• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGASINAN IKAN TERI NASI (Pola Pembiayaan Syariah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGASINAN IKAN TERI NASI (Pola Pembiayaan Syariah)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI PENGASINAN IKAN TERI NASI

(Pola Pembiayaan Syariah)

BANK INDONESIA

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

(2)

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ... ... ... 2

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ... ... 4

a. Profil Usaha ... ... ... 4

b. Pola Pembiayaan ... ... ... 5

3. Aspek Pemasaran ... ... ... 7

a. Permintaan ... ... ... 7

b. Penawaran ... ... ... 7

c. Analisis Persaingan dan Peluang Usaha ... ... 9

d. Harga ... ... ... 10

e. Jalur Pemasaran ... ... ... 11

f. Kendala Pemasaran ... ... ... 12

4. Aspek Produksi ... ... ... 13

a. Lokasi Usaha ... ... ... 13

b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ... ... 13

c. Bahan Baku ... ... ... 15

d. Tenaga Kerja dan Upah ... ... 16

e. Teknologi... ... ... 17

f. Proses dan Metode Produksi ... ... 17

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ... ... 28

h. Produksi Optimum ... ... .... 28

5. Aspek Keuangan ... ... ... 29

a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah ... ... 29

b. Pemilihan Pola Usaha ... ... 29

c. Asumsi dan Jadwal Kegiatan ... ... 32

d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional ... 34

e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ... ... 36

f. Produksi dan Pendapatan ... ... 37

g. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ... ... 37

h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ... ... 38

i. Perolehan Margin ... ... ... 39

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan ... 40

a. Aspek Sosial Ekonomi ... ... 40

b. Dampak Lingkungan ... ... .. 41

7. Penutup ... ... ... 42

a. Kesimpulan ... ... ... 42

b. Saran ... ... ... 42

(3)

1. Pendahuluan

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perikanan laut yang cukup besar. Potensi sumber daya ikan di laut Indonesia diperkirakan mencapai 6.7 juta ton per tahun (BBPMHP, 1996). Salah satu potensi perikanan laut tersebut adalah ikan teri. Ikan teri menempati posisi penting diantara 55 spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis setelah ikan layang, kembung, lemuru, tembang dan tongkol. Data Dirjen Perikanan menunjukkan adanya kenaikan produksi ikan teri sebesar 11.73% selama tahun 1990-1993 (Direktorat Jenderal Perikanan, 1995).

Ikan teri (Stolephorus spp.) merupakan jenis ikan kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti jenis ikan laut lainnya, ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Lubis (1987) mengatakan ikan sebagai bahan pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral, vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh dan kecerdasan manusia.

Foto 1.1. Ikan Teri Nasi Super

Sumber: http://www.indonetwork.co.id/BEUNASARANA/60203

Ikan teri termasuk jenis ikan yang rentan terhadap kerusakan (pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Oleh karena itu, ikan teri yang sudah ditangkap harus segera mendapat proses pengolahan, di antaranya melalui pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan teri ini adalah melalui pengasinan.

(4)

Wahyuni (2002) menyebutkan bahwa dengan semakin meningkatnya produksi ikan teri, maka diperlukan suatu penanganan pasca panen yang cepat yakni melalui pengawetan yang memadai agar nilai kenaikan produksi diperoleh tidak sia-sia. Pengawetan ini diperlukan untuk memperpanjang masa simpan ikan terutama di saat-saat musim ikan melimpah.

Penyusunan pola pembiayaan pengasinan ikan teri nasi ini didasarkan pada informasi yang didapatkan dari survey lapangan terhadap pengusaha pengasinan ikan teri nasi di beberapa daerah di Indonesia. Daerah yang disurvey adalah Kota Medan, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, dapat disimpulkan bahwa pola usaha pengasinan ikan teri nasi ini terbagi 2. Pertama, pengusaha pengasin ikan teri yang melakukan seluruh kegiatan produksi termasuk penangkapan ikan teri, kedua adalah pengusaha pengasin ikan teri yang tidak melakukan penangkapan ikan teri, namun bahan baku atau ikan teri yang akan diasinkan dibeli dari pedagang pengumpul. Dalam penyusunan pola pembiayaan ikan teri nasi ini, pola usaha yang dijadikan sampel adalah pola usaha kedua.

Foto 1.2. Ikan Teri Nasi

(5)

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

a. Profil Usaha

Pengusaha yang bergerak di bidang pengasinan ikan teri dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok menurut cakupan kegiatan usaha:

1. Pola usaha 1:

Pengusaha pengasinan ikan teri nasi yang melakukan seluruh aktifitas usaha, mulai dari penangkapan ikan teri nasi, pengolahan dan perdagangan (baik dalam dan luar negeri), di mana umumnya pola usaha ini merupakan usaha skala menengah dan besar.

2. Pola usaha 2:

Pengusaha yang membeli ikan teri nasi basah dari nelayan atau pedagang kecil kemudian mengolah ikan teri nasi basah tersebut menjadi ikan teri nasi asin, memasarkan, baik menjual secara langsung untuk pasar lokal, menjual ke pedagang besar dan mengekspor. Pola usaha seperti ini umumnya adalah usaha skala kecil dan menengah.>

Produksi tangkapan ikan teri tidak dapat diprediksikan layaknya jenis ikan yang dibudidayakan. Hasil tangkapan ikan teri sangat tergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Umumnya, pada waktu musim panas (kemarau), yakni antara bulan April hingga akhir Oktober, jumlah tangkapan ikan teri menurun. Demikian pula pada saat musim hujan yang disertai dengan angin kencang. Umumnya tangkapan ikan meningkat pada bulan Nopember hingga akhir Maret setiap tahun.

Beberapa tahun lalu, di daerah tertentu, seperti Sumatera Utara, penangkapan ikan teri serta pengolahannya banyak dilakukan di jermal-jermal. Namun belakangan ini, penangkapan lebih banyak dilakukan dengan pukat. Pukat tersebut terdiri dari (1) pukat apung; dan (2) pukat langgar. Untuk jenis penangkapan dengan menggunaan pukat langgar, ikan teri basah hasil tangkapan segera direbus di dalam kapal yang sudah dilengkapi dengan peralatan perebusan ikan. Artinya, setengah dari proses pengasinan ikan teri dilakukan di laut bersamaan dengan waktu penangkapan ikan teri. Berbeda dengan jenis penangkapan ikan dengan menggunakan pukat apung. Setelah pukat diletakkan di wilayah tangkapan, kapal penangkap ikan datang menjemput tangkapan dan membawa ikan teri basah ke darat, untuk selanjutnya segera melakukan pengasinan ikan teri di darat.

Di Sumatera Utara, daerah sentra produksi ikan teri adalah Sibolga, Medan, Tanjung Balai, Deli Serdang dan Tanjung Tiram. Di daerah tersebut, terdapat banyak perusahaan penangkapan ikan serta usaha pengggaraman ikan. Sibolga misalnya, lokasinya yang berbatasan langsung dengan perairan

(6)

bebas yaitu Samudera Hindia membuat banyak sekali masyarakat yang bekerja sebagai penangkap ikan, termasuk ikan teri. Tanjung Balai adalah salah satu daerah di Sumatera Utara yang memiliki pelabuhan laut. Dari daerah ini, banyak kapal-kapal hilir mudik, baik kapal-kapal domestik maupun tujuan ke luar negeri, terutama ke Malaysia dan Singapura. Tanjung Balai memiliki sungai yang cukup besar yang langsung berhubungan dengan laut bebas, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor keberuntungan bagi masyarakat yang memilih nelayan sebagai profesinya. Sementara itu, di Kota Medan, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan merupakan pusat produksi ikan, termasuk ikan teri di Medan. Pada tahun 2003, total kunjungan kapal di PPS Belawan sebanyak 8.687 buah, dengan produksi ikan sebanyak 22.889 ton senilai Rp247,3 Milyar, dengan produksi ikan per hari sebanyak 76,161 kg. Dari jumlah tersebut, sebanyak 849,30 ton adalah produksi ikan teri.

b. Pola Pembiayaan

Untuk penyusunan buku ini, dilakukan survey di beberapa daerah, yakni Medan, Cirebon dan Indramayu. Di masing-masing lokasi survey diperoleh informasi bank konvensional (non syariah) yang pernah membiayai usaha pengasinan ikan teri nasi. Di Medan, bank yang menjadi responden adalah Commercial Business Center (CBC) dan Layanan UKM PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank Mandiri) dan PT. Bank Buana Indonesia (selanjutnya disebut Bank Buana). Di Kota Cirebon dan Kabupaten Indramayu, bank responden adalah PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank BNI).

