• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada 752 tahun yang lalu adalah waktu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pada 752 tahun yang lalu adalah waktu"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA

P

ada 752 tahun yang lalu adalah waktu dimana Nichiren Shonin berjanji kepada langit dan bumi untuk melenyapkan kegelapan yang menyelimuti dunia ini dengan menyebarluaskan O’daimoku. Pada tanggal 28 April tahun Kencho ke-5 (1253), seorang bhiksu muda berjalan menaiki puncak bukit Asahigamori di Gunung Kiyosumi daerah Kominato, Propinsi Awa (Sekarang Propinsi Chiba), Jepang. Beliau berdiri menghadap matahari yang mulai terbit di samudera Pasifik dan dengan suara yang indah, mulai menyebut “Namu Myoho Renge Kyo, Namu Myoho Renge Kyo, Namu Myoho Renge Kyo..” Bhiksu muda itu adalah pendiri kita, Nichiren Shonin; ketika itu Beliau telah berusia 32 tahun. Menghadap ke arah matahari pagi yang indah dengan angin sepoi-sepoi lautan Pasifi k menerpa wajah, Beliau berjanji akan menyelamatkan negaranya dan seluruh umat manusia dari kehancuran, penderitaan serta membimbing umat manusia mencapai Nirvana.

Tempat tinggal Nichiren Shonin berada dipinggir pantai, karena orangtuanya adalah seorang nelayan. Dalam beberapa tulisanNya,

RIKKYO KAISHU NICHIREN SHU

28 APRIL 1253, dan 2 TAHUN

NICHIREN SHU INDONESIA

Oleh: Sidin Ekaputra,SE

(2)

ia menyebutkan bahwa Ia lahir di keluarga Chandala. Chandala (Ghandaran dalam bahasa India) berarti kasta yang paling rendah, karena mempunyai mata pencaharian dari membunuh binatang seperti para nelayan, peternak, penjagal dan lain-lain. Kediaman Beliau terletak didaerah Kataumi, desa Tojo yang berada diantara wilayah Nagasa dan Propinsi Awa. Sistem kasta memang tidak berlaku di negara Jepang seperti India, namun secara tingkat sosial Nichiren Shonin berasal dari keluarga yang miskin. Sebuah keberuntungan bahwa orangtuanya adalah bekas seorang samurai sehingga masih mempunyai sedikit pengaruh dan relasi dengan beberapa keluarga bangsawan. Nichiren Shonin yang ketika kecil bernama Yakuo-Maro, pergi belajar di Kuil Seicho-ji pada usia 12 tahun. Pada waktu itu belum ada sistem pendidikan seperti saat sekarang, sehingga kuil-kuil buddhis atau shinto adalah tempat untuk menuntut ilmu, dan untuk dapat menjadi murid harus mempunyai

hubungan atau koneksi dengan para bangsawan. Semasa kecil Yakuo-Maro seorang yang sangat cerdas dan pintar, berbagai pertanyaan yang ingin beliau temukan antara lain; “Diantara sekian banyak sutra-sutra Buddha pasti terdapat sebuah Sutra yang merupakan Raja dari seluruh sutra yang ada?” dan “Buddha mana yang seharus kita puja dan sesuai dengan masa akhir dharma?”. Setelah belajar dibawah bimbingan Dozen-bo dan menjadi Bhiksu dengan nama Zesho-bo Rencho. Ia berjanji, “Aku akan menjadi guru dari Buddhisme dan mencapai Kesadaran Buddha serta menyelamatkan seluruh mahluk hidup.”

Kemudian setelah menempuh pembelajaran yang panjang, mempelajari semua sekte buddhis yang ada dan seluruh sutra-sutra Buddha, bahkan ajaran Konghucu, dan lain-lain, Beliau sampai pada sebuah kesimpulan bahwa, “ S a d d h a r m a Pundarika Sutra adalah Raja dari segala Sutra”, sebagaimana yang tertera dalam Bab.XXIII, dan “Hanya Buddha Sakyamuni Abadi b e r d a s a r k a n Bab.XVI, Saddharma Pundarika Sutra yang seharusnya dipuja pada masa akhir dharma.”

Beliau menyadari bahwa untuk menyelamatkan umat manusia pada masa sekarang, tidak lain hanya melalui kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra dengan penyebutan Odaimoku

“Namu Myoho Renge Kyo”.

Nichiren Shonin membuktikan Saddharma Pundarika Sutra dalam pelaksanaan dengan badannya, untuk menyelamatkan negara dan umat manusia dari penderitaan. Saddharma Pundarika Sutra dapat menyelamatkan seluruh umat manusia pada masa akhir dharma dan mencapai Kesadaran Buddha karena merupakan ajaran sesungguhnya dari Buddha Sakyamuni Abadi. Pada Bab III “Perumpamaan“ Saddharma Pundarika Sutra, Sang Buddha menyatakan, “Sekarang, Triloka ini adalah milikKu. Seluruh mahluk hidup adalah anak-anakKu, terdapat begitu banyak penderitaan di dunia ini. Hanya Aku yang dapat menyelamatkan seluruh mahluk hidup.” Triloka adalah bumi dan seluruh isinya, dimana kita tinggal, dan Buddha Sakyamuni Abadi berjanji untuk menyelamatkannya. Oleh karena itu, seluruh mahluk hidup di Triloka ini adalah anak-anak dari Buddha Sakyamuni Abadi.

Pada hari ini, 28 April 1253, Beliau menganti namanya menjadi Nichiren (Nichi berarti Matahari, Ren berarti Teratai) yang bermakna bagaikan sinar matahari yang akan melenyapkan segala kegelapan dan bunga teratai yang tetap putih bersih tanpa ternoda oleh air yang kotor. Nama ini diambil mengacu pada Saddharma Pundarika Sutra, Bab.XXIII menyatakan,"..Seperti

(3)

halnya sang surya yang indah yang mampu menyirnakan semua kegelapan, maka begitu jugalah Hukum Saddharma Pundarika Sutra ini, yang mampu memusnahkan segala kegelapan yang nista."

Kemudian Beliau berprasetya, “Aku akan menjadi tiang, mata, dan bahtera bagi negeriKu,” pernyataan ini disebut sebagai Tiga Janji Agung Nichiren Shonin, dan kita menyebutnya Rikkyo Kaishu, atau hari berdirinya Nichiren Shu dan penyebaran ajaran Nichiren Buddhisme.

Nichiren Shonin dalam keinginan untuk menyelamatkan seluruh negeri dari kehancuran karena kesesatan dan pelaksanaan ajaran yang salah dari berbagai sekte yang ada, membuat sebuah tulisan yang dikirimkan kepada KeShogunan Kamakura berjudul

Rissho Ankoku-ron (Risalah untuk menyelamatkan negara dan menciptakan kedamaian melalui penegakkan ajaran Buddhisme yang sesungguhnya). Kenapa Nichiren

Shonin mengucapkan Tiga Janji Agung itu. Nichiren Shonin menerima secara penuh Buddha Sakyamuni Abadi sebagai satu-satunya Buddha yang harus kita puja dan mampu menyelamatkan penderitaan seluruh mahluk hidup di dunia ini, Dia adalah majikan, guru dan juga orangtua kita. Nichiren Shonin berkeinginan menjadi tiang dari hati kepercayaan seluruh orang di Jepang dan dunia, mata untuk memimpin seluruh umat manusia dan bahtera untuk menyelamatkan manusia dari lautan penderitaan. Nichiren Shonin ingin menghancurkan semua kegelapan dalam hati semua

manusia di masa Mappo. Hanya melalui penyebarluasan Odaimoku yang mampu mewujudkan seluruh keinginan Beliau, inilah hati dari Kosenrufu (Mewujudkan perdamaian dunia melalui ajaran Buddhisme yang sesungguhnya).

28 April 2003 merupakan hari yang penting karena adalah hari berdirinya Nichiren Shu Indonesia dan untuk pertama kali ajaran Nichiren Buddhisme yang sesungguhnya dan sesuai dengan keinginan hati Nichiren Shonin tersebarluaskan di Indonesia. Ini adalah hari Rikkyo Kaishu untuk menyebarkan ajaran Nichiren Buddhisme yang sebenarnya di bumi nusantara. Berpuluh-puluh tahun ajaran Nichiren Buddhisme telah mengalami distorsi dari makna dan hati yang sesuai dengan pendiri kita. Saatnya sekarang kita mewujudkan hakikat Kosenrufu yang sebenarnya. Sekarang waktunya untuk menegakkan pemujaan yang sejati kepada Buddha Sakyamuni Abadi yang didasarkan pada Bab.XVI “Jangka Waktu Hidup Sang Tathagata”, Saddharma Pundarika Sutra dan penyebarluasan Odaimoku “Namu Myoho Renge Kyo.” Sebagaimana Janji luhur dan agung dari guru kita, maka kita sebagai murid-murid Beliau hendaknya dapat melakukan hal yang sama. Kita hendaknya

dapat menjadi tiang dari negara dan masyarakat kita melalui pelaksanaan hati kepercayaan yang kuat kepada Saddharma Pundarika Sutra, Kita juga harus mampu menjadi mata bagi keluarga, masyarakat

dan negara untuk melihat kebenaran dan keadilan, kita juga harus bisa menjadi Bahtera melalui Kendaraan Tunggal untuk menyeberangi lautan penderitaan tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang lain. 2

tahun sudah berdirinya Nichiren Shu di Indonesia. Sekarang Nichiren Shu Indonesia telah mempunyai susunan di Propinsi Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Hal ini bagaikan sinar matahari yang terbit di ufuk timur dan memusnahkan kegelapan dan kesesatan dan seperti sinar bulan yang memberitahukan arah bagi perjalanan kita ditengah kegelapan malam. Kosenrufu tidak hanya menjadi sebuah kata-kata belaka tetapi juga harus menjadi jalan hidup kita. Kosenrufu dimulai dari dalam diri kita, keluarga, tetangga, masyarakat dan negara serta kemudian keseluruh dunia. Semoga semua umat Nichiren Shu Indonesia dapat menemukan Kesejatian dirinya, menyadari tugas kejiwaan, dan mampu menjadi manusia yang luhur sebagaimana cita-cita Nichiren Shonin. Selamat Ulang Tahun Nichiren Shu Indonesia ke-2. Semoga semua mahluk berbahagia. Namu Myoho Renge Kyo, Namu Myoho Renge Kyo, Namu Myoho Renge Kyo. SELESAI.

