhasilan dalam profesi didasarkan pada layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat, yang profesional biasanya menerima bayaran. Namun, hadiah utama bagi seseorang profesional sejati adalah dalam memberikan pelayanan kepada klien, yang terpenting dan perlu diingat bahwa dalam pelayanan kesehatan, klien adalah pasien (dimana pasien dalam kondisi tertentu kadang tidak berfikir logis lagi, yang terpenting bisa sembuh). Fokus praktek apoteker dalam hal melakukan pekerjaan kefarmasian harus berorientasi pada pasien dan kebutuhan pasien. Konseling pasien tanpa kompensasi keuangan telah menjadi bagian dari praktik farmasi sejak awal.

3. Assosiasi

Sebagai profesi, setiap anggota bekerja sama dengan anggota lain dan anggota profesi lainnya. Salah satu mekanisme untuk hubungan dekat adalah membentuk assosiasi mulai pada tingkat berdasarkan wilayah misalnya tingkat cabang (kabupaten), tingkat daerah (Provinsi), tingkat nasional (Pusat), tingkat regional Asia, tingkat Benua, dan tingkat Dunia. Anggota

jaringan dengan satu sama lain, bekerja

mengembangkan atau meningkatkan standar profesi, dan menghadiri sesi pendidikan atau pertemuan ilmiah berkala untuk meningkatkan keterampilan atau mempelajari metode baru.

Apoteker memiliki banyak tingkatan organisasi profesional seperti yang disebutkan diatas (untuk lebih

(45)

jelasnya akan dibahas pada bagian bab 10 ) sebagai wadah untuk dapat saling berbagi informasi dengan satu sama lain tanpa ragu-ragu yang merupakan salah satu kekuatan dari profesi farmasi terutama sebagai apoteker.

Menurut Hughes, E.C.: “Profession pofess to know better

than other the nature of certain matters, and to know better than their clients what ails them or their affairs”. Definisi ini

menggambarkan suatu hubungan pelayanan antar-manusia, sehingga tidak semua pekerjaan atau keahlian dapat dikategorikan sebagai profesi. Menurut Schein, F.H. “The

profession are a set of occupation that have developed a very special set or norms deriving from their special role in society”.

Definisi ini menggambarkan bahwa suatu pekerjaan atau keahlian dapat dikatakan sebagai profesi jika pekerjaan tersebut membutuhkan keahlian khusus atau norma-norma dari peran khusus dalam masyarakat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kelompok profesi dapat dibedakan dari yang bukan profesional menurut kriteria berikut:

1. Memilih pengetahuan khusus, yang berhubungan dengan kepentingan sosial. Pengetahuan khusus ini dipelajari dalam waktu yang cukup lama untuk kepentingan masyarakat umum.

2. Sikap dan perilaku professional. Seorang professional memiliki seperangkat sikap yang mempengaruhi

perilakunya. Komponen dasar sikap ini ialah

mendahulukan kepentingan orang lain (altruisme) di atas kepentingan diri sendiri. Menurut Marshall,

(46)

seorang professional bukan bekerja untuk dibayar, tetapi ia dibayar supaya ia dapat bekerja.

3. Sanksi sosial. Pengakuan atas suatu profesi tergantung

pada masyarakat untuk menerimanya. Bentuk

penerimaan masyarakat ini ialah dengan pemberian hak atau lisensi oleh Negara untuk melaksanakan praktek

suatu profesi. Lisensi ini dimaksudkan untuk

menghindarkan masyarakat dari oknum yang tidak berkompetensi untuk melakukan praktek professional. Apabila kriteria di atas diperinci lebih lanjut maka diperoleh sikap dan sifat sebagai berikut:

1. Profesi itu sendiri yang menentukan standar pendidikan dan pelatihannya.

2. Mahasiswa yang mengikuti pendidikan profesi tertentu harus memperoleh pengalaman sosialisasi menuju kedewasaan yang lebih intensif dibanding mahasiswa pada bidang pekerjaan lain.

3. Praktek profesional secara legal (menurut hukum) diakui dengan pemberian lisensi.

4. Pemberian lisensi dan dewan penilai dikendalikan oleh anggota profesi.

5. Umumnya peraturan yang berkaitan dengan profesi dibentuk dan dirumuskan oleh profesi itu sendiri. 6. Okupasi ini akan berkembang dari segi pendapatannya,

kekuasaan, dan tingkat prestise, sehingga dapat menetapkan persyaratan yang lebih tinggi bagi calon mahasiswanya.

7. Praktisi profesi secara relatif tidak dievaluasi dan dikontrol oleh orang awam.

(47)

8. Norma-norma praktek yang dikeluarkan profesi itu lebih mengikat dibanding kontrol legal.

9. Anggota profesi sangat erat terikat dan terafiliasi dengan profesinya dibanding dengan anggota okupasi lain.

10. Profesi ini biasanya merupakan terminal, dalam arti tidak ada yang akan beralih ke profesi lain.

Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup

pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan, aksi

farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat dan sediaan obat. Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.

Sebagian besar kompetensi farmasi ini diterjemahkan menjadi produk yang dikelola dan didistribusikan secara professional bagi yang membutuhkannya. Pengetahuan farmasi disampaikan secara selektif kepada tenaga professional dalam bidang kesehatan dan kepada orang awam dan masyarakat umum agar pengetahuan mengenai obat dan produk obat dapat memberikan sumbangan nyata bagi kesehatan perorangan dan kesejahteraan umum masyarakat.