Berdasarkan diskusi dengan bank-bank di atas, dapat disimpulkan bahwa bank yang membiayai usaha pengasinan ikan teri tidak memiliki skema pembiayaan khusus untuk usaha pengasinan ikan teri. Pembiayaan yang disalurkan untuk usaha pengasinan ikan teri digolongkan sebagai pembiayaan umum (pada bank konvensional di sebut kredit umum).

Secara umum, pola pembiayaan usaha pengasinan ikan teri nasi dapat berasal dari pengusaha sendiri maupun dari bank dengan proporsi yang sangat beragam antar pengusaha. Sumber dana lain berasal dari lembaga Pemerintahan seperti Kementrian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang disalurkan melalui bank.

Merujuk pada perkembangan perbankan syariah, maka pada buku ini salah satu produk syariah yang digunakan untuk pembiayaan usaha pengasinan ikan teri nasi adalah murabahah (jual beli).

Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (permodalan), collateral (jaminan) dan condition (kondisi).

(7)

Analisis pembiayaan dengan prinsip 5C menekankan pada aspek karakter calon mudharib. Namun mengingat karakter sulit dinilai, biasanya didasarkan pada aspek jaminan. Disamping itu prospek pemasaran dan sistem pembayaran dalam usaha juga tetap menjadi perhatian penting karena aspek pemasaran diakui merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelayakan usaha tersebut.

(8)

3. Aspek Pemasaran

a. Permintaan

Ikan teri nasi sudah sangat terkenal sejak lama. Permintaan ikan teri nasi di pasar dalam dan luar negeri cukup prospektif. Untuk pasar luar negeri, ikan teri sudah diekspor ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, China dan Jepang. Sementara untuk pasar dalam negeri, ikan teri banyak dipasarkan ke kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Palembang, Nanggroe Aceh Darussalam dan Jambi.

Volume ekspor perikanan Indonesia menurut komoditi utama pada tahun 2001 sebanyak 148,7 juta Kg dengan nilai 543,01 juta US$, jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi sebesar 160,5 juta Kg pada tahun 2004 (meningkat 7,9%) dengan nilai ekspor sebesar 492,1 juta US$. Berdasarkan jenis komoditi utama perikanan laut tersebut, ikan teri merupakan salah satu andalan hasil perikanan laut yang diekspor.

Pada tahun 2001, volume ikan teri yang diekspor sebanyak 1,98 juta Kg dengan nilai sebesar 7,93 juta US$, meningkat menjadi 1,999 juta Kg tahun 2002 dengan nilai sebesar 11,89 juta US$ atau mengalami kenaikan nilai ekspor hampir mencapai 50%. Kondisi ini dapat menjadi salah satu indikasi bahwa ikan teri dapat menjadi komoditi andalan perikanan laut di masa mendatang.

b. Penawaran

Provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu lokasi penelitian usaha pengasinan ikan teri memiliki beberapa kota dan kabupaten yang menjadi sentra produksi ikan teri yaitu Kota Medan, Sibolga, Tanjung Balai, Kisaran dan Kabupaten Deli Serdang. Di Kota Medan, pencatatan nilai produksi ikan teri dilakukan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan.

Berikut ini adalah perkembangan produksi ikan teri yang tercatat di di PPS Belawan. Pada tahun 2001, produksi ikan teri sebanyak 1,813 ton, tahun 2002 sebanyak 567 ton, 849 ton tahun 2003, dan hingga Juli 2004 sebanyak 728 ton. Pertumbuhan produksi ikan teri dari tahun 2001 ke tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 68,6%, namun pertumbuhan tersebut mencapai sekitar 50% pada tahun 2003 serta 14,2% sampai dengan bulan Juli 2004.

(9)

Tabel 3.1.

Produksi Ikan Teri di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (Ton)

Bulan Tahun 2001 2002 2003 2004* Januari 197,00 60,00 48,65 74,45 Februari 193,60 60,00 84,65 93,00 Maret 194,10 72,00 140,80 97,00 April 192,00 12,00 101,10 291,00 Mei 191,70 62,00 93,45 172,80 Juni 161,40 62,00 101,00 Juli 190,93 29,30 55,00 Agustus 170,59 24,60 76,40 September 132,00 36,20 34,05 Oktober 98,00 70,60 21,00 Nopember 92,00 61,00 13,80 Desember - 18,00 79,40 Jumlah 1.813,32 567,70 849,30 728,25 * 2004 sampai dengan bulan Mei

Sumber: Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan, 2004

(10)

Foto 3.1. Beberapa Jenis Ikan Teri yang Diperdagangkan di Pusat Pasar Medan

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004

Sementara itu, produksi tangkapan ikan teri di Indramayu yang tercatat di 14 PPI di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 tercatat sebesar 1.823,9 ton dengan nilai Rp. 11.282 Milyar. Sampai dengan tahun 2002, unit pengolahan teri nasi di Indramayu mencapai 14 unit. Sementara itu, realisasi ekspor teri nasi Di Jawa Timur, wilayah penangkapan ikan teri yang potensial terletak di wilayah Selat Madura. Provinsi Jawa Timur pada tahun 1993 mencapai 1.710.501 ton. Di daerah lain seperti Provinsi Sulawesi Tenggara, produksi ikan teri selama tahun 1995-1996 mengalami kenaikan dari 5.780 ton menjadi 6.133 ton (Badan Statistik Sulawesi Tenggara, 1996).

c. Analisis Persaingan dan Peluang Usaha

Dalam era perdagangan bebas, perdagangan produk perikanan dapat membuka peluang peningkatan usaha bidang perikanan, baik dalam skala kecil, menengah, maupun besar. Namun di sisi lain, persaingan yang dihadapi juga akan semakin berat. Oleh karena itu, dalam upaya memenangkan persaingan perlu adanya peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu, produktivitas, dan efisiensi usaha dengan memperhatikan aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan hidup.

Berdasarkan hasil survey lapangan, keberhasilan usaha dibidang pengasinan ikan teri sangat dipengaruhi oleh pengalaman usaha yang dimiliki pengusaha dalam menjalankan usaha sejenis. Pengasinan ikan teri yang bahan bakunya sangat tergantung pada pemberian alam memerlukan pengetahuan yang baik mengenai perkembangan cuaca dan musim penangkapan ikan.

(11)

Pengetahuan yang baik mengenai musim ini akan membantu pengusaha menentukan kapasitas produksinya dan menyesuaikan dengan perkembangan permintaan pasar. Dari survey lapangan juga terlihat indikasi bahwa pengusaha pengasinan ikan teri yang mendapatkan pinjaman relatif besar dari bank umumnya memiliki usaha yang berkembang dan berjalan lancar, sementara pengusaha yang mendapatkan pinjaman lebih sedikit biasanya usaha yang dikelolanya kurang berkembang pesat. Penyebab hal seperti ini adalah minimnya modal menyebabkan pengusaha tidak mampu membeli bahan baku ikan teri yang tergolong mahal dalam jumlah besar. Selain itu, pengusaha yang memiliki modal dalam jumlah besar umumnya mampu terlebih dahulu membeli hasil tangkapan dengan cara pembayaran di muka hasil tangkapan ikan teri sebelum nelayan-nelayan tersebut berangkat ke laut. Dengan cara seperti ini, hasil tangkapan ikan teri akan diserahkan ke pengusaha yang sudah membayar hasil tangkapan terlebih dahulu.

Peluang pasar ikan teri nasi masih terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus pasar global. Ikan sebagai bagian dari makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan memiliki kesinambungan permintaan. Selain itu selera masyarakat dan kesadaran pentingnya mengkonsumsi ikan juga menjadi faktor penting terhadap permintaan ikan, termasuk ikan teri nasi sebagai salah satu jenis ikan yang tahan lama karena telah diawetkan melalui pengasinan.