(4)

T

idak peduli agama apapun yang kamu jalankan, semua orang pasti setuju bahwa bagaimanapun keluarga itu adalah bagian yang terpenting. Menurut mu siapakah keluarga itu ? Siapa saja anggota keluargamu ? Kamu dapat mengatakan bahwa keluarga adalah mereka yang dekat denganmu seperti suami, istri, orangtua, kakak,adik dan anak-anak. Tetapi bagaimana jika definisi keluarga itu diperluas mencakup kakek nenek, cucu, paman, bibi, keponakan, dan sepupu. Kamu pasti setuju bahwa mereka semua itu adalah bagian dari keluargamu. Namum banyak orang tidak merasakan demikian, dan mereka hanya dekat dengan keluarga yang terlihat oleh mereka saja. Bagaimana perasaanmu, jika ketika kamu sudah meninggal, dan anggota keluarga lain seperti kemenakan, sepupu atau saudara jauh tidak merasakan kehilangan atau tidak merasa jasa baik yang telah kamu berikan kepada mereka?. Bagaimana pendapatmu tentang mereka yang telah meninggal seperti orangtua, kakek nenek, nenek moyang dan leluhur lainnya? Semua pasti akan menyetujui bahwa semua

Sebuah Hal Yang Penting Dalam Buddhisme

KENAPA KITA HARUS MELAKSANAKAN

UPACARA PERINGATAN BAGI LELUHUR ?

Oleh: YM.Bhiksu Chishin Hirai, Honolulu Hawaii

itu adalah bagian dari keluarga. Kamu akan berpikir bahwa nenek moyang itu juga bagian dari keluargamu?.

Semua dari kita semua pasti suatu saat akan kehilangan orang tua, pada waktu yang lain akan kehilangan suami, istri, kakak, adik dan anak. Menurutmu setelah mati apakah mereka tetap bagian dari keluargamu? Menurut pandangan Buddhisme, mereka semua itu

adalah keluargamu baik masih hidup maupun telah meninggal. Tidak peduli apa pun yang terjadi, hubungan keluarga ada untuk selamanya. Orangtua mu, kakek

nenek, nenek moyang, bibi dan paman melakukan segala sesuatunya sebaik

apa yang telah kamu lakukan untuk anak-anak mu, cucu, kemenakan dan sepupu. Kita ada saat ini adalah

karena usaha dari keluarga kita pada generasi-generasi yang lalu.

Jika terdapat sebuah garis yang hilang dalam keluarga, mungkin kita tidak akan pernah lahir didunia ini. Kita tidak pernah hidup sendiri, terpisah dari masa lalu dan masa depan. Kita

terhubung secara permanen antara masa lampau dan masa akan datang dari keluarga kita. Ini adalah sebuah tanggungjawab bagi kita untuk memperhatikan dan peduli kepada generasi masa lalu keluarga kita yang telah meninggalkan kita, berbuatlah yang terbaik dan sampaikan hal ini kepada keturunan kita.

Jika seseorang tidak memperdulikan orangtua mereka, mereka tidak juga akan dipedulikan oleh anak-anaknya pada masa mendatang. Anak-anak kita belajar dari contoh yang kita tunjukkan. Sehingga semua keluarga adalah

Seluruh anggota keluarga hadir dalam upacara peringatan bagi para leluhur

(5)

Bimbingan Oleh:

YM.Bhiksuni Myosho Obata

(Bhiksuni Pembimbing Indonesia)

P

ada tanggal 16 Pebruari, kita memperingati hari kelahiran dari Nichiren Daishonin. Sebab itu, saya ingin memberitahukan kepada kalian tentang kelahiran dan masa kecil dari Nichiren Daishonin. Hari ini, Saya ingin memberitahukan kamu tentang bagaimana kehidupan Nichiren Shonin di Kuil Seichoji. Pada tanggal 12 mei 1233, Zen-nichi-maro meninggalkan kampung halamannya di Kominato dan berjalan melewati jalanan setapak menuju bagian dari Kuil Seichoji bersama ayahNya dan Beliau masuk untuk pertama kali ke sekolah Kuil Seichoji di Gunung Kiyosumi. Sebagaimana para murid baru, Beliau juga dipenuhi dengan segala impian dan pengharapan yang tinggi. Kuil Seichoji adalah sebuah kuil dari Sekte Ten-Dai, sebuah sekte yang terkenal akan ajaran rahasia dari Shingon. Objek pemujaan utamanya adalah Bodhisattva Akasagarbha (Kokuzo Bosatsu). Makna nama dari Bodhisattva ini adalah gudang pusaka yang tiada batas dimana dipenuhi oleh kebijaksanaan yang luar biasa bagaikan langit yang luas. Dikatakan bahwa jika seseorang berdoa kepada Bodhisattva ini, akan diberkati oleh keberuntungan, kebajikan dan kebijaksanaan besar. Dan kepala Bhiksu disini adalah Guru Dozen-bo, seseorang yang sangat percaya kepada Buddha Amitabha. Guru Dozen menerima

Zen-nichi-NICHIREN DAISHONIN DAN

KUIL SEICHO-JI

maro sebagai murid baru dan memberikan nama Yaku-O-Maro.

Kemudian, Beliau

mulai pelajarannya, tidak hanya mengenai dasar-dasar dari ajaran Buddha, tetapi juga

ajaran Konghucu

dipelajari dengan baik. Ajaran Konghucu, yang mana dibawa ke Jepang dari China, dipelajari sebagai bahan pelajaran bagi seluruh siswa.

Selama empat

tahun, Yaku-O-Maro dengan penuh semangat mempelajari berbagai macam ajaran Buddha dan Konghucu, berusaha untuk menemukan

jawaban dalam

dirinya, tetapi ia hanya menemukan semakin

banyak pertanyaan. Khususnya mengenai begitu banyaknya ajaran yang berbeda-beda, begitu banyak pelaksanaan yang berbeda yang dihubungkan dengan objek pemujaan Buddhis. “Terdapat begitu banyak sutra,” Ia berkata, “Tetapi diantara semua ini, pasti terdapat sebuah ajaran Buddha yang sesungguhnya. Yang mana adalah Raja dari Sutra?” Setelah bertekad untuk menemukan jawabannya, Yaku-O-Maro akhirnya menjadi seorang Bhiksu pada tanggal

8 oktober 1237, dan diberinama bhiksu Ze-Sho-bo Rencho. Beliau telah berumur 16 tahun. Rencho, beliau terkenal sangat tekun dalam pembelajarannya, berjanji untuk membaca semua bahan-bahan ajaran yang terdapat di perpustakaan Kuil Seichoji dengan harapan dapat menemukan ajaran sesungguhnya. Tetapi pembelajarannya semakin membuat ia bertambah bingung.

Bodhisattva Akasagarbha (Kokuzo Bosatsu)

(6)

Seri Pelajaran Mahayana

EMPAT KEBENARAN MULIA

(BAGIAN KE-TIGA)

Kebodohan batin [moha]

K

einginan atau kemauan seperti sebatang pohon besar yang memiliki banyak cabang. Ada cabang keserakahan, cabang kebencian dan cabang kemarahan. Buah yang muncul dari cabang tersebut adalah buah penderitaan, tetapi bagaimana pohon keinginan ini masih bisa tumbuh ? Dimana pohon tersebut dapat tumbuh ? Jawabannya adalah pohon tersebut berakar pada ketidakpedulian atau kebodohan batin. Pohon tersebut tumbuh karena ketidak-pedulian atau kebodohan batin kita sendiri. Tanpa disadari maka hal tersebut akan menggeroti batin kita ke alam yang menyedihkan bagaikan karat yang timbul dari besi itu sendiri.

Sang Buddha bersabda :

“Bagaikan karat yang timbul dari besi, bila telah timbul akan menghancurkan besi itu sendiri. Begitu pula perbuatan-perbuatan sendiri yang buruk akan menjerumuskan pelanggarnya ke alam yang menyedihkan.”

(Dhammapada, 240).

Kebodohan batin merupakan suatu kondisi ketidak-mampuan untuk melihat inti kebenaran dari segala sesuatu sebagaimana seharusnya. Terdapat banyak sekali kebenaran di dunia ini yang tidak dipedulikan oleh orang karena keterbatasan pengertian dan pengetahuan yang dimilikinya. Ini terdapat sebuah cerita yang menarik untuk mengambarkan tentang kekotoran batin seseorang. Mari kita simak cerita berikut.

Harta atau Tenggelam

Ada suatu cerita

menarik yang dapat

menggambarkan situasi ini. Dimana dalam suatu perahu yang sedang akan tenggelam, orang-orang semua berusaha menyelamatkan diri tanpa peduli akan harta bendanya lagi. Namun dalam perahu tersebut terdapat seseorang yang masih sibuk mengikatkan segala harta bendanya ke seluruh badannya tanpa memperdulikan perahu yang akan tenggelam tersebut. Teman-temannya yang sudah sampai ke tepian, berteriak agar dia membuang segala hartanya dan menyelamatkan dirinya. Namun hal itu ditolak mentah-mentah dan dia tetap mementingkan harta emasnya yang berat, sehingga akhirnya menenggelamkan dirinya bersamaan dengan tenggelamnya harta emas yang diikatkan ke seluruh badannya.