(48)

2.8 Mitologi dan Asal Mula Lambang Farmasi

Dalam mitologi Yunani, Mangkuk Hygeia adalah salah satu atribut Hygeia, dewi kesehatan. Pada masa kini, mangkuk Hygeia dijadikan sebagai lambang farmasi dan apotek. Logo farmasi ini tidak bisa lepas dari sejarah yang menyertainya. Beberapa sumebr menyebutkan bahwa logo ular dan cawan (piala) ini dikaitkan dengan lambang Saint John pada abad I sebelum masehi. Pada waktu Saint John diberi racun dengan menggunakan piala. Dugaan lain mengungkapkan bahwa sebenarnya bukan piala yang dililit oleh ular, melainkan mangkuk Hygeia. Simbol ini digunakan di Italia pada tahun 1222 untuk merayakan ulang tahun ke-700 Universitas Padua, kampus pioner untuk jurusan kedokteran dan hukum di Eropa.

Pada tahun 1796, mangkuk yang dililit ular tersebut dipercaya berasal dari mitologi Yunani, yang disebut dengan mangkuk Hygeia. Nama Hygeia merupakan putri kandung dari Aesculapus dan dewi kesehatan. Pada waktu itu, ayah Hygeia, Aesculapius merupakan dewa kesehatan dan dewa penyembuh. Karena kemampuannya menyembuhkan orang sakit, Zeus takut bahwa Aesculapius akan membuat manusia kekal, itulah mengapa Apollo (anaknya Zeus) membunuh Aesculapius dengan petir.

(49)

Gambar 1.2 Logo Farmasi

Setelah membunuhnya, Apollo membuatkan kuil untuk Aesculapius. Pada saat membangun kuil, ternya Apollo menemukan ular yang mati dalam keadaan kaku. Anehnya, ketika dia mengambil ular tersebut dan dijatuhkan, ular tersebut bisa merayap kembali. Kejadian tersebut diartikan sebagai penyembuhan dan penghidupan kembali dari kematian Aesculapius. Itulah mengapa putri dari Aesculapius, Hygeia disebut sebagai simbol penyembuhan. Menurut kepercayaan yunani kuno bahwa ular melambangkan makna kebijaksanaan dan penyembuhan. Menurut kepercayaan kuno ular bisa melakukan kontak dengan para arwah di dunia yang berbeda dan membawa jiwa orang yang telah meninggal untuk membantu manusia yang masih hidup. Oleh karena itu ular dianggap membawa kebijaksanaan karena bisa membawa arwah para leluhur yang bijak.

(50)

Gambar 1.3 Ilustrasi Hygeia – Dewi Kesembuhan

Menurut penjelasan Reeder (2013), Dewi Hygeia digambarkan memegang sebuah patera (mangkuk obat) dan di badannya ada seekor ular yang hendak meminum/memakan obat pada mangkuk tersebut. Beberapa berpendapat bahwa mangkuk dan ular Hygeia melambangkan keselarasan kehidupan dengan bumi. Ular mungkin melambangkan pasien yang bisa memilih apakah akan mengambil obat pada mangkuk tersebut atau tidak. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang mengendalikan kesehatannya sendiri melalui pilihan yang diambil.

Mangkuk atau gelas Hygeia dengan ular yang membelitnya telah menjadi simbol dari banyak perkumpulan apoteker di seluruh dunia. Mangkuk Hygeia merupakan lambang Asosiasi Apoteker Amerika dan digambarkan sebagai mangkuk obat, Asosiasi Apoteker Kanada, Asosiasi Apoteker Australia,

Gambar

Gambar 1.1. Ilustrasi tentang pengertian filsafat
Tabel 1.1 Pembagian Ilmu menurut The Liam Gie
Gambar 1.2 Logo Farmasi
Gambar 1.3 Ilustrasi Hygeia – Dewi Kesembuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat ilmu kimia pada kehidupan manusia dalam bidang kedokteran yaitu untuk membantu penyembuhan pasien yang mengidap suatu penyakit, dengan menggunakan obat-obatan

Salah satu kejahatan di bidang farmasi tersebut yang paling sering terjadi adalah banyaknya obat yang diedarkan atau diperjualbelikan tanpa memiliki surat izin

Ilmu Farmasi Kedokteran membekali pengetahuan dasar dalam memilih obat yang tepat (dengan motto 5 tepat) dan mewujudkan pemberian terapi dengan obat dalam preskripsi

Ilmu kimia berperan sangat penting dalam bidang kesehatan, contohnya seperti penemuan obat-obatan yang sangat berguna untuk semua umat manusia.Berikut contoh manfaat kimia dalam

Farmasetika dasar adalah salah satu ilmu dasar dalam bidang farmasetika yang berkaitan dengan penyiapan, peracikan/pembuatan serta penyerahan obat terutama di

Yasir Riady merupakan pengajar di Universitas Terbuka pada bidang Jurusan Ilmu Komunikasi dan Informasi, merupakan salah satu peneliti, penulis, pustakawan di

Melalui sinergisitas anak bangsa baik peneliti di bidang kimia, farmasi dan kedokteran serta sumber daya pendukung, senyawa peptida dapat diproduksi di dalam negeri sebagai

Topik pengabdian masyarakat yang akan dihidupi oleh KK Bidang Ilmu Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal adalah “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, humanis dan