Ikan teri dalam negeri tidak hanya dijual di pedagang perantara. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ikan teri juga sudah dipasarkan ke pasar swalayan yang berarti konsumennya adalah golongan masyarakat berpendapatan rendah sampai tinggi (semua golongan). Hal ini juga terkait dengan produksi ikan teri yang kualitasnya terdiri dari beberapa tingkatan, mulai dari kualitas rendah sampai tinggi.

d. Harga

Sistem pemasaran merupakan cara yang dilakukan pengusaha untuk memasarkan outputnya. Harga jual output juga dipengaruhi efektifitas mekanisme dan jalur pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran menyebabkan harga jual yang lebih tinggi.

Perkembangan harga ikan teri asin kering dipengaruhi berbagai hal. Untuk ikan teri yang dipasarkan di dalam negeri, harga dipengaruhi jumlah tangkapan ikan teri dan biaya pemasaran. Sedangkan untuk ikan teri yang diekspor, selain dipengaruhi jumlah tangkapan ikan teri, harga juga dipengaruhi oleh nilai tukar (kurs) dan biaya pengiriman ikan teri ke luar negeri.

Pada bulan Juni 2004, pada tingkat eksportir, harga ikan teri nasi untuk jenis super sebesar US$3,8 per kilogram. Di pasar dalam negeri, harga pada tingkat pengecerr yang di survey di Pusat Pasar Medan yakni Rp 40.000 per

(12)

kilogram untuk ikan teri nasi, Rp 35.000 per kilogram untuk ikan jengki dan Rp 30.000 per kilogram untuk ikan teri pulau.

Tidak jauh berbeda dengan harga ikan teri nasi di Medan, ikan teri di Indramayu pada tingkat pengusaha berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kilogram. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon, harga ikan teri nasi berbeda dengan daerah lainnya. Di daerah ini ikan teri nasi pada tingkat pengusaha dijual seharga Rp 10.000 sampai Rp 14.000 per kilogram, sedangkan untuk ikan teri besar seharga Rp 8.000. Dari hasil diskusi dengan pengusaha di Kabupaten Cirebon, perbedaan harga jual yang begitu besar dengan daerah lainnya kemungkinan besar disebabkan cara pengolahan ikan teri yang berbeda dengan daerah lainnya. Di daerah ini, pengasinan ikan teri dilakukan dengan pengasinan tanpa perebusan, atau yang dikenal dengan nama pengasinan ikan teri mentah.

Harga ikan teri nasi basah yang menjadi bahan baku utama untuk pengasinan ikan teri nasi ini juga bervariasi di masing-masing daerah. Di Medan, harga ikan teri nasi basah per kilogram antara Rp 8.000 - Rp 13.000 di Cirebon harga teri nasi berkisar dari Rp6.000 - Rp8500, sedangkan di Indramayu, harga beli ikan teri nasi basah antara Rp 11.000 - Rp 13.000.

e. Jalur Pemasaran

Dalam setiap usaha jalur distribusi produk memiliki peran penting, dengan demikian tata niaga dan efektifitas sistem pemasaran berperan penting dalam menentukan keberhasilan usaha.

Tidak seperti beberapa produk pangan lain, tata niaga ikan teri di Indonesia tidak diatur oleh pemerintah. Pemasaran dan perdagangan ikan teri selama ini berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan harga output, sementara harga input pengasinan ikan teri dipengaruhi oleh ketersediaan dan hasil tangkapan. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey, pengusaha pengasinan ikan teri memasarkan produknya dengan beberapa cara, yakni:

a. Memasarkan ikan teri secara langsung, baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri, dalam hal ini pengusaha tersebut sekaligus menjadi eksportir. (Pola I)

b. Memasarkan ikan teri secara langsung ke pedagang besar kemudian pedagang besar ini yang memasarkan ikan teri tersebut ke tingkat pedagang kecil hingga sampai pada konsumen akhir. Dalam sistem pemasaran seperti ini, pengusaha juga mengekspor produknya ke luar negeri meskipun tidak secara langsung mengekspor, namun melalui eksportir yang ada di dalam negeri. (Pola II)

(13)

Bagan di bawah ini menunjukkan beberapa jalur pemasaran ikan teri nasi dari pengusaha hingga ke konsumen akhir melalui beberapa lembaga pemasaran seperti produsen, eksportir, grosir, pedagang kecil dan pengecer.

Bagan 3.1. Jalur Pemasaran Ikan Teri (Pola I)

Bagan 3.2. Jalur Pemasaran Ikan Teri (Pola II)

f. Kendala Pemasaran

Kendala pemasaran ikan teri yang signifikan pada dasarnya tidak ada. Untuk pemasaran dalam negeri, umumnya pengemasan dan aspek keamanan pengiriman ikan teri masih menjadi kendala. Sedangkan untuk pemasaran ke luar negeri bagi pengusaha yang langsung menjual ikan teri asin ke luar negeri adalah tingkat teknologi lemari pendingin dan kontainer yang sesuai dengan jenis ikan teri. Selain itu, mutu dan persyaratan peralatan pengolahan pengasinan ikan teri yang masih rendah menjadi masalah bagi sebagian pengusaha.

(14)

4. Aspek Produksi

a. Lokasi Usaha

Pada dasarnya tidak terdapat persyaratan khusus dalam menentukan letak lokasi usaha pengasinan ikan teri. Lokasi pengasinan ikan teri yang baik tentunya adalah lokasi usaha yang dekat dengan sumber bahan baku utama, yakni ikan teri basah, dan memiliki akses yang luas terhadap sumber air dan garam sebagai bahan pembantu.

Berdasarkan hal di atas maka lokasi pengasinan ikan teri sebaiknya tidak jauh dari pantai, karena ikan teri yang termasuk jenis ikan kecil akan cepat membusuk jika tidak segera diolah setelah ditangkap. Kemudian, pengasinan ikan teri yang membutuhkan banyak garam dalam pengolahannya juga tepat diolah disekitar pantai yang umumnya juga memiliki banyak usaha pengolahan garam.

b. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam pengolahan ikan teri harus dipastikan tidak mengandung karat, tidak merupakan sumber zat renik, tidak sedang mengalami kerusakan dan mudah dibersihkan.

Peralatan utama yang umum digunakan untuk pengasinan ikan teri dikelompokkan menurut tahap kegiatannya, yakni:

Tahap Alat Fungsi

Persiapan Pompa air/sumur Sebagai sumber air untuk pencucian dan perebusan ikan teri Timbangan Dipakai untuk menimbang ikan

dan garam

Tong Dipakai sebagai wadah ikan teri setelah selesai ditimbang

Ember Dipakai sebagai wadah pencucian ikan teri sebelum diolah

Keranjang plastik Dipakai sebagai wadah merebus ikan dan meniriskan ikan setelah direbus

Penggaraman Bak plastik Dipakai untuk tempat penggaraman

Bak air Dipakai untuk tempat

penggaraman ikan teri dalam jumlah besar

Perebusan Kompor Sebagai sumber api untuk

(15)

Tungku Dipakai untuk merebus air dan garam

Pengaduk Terbuat dari bahan kayu atau plastik atau bahan lain yang tidak mencemari ikan teri. Pengaduk dipakai untuk mengaduk ikan dan garam serta air dengan garam Keranjang plastik Tempat ikan teri yang akan

direbus, keranjang ini digunakan agar ikan teri tidak berserak waktu masuk ke tungku perebusan

Seser Alat yang digunakan untuk

mengambil kotoran-kotoran yang terdapat dalam air rebusan

Pengeringan/ Penjemuran

Ayak Alat ini digunakan untuk

meratakan sebaran ikan teri sebelum dikeringkan

Blower/kipas angin Dipakai untuk mendinginkan ikan teri yang baru diangkat dari perebusan, sebelum dimasukkan ke cold storage (banyak digunakan bila ikan teri ditujukan untuk diekspor)

Pepean* Digunakan untuk tempat pengeringan/penjemuran

Widig/kledet Alat ini dipakai untuk menjemur ikan teri di bawah sinar matahari setelah diolah

Penyimpanan dan

Pengemasan

Plastik Sebagai tempat penyimpanan ikan teri yang sudah dijemur untuk kelompok kemasan kecil

Kardus Sebagai tempat penyimpanan ikan teri yang sudah diolah untuk kelompok kemasan besar Sealer Dipakai untuk menutup plastik Basket Dipakai sebagai wadah ikan teri

yang sudah diolah dan disimpan ke cold storage sebelum dikirim ke eksportir

(16)

Cold storage Sebagai lemari penyimpanan/ pendingin ikan teri yang sudah diolah sebelum dikirim dan siap dipasarkan

Sumber: Data primer, diolah

c. Bahan Baku

1. Bahan Utama

Bahan baku yang digunakan untuk ikan teri nasi asin adalah ikan teri nasi yang masih mentah dan basah. Umumnya semua jenis ikan teri nasi dapat digunakan sebagai bahan baku.