Begitulah kita sulit sekali mempercayai sesuatu yang belum terbukti sebagaimana adanya, dan selalu berpegang teguh akan keyakinan sendiri tanpa peduli terhadap sekeliling kita. Ilmu fisika membuktikan, bahwa terdapat suara yang tidak dapat didengar dan gelombang cahaya yang tidak dapat dilihat. Orang mungkin tidak sadar adanya gelombang radio atau sinar ultra violet, kalau tidak ada alat khusus yang ditemukan untuk membolehkan mereka mengobservasi hal tersebut. Sejauh manusia masih tetap dilandasi ketidak-pedulian terhadap segala sesuatu yang menyangkut kehidupan di dunia ini, mereka akan tetap menderita yang

disebabkan oleh kesalah-pengertian dan pikiran ilusi (maya) mereka.

Apabila manusia telah mengolah pikiran mereka dan memperoleh kebijaksanaan dari belajar, pemikiran yang benar dan meditasi yang benar, maka mereka akan melihat Kebenaran sebagai suatu Kebenaran. Mereka akan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Mereka akan mengerti penderitaan dan ketidak-kekalan dalam kehidupan ini, hukum Sebab Akibat dan Empat Kebenaran Mulia. Dengan mengalahkan nafsu keinginan rendah dan kebodohan batin serta selalu mengarahkan batin ke Kebebasan Sejati, mereka akan memperoleh kebahagiaan dan Pencerahan seperti yang dilakukan oleh Sang Buddha sekitar 2500 tahun yang lalu.

Buddha Sakyamuni bersabda:

“Mereka yang senantiasa sadar, tekun melatih diri siang dan malam, selalu mengarahkan batin ke nibbana, maka semua kekotoran batin dalam dirinya akan musnah.” (Dhammapada, 226)

Redaksi:

Seri Pelajaran Mahayana ini kelanjutan dari edisi bulan lalu.

(7)

---Sang Buddha Sakyamuni mengajarkan, “Semua perbuatan

tidaklah kekal.” Karma buruk juga

tidak kekal dan tidak memiliki sifat diri yang mendasar. Jika kita berhenti menciptakan karma buruk dan terus menerus melakukan karma baik, suatu hari kita akan bebas dari penderitaan dan mencapai kebahagian. Sebagaimana suatu gelas berisi air garam yang apabila dituangi terus dengan air tawar, maka akan hilanglah rasa asin pada air gelas tersebut.

3. Kebenaran Mulia tentang Pelenyapan Penderitaan

K

esadaran pertapa Gautama

akan pelenyapan

penderitaan, sehingga memperoleh Pencerahan Sempurna sebagai Buddha pada usia 35 tahun, membuktikan usaha Beliau mencari Kebenaran bisa berhasil. Selama enam tahun, pertapa Gautama mengalami usaha yang sia-sia dalam mencari solusi terhadap masalah penderitaan makhluk hidup. Beliau juga telah mencoba berbagai cara bertapa dari para guru pertapa untuk melenyapkan penderitaan yang ternyata mereka juga belum berhasil. Hingga akhirnya Beliau menemukan solusi masalah kehidupan tersebut dengan caranya sendiri .

Keyakinan terhadap Ajaran Sang Buddha [Sraddha/Saddha] Setelah menyadari Kebenaran dengan usaha Beliau sendiri, Buddha Sakyamuni menawarkan kepada semua orang yang siap untuk mendengarkan.

Kura - Kura dan Ikan

Ada suatu cerita kuno mengenai kura-kura dan ikan. Kura-kura dapat tinggal di darat dan juga di laut, sedangkan ikan hanya tinggal di laut. Pada suatu hari, ketika kura-kura kembali dari perjalanannya

di darat, dia menceritakan kepada ikan tentang pengalamannya. Dia menjelaskan, bahwa segala makhluk hidup berjalan dan tidak ada yang berenang. Ikan tersebut menolak untuk percaya bahwa ada jalan yang kering di daratan, karena ikan tidak pernah mengalami hal tersebut.

Sama seperti manusia yang belum mengalami pelenyapan penderitaan, tetapi bukan berarti bahwa tidaklah mungkin untuk melenyapkan penderitaan. Seorang pasien haruslah mempunyai kepercayaan terhadap dokter yang berpengalaman, kalau tidak dia tidak akan menebus obatnya di apotik, sebagaimana resep yang diberikan oleh dokter tersebut, sehingga sakitnya tidak bisa disembuhkan. Demikian juga kita harus mempercayai ajaran Buddha Sakyamuni yang telah memperlihatkan jalan untuk melenyapkan penderitaan.

Pelenyapan Penderitaan

Pelenyapan penderitaan merupakan tujuan utama Ajaran Buddha Sakyamuni. Hal tersebut dapat dialami oleh setiap orang dimanapun mereka berada. Sebagai contoh, apabila keserakahan dan kemarahan muncul di dalam pikiran akan menyebabkan ketidakbahagiaan. Apabila perasaan serakah dan marah tersebut telah lenyap, maka pikiran akan bahagia dan damai. Untuk melenyapkan penderitaan secara tuntas, seseorang harus menghilangkan nafsu keinginan rendah, kebencian dan kebodohan batin. Inilah yang disebut Kebenaran Mulia Ketiga, yaitu Pelenyapan

Penderitaan.

Mungkin Anda akan merasa bergidik, apabila mendengar kata `pelenyapan’ dimana seolah-olah Ajaran

Buddha Sakyamuni

menganjurkan agar semua

hal-hal duniawi harus lenyap dari diri Anda, sehingga Anda tidak bebas untuk berkeluarga, mencari uang, memiliki kedudukan yang tinggi dan menikmati kesenangan hidup duniawi. Semua kekhawatiran tersebut tidaklah benar adanya. Ajaran Buddha Sakyamuni adalah suatu ajaran yang bertujuan untuk mencari Kebahagiaan. Ajaran Buddha Sakyamuni tidak menolak kehidupan normal, tetapi hanya menolak kehidupan yang berlebihan akan kemelekatan terhadap kenikmatan materi duniawi yang rendah saja. Sehingga apabila Anda mempercayai Ajaran Buddha Sakyamuni, masih dapat berkeluarga, bekerja untuk mencari nafkah, dan hidup sebagaimana kehidupan normal. Dalam salah satu Sutra diuraikan, bahwa terdapat seorang umat awam yang bernama Vimalakirti yang sudah menikah dan sangat kaya. Akan tetapi dia tidak menjadi budak nafsu keinginan materi. Di dalam Sutra, ia digambarkan,

“Meskipun menjalankan kehidupan berumah tangga, dia tidak memiliki keterikatan pada tiga jenis alam; meskipun menikah, dia selalu melatih kehidupan suci”

(8)

T

ahun lalu, banyak orang yang kehilangan hidupnya karena berbagai macam bencana, baik di Jepang maupun diseluruh dunia. Saya bergabung bersama kalian semua berdoa dengan sungguh hati bagi mereka yang mengalami musibah. Kita juga berdoa untuk kesembuhan dan kebangkitan kembali dari para korban penyakit dan bencana baik secara phisik maupun mental.

Tidaklah berlebihan jika kita mengatakan bahwa hari ini kita hidup dalam dunia hidup dan mati. Meskipun demikian, kita harus selalu mengingat ajaran dari pendiri kita, Nichiren Shonin, yang mengatakan bahwa, “Dari semua kekayaan dan keberuntungan, Hidup adalah yang paling utama.” Ketika kita mendapatkan keuntungan dapat terlahir sebagai manusia dan bertemu dengan ajaran Buddha, makna dari sebuah kehidupan dapat kita lihat dari empat cara pandang:

1. HidupKu bukanlah milik diriKu. Ini adalah merupakan karunia dari langit dan bumi, kurnia besar dari para Buddha, yang diberikan kepadaKu dan membuat diriku menjadi hidup.

2. HidupKu adalah Terbatas. Terimalah ini dengan serius dan rendah hati, aku harus hidup setiap saat untuk diriku dan orang lain.

3. HidupKu adalah saling berhubungan satu sama lain. Menelusuri kembali asal mula manusia, kita akan menemukan

bahwa semua manusia

berhubungan satu sama lain.

MARILAH KITA TIDAK MELUPAKAN TUJUAN UTAMA

DARI PENDIRI KITA, NICHIREN SHONIN

Oleh YM.Bhiksu Tansei Iwama,

Kepala Administrasi Nichiren Shu Pusat

Hidupku adalah kelanjutan dari nenek moyang / leluhur dan akan dilanjutkan oleh keturunanKu. 4. HidupKu dapat terlahir kembali

Sebagaimana yang dibabarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra, setiap kehidupan akan mengalami kelahiran kembali melalui masa lampau, sekarang dan akan datang. Nichiren Shonin berkata, “Myo berarti Kesadaran.” Ketika kita percaya dalam Saddharma Pundarika Sutra, hidup kita akan hidup kembali dalam kehidupan yang luar biasa karena karunia kebajikan dari Buddha Sakyamuni Abadi. Dengan begitu kita akan menyadari bahwa hidup ini akan cepat berlalu, kenyataannya, kita dapat berganti pada kehidupan abadi sebagaimana Buddha Abadi dan selanjutnya terus bersinar melampau masa lampau, sekarang dan akan

datang. Seseorang yang dalam kehidupan lampau dan telah berlindung pada Buddha Abadi adalah profil dari para penganut Nichiren Shu yang menyebut Odaimoku “Namu Myoho Renge Kyo”

Tahun Heisei Ke-33 adalah peringatan hari kelahiran pendiri kita, Nichiren yang ke-800. Melihat kepada tahun yang penuh kesan ini, pada masa mendatang, kita sebagai Nichiren Buddhis harus melihat fakta bahwa pendiri kita, Nichiren selalu melihat dunia ini dan orang-orang yang tinggal didalamnya dan Ia meninggalkan ajaran Odaimoku untuk kita dalam pelaksanaan Saddharma Pundarika Sutra untuk disebarluaskan tidak hanya di negeri Jepang saja, tetapi juga keseluruh dunia sehingga tercipta dunia yang damai dan murni.