2. Bahan Pembantu dan Tambahan a) Air

Air digunakan untuk mencuci ikan teri sebelum diolah. Air yang dipakai untuk kegiatan pengolahan ikan teri hendaknya memenuhi persyaratan air minum. Untuk jenis ikan teri asin mentah, air digunakan untuk perendaman ikan teri dengan air garam dan membilas ikan teri setelah diangkat dari rendaman. Untuk pengolahan ikan teri asin rebus, air digunakan sebagai bahan perebusan. Air untuk penanganan atau pengolahan ikan teri harus saniter, berasal dari sumber air yang diijinkan dengan angka coliform (Angka Paling Memungkinkan - APM) maksimum 2 untuk 100 ml air. Air tersebut bertekanan minimal 145,26 gr/cm (20 pound per square inchi).

Air untuk pencucian ikan teri harus disalurkan terpisah dan tidak berhubungan silang dengan sistem saluran air kotor. Air untuk tujuan pencucian dan pengolahan, sebelum dipakai harus disaring atau dengan perlakuan lain sehingga air menjadi bersih (Dewan Standarisasi Nasional, 1994).

b) Garam

Dalam pengolahan ikan teri, garam digunakan untuk menurunkan kadar air dalam ikan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan yang akan diasinkan. Bila digunakan garam (NaCl) murni, ikan akan berwarna putih kekuningan dan lunak. Garam yang digunakan harus bermutu baik yang ditandai dengan warna garam putih dan bersih, garam ini sebaiknya terhindar dari zat-zat lain yang tercampur, kotoran-kotoran dan benda asing lainnya.

(17)

Disamping kemurnian garam, ukuran kristal (butiran) garam juga mempengaruhi mutu penggaraman, terutama bila menerapkan metoda penggaraman basah. Kristal garam hendaknya berukuran sedang, tidak terlalu halus dan tidak terlalu besar. Bila kristal garam terlalu besar, pembentukan brine (air asin) terlalu lambat, sehingga memperlambat peresapan garam ke daging ikan. Akibatnya, ikan sudah membusuk sebelum terendam larutan garam. Bila kristal garam terlalu halus, pembentukan larutan garam terlalu cepat dan cepat pula mengalir habis ke bawah. Hal ini mengakibatkan lapisan ikan bagian atas belum terendam larutan garam dan akan membusuk.

Sebaiknya kristal garam yang digunakan bergaris tengah kira-kira 1-5 mm. Untuk ikan-ikan kecil seperti ikan teri nasi, kristal garam yang digunakan harus lebih halus, supaya ikan tidak rusak dan garam lebih mudah meresap. Disamping sebagai bahan pengawet, garam juga berfungsi sebagai pemberi rasa enak. (Moeljanto,1982)

c) Es

Tubuh ikan mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral sehingga kondisi seperti ini menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Selain itu, karena daging ikan mengandung tenunan pengikat yang sangat sedikit, maka daging ikan menjadi sangat lunak sehingga mikroorganisme cepat berkembang biak. (Santoso, 1998). Ikan teri setelah ditangkap pada umumnya tidak langsung diolah, karena lokasi penangkapan ikan dilaut yang jauh dari pengolahan yang umumnya ada di darat, sehingga terdapat tenggang waktu antara pasca penangkapan dengan pengolahan. Untuk mencegah kerusakan dan pembusukan ikan teri sebelum ke pengolahannya, maka digunakan es sebagai bahan pembantu pencegahan pembusukan.

Es harus dibuat dari air bersih yang memenuhi syarat air minum dan dalam penggunaannya es harus disimpan di tempat yang bersih dan terhindar dari kontaminasi dari luar.

d. Tenaga Kerja dan Upah

Tenaga kerja yang terlibat dalam pengasinan ikan teri tidak perlu memiliki ketrampilan khusus. Tenaga kerja laki-laki maupun perempuan umumnya mampu mengerjakan tahap-tahap pengasinan ikan teri.

Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey lapangan di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon dan di Desa Dadap Baru, Kecamatan Juntinyuwat, Kabupaten Indramayu, diperoleh keterangan bahwa jumlah tenaga kerja tetap biasanya lebih sedikit dari tenaga tidak tetap karena faktor tangkapan ikan teri yang tergantung pada musim. Pada saat tangkapan ikan teri meningkat, para pengusaha akan menambah tenaga

(18)

kerjanya, umumnya tenaga kerja tambahan ini banyak dipekerjakan pada saat perebusan dan penjemuran. Tenaga kerja tetap maupun tidak tetap yang bekerja di pengasinan ikan teri umumnya adalah masyarakat sekitar lokasi pengasinan.

Upah tenaga kerja pada usaha pengasinan ikan teri ini bervariasi di masing-masing daerah. Upah ditentukan berdasarkan pengalaman dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Di Medan, tenaga kerja tetap yang sudah berpengalaman mendapat upah antara Rp 20.000,- hingga Rp 40.000,- per hari, sedangkan tenaga kerja tidak tetap dibayar antara Rp 6.000,- hingga Rp 7.000,- per hari. Di Indramayu, tenaga kerja tetap mendapat upah sebesar Rp 20.000,- per hari, tenaga kerja tidak tetap laki-laki yang tergolong remaja mendapat upah sebesar sebesar Rp 10.000,- per hari dan tenaga tidak tetap wanita mendapat upah sebesar Rp 12.000,- per hari. Sistem pengupahan yang diterapkan salah satu responden di Kecamatan Gebang dan yang umumnya berlaku di wilayah sekitar memiliki perbedaan dengan pengupahan di lokasi survey lain. Di wilayah ini, sistem pengupahan dikenal dengan istilah tonase, di mana besarnya upah untuk sekelompok pekerja ditentukan berdasarkan jumlah ikan teri yang akan diasinkan. Misalkan sekelompok tenaga kerja tetap sebanyak 4 orang yang mengasinkan ikan teri sebanyak 1 ton ikan teri maka upah keempat tenaga kerja adalah Rp 100.000, apabila terdapat tenaga kerja tambahan, maka tenaga kerja tambahan ini akan mendapat upah sebesar 25% dari Rp 100.000 untuk setiap 1 ton ikan teri basah yang akan diasinkan. Sistem pengupahan seperti ini membuat pendapatan pekerja berfluktuasi menurut tinggi rendahnya hasil tangkapan ikan teri, dan dari sisi pengusaha, kerugian untuk membayar upah pekerja pada saat hasil tangkapan ikan teri menurun dapat diminimalisir.

e. Teknologi

Usaha pengasinan ikan teri nasi ini menggunakan teknologi sederhana karena dalam proses pengasinannya belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan berat, canggih dan komputer. Pengasinan ikan teri nasi ini menggunakan peralatan yang dapat diperoleh dengan mudah dan tersedia di dalam negeri.

Salah satu peralatan yang digunakan adalah lemari pendingin (cold storage) yang berfungsi mencegah kerusakan ikan. Demikian pula pada waktu pengiriman ikan teri nasi ke negara tujuan ekspor, ikan teri tersebut harus dikirim dengan kontainer yang dilengkapi lemari pendingin.

f. Proses dan Metode Produksi

Metode pengasinan ikan teri yang umum dilakukan dibagi menjadi dua. Pertama, pengasinan ikan teri dengan cara perebusan (outputnya disebut

(19)

penggaraman (outputnya disebut ikan teri asin mentah). Dari hasil survey lapangan diketahui bahwa sebagian besar pengasinan ikan teri dilakukan dengan perebusan. Pengasinan ikan teri dengan kedua cara di atas umumnya masih menggunakan teknologi sederhana dan tradisional.

Bagan 4.1. Metode Pengasinan Ikan Teri

A. Tahap-tahap kegiatan pengasinan ikan teri nasi adalah: 1). Persiapan (metoda penggaraman dan perebusan)

a. Penimbangan

Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan gantung. Ikan yang akan ditimbang ditempatkan dalam keranjang plastik. Setelah dilakukan penimbangan, ikan teri nasi ditempatkan dalam bak penampungan yang diberi es untuk dibawa ke pencucian.

Foto 4.1. Penimbangan Ikan Teri Nasi

(20)

b. Pencucian dan Pemilihan

Sebelum ikan teri nasi diolah, terlebih dahulu dipilih ikan teri yang masih dalam kondisi bagus. Ikan teri nasi yang sudah membusuk sebaiknya tidak diasinkan. Setelah pemilihan selesai, kemudian ikan teri dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tercampur dengan ikan, menghilangkan darah dan lendir. Isi perut dan insang ikan teri yang dicuci ini tidak perlu dibuang. Setelah pencucian pertama dilakukan, kemudian dilakukan pencucian ulang atau pembilasan dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan air laut atau menurunkan kadar garam dalam ikan. Sebelum dilakukan perebusan, ikan teri nasi terlebih dahulu direndam dalam air es kurang lebih 10 menit.

Foto 4.2. Ikan Teri Nasi Sebelum diolah Dicuci dan Direndam Es

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 2). Kegiatan inti

a. Metoda Perebusan

Setelah pencucian, proses selanjutnya adalah perebusan. Perebusan dilakukan agar ikan menjadi matang. Pada proses perebusan digunakan garam dengan kadar 5% sampai 6%. Bak perebusan diletakkan pada tungku yang terbuat dari tembok semen. Api yang digunakan bersumber dari kompor bertekanan dengan bahan bakar minyak tanah. Minyak tanah dari drum akan dipompa oleh dinamo ke kompor. Sebelum perebusan, air terlebih dahulu dididihkan setelah ditambahkan garam. Setelah air mendidih, ikan teri yang sudah dimasukkan ke dalam keranjang plastik kemudian dimasukkan ke dalam rebusan air dan suhu perebusan sekitar 100oC sampai 103oC dan dibiarkan kurang lebih 5-7 menit. Selama dalam air rebusan, dilakukan pengadukan untuk meratakan panas dan menghilangkan busa pada keranjang perebusan. Kemudian, ikan teri yang sudah

(21)

matang yang ditandai dengan warnanya yang putih dan mengambang dipermukaan air diangkat dan ditiriskan. Dengan menggunakan alat bantu ikan teri tersebut diratakan dan diletakkan di atas pepean.

Foto 4.3. Tungku Perebusan Ikan Teri

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 Foto 4.4. Proses Perebusan Ikan Teri

(22)

b. Metoda Penggaraman

Penggaraman hanya dilakukan pada pengasinan ikan teri mentah. Penggaraman cara ini dikenal dengan penggaraman kering, dilakukan dengan melumuri ikan dengan garam.

Prosedur yang dilakukan pada metoda ini adalah sebagai berikut. Setelah ikan teri basah dicuci, kemudian diletakkan pada wadah yang sesuai dengan jumlah ikan, ikan teri ini kemudian ditaburi garam. Bagian atas ikan teri ini diberi garam lebih banyak. Karena garam bersifat menarik air dan dengan terdapatnya lapisan air di permukaan ikan, maka akan terbentuk larutan garam yang dapat merendam seluruh tumpukan ikan. Jumlah garam biasanya berkisar antara 20% -30%. Informasi yang diperoleh dari pengasin ikan teri mentah di Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa 1 kwintal ikan teri basah biasanya membutuhkan sekitar 30 kilogram garam. Ukuran ikan teri menentukan jangka waktu penggaraman, namun kisaran jangka waktu penggaraman tersebut adalah sekitar 5 - 15 jam. Selain dengan cara melumuri ikan teri dengan garam, penggaraman ikan teri juga dapat dilakukan dengan cara merendam ikan teri dalam air garam.

Foto 4.5. Bak Perendaman Ikan Teri Dengan Garam

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004

c. Penirisan (Metoda Perebusan dan Penggaraman)

Setelah ikan teri nasi direbus atau digarami, langkah berikutnya adalah pengipasan dengan menggunakan kipas angin. Ikan teri nasi dalam keranjang plastik diletakkan di pepean dan didinginkan dengan

(23)

pengipasan ini adalah untuk mengurangi kadar air teri nasi setelah direbus sehingga mempercepat proses pengeringan. Pengipasan juga dapat menurunkan panas pada ikan teri nasi setelah dari perebusan.

Foto 4.6. Ikan Teri Nasi Diletakkan Merata di atas Pepean

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004 d. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air dalam daging ikan sampai batas tertentu, agar menghambat perkembangan mikroorganisme dan juga perubahan-perubahan yang merugikan dalam daging ikan akibat enzim-enzim. Setelah melalui pengeringan, ikan dapat disimpan lebih lama.

Pengeringan/penjemuran ikan teri asin yang dijual di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri memiliki perbedaan. Ikan teri asin yang

(24)

direncanakan dijual di dalam negeri harus dikeringkan sampai benar-benar kering dan harus dijemur di sinar matahari. Setelah ikan teri direbus, diletakkan di atas pepean, dan dijemur di bawah sinar matahari. Selama penjemuran, ikan senantiasa dibalik-balik secara berkala agar pengeringan merata pada seluruh permukaan ikan. Durasi penjemuran ikan teri ini tergantung dari kondisi cuaca. Jika sinar matahari tinggi, ikan teri selesai dijemur dalam waktu kurang dari setengah hari. Namun jika panas matahari tidak begitu tinggi, ikan teri, terutama ikan teri jenis besar perlu dijemur sampai 2 hari. Ikan teri yang rencananya dipasarkan ke luar negeri, tidak perlu dikeringkan melalui penjemuran menggunakan sinar matahari. Pengeringan ikan teri untuk seperti ini biasanya hanya dengan penirisan. Setelah ikan teri nasi selesai direbus dan diangin-anginkan, ikan teri nasi ini disimpan ke dalam cold storage.

Foto 4.7. Penjemuran Ikan Teri Nasi

(25)

Foto 4.8. Ikan Teri Nasi Dijemur

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004

e. Sortasi (Metoda Perebusan dan Penggaraman)

Sortasi dilakukan untuk memisahkan ikan teri nasi berdasarkan mutu dan ukurannya. Sortasi ini juga bertujuan membersihkan ikan teri nasi dari ikan lain yang masuk ke pengolahan ikan teri nasi serta kotoran yang ikut tertangkap. Sortasi biasanya dibagi 2, yakni sortasi jenis dan sortasi ukuran. Sebelum memasuki sortasi ini, ikan teri nasi terlebih dahulu diayak. Pengayakan dilakukan untuk memisahkan ikan teri yang rusak selama perebusan dan penjemuran, tetapi sulit untuk dikeluarkan pada tahap penyortiran karena biasanya pecahan-pecahan ikan teri ini berada pada bagian bawah tumpukan ikan.

(26)

Foto 4.9. Setelah Dijemur, Ikan Teri Nasi Diayak

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004

 Sortasi Jenis

Sortasi jenis bertujuan memisahkan ikan teri nasi dari campuran ikan jenis lain yang tergabung dengan teri nasi, seperti ikan buntal, ikan layur, dll. Sortasi dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja wanita.

 Sortasi Ukuran

Teri nasi yang telah disortir kemudian dibawa keruangan ber-AC untuk melalui sortasi tahap berikutnya dengan menggunakan kipas angin. Sortasi ukuran bertujuan untuk memisahkan ikan teri nasi menjadi beberapa kelompok dengan ukuran yang berbeda. Caranya dengan menjatuhkan ikan teri nasi di depan kipas angin, sehingga teri nasi tertiup jatuh ke bawah dengan jarak dari kipas angin sekitar 0,5 meter. Ikan yang berukuran besar akan jatuh di dekat kipas angin, ikan yang berukuran sedang dan kecil akan jatuh agak jauh dari kipas angin.

3). Pengemasan (Metoda Perebusan dan Penggaraman)

(27)

oleh mikroba, fisik, kimia dan perubahan suhu; Syarief dkk, 1988 dalam (Priyastanto, Tjahjono dan Riniwati, 1998, hal. 69).