Kita, sebagai pengikut Nichiren, harus melakukan hal yang terbaik untuk mencapai tujuan dan keinginanNya. Nichiren Shonin melaksanakan dengan badannya dalam tugas penyebarluasan dengan dasar penghargaan terhadap kehidupan yang menjadi dasar ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra. Semua para pengikut harus mempunyai hati kepercayaan yang kuat kepada Odaimoku dan menyebarkan mulai dari keluarga dan masyarakat disekitar kita. Kita harus mengikuti langkah dan jejak dari pendiri kita, Nichiren yang melakukan perjalanan tanpa henti sedikitpun untuk Kosenrufu.

SELESAI YM.Bhiksu Tansei Iwama

(9)

Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2 Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori

Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra,SE

HAKII SABURO-DONO GO-HENJI

(SURAT BALASAN KEPADA SABURO-DONO)

-BAGIAN

2-ISI GOSHO

L

agipula, di dalam Bab XX “Bodhisattva Sadaparibhuta”

Saddharma Pundarika

Sutra, Sang Buddha menceritakan tentang kehidupanNya pada masa lampau: “Pada suatu masa,

terdapatlah seorang Bodhisattva yang bernama Sadaparibhuta ……. Ia menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra dengan penuh semangat meskipun mendapat penganiayaan.” Sutra ini menguraikan bagaimana orang-orang jahat menjelek-jelekan, mencaci maki dan menganiaya dia dengan mengunakan tongkat kayu atau potongan kayu, dan melemparkan batu kearahnya. Kutipan sutra ini untuk memperlihatkan tentang pelaksanaan pada masa lampau Sang Buddha, dan memberikan dorongan kepada mereka yang akan menyebarluaskan Sutra ini pada Masa Akhir Dharma. Menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra,

Bodhisattva Sadaparibhuta

mendapatkan penganiayaan dan diserang dengan tongkat dan batu, tetapi ia memperoleh Kesadaran Buddha dengan segera. Ketika Aku menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra, rumahKu di Matsubagayatsu dibakar, dan Aku

diserang oleh Tojo Kagenobu di Komatsubara, dibuang ke semanjung Izu, dan diasingkan ke Pulau Sado. Oleh karena itu, tanpa keraguan Aku pasti akan mencapai KeBuddhaan pada masa mendatang.

Bahkan Empat Yang Terpercaya (Empat orang yang dikategori sebagai Bodhisattva, mereka para Buddhis yang menjadi pembimbing setelah kemoksaan Sang Buddha) sepanjang Masa Kebenaran Dharma dan Masa Persamaan Dharma mendapat berbagai kemalangan ketika mereka mencoba untuk menyebarluaskan sutra ini. Sebagai contoh, Bodhisattva Deva, pewaris Dharma langsung ke-20, telah dibunuh secara kejam, dan penerus ke-25, Arya Simha telah dipenggal oleh seorang raja jahat. Buddhamitra, pewaris langsung Dharma ke-8, menyebarluaskan dengan membawa bendera merah didepan pintu gerbang istana selama 12 tahun sedangkan Bodhisattva Nagarjuna, pewaris ke-13, melakukan hal yang sama selama 7 tahun. Di China, Tao-sheng dihukum buang ke Gunung Sushan karena ia menegaskan bahwa semua orang dapat mencapai KeBuddhaan; Fa-tsu telah dikucilkan sebab ia menyebarluaskan dengan bersemangat di Chang-an; Guru Tripitaka Fatao mendapatkan cacat diwajahnya dan diusir karena mengkritik Kaisar Hui-Tsung dari Dinasti Sung; Hui-yuan telah di

hukum karena mengkritik kebijakan Anti Buddhis yang dilakukan oleh Kaisar Wu dari Chou Utara.

Mahaguru T’ien-tai terlibat perdebatan yang sengit dengan para guru agama; 3 dari selatan dan 7 dari utara dalam menegakkan ajaran barunya, dan Mahaguru Dengyo di Jepang harus berdebat melawan 6 sekte Buddhis di Nara sepanjang pemerintahan Kaisar Kammu. Diterima atau tidaknya para guru Buddhis ini tergantung dari apakah pandangan mereka diterima oleh raja yang bijaksana atau ditolak oleh raja yang bodoh; maka ini bukan karena penyebarluasan ajaran sesuai atau tidak dengan kehendak Buddha.

Keadaan ini sudah

berlangsung selama Masa

Kebenaran Dharma (Saddharma) atau Masa Persamaan Dharma (Pratirupadharma), apalagi ketika Masa Akhir Dharma ! Aku, Nichiren mendapatkan kecaman dari KeShogunan Kamakura demi Saddharma Pundarika Sutra. Ini adalah sebuah kebahagiaan terbesar yang pernah terjadi pada diriKu; hal ini seperti menukar sebuah potongan kayu atau batu yang tidak berharga dengan potongan emas dan perak.

Bagaimanapun, ada hal yang membuat Aku prihatin. Didalam Sutra Raja Yang Baik Hati (Ninno-Kyo) atau Manusendra diramalkan bahwa: “Tujuh bencana

akan pasti terjadi, ketika orang suci

Redaksi:

Gosho ini lanjutan dari edisi bulan lalu. ...

(10)

meninggalkan suatu negeri.” Tujuh

bencana berarti terjadi kekacauan dan peperangan serta kekeringan yang akan menyengsarakan orang banyak. Sutra Kemuliaan Keemasan (Konkomyo-kyo), dikatakan: “Ketika

seorang raja mengikuti orang jahat dan dengan kebodohan menghukum orang berbudi luhur, pergerakkan matahari, bulan dan bintang akan terganggu, atau perubahan angin dan musim hujan tidak akan sesuai dengan waktunya.” Siapakah

mereka yang dikatakan dalam sutra sebagai “Orang jahat yang diikuti

oleh sang raja ?” Mereka adalah

para bhiksu seperti Doryu, Ryokan, dan Shoichi yang disebutkan diatas. Siapakah yang dikatakan dalam sutra sebagai “menghukum orang berbudi

luhur?" Mereka adalah yang diusir

dari biara-biara berulang kali seperti yang dinyatakan dalam Bab.XIII “Dorongan Untuk Menegakkan Sutra Ini”, Saddharma Pundarika Sutra. Ketidakteraturan didalam bergeraknya gejala alam mengacu pada gejala aneh yang terjadi dilangit dan bencana alam diatas bumi yang telah sering terjadi dua puluh tahun terakhir ini. Jika kutipan kalimat dari Sutra Raja Yang Baik Hati (Ninno-kyo) dan Sutra Kemuliaan Keemasan (Konkomyo-kyo) ini benar, hukum pembuangan yang Aku, Nichiren terima adalah suatu pertanda kemusnahan dari negeri ini. Disamping itu, mengenai hal ini sebelum Aku dihukum pembuangan, telah disampaikan dalam risalah “Rissho Ankoku-ron” atau Risalah “Menyebarkan Kedamaian Keseluruh Negeri Dengan Menegakkan Ajaran Yang Sesungguhnya” kepada KeShogunan. Oleh karena itu, tidak terdapat sedikitpun keraguan mengenai hal ini. Ini sungguh sesuatu yang sangat disayangkan, bahwa dengan menganiaya pelaksana Saddharma Pundarika Sutra, negeri ini akan jatuh dalam bencana nasional dan hal ini sangat memperihatinkan

Nichiren.

Setelah 2.222 tahun setelah Kemoksaan Sang Buddha. Dharma Buddha telah disebarluaskan oleh para Bodhisattva seperti Nagarjuna dan Vasubandhu di India sepanjang 1.000 tahun Masa Kebenaran Dharma (Saddharma). Ajaran yang mereka sebarkan bukanlah ajaran Mahayana yang sesungguhnya, tetapi hanya ajaran Hinayana dan Mahayana Sementara. Maha Guru T’ien-t’ai yang lahir di negeri China pada Masa Persamaan Dharma (Pratirupadharma), mengkritik doktrin sesat dari tiga guru selatan dan tujuh guru utara dan menjelaskan tentang Saddharma Pundarika Sutra sebagai Yang Tertinggi diantara semua Sutra Buddha. Didalam perbandingan keunggulan sutra, T’ien-t’ai menegakkan sebuah teori baru tentang Lima Periode Pengajaran, dimana ini dibuat untuk menyempurnakan ajaran tentang Saddharma Pundarika Sutra. Didalam pelaksanaan dan perenungan, Ia membuktikan bahwa 3.000 gejala keberadaan terdapat dalam sekejap pikiran dari semua orang, mereka yang belum tercerahkan. Sehingga, seluruh orang di China menyebut Beliau sebagai “Buddha Kecil” dan menghormati Beliau. Bagaimanapun, mengenai Tiga Susun Ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra, beliau hanya menyebarkan dua Dharma sempurna yakni Kebijaksanaan dan Meditasi tanpa pengajaran Ajaran Yang Sempurna. Maha guru Dengyo yang muncul di Jepang sekitar 1.800 tahun setelah kemoksaan Sang Buddha. Beliau mengkritik kesalahan pemahaman terhadap Buddhisme yang dilakukan oleh Enam Sekte Buddhisme di Nara, 200 tahun setelah Buddhisme pertama kali diperkenalkan di Jepang pada masa pemerintahan Kaisar Kimmei. Lebih dari itu, untuk pertama kali, Ia menyebarluaskan Ajaran Yang Sempurna, yang mana tidak

dilakukan oleh T’ien-t’ai. Ini adalah ajaran agung dan sempurna dari Kuil Enryakuji di Gunung Hiei.