Pengemasan dilakukan dengan memasukkan ikan teri ke dalam kantong plastik. Tiap kantong misalnya diisi dengan ikan teri sebanyak 1 kg, kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan alat penutup plastik yang dinamakan sealer. Udara di dalam kantong diupayakan seminimum mungkin untuk menghindari terjadinya pencemaran udara.

Bahan kemasan teri harus kuat, mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap, air, gas dan bau, tidak mudah ditembus lemak dan minyak dan tidak menulari produk. Karton (kardus) yang digunakan untuk ikan teri yang siap dipasarkan harus kuat, kedap air, dan tahan kotor. Karton sebaiknya dilapisi lilin, plastik, kombinasi lilin dengan plastik atau vernish, baik pada salah satu atau kedua permukaannya. Karton harus mempunyai bentuk dan ukuran yang cukup untuk produk yang dibungkusnya. Master karton untuk pengemasan dalam perdagangan besar harus ringan dan kuat dan memberikan perlindungan. Contoh yang baik misalnya; paperboard dan corrugated paperboard. Master karton harus diikat dengan pita plastik atau tali untuk memberikan kekuatan tambahan, (Dewan Standarisasi Nasional, 1994).

Untuk ikan teri yang dikemas dalam bungkusan plastik, pengemasan harus dilakukan dengan kuat agar tidak terdapat kerusakan pada plastik, kemudian kemasan plastik ini ditutup dengan sealer.

Foto 4.10. Ikan Teri Nasi Dikemas

(28)

4). Penyimpanan

Ikan teri yang ditujukan untuk ekspor membutuhkan media penyimpanan yang dapat mencegah kerusakan dini ikan tersebut. Setelah melalui seluruh proses pengolahan, ikan teri yang akan diekspor dimasukkan ke dalam karton, kemudian ditutup dengan baik dan dimasukkan ke cold storage. Penyimpanan dalam cold storage menggunakan suhu -18oC sampai -20oC dan suhu maksimal -25oC. Tumpukan karton ikan teri di lemari pendingin harus tersusun rapi agar sirkulasi udara dingin dapat merata ke seluruh karton yang berisi ikan teri.

Foto 4.11. Ikan Teri Nasi Disimpan di Cold Storage

Sumber: Rosdiana Sijabat, PSEKP - UGM, 2004

(29)

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Menurut Djuhanda (1981), spesies ikan teri sangat banyak di antaranya adalah Stolephorus celebicus, Stolephorus baganensis, Stolephorus insularis, Stolephorus zollingeri dan spesies lainnya.

Jumlah produksi ikan teri tergantung pada ketersediaan bahan baku utama, yaitu ikan teri basah. Ikan teri yang umum dikenal di Indonesia adalah ikan teri nasi dan ikan teri besar, seperti teri pulau dan teri jengki. Setiap 1 kg ikan teri nasi basah yang diasinkan akan menghasilkan 0,5 kg teri nasi asin. Mutu produksi ikan teri di Indonesia umumnya sudah baik, khususnya ikan teri yang diekspor. Ikan teri ekspor tersebut umumnya harus mendapatkan pengujian mutu dan standar kelayakan ekspor dari instansi yang berwenang. Agar memiliki sertifikat kelayakan ekspor, maka proses pengolahan ikan teri harus sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.

h. Produksi Optimum

Kendala yang mungkin timbul dalam usaha pengasinan ikan teri adalah ketergantungan ketersediaan bahan baku terhadap pemberian alam. Hasil tangkapan ikan teri sangat dipengaruhi oleh musim. Pada bulan-bulan tertentu seperti bulan April hingga Oktober tangkapan ikan teri nasi menurun. Pada saat pasang mati di laut dan musim penghujan tangkapan ikan teri juga menurun, bahkan sangat sedikit. Kondisi seperti ini menyebabkan kontinuitas produksi tidak bisa berlangsung dengan baik sepanjang tahun.

Selain itu, perkembangan hasil tangkapan dewasa ini menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan ikan teri nasi. Penurunan ini disebabkan beberapa faktor, antara lain semakin maraknya penggunaan bom peledak untuk menangkap ikan, adanya tumpang tindih tangkapan ikan teri nasi dengan stok ikan lain, dan maraknya penangkapan ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia.

Dari sisi produsen, produksi ikan teri nasi pada usaha skala kecil yang masih banyak dilakukan di Indonesia sebagian besar masih bersifat tradisional dengan mutu produk yang masih rendah.

Melihat kendala-kendala yang umumnya ditemui pada usaha pengasinan ikan teri nasi ini, maka sebaiknya pengusaha perlu memperbaiki pola produksi baik dengan mempergunakan alat produksi atau teknologi yang lebih maju maupun dengan mengikuti pelatihan-pelatihan terkait. Sedangkan dari sisi pemerintah, instansi terkait di setiap daerah, terutama Dinas Perikanan perlu memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas produksi pengasinan ikan teri nasi.

(30)

5. Aspek Keuangan

a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah

Analisa aspek keuangan membantu pihak muhal atau shahibul maal (Lembaga Keuangan Syariah/LKS) memperoleh gambaran tentang prospek usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan juga dapat membantu pihak muhil atau mudharib (pengusaha) dalam mengelola dana pembiayaan untuk usaha bersangkutan.

Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga, pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel.

Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (Lampiran 1). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk.

Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya.

Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak shahibul maal maupun mudharib untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak shahibul maal, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda.

b. Pemilihan Pola Usaha

1. Karakteristik Usaha Pengasinan Ikan Teri Nasi

(31)

kondisi cuaca, pada saat pasang mati di laut dan musim penghujan jumlah tangkapan menurun sehingga jumlah olahannya pun rendah.

Sedangkan untuk pasar ikan teri nasi, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri masih terbuka lebar. Umumnya pengusaha sudah mempunyai saluran pemasaran yang pasti. Dengan demikian, berdasarkan pasarnya, usaha pengasinan teri nasi memiliki tingkat resiko pasar yang relatif kecil. Oleh sebab itu, usaha teri nasi mempunyai prospek untuk dikembangkan. 2. Pola Pembiayaan

Dalam analisis keuangan dipilih pola pengasinan ikan teri nasi yang menggunakan teknologi sederhana di mana hanya terdapat 1 (satu) unit peralatan moderen berupa lemari pendingin. Kapasitas produksi yang dipilih merupakan kapasitas produksi rata-rata yang disesuaikan dengan musim tangkapan ikan teri basah. Jangka waktu analisis keuangan didasarkan pada umur proyek yakni 5 tahun.

Pada contoh perhitungan, yang disajikan adalah untuk usaha yang sudah berjalan (running) yaitu kebutuhan modal kerja, sebab pada umumnya pengusaha sudah mempunyai investasi pengolahan. Kebutuhan modal kerja sangat besar, hal ini berkaitan dengan ketersedian bahan baku teri yang terbatas yaitu hanya ada pada musim-musim tertentu. Agar pengusaha dapat memenuhi pesanan, maka pada waktu musimnya mereka membeli teri basah dalam jumlah besar. Bahkan tidak jarang, untuk memperoleh kepastian pemasokan bahan baku ini, pengusaha lebih dulu meminjamkan modal pada nelayan.

Sedangkan merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli). Pertimbangannya adalah karena produk ini sudah banyak diterapkan dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun sudah mengenal serta mengakses pola pembiayaan tersebut.

Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi dan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu. Pada contoh, yang akan disampaikan adalah pembiayaan untuk membeli komponen tertentu yaitu pengadaan bahan baku berupa ikan teri basah. 3. Produk Murabahah

Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh

(32)

nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat). Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain:

1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan.

2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad.

3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan.

4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan.

7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan:

o Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah,

o Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

(33)

c. Asumsi dan Jadwal Kegiatan

Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur ekonomis mesin/peralatan utama yang digunakan dalam usaha pengasinan ikan teri nasi. Penghitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk periode usaha selama 5 tahun, dengan memperhitungkan nilai sisa dari seluruh mesin dan peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 5 tahun.

Dalam usaha ini, seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha, baik berupa tanah; bangunan dan areal penjemuran diasumsikan menyewa milik orang lain. Mesin dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah seluruh mesin dan peralatan, baik yang dibeli maupun peralatan yang dibuat sendiri oleh pengusaha yang dapat dinilai dengan sejumlah uang. Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha pengasinan ikan teri nasi ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1.

Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan

Asumsi Satuan Jumlah/Nilai Keterangan

Periode proyek tahun 5 Umur ekonomis

proyek

Luas tanah: m2 3.000 Sewa

Luas bangunan m2 1,000

Luas tanah penjemuran m2 2.000

Sewa lahan dan bangunan Rp/bln 12.500.000

Mesin dan peralatan:

Cold storage unit 1

Pompa air unit 6

Blower unit 5

Dapur/tungku unit 3

Tong unit 7

Pepean unit 120

Tempat penjemuran unit 1.200

Keranjang plastik unit 40

Centong unit 10

Seser unit 3

(34)

Basket unit 30

Timbangan unit 3

Produksi dan harga:

Produksi per tahun teri nasi kg 150.500 Produksi per hari teri nasi kg 500 Harga jual ikan teri nasi Rp/kg 30.000

Penyerapan tenaga kerja:

Tenaga kerja tetap orang 4

Tenaga kerja borongan orang 15

Tenaga manajemen orang 1

Upah tenaga kerja tetap per

hari Rp/orang/Hari 20,000

Upah tenaga kerja tidak

tetap per hari Rp/orang/Hari 10.000 Upah tenaga manajemen

per hari* Rp/orang/Hari 40.000

upah tenaga manajemen = 2 kali upah tenaga

tetap

Penggunaan bahan baku:

Harga ikan teri nasi basah Rp/kg 12.500 Penggunaan teri nasi basah

1 tahun Kg 301.000

Penggunaan teri nasi basah

1 hari Kg 1.000

Garam Rp/kg 250

Minyak Tanah Rp/liter 900

Biaya kirim ikan teri Rp/kg 275

Biaya Listrik Rp/bln 450.000

Biaya Telepon Rp/bln 350,000

Jumlah hari kerja dalam 1

thn hari 301

Biaya pemeliharaan mesin &

alat utama** Rp/bln 173.250

0,5% dari harga pembelian mesin &

alat Tingkat Margin Pembiayaan 10% p.a flat per tahun

* upah tenaga manajemen = 2 kali upah tenaga tetap ** 0,5% dari harga pembelian

Sumber : Lampiran 2

Luas tanah dan bangunan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini adalah 3000 m2 terdiri dari 2000 m2 penjemuran dan 1000 m2 bangunan. Produksi dilakukan setiap hari (selain libur nasional dan Minggu), sehingga jumlah hari kerja dalam setahun adalah 301 hari.

(35)

Kapasitas produksi yang digunakan adalah 1 ton input ikan teri basah/hari yang menghasilkan 500 kg ikan teri nasi asin. Harga ikan teri nasi basah sebesar Rp.12.500/Kg, sedangkan harga jual teri nasi asin adalah Rp.30.000/Kg.

d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional

1. Biaya Investasi

Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh terhadap besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha pengasinan ikan teri nasi ini dialokasikan untuk memulai usaha atau biaya-biaya yang diperlukan pada tahun 0 (nol) proyek yang meliputi biaya perijinan, sewa tanah dan bangunan, serta pembelian mesin utama dan peralatan. Jumlah biaya investasi pada tahun 0 proyek adalah Rp.202.543.000 di mana seluruh biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini diasumsikan adalah dana milik pengusaha, bukan pembiayaan dari bank. Berdasarkan penghitungan besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini, maka disimpulkan bahwa usaha ini merupakan usaha kecil yang dinilai dari besarnya aset investasi usaha yang nilainya di bawah Rp.200.000.000 tidak termasuk nilai aset tanah dan bangunan. Komponen biaya investasi pengasinan ikan teri nasi disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2.

Biaya Investasi Pengasinan Ikan Teri Nasi

No Jenis Biaya Jumlah Harga/

satuan Nilai (Rp) 1 Perijinan (HO & IMB) 1 8.500.000 8.500.000 2 Sewa tanah dan gedung 12 12.500.000 150.000.000

3 Mesin dan peralatan utama:

Cold storage 1 30.000.000 30.000.000 Pompa air 6 250.000 1.500.000 Blower 5 150.000 750.000 Dapur/tungku 3 800.000 2.400.000 Tong 7 200.000 1.400.000 Pepean 60 50.000 3.000.000 Kledet 600 4.500 2.700.000 Keranjang plastik 40 5.000 200.000 Centong 10 1.500 15.000 Seser 3 1.000 3.000 Kompor 10 65.000 650.000 Sealer 1 75.000 75.000 Basket 30 15.000 450.000

(36)

Timbangan 2 450.000 900.000

Jumlah Biaya Investasi

(Rp) 202.543.000

Sumber : Lampiran 4

2. Biaya Operasional

Biaya operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya sewa tanah dan bangunan, pembelian bahan baku utama dan pembantu, peralatan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan utama, dan upah tenaga kerja. Dalam satu tahun diperlukan biaya operasional sebesar Rp. 3.985.466.500 (Tabel 5.3). Dari seluruh komponen biaya operasional, biaya terbesar adalah untuk pembelian bahan baku ikan teri nasi basah, yakni sebesar Rp.3.762.500.000 selama 1 tahun produksi, dengan harga 1 Kg teri basah sebesar Rp.12.500/kg. Untuk menghasilkan 500 kg ikan teri nasi diperlukan 1 ton ikan teri nasi basah dan asumsi hari kerja sebanyak 301 hari selama setahun.

Sementara itu, modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp. 397.222.575 di mana modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung berdasarkan siklus produksi pengasinan ikan teri, yakni 30 hari.

Tabel 5.3.

Biaya Operasional Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp/Tahun)

No Jenis Biaya Nilai (Rp)

1 Bahan Baku Utama

Ikan Teri Basah (Kg) 3.762.500.000

2 Bahan Pembantu Garam 28.300.000 Minyak Tanah 50.940.000 3 Peralatan Kardus 9.390.000 Biaya Transportasi 41.387.500 Biaya listrik 5.400.000 Biaya Telepon 4.200.000

4 Biaya Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Utama 2.079.000

5 Tenaga Kerja

Tenaga Kerja Tetap 24.080.000

Tenaga Kerja Tidak Tetap 45.150.000

Tenaga Manajemen 12.040.000

(37)

e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja

Kebutuhan dana untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini terdiri dari kebutuhan investasi dan modal kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS (bank) dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk investasi awal sebesar Rp. 202.543.000. Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1 kali siklus produksi sebesar Rp. 397.222.575.

Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha (self financing).

Kebutuhan biaya operasional, untuk pembelian bahan baku berupa teri nasi basah berasal dari pembiayaan LKS (bank syariah), sedangkan komponen-komponen biaya operasional yang lainnya diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan.

Selanjutnya, keperluan dana usaha pengasinan ikan teri nasi ditampilkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4.

Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Ikan Teri Nasi (1 Tahun)

No Rincian Biaya Proyek Total Biaya

(Rp) 1 Dana investasi yang bersumber dari

a. Pembiayaan 0

b. Dana sendiri 202.543.000

Jumlah dana investasi 202.543.000

2 Dana modal kerja yang bersumber dari

a. Pembiayaan 281.250.000

b. Dana sendiri 115.972.575

Jumlah dana modal kerja* 397.222.575 3 Total dana proyek yang bersumber dari

a. Pembiayaan 281.250.000

b. Dana sendiri 318.515.575

Jumlah dana proyek 599.765.575

* untuk 1 siklus produksi ( 30 hari) Sumber : Lampiran 10

Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara tetap dengan cara jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan sesuai dengan siklus produksinya.

(38)

f. Produksi dan Pendapatan

Output usaha pengasinan ikan teri nasi adalah ikan teri nasi asin. Ikan teri nasi yang diproduksi setiap tahun dengan asumsi sebanyak 301 hari kerja adalah 150.500 Kg dengan harga jual Rp 30.000/kg sehingga menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp 4.515.000.000 per tahun seperti disajikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5.