Selama lebih dari 2.000 tahun setelah kemoksaan Sang Buddha, Buddhisme tersebarluas di India, China dan Jepang, terdapat banyak kuil di negara-negara itu. Bagaimanapun, tidak terdapat satu kuil pun yang pernah menempatkan Buddha Sakyamuni yang telah mencapai Penerangan Agung sejak masa lampau yang abadi, sebagaimana yang diungkapkan didalam bagian pokok dari Saddharma Pundarika Sutra, dan tak seorangpun pernah menyebarkan Dharma Utama yang terdiri dari lima aksara “Myo, Ho, Ren, Ge Kyo”, yang telah diberikan kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi, para murid dari Buddha Sakyamuni Sejati dan Abadi. Meskipun didalam sutra dikatakan bahwa, Sutra ini akan tersebarluas pada awal Masa Akhir Dharma, tetapi tidak tersebarkan dinegara manapun. Apakah ini berarti bahwa waktu yang tepat untuk penyebarluasan belum tiba? Atau, Apakah karena kemampuan dari orang-orang untuk memahami belum matang? Sang Buddha membabarkan dalam Bab.XXIII “Kehidupan Lampau Bodhisattva Baisyajaraja” Saddharma Pundarika Sutra dikatakan, “Sebarkanlah Sutra

ini keseluruh dunia pada awal 500 tahun ke lima setelah kemoksaanKu, agar ia tidak musnah.” Mahaguru

T’ien-t’ai menjelaskan ini dalam “Hokke Mongu“ (Kata-kata dan Ungkapan dalam Saddharma Pundarika Sutra), “Dharma yang

luar biasa ini akan tersebarluaskan pada periode 500 tahun kelima.”

Mahaguru Dengyo mengatakan dalam risalahnya “Melindungi Negara” bahwa, “Masa Kebenaran Dharma

dan Masa Persamaan Dharma telah berlalu, dan pada Masa Akhir Dharma, ketika Ajaran Kendaraan Tunggal Saddharma Pundarika Sutra

(11)

akan tersebarluaskan, adalah begitu dekat ditangan.”

Kutipan kalimat dalam sutra dan komentar ini mengarah pada awal permulaan dari Masa Akhir Dharma sebagai waktu dimana Saddharma Pundarika Sutra akan tersebarluaskan. Seorang Brahman di India menprediksikan bahwa, “Buddha akan muncul pada 100 tahun kemudian” dan cendikiawan Kongfucu di Negeri China meramalkan, “Buddhisme akan diperkenalkan di negeri China 1.000 tahun kemudian.” Meskipun ramalan ini dibuat oleh orang biasa, tetapi terbukti kebenarannya, apalagi jika hal itu dibuat oleh para guru suci seperti T’ien-t’ai dan Dengyo? Apalagi kata-kata emas dari Buddha Sakyamuni dan Buddha Prabutharatna! ini tidak diragukan lagi bahwa waktu bagi Saddharma Pundarika Sutra untuk tersebarluaskan telah tiba, dan Buddha Sakyamuni dan Lima Aksara dari Dharma Luar Biasa akan diterima diseluruh penjuru dunia.

Namun demikian,

meskipun mereka yang sudah sering mendengarkan pengajaran Buddhisme yang penting dari Aku, Nichiren, mungkin saja meninggalkan hati kepercayaan ketika mereka melihat begitu banyak penyiksaan dan penganiayaan yang dialami. Anda mendengarkan hukum ini hanya sekali dua kali, dan juga hanya sekali waktu saja, kamu masih menjaga hati kepercayaan didalam Saddharma Pundarika Sutra. Hal ini pasti karena adanya hubungan yang erat dari masa lampau.

Mahaguru Miao-lo

menyatakan dalam “Hokke Mongu-ki” (Catatan tambahan atas kalimat dan ungkapan dalam Saddharma Pundairka Sutra); “Jika seseorang

pada Masa Akhir Dharma, hanya sebentar mendengarkan Saddharma Pundarika Sutra dan menaruh hati kepercayaan didalamnya, hal ini

disebabkan karena ia mempunyai hubungan yang dekat sutra itu yang didengarnya pada masa lampau.” Ia

juga mengatakan dalam “Makashikan fugyoden guketsu” (Catatan tambahan atas Pengertian yang mendalam dan Konsentrasi Yang benar); “Tanpa adanya hubungan yang erat dalam kehidupan lampau, seseorang yang tidak dilahirkan pada masa kehidupan Sang Buddha atau Masa Kebenaran Dharma tetapi hanya terkait pada akhir dari Masa Persamaan Dharma tidak akan dapat menerima Saddharma Pundarika Sutra, Sutra Yang Terunggul diantara seluruh sutra.” Dalam Bab.XVIII “Kebajikan Karena Gembira Mendengarkan Sutra Ini” dalam Saddharma Pundarika Sutra dibabarkan; “Seseorang yang telah

melayani 10 trilyun para Buddha di masa lampau dapat terlahir sebagai seorang manusia dan dapat mempunyai hati kepercayaan dalam Saddharma Pundarika Sutra.” Sutra

Nirvana juga mengatakan bahwa,

“Seseorang yang telah dilahirkan di dunia iblis (Masa Akhir Dharma) setelah kemoksaan Sang Buddha dan dapat mempunyai hati kepercayaan dalam Sutra Nirvana adalah seseorang yang telah melayani para Buddha bagaikan banyaknya pasir di sungai Hiranyavati pada masa lampau."

Ajatasatru adalah

seseorang yang sangat jahat, yang telah membunuh ayahnya dan memenjarakan ibunya, tetapi ketika Sang Buddha membabarkan Sutra Nirvana, ia hadir mendengarkan pembabarannya dan mempunyai kesempatan juga mendengarkan pembabaran Saddharma Pundarika Sutra. Kemudian karena itu, tidak hanya penyakit tumor yang menulari tubuhnya, dalam kaitannya dengan karma membunuh ayahnya, telah musnah dengan segera, tetapi juga ia, yang seharusnya telah mati, telah dapat hidup selama lebih dari 40 tahun

lagi. Bahkan dengan segera sang raja, yang dikenal sebagai orang tidak mempunyai hati kepercayaan, setelah menerima ajaran Sang Buddha dapat memasuki tingkatan Shoju dalam Jalan KeBodhisattvaan.

Devadatta, seorang

keponakan Sang Buddha, adalah orang yang dikenal sebagai orang yang telah melukai Sang Buddha. Oleh karena itu, Devadatta dikatakan bahwa adalah mustahil untuk dapat diselamatkan dalam pembabaran sutra sebelum Saddharma Pundarika Sutra. Namun, pada Bab.XII “Devadatta” Saddharma Pundarika Sutra, dibabarkan bahwa ia akan menjadi Raja Surgawi Buddha (Tathagata Devaraja) pada masa mendatang.

Merenungkan hal-hal tersebut diatas, Aku menyakini bahwa orang-orang biasa didalam Masa Akhir Dharma yang melakukan sedikit atau banyak karma buruk. Ya atau tidak seseorang itu dapat mencapai KeBuddhaan tidak tergantung pada besar atau kecilnya karma buruk yang dibuat tetapi tergantung pada ada atau tidaknya hati kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra. Sebagai seorang anggota keluarga prajurit, kamu tentu selalu berhadapan dengan perbuatan membunuh orang lain, yang mana dalam Buddhisme hal tersebut sangat dilarang. Hal ini membuat kamu seperti seorang yang jahat. Jika kamu tidak dapat meninggalkan keluargamu dan keluar dari masyarakat, bagaimana kamu dapat menghindari diri, jatuh dalam Tiga Dunia Buruk seperti Neraka? Kamu sebaiknya memikirkankan hal ini secara mendalam.

Saddharma Pundarika Sutra membabarkan bahwa orang-orang biasa yang penuh dengan karma buruk dan keterikatan hawa nafsu dapat mencapai KeBuddhaan. Oleh karena itu, kamu juga dapat mencapai KeBuddhaan tanpa perlu merubah dirimu sebagai orang biasa atau orang jahat. T’ien-t’ai mengatakan

(12)

dalam “Hokke Mongu” (Kata-kata dan Ungkapan dalam Saddharma Pundarika Sutra); “Sutra yang dibabarkan sebelum Saddharma Pundarika Sutra memberikan

kemungkinan pencapaian

KeBuddhaan kepada orang-orang yang mempunyai kebajikan luhur tetapi tidak untuk orang jahat; bagaimanapun, keduanya baik orang yang berkebajikan atau orang jahat dapat mencapai KeBuddhaan didalam Saddharma Pundarika Sutra.” Miao-lo menyatakan dalam Hokke Mongu-ki (Catatan tambahan Kata-kata dan Ungkapan dalam Saddharma Pundarika Sutra) bahwa,”Ajaran Sempurna dari Saddharma Pundarika Sutra menjelaskan bahwa meskipun bertentangan dapat menjadi selaras, tetapi Tiga Ajaran lainnya (Pitaka, Umum dan Pengajaran Berbeda)

menjelaskan bahwa bertentangan adalah bertentangan, dan selaras adalah selaras, yang dengan jelas memisahkan antara kebajikan dan kejahatan.” Kamu harus berpikir keras tentang arti semua ini.

Aku bermaksud menulis tentang pertanyaan bahwa apakah seseorang itu dapat atau tidak mencapai Penerangan dari sutra-sutra sementara, selain Saddharma Pundarika Sutra, tetapi aku sedikit khawatir terhadap mereka yang hanya memiliki sedikit pengetahuan dasar Buddhisme, yang hanya mengerti sebatas nama dan jumlah ajaran saja. Meskipun demikian, ada beberapa murid saya, yang telah aku ajarkan secara garis besar mengenai hal itu. Kamu bisa menanyakan tentang hal tersebut kepada mereka. Kemudian, aku akan menulis surat kepadamu lagi.

Tanggal 3 bulan 8 Tahun Bun-ei ke-10

Surat Balasan Kepada Tuan Nambu Rokuro Saburo di Propinsi Kai Hormat Saya,

Nichiren (Tanda tangan)

Catatan tambahan : Para muridKu seperti Chikugo-bo Ben-ajari dan Daishin-ajari sedang berada di Kamakura. Bisakah kamu untuk bertemu dan bertanya kepada mereka ? Aku telah memberitahukan kepada mereka tentang ajaran yang penting didalam pikiranKu. Mereka kurang lebih telah memahami ajaran tertinggi Saddharma Pundarika Sutra yang belum tersebarluas di Jepang sehingga mereka dapat menjelaskan apa yang kamu ingin ketahui dan pelajari.

Akhirnya, dalam

keputusasaan, ia memasuki tempat suci dari kuil dewa pelindung. Disini, dalam keheningan dan kegelapan dari aula suci, Ia berlutut dihadapan altar dari Kokuzo Bosatsu dan berdoa untuk mendapatkan berkah dan bimbingan. Selama 21 hari, ia berdoa dan berpuasa, mengucapkan sebuah janji dihadapan dewa bahwa ia akan belajar semua ajaran dari semua sekte sampai ia mengerti ajaran Buddha yang sesungguhnya. Sebagai hasilnya, Ia mendapatkan berkah dari Bodhisattva itu untuk menjadi orang yang paling bijaksana dan berpengetahuan diseluruh Jepang. Setelah dua puluh satu hari berakhir, usaha Rencho yang melelahkan, seorang teman, yang berfungsi untuk menjaga para bhiksu muda, bergegas ke tempat suci tersebut untuk menemui beliau. Tetapi Rencho tidak ada disana. Ia ada

diluar bangunan diatas tanah, terjatuh tidak sadarkan diri, jubahnya terletak didekat rumpun bambu ternoda oleh darah yang ia muntahkan sebagai akibat dari ketegangan yang besar yang ia alami. Segera, temannya merawat beliau sehingga ia sadar. Tetapi, dengan segera, Rencho membuka matanya, tersenyum dan badan dan jiwanya telah menjadi bersih setelah melewati hari-hari yang berat. Melalui usaha yang tekun dalam belajar, Beliau mulai dapat melihat perbedaan diantara semua sutra. Pengetahuan ini didasarkan kepada Pusaka Permata, hal dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama, diperoleh dari Sutra Nirvana dimana dikatakan, “Bersandar kepada Dharma, dan tidak kepada orang.” Kemudian, Seperti seorang laki-laki yang tidak pernah disesatkan oleh orang pintar. Bagian kedua, "Diperoleh dari pengamatannya sendiri, dimana

harus bersandar pada alasan, bukti tertulis, dan bukti yang diperoleh dari pengalaman."

Setelah memperoleh

pengetahuan ini, Rencho merasa bahwa apa yang ia peroleh sangat sedikit di Gunung Kiyosumi. Untuk pembelajarannya, ia berkeinginan untuk pergi ke kota besar Kamakura.

SELESAI. Sambungan dari Hal. 05

(13)

Salinan Saddharma Pundarika Sutra dan Komentar Nichiren

Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra

Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai

Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Sidin Ekaputra,SE

RINGKASAN

B

uddha Sakyamuni bangkit

dari samadhiNya dan mulai membabarkan kebijaksanaan yang mendalam dan tak terukur dari para Buddha. Ajaran-ajaran dalam bab ini dapat diringkas menjadi empat poin utama :

1. Semua hal yang kita rasakan dengan kelima indera kita hanyalah bersifat sementara. Mereka terwujud dalam seribu cara yang berbeda-beda, dan kesemuanya sama pentingnya dalam hubungan keberadaan timbal balik. Akan tetapi, semua hal tersebut senantiasa berubah, sementara mereka hadir dalam keharmonisan satu dengan lainnya di seluruh alam semesta ini. Semua tercakup dalam hukum Kebenaran.

2. Oleh karena itulah, semua mahkluk adalah perwujudan dari Kebenaran (Kebijaksanaan Buddha) dan memiliki jiwa Buddha.

3. Sang Buddha muncul di dunia untuk membabarkan Kebenaran. Para Buddha telah muncul untuk menyadarkan semua mahkluk akan jiwa Buddha mereka, mempraktekkan jalan Bodhisattva, dan pada akhirnya mencapai penerangan.

4. Karena orang-orang pada

awalnya tidak m a m p u m e m a h a m i K e b e n a r a n akibat pikiran mereka tertutup oleh gaya hidup keduniawian, Sang Buddha mengajarkan b e r b a g a i ajaran menurut k e m a m p u a n mereka masing-masing. Seperti ajaran untuk

orang-orang kaum Sravaka (Shomon), Pratyekabuddha (Engaku), dan Bodhisattva (Bosatsu). Akan tetapi, semua ajaran sementara inilah yang membimbing semua mahkluk kepada Kebenaran dari Kendaraan Tunggal, ajaran Saddharma Pundarika Sutra. Maka dari itu, ajaran sementara dan ajaran sesungguhnya adalah tak terpisahkan.

PENJELASAN

samadhi (P.23, L.2):

Pemusatan pikiran pada satu objek tunggal. Dalam bab ini, samadhi berarti meditasi yang mendalam. Buddha Sakyamuni bangkit dari

meditasiNya yang mendalam dan akan mulai mengungkapkan Dharma penting yang telah lama dinanti-nanti.

Kebijaksanaan dari para Buddha (P.23, L.3):

Kebijaksanaan untuk

menyadari ketiga kebenaran dari semua fenomena: kesetaraan,

perbedaan, dan keseluruhan.

Contohnya: 1. Semua mahkluk hidup adalah setara karena mereka semua memiliki jiwa Buddha dan mampu untuk mencapai Kebuddhaan; 2. Semua orang berbeda dalam hal ras, jenis kelamin, pendidikan, latar belakang, umur, dll.; 3. Oleh karena itulah, kita harus memandang semua hal secara menyeluruh.

Dharma sesuai dengan kemampuan semua mahkluk hidup (P.23, L.12):

BAB II

(14)

Sang Buddha selalu membabarkan ajaran-ajaranNya

sesuai dengan kemampuan

pemahaman dari masing-masing pendengarNya.

ajaran sementara yang tak terhitung (P.23, L.18):

ajaran sementara berarti memberitahukan ketidakbenaran untuk menuntun orang lain menuju kebenaran. Lebih lanjut lagi, sebuah kebohongan menandakan pemberitahuan ketidakbenaran demi keuntungan dan manfaat dari pendengar.

paramita (P.23, L.20):

Mengacu kepada

penyeberangan pantai kelahiran dan kematian ini menuju pantai seberang Nirvana.

paramita pengertian/wawasan (P.23, L.20):

Adalah salah satu paramita yang berarti pemahaman menyeluruh atas ketiga cara pandang berbeda: ku, ke dan chu.

Kenyataan dari semua hal (P.24, L.7):

Adalah menyadari

sepenuhnya cara pandang ku, ke dan chu, dan juga menyadari proses bagaimana sesuatu terbentuk di masa lalu, sedang berlangsung di masa sekarang, dan akan terwujud di masa mendatang. Sebagai contoh, sebatang pohon di masa lalu, kemudian sekarang menjadi sebuah meja, dan akan menjadi kayu bakar di masa mendatang.

Sepuluh Nyo-ze (P.24, LL.8-12):

Buddha Sakyamuni

menganalisa kebenaran universal dalam berbagai macam cara. Salah satu dari cara tersebut adalah dengan Sepuluh Nyo-ze dalam Bab 2, “Upaya

Kausalya” dari Saddharma Pundarika Sutra. Ia memilah-milah hakekat dari semua hal menjadi sepuluh bagian untuk mengamati tampilan, hakekat dasar, fisik, kekuatan, kegiatan, sebab pokok dan jodoh, efek, akibat, dan kesatuan dari kesembilan faktor tersebut dalam setiap hal. Setiap orang memiliki wajah. Ekspresi muka seseorang berubah sesuai dengan apa yang ia rasakan pada saat tertentu. Sebagai contoh, mimik yang lembut mencerminkan ketenangannya. Wajah yang marah mencerminkan perasaan marahnya. Sifat kelembutan dan kemarahan terdapat dalam tubuh dan pikiran seseorang. Semua tubuh fisik memiliki penampilan/rupa dan pikiran. “Nyoze-so” berarti “penampilan yang demikian”, “Nyoze-Sho” berarti “hakekat dasar yang demikian”, dan “Nyoze-tai” berarti “perwujudan fisik suatu hal yang demikian”; oleh karena itu, semua hal memiliki berbagai penampilan/rupa, karakteristik, dan tubuh fisik. Anda bisa saja berpikir bahwa benda seperti meja atau kursi tidak memiliki hakekat terpendam karena mereka tidak memiliki pikiran. Akan tetapi mereka punya, tergantung dari bahan yang digunakan dalam pembuatannya. Sebuah kursi kayu dapat memiliki “perasaan” atau sifat hangat, sedangkan kursi besi memiliki sifat dingin. Es adalah dingin, api adalah panas, dan begitu pula dengan semua hal lainnya.

Semua hal juga memiliki kekuatan dan kegiatannya masing-masing. Lantai memiliki kekuatan untuk menahan tubuh kita dan perabotan. Pilar memiliki kekuatan untuk menahan atap dan langit-langit. Kekuatan, maka dari itu, hadir dalam benda-benda itu. Ketika kekuatan ini muncul ke permukaan, ia menjadi kegiatan/aktivitas. “Nyoze-riki” berarti “kekuatan potensial yang demikian”, sedang “Nyoze-sa” berarti “interaksi yang demikian”. Seorang pria dikatakan memiliki

kekuatan yang lebih besar daripada seorang wanita, sehingga ia mampu mengangkat sekarung beras sendirian. Seorang wanita dikatakan memiliki kekuatan yang lembut, sehingga ia mampu merawat pasien lebih baik daripada seorang pria.