Produksi dan Pendapatan Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp/Tahun)

Tahun Hasil Produksi

Kg Rupiah 1 150.500 4.515.000.000 2 150.500 4.515.000.000 3 150.500 4.515.000.000 4 150.500 4.515.000.000 5 150.500 4.515.000.000 Jumlah 752.500 22.575.000.000 Sumber : Lampiran 6

g. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point

Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi ini mampu menghasilkan keuntungan rata–rata sebesar Rp.437.678.580 per tahun dengan profit margin rata-rata tiap tahun sebesar 9.69%. Hasil perhitungan rugi laba menunjukkan bahwa BEP rata-rata berdasarkan nilai penjualan sebesar Rp. 124.634.457; dan BEP rata-rata produksi (kg) 4.154. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Analisis Titik Pulang Pokok atau Break Even Point juga menunjukkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi mampu mendatangkan keuntungan. Ini dapat diketahui baik dari nilai penjualan dan jumlah produksi masih lebih rendah dari proyeksi produksi dan pendapatan dari hasil penjualan setiap tahun. Artinya setiap tahun usaha ini dapat menghasilkan untung.

Proyeksi biaya dan pendapatan yang akan diperoleh dari usaha pengasinan ikan teri nasi ini. Biaya pada tahun 0 sebesar Rp.202.543.000, dan pendapatan = 0 karena pada tahap ini produksi belum dilaksanakan. Pada tahun 1-3, besarnya pendapatan Rp.4.515.000.000, pengeluaran Rp.4.135.484.500 per tahun dan surplus sebesar Rp.379,515,500. Pada tahun 4, komponen biaya mengalami peningkatan menjadi Rp.4.139.034.500 karena adanya biaya re-investasi, sedangkan pendapatan tetap, dengan demikian surplus pada tahun ke-4 ini adalah Rp.375.965.500. Pada tahun ke-5, pendapatan meningkat menjadi Rp.4.554.785.714 karena adanya nilai

(39)

sisa dari aset investasi yang memiliki nilai ekonomis > 5 tahun dan nilai sisa aset re-investasi, sehingga surplus usaha menjadi Rp.419.301.214.

Tabel 5.6.

Proyeksi Biaya dan Pendapatan Usaha Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp)

Uraian Tahun 0 Tahun 1-3 Tahun 4 Tahun 5

Pendapatan 0 4.515.000.000 4.515.000.000 4.554.785.714 Pengeluaran 202.543.000 4.135.484.500 4.139.034.500 4.135.484.500 Surplus -202.543.000 379.515.500 375.965.500 419.301.214 Sumber : Lampiran 7

h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan ikan teri nasi hasil pengasinan. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran pembiayaan dan pajak penghasilan.

Evaluasi kelayakan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 10% p.a flat, usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian usaha pengasinan teri nasi tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan.

Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (shahibul maal dan mudharib).

Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha pengasinan teri nasi selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 9.

(40)

i. Perolehan Margin

Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha pengasinan ikan teri nasi adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan 1 (satu) contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha yang sudah berjalan (running). Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin 10% per tahun, selama satu tahun menghasilkan margin sebesar Rp.28.125.000. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati. Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada

Lampiran 10.

Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha/sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada Lampiran 11.

(41)

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

1. Manfaat Ekonomi : Penciptaan Pendapatan dan Kesempatan Kerja Manfaat ekonomi dari usaha pengasinan ikan teri adalah penciptaan lapangan kerja yang pada akhirnya mampu menghasilkan pendapatan. Penciptaan pendapatan ini antara lain bagi pengusaha, karyawan dan tentunya bagi nelayan yang merupakan ujung tombak penyediaan ikan untuk diolah. Namun demikian, bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengolahan ikan ini terlihat bahwa penangkapan dan pengolahan ikan belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup ke tingkat yang lebih baik. Bagi nelayan, hasil tangkapan ikan laut, termasuk ikan teri yang sangat dipengaruhi oleh musim menyebabkan volume tangkapan ikan juga tidak tetap, dengan demikian pendapatan yang dapat mereka peroleh juga tidak tetap. Bagi sebagian besar pekerja pada pengolahan ikan, seperti pengasinan ikan teri, hasil tangkapan ikan yang tidak tetap menyebabkan sistem kerja yang diterapkan umumnya bersifat borongan dan pekerja menjadi pekerja tidak tetap, kondisi seperti ini tentunya menyebabkan sulitnya pekerja-pekerja ini memperoleh pendapatan dalam jumlah tetap.

Pada tingkatan yang lebih tinggi, usaha pengolahan ikan seperti pengasinan ikan teri yang berperan menciptakan lapangan kerja dan penciptaan Pendapatan Daerah pada akhirnya juga akan menciptakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena beberapa dari usaha pengolahan ikan tersebut juga sudah membayar biaya perijinan usaha.

Pengasinan ikan teri pada skala menengah dan besar, selain untuk memenuhi kebutuhan ikan domestik juga sudah menembus pasar luar negeri. Oleh karena itu, usaha pengasinan ikan teri ini juga sudah berperan dalam penciptaan devisa bagi negara.

2. Manfaat Sosial

Ikan mengandung protein antara 18% - 30%. Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang dibutuhkan manusia. Dengan demikian dapat dilihat bahwa manfaat penting usaha pengasinan ikan teri adalah pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap ikan. Ikan banyak mengandung unsur organik dan non organik yang sangat berguna bagi manusia. Komposisi unsur-unsur tersebut bervariasi menurut (a) jenis ikan; (b) umur, (c) jenis kelamin, (d) musim, (e) lingkungan hidup, terutama jumlah dan keadaan makanannya dan faktor-faktor lain, tetapi pada umumnya berkisar pada batas-batas berikut: (Murniyawati dan Sunawarwan, 1998)

(42)

Tabel 6.1. Komposisi Kimia Ikan

Protein 16-20%

Lemak 2-22%

Air 56-80%

Mineral (Ca, Na, K, J, Mn), Vitamin (A, B, D) dll

2,5-4,5%

b. Dampak Lingkungan

Pengolahan ikan umumnya menghasilkan limbah, termasuk pengasinan ikan teri. Pengasinan ikan teri yang banyak menggunakan garam dan air sebagai bahan tambahannya juga akan menghasilkan limbah bagi lingkungan sekitarnya. Sifat ikan yang basah, berbau, dan mudah membusuk dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan.

Dampak lingkungan dari pengolahan ikan ini bisa ditemui di perkampungan nelayan yang ada di Indonesia. Dari hasil survei lapangan pada penelitian ini, sebagian besar perkampungan nelayan yang sekaligus juga merupakan lokasi pengasinan ikan teri mengalami pencemaran udara karena adanya bau busuk dari ikan. Demikian pula lokasi pengolahan ikan yang terpisah dari lokasi perkampungan, pencemaran udara juga masih dapat dirasakan.

Gambar

Foto 1.1. Ikan Teri Nasi Super
Foto 1.2. Ikan Teri Nasi
Grafik 3.1. Produksi (ton) dan Pertumbuhan (%) Ikan Teri di PPS Belawan
Foto  3.1.  Beberapa  Jenis  Ikan  Teri  yang  Diperdagangkan  di  Pusat  Pasar  Medan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

 Diskusi kelas dan diskusi kelompok  Pemberian materi tentang kehidupan sosial dalam komunitas muslim Topik diskusi: status sosial dalam komunitas muslim Kelengkapan

Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Tarif Pajak dan Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Tax Evasion(Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang

Hasil tersebut relatif konsisten dengan pengamatan morfologi DNA pada pengecatan DNA yang menunjukkan PGV-1 dan etoposide mampu memacu apoptosis lebih kuat

: Jemaat Tuhan, mari kita mengikrarkan iman kita bersama-sama dengan saudara-saudara calon Baptisan Kudus Dewasa & Pengakuan Percaya (SIDI), dalam persekutuan jemaat

Berpijak dari harapan ideal yang melekat pada rutinitas praktik ritual, dan kemudian bercermin dari fenomena yang kini telah menjadi realita sosial dimana semakin

Na području govora o određenim religijama ističe Hegel one prirodne kao njihov početak, no ipak navodi i da taj stupanj religije prirode: »ne možemo smatrati dostojnim

Artinya:”Dan untuk kedua ibu-bapak, bagi masing- masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan. Jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak

Melakukan studi kelayakan secara teknis dan ekonomis dari sistem acid gas removal absorpsi kimiawi dengan alkali (NaOH, Ca(OH) 2 , dan KOH), larutan garamnya (Na 2 CO 3 , CaCO 3 , dan