Ketika segala sesuatu terjadi, selalu ada sebab pokok/utama atau “Nyoze-in” dan jodoh lingkungan atau “Nyoze-en”. Tindakan menyalakan sebatang korek api adalah sebab pokoknya, tetapi tergantung dari apakah anda menyalakannya di air atau di udara akan memberikan hasil yang berbeda. Ketika anda menyalakan korek api di udara, akan timbul api yang dapat membakar benda lain, “Nyoze-ka”; dan makanan bisa dimasak, yakni “Nyoze-ho”. Jika korek api dinyalakan dalam air, korek tersebut tidak akan pernah meyala karena jodoh lingkungannya salah. Hukum sebab akibat tidak selamanya membawa hasil yang sama. Sebagai contoh, meski benih-benih ditanam pada saat bersamaan, ada benih yang dapat tumbuh dan ada pula yang tidak, tergantung dari faktor lingkungan sekitarnya. Oleh karena itulah, kita harus mempertimbangkan dampak lingkungan kita dengan seksama.

Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas terkandung secara sama dalam semua mahkluk. Yakni “Nyoze Hon Matsu Ku Kyo To”. Jika kesemua faktor ini selaras satu dengan yang lainnya, akan ada kebahagiaan dan kedamaian. Dalam kenyataannya tidak selalu demikian, karena meski sebab langsungnya baik, hasilnya mungkin saja buruk. Meski seseorang memiliki sifat baik, tapi jika ia tidak menunjukkannya kepada orang lain, ia tidak akan diterima dengan baik oleh orang lain. Ini adalah contoh ketidak-selarasan.

Maka dari itu, Sepuluh Nyoze menunjukkan kenyataan dari semua hal. Cobalah untuk menerapkan ajaran yang demikian ini dalam kehidupan sehari-hari anda.

(15)

TIGA CARA UNTUK MEMANDANG SESUATU

K

enapa kita mengulang

penyebutan: "Nyoze-so, Nyoze-tai, ...Nyoze-honmatsu-kukyoto? " Karena ada tiga cara berbeda untuk memandang sesuatu. Antara lain kesetaraan (ku), perbedaan (ke), dan keseluruhan (chu). Hal ini didasarkan pada ajaran T’ein-T’ai “Tiga Jenis Kebenaran; ku, ke, dan chu”. Menurut ajaran ini, tidak ada satupun hal yang hadir (ku) dengan sendirinya karena semua hal hadir secara sementara (ke) tergantung dari keberadaan hal lainnya; oleh karena itu, kita harus memandang semua hal secara menyeluruh (chu).

Mari kita ambil sebuah meja sebagai perumpamaan. Sebuah meja haruslah memiliki permukaan datar yang ditopang oleh keempat kakinya. Jika saya melepaskan masing-masing kaki ini, benda tersebut tidaklah lagi disebut sebagai meja; hanyalah sepotong papan kayu. Oleh karena itu, benda-benda seperti meja, hanya hadir bersifat sementara.

Sebuah contoh lain: Saya ada hari ini karena orang tua saya ada. Saya juga ada karena udara, air, panas, makanan, dan orang lain. Jika tidak ada udara, air, makanan, atau orang lain, saya tidak mungkin ada. Maka dari itu saya ada sementara karena ada udara, air, makanan, dan orang lain.

Cara lain untuk memandang semua hal dengan 3 cara berbeda, sesuai ajaran Sang Buddha, semua orang adalah sama/setara (ku) karena semua orang memiliki jiwa Buddha, tetapi semua orang juga berbeda (ke) karena ada orang yang bijak dan bodoh, ada yang kaya dan miskin, pria dan wanita. Wanita memiliki keistimewaan karena mampu melahirkan sedangkan pria tidak. Kita semua adalah setara tetapi berbeda-beda (chu).

Meski semua orang memiliki sebuah hidung, mulut, dan mata (ku), bentuk kesemuanya itu berbeda-beda sama halnya seperti sisik jari (ke). Oleh sebab itulah kita adalah setara tetapi berbeda-beda (chu).

Orang tua mencintai anak-anaknya sama rata (ku), tetapi cara mereka memperlakukan anak laki-laki berusia 18 tahun akan dengan sendirinya berbeda dengan perlakuan terhadap anak perempuan berusia 2 tahun (ke). Jika sang orang tua memberi mereka berdua makanan dalam jumlah yang sama, hal ini justru tidaklah wajar. Orang tua mencintai anaknya sama rata, tetapi mereka akan memperlakukan masing-masing anak berbeda sesuai usia, jenis kelamin, dan minat sang anak. Orang tua yang bijaksana memperlakukan anak-anaknya secara menyeluruh untuk tiap-tiap individu (chu).

Oleh karena itu, perdamaian dan kebahagiaan tidak akan pernah terwujud jika kita hanya memaksakan kesetaraan semata atau perbedaan semata. Kita harus mampu meyadari persamaan dalam perbedaan-perbedaan, dan perbedaan-perbedaan dalam kesetaraan. Mengetahui perbedaan tiap-tiap orang, tetapi tetap menghormati minat, bakat, pendidikan, serta kondisi fisik mereka adalah jalan menuju perdamaian dan harmoni.

Untuk mengingatkan diri kita atas ajaran inilah, kita mengulang bait terakhir dari bab Hoben-pon sebanyak tiga kali.

UPACARA "TIGA PENOLAKAN DAN TIGA PERMOHONAN"

P

ada permulaan Bab. dua, Buddha Sakyamuni berkata bahwa Ia tidak akan berkata-kata lagi tentang kebenaran tertinggi yang dicapai oleh para Buddha karena hal ini terlampau sukar untuk dipahami selain oleh Buddha. Akan

tetapi, Sariputra, murid terbijak diantara kesemua murid Buddha Sakyamuni, bersikeras untuk mendengar Dharma tersebut dan tiga kali mengajukan permohonan kepada Sang Buddha untuk membabarkan Saddharma Pundarika Sutra.

Penolakan Pertama

Sakyamuni: “Tidak lagi, Sâriputra,

Aku akan berkata karena Dharma yang dicapai oleh Buddha adalah Kebenaran yang tertinggi, yang langka untuk didengar, dan yang sulit untuk dimengerti.” (P.24, L.4)

Permohonan Pertama Sâriputra:

“Jelaskanlah semua ini! Kenapa Anda begitu tinggi memuji Dharma ini? “ (P.28, L.4)

Penolakan Kedua:

“Tidak,tidak, tidak akan Aku lakukan. Jika Aku melakukannya, semua dewa dan manusia di dunia akan ketakutan dan kebingungan.” (P.29, L. 17)

Permohonan Kedua: “Jelaskanlah!

Jelaskanlah!” (P.29, L.25)

Penolakan Ketiga: “Tidak.

Jika Kulakukan, semua dewa, manusia, dan asura di dunia akan ketakutan dan kebingungan dan bhiksu-bhiksu yang tinggi hati akan terjatuh dalam lubang yang amat dalam. “ (P.30, L.4) Permohonan

Ketiga: “Yang

Dimuliakan-sedunia! Babarkanlah Dharma ini, babarkanlah Dharma ini!” (P.30, L.18)

Dengan itu, Sâriputra meyakinkan Sang Buddha untuk membabarkan Kebenaran Tertinggi

“Engkau memohon kepadaKu tiga kali dengan begitu bersemangat. Bagaimana mungkin akan Kubiarkan Dharma ini tidak terbabarkan?” (P.31, L. 8)

5,000 Orang yang Sombong Pergi

Pada saat itu, 5.000 orang-orang sombong yang mengira bahwa mereka telah memahami Kebenaran tertinggi pergi meninggalkan tempat itu:

(16)

“Lima ribu orang diantara para bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika dari pesamuan ini bangkit berdiri dari tempat duduk mereka, membungkuk kepada Sang Buddha, dan pergi karena mereka begitu berdosa dan tinggi hati hingga mereka mengira bahwa mereka telah mendapatkan apa yang sesungguhnya belum mereka dapatkan, dan memahami apa yang sesungguhnya belum mereka pahami.” (P.31, L.11)

Buddha Sakyamuni

menunjukkan kesabaran dan welas asihNya yang tak terbatas kepada orang-orang yang sombong ini. Kita haruslah selalu rendah hati ketika menemui ajaran Sang Buddha dan kita seharusnya selalu berusaha mencari ajaran tertinggi dari Sang Buddha.

Kedatangan Sang Buddha (P.32, L. - 11):

Seusai upacara “Tiga Penolakan dan Tiga Permohonan”, Sang Buddha membabarkan ajaran tentang Satu Tujuan Agung dari Kemunculan Sang Buddha ke dunia ini. Adalah tugas kita untuk membuka pintu wawasan dari Sang Buddha, untuk mensucikan diri kita sendiri, untuk memperoleh pengetahuan Sang Buddha, dan memasuki jalan menuju pengetahuan Sang Buddha. Ada suatu alasan tersendiri mengapa setiap orang dari kita terlahir dan hidup di jaman sekarang ini. Konsekwensinya, kita semua memiliki peran yang berbeda-beda dalam dunia ini dan untuk mencapai tujuan tertentu. Jika kita bisa menyadari tujuan unik hidup kita ini, setiap harinya akan menjadi penuh makna.

Wawasan/Pengetahuan Sang Buddha (P.32, L.4):

Yakni untuk memahami kebijaksanaan Sang Buddha atau kenyataan dari semua hal yang ada. Semua hal selalu berubah secara terus

menerus. Sebagai contoh, kita berada dalam suatu proses berkesinambungan dari kelahiran menuju ke kematian. Lahir, usia tua, penyakit, dan kematian adalah semua bagian yang tak terpisahkan dari hidup kita. Oleh karena itu, baik kebahagiaan ataupun ketidak bahagiaan tidak akan dapat berlangsung selamanya. Kita harus selalu siap menghadapi apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Semua hal ada karena hubungannya dengan hal lainnya; maka dari itu mereka sendiri tidak memiliki hakekat. Sebagai contoh, kita tidak dapat hidup tanpa makanan, air, dan udara. Kita tidak dapat terlahir tanpa orang tua. Anda tidak dapat membuat sendiri apa yang sedang anda kenakan saat ini. Semua mahkluk dan semua hal saling tergantung satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, kita memiliki kewajiban untuk selalu menghargai orang lain. Kita mengatupkan kedua tangan kita dengan hormat kepada orang lain dan sebagai tanda penghargaan kita berkata, “Karena andalah, saya bisa ada hari ini!”

SATU KENDARAAN, DUA, ATAU TIGA?

T

iga Kendaraan adalah sebagai berikut:

1. Sravaka atau pendengar (Shomon): dimana seseorang memahami Buddhisme dengan cara mendengarkan pembicaraan orang lain.

2. Pratyekabuddha or Buddha pribadi (Engaku): dimana seseorang memahami Buddhisme untuk dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-harinya.

3. Bodhisattva (Bosatsu): dimana seseorang mencari Penerangan dan juga berusaha membimbing orang lain mencapai Kebuddhaan.

Semua mahkluk hidup memiliki berbagai macam keinginan dan keterikatan jauh di dalam pikiran mereka. Oleh sebab itu, para Buddha membabarkan pelbagai ajaran untuk mereka dengan cerita-cerita kehidupan di masa lampau, perumpamaan, perbandingan, dan ceramah-ceramah. Atau dengan kata lain, Mereka membabarkan Buddhisme dengan berbagai sarana sesuai keadaan mereka. Buddhisme tampaknya memiliki banyak kendaraan, tetapi Buddha menjelaskan bahwa sesungguhnya hanya ada satu Kendaraan Tunggal

“Aku membabarkan berbagai ajaran kepada semua mahkluk hidup hanya demi untuk mengungkapkan Kendaraan Tunggal Buddha. Tiada ada kendaraan lain, tidak kedua maupun ketiga.” (P.32, LL. 16-18)

Ia melanjutkan, “Aku

melakukan ini semua demi tujuan menyadarkan mereka kepada ajaran dari Kendaran Tunggal Buddha, yakni untuk memperoleh pengetahuan tentang kesetaraan dan perbedaan semua hal, Sariputra! Tidak ada kendaraan kedua di sepulh penjuru dunia lainnya. Bagaimana mungkin bisa ada yang ketiga?” (P.33, LL. 14-18)

Lebih lanjut Ia menjelaskan,

“Mahkluk hidup begitu penuh dengan ilusi, begitu tamak, dan begitu dengki sehingga mereka menanam begitu banyak akar iblis. Maka dari itu, para Buddha membagi Kendaraan Tunggal Buddha menjadi tiga sebagai suatu upaya kausalya.” (P.33, LL. 23-26) “Aku membabarkan ajaran tentang Tiga Kendaraan hanyalah sebagai suatu upaya kausalya.” (P.39, LL.5-6)

Shingyo Suguro menjelaskan Ketiga Kendaraan dalam bukunya, Pengenalan terhadap Saddharma Pundarika Sutra, “Karena Ketiga

Kendaran melambangkan semua aliran Buddhisme terpadu melalui prinsip ini, Kendaraan Tunggal juga bisa berarti kesatuan dari semua

(17)

agama yang ada di dunia, baik non-Buddhis maupun non-Buddhis. Akan tetapi dalam kenyataannya, kita semua tinggal di dunia yang relatif. Kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa perbedaan pendapat dan perbedaan pemahaman selalu ada di dunia ini. Menurut Saddharma Pundarika Sutra, keaneka ragaman pendapat ini haruslah dihargai dan dipahami sebagai langkah nyata yang kita ambil di atas jalan menuju kebenaran dan nilai tertinggi yang diidealkan oleh manusia.”

PENJELASAN:

S

utra-sutra dari Buddhisme Theravada mendiskusikan secara mendetail tentang bagaimana seharusnya seseorang bersikap secara bijaksana. Oleh sebab itu, orang-orang di masa selanjutnya menyebut sutra-sutra tersebut sebagai Kendaraan yang Kurang dari yang lainnya. Sutra-sutra Buddhisme Mahayana menghasilkan sejumlah besar spekulasi filosofi dan keselamatan untuk semua mahkluk hidup; oleh sebab itu sutra ini dikenal sebagai Kendaraan Agung. Meski Buddha Sakyamuni membabarkan berbagai ajaran sesuai tingkat pemahaman dari pendengarNya, tujuan utamanya adalah agar semua mahkluk hidup menjadi sama seperti Buddha. Saddharma Pundarika Sutra mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal tujuan dari Ketiga Kendaraan (Shomon, Engaku, dan Bosatsu), ataupun dari Kendaraan yang Kurang dari yang Lainnya atau Kendaraan Agung. Dengan kata lain, ada begitu banyak cara untuk diajarkan, akan tetapi hanya ada satu tujuan, yakni pencapaian Kebuddhaan. Tetapi tidak pula berarti bahwa semua cara adalah baik. Ajaran Theravada haruslah dibawa menuju tingkatan yang lebih tinggi. Menjaga moralitas adalah baik, tetapi menjaga hanya demi diri sendiri tidaklah cukup. Haruslah disadari bahwa

adalah kepribadian yang lebih tinggi daripada hanya sekedar memelihara moralitas.

Bagaimana seseorang bisa membimbing orang lain menuju Kendaraan Tunggal? Shaku-buku atau Sho-ju? Shaku-buku berarti mengalahkan iblis dengan agresif. “Apa yang Anda lakukan adalah salah. Jadi lakukanlah seperti yang kulakukan yang selalu benar!”

Sho-ju berarti menerima atau merangkul orang lain dengan penuh kehangatan, “Anda benar, tetapi masih ada jalan lain yang lebih baik.”

Sebagai contoh: Ada sepuluh lantai yang menuju ke atap. Seseorang berada di lantai tertingggi dan ingin agar orang lain juga naik ke lantai tersebut. Seorang yang melaksanakan shaku-buku akan berkata, “Kamu bodoh tinggal di lantai lima. Cepat naik ke atas seperti yang telah kulakukan!” Seorang yang melaksanakan Sho-ju akan berkata, “Tidak mengapa tinggal di lantai lima, tetapi lantai tertinggi jauh lebih baik lagi, jadi cepatlah naik kemari.”

Sutra-sutra sebelum

Saddharma Pundarika Sutra membagi ketiga kendaraan menjadi Sravaka, Pratekyabuddha, dan Bodhisattva. Sang Buddha berkata di sutra-sutra ini bahwa orang-orang yang berada pada golongan Sravaka dan Pratekyabuddha tidak bisa mencapai Kebuddhaan. Akan tetapi, Ia tidak bermaksud meninggalkan orang-orang dari kedua kendaran tersebut. Yang Ia maksudkan adalah seseorang tidak boleh menjadi puas akan tingkatan-tingkatan ini, tetapi masih ada tingkatan tertinggi yakni pencapaian Kebuddhaan seperti yang telah Ia capai.

Maka Sang Buddha berkata dalam Saddharma Pundarika Sutra, “Ketahuilah, wahai Sariputra! Aku pernah bersumpah bahwa Aku akan membuat semua mahkluk hidup menjadi sama persis seperti Aku.”

(P.37, LL.24-27)

APA SAJAKAH PELAKSANAAN UNTUK MENCAPAI KE-BUDDHAAN ?

M

endirikan stupa (tempat

pemujaan). Membuat stupa Buddha dengan timbunan pasir. Mengukir gambar Sang Buddha. Membuat patung Buddha. Menggambar atau menyebabkan orang lain menggambar lukisan berwarna Sang Buddha. Mempersembahkan bebungaan, dupa, pita, dan tudung kepada patung atau gambar Sang Buddha. Membungkuk kepada gambar Sang Buddha atau hanya sekedar mengatupkan kedua belah tangan menghadapnya. Atau membuat orang lain melakukan hal yang sama. Shingyo Suguro mengatakan dalam bukunya, “Ajaran ini menyatakan bahwa ketika seseorang menunjukkan kepercayaan yang tulus dan sungguh-sungguh kepada Sang Buddha dengan melakukan perbuatan baik, tidak peduli seberapa pun kecilnya, tindakan ini akan mengarahkannya kepada jalan pencapaian Kebuddhaan, dan ia kelak pasti akan menjadi seorang Buddha. Meski orang ini belumlah menjadi Buddha, ia sedang dalam prosesnya, dan layak memperoleh penghormatan sebagai calon Buddha.” SELESAI

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Dalam setiap kemasan produk hasil produksi Auditee yang akan dipasarkan untuk ekspor telah dibubuhi Tand V Legal dengan

Rataan nilai KCBK yang dihasilkan isolat bakteri rayap A menunjukkan bahwa rumput gajah dan serat sawit dapat dicerna dengan baik pada taraf inokulum 10 10

Kemudian melalui word of mouth seseorang akan mendapatkan informasi mengenai batu cincin yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi

Salah satu dasar terbentuknya pecinan adalah karena faktor sosial, dimana merupakan keinginan masyarakat Tionghoa sendiri untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena

PP Nomor 28/1990 tentang Pendidikan Dasar pasal 4 ayat 3 menyebutkan : Sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas agama Islam

Umumnya, penyaring bernilai tinggi kurang distorsi dari pass filter setara rendah.Sebuah aplikasi yang sangat umum pass filter pasif tinggi, adalah