• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase Diri Pemakai Batu Akik (Studi Fenomenologi dan Persentase Diri Pemakai Batu Akik di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persentase Diri Pemakai Batu Akik (Studi Fenomenologi dan Persentase Diri Pemakai Batu Akik di Kota Medan)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Paradigma

Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak di kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari sistem berpikir; basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam pandangan filosof, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, interpretasi dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan.

Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu. Sasaran kajian dari pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku sebagai prinsip-prinsip umum yang hidup dalam masyarakat. Gejala-gejala tersebut dilihat dari satuan yang berdiri sendiri dalam kesatuan yang bulat dan menyeluruh. Sehingga pendekatan kualitatif sering disebut sebagai pendekatan holistik terhadap suatu gejala sosial.

(2)

(subject of matter). Oleh karena itu dalam menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiahnya dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian (Bungin, 2008:303). Studi yang menggunakan pendekatan kualitatif menggunakan khasanah dari fenomena empiris, seperti studi kasus, pengalaman pribadi, life history, wawancara, observasi, sejarah, interaksi dan teks visual maupun konten pesan yang menggambarkan rutinitas dan problematika serta makna kehidupan individu.

Paradigma Positivisme berakar pada pandangan teoritis Auguste Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para Positivisme mencari fakta dan penyebab femomena sosial dan kurang mempertimbangkan keadaan subjektifitas individu. Durkhiem menyarankan kepada ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau fenomena sosial sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksa pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia. Paradigma kuantitatif dinyatakan sebagai paradigma tradisional, positivisme, eksperimental, atau empiris. Paradigma kualitatif (alamiah/fenomenologis) bersumber dari pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher. Pendekatan ini berawal dari tindakan balasan terhadap tradisi positivisme.

Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti menggunakan paradigma positivisme. Perspektif postivisme melihat hubungan sebab-akibat. Perspektif positivisme bukanlah hanya milik penelitian kuantitatif. Perspektif postivisme dalam penelitian kualitatif juga bisa diterapkan mengingat penelitian ini melihat hubungan sebab-akibat yang terjadi antara presentasi diri dan konsep diri pemakai batu akik. Peneliti mengembangkan temuan di lapangan melalui paradigma positivisme karena peneliti tidak semata-mata melihat jawaban dari para informan saja, namun hubungan realitas yang terjadi antara presentasi diri

(3)

2.2.Kajian Pustaka

Kerangka teori merupakan suatu kumpulan teori dan model literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Dalam kerangka teori secara logis dikembangkan, digambarkan, dan dielaborasi jaringan-jaringan dari asosiasi antara variabel yang dihasilkan melalui survey atau telaah literatur. (Silalahi, 2009:92)

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan masalah. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disorot. (Nawawi, 2001:39)

Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan pada abstraksi dengan kadar tinggi dan pada proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku. (Effendy, 2007:241)

Adapun teori yang di anggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.2.1. Komunikasi

(4)

Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti di uraikan di atas. untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ?

Dalam penelitian yang mengkaji trend batu akik ini komunikasi berperan sebagai penyampai informasi apa saja mengenai batu akik. Bahkan secara berkelanjutan kegiatan komunikasi yang dilakukan awalnya dari mulut kemulut berubah menjadi lebih luas melalui media sosial, media elektronik dan media cetak. Mudahnya msayarakat saat ini untuk mengakses informasi memudahkan setiap orang untuk tahu perkembangan batu akik di setiap daerah.

2.2.1.1. Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi tidak hanya dipandang sekadar mengelola suatu informasi tertentu, karena fungsinya bukan hanya menyampaikan informasi berita untuk informasi saja, tetapi juga mendidik, mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan juga menghibur khalayak.

Menyampaikan informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman sebagai sebuah kebutuhan informasi dalam kehidupan ini.

(5)

Mempengaruhi (to persuade) merupakan kegiatan memberikan berbagai informasi kepada masyarakat sekaligus komunikasi dijadikan sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku yang diharapkan oleh komunikator. Contohnya mempengaruhi khalayak melalui komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda, dan lain sebagainya.

Menghibur (to entertain) merupakan salah satu bentuk kegiatan yang memberikan informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga menjadi hiburan masyarakat. Contohnya media-media yang menyediakan space

khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya. (Effendy, 2007:31)

Dari berbagai tujuan komunikasi tersebut tentu saja komunikasi dapat dilihat juga berfungsi dalam hal perubahan sikap (attitudechange), perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior change).

2.2.2. Fenomenologi

Tradisi fenomenologi memfokuskan perhatiannya terhadap pengalaman sadar seorang individu. Teori komunikasi yang masuk dalam tradisi fenomenologi berpandangan bahwa manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka, sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungan. Tradisi fenomenologi memberikan penekanan sangat kuat pada persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia. Pendukung teori ini berpandangan bahwa cerita atau pengalaman individu adalah lebih penting dan memiliki otoritas lebih besar daripada hipotesa penelitian sekalipun.

Fenomenologi menjadikan pengalaman sebenarnya sebagai data utama dalam memahami realitas. Apa yang dapat diketahui seseorang adalah apa yang dialaminya. Stanley Deetz mengemukakan tiga prinsip dasar fenomenologi:

Pertama, pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan dari pengalaman namun ditentukan secara langsung dari pengalaman sadar.

(6)

Ketiga, bahasa adalah “kendaraan makna” (vehicle meaning), kita mendapatkan pengalaman melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan menjelaskan dunia kita.

Proses interpretasi merupakan hal yang sangat penting dan sentral dalam fenomenologi. Interpretasi adalah proses aktif pemberian makna dari suatu pengalaman. Pada tradisi semiotika, interpretasi merupakan realitas bagi seorang individu. Anda tidak dapat memisahkan realitas dari interpretasi. Interpretasi adalah proses aktif dari pikiran, yaitu suatu tindakan kreatif dalam memperjelas pengalaman personal seorang. Menurut pemikiran fenomenologi orang yang melakukan interpretasi (interpreter), mengalami suatu peristiwa atau situasi dan ia akan memberikan makna kepada setiap peristiwa atau situasi yang dialaminya.

Kondisi ini akan berlangsung terus-menerus (bolak-balik) antara pengalaman dan pemberian makna. Setiap pengalaman baru akan memberikan makna baru bagi dirinya begitu seterusnya. Dengan demikian interpretasi akan terus berubah, bolak-balik, sepanjang hidup antara pengalaman dengan makna yang diberikan kepada setiap pengalaman baru. Tradisi fenomenologi ini terbagi lagi dalam tiga bagian yaitu:

1. Fenomenologi Klasik

Edmund Hursserl, tokoh pendiri fenomenologi modern, adalah salah satu pemikir fenomenologi klasik. Hursserl melalui buku-bukunya yang di tulis pada periode pertengahan abad ke-20, berupaya mengembangkan suatu metode untuk menemukan kebenaran melalui pengalaman langsung. Menurutnya orang harus berdisiplin dalam menerima pengalaman itu. Dengan kata lain, pengalaman sadar individu adalah jalan yang tepat untuk menemukan realitas. Hanya

(7)

Pandangan Husserl ini di nilai sebagai sangat objektif karena the world can be experienced with out the knower bringing his or her own

categories to bear on the procces. Pandangan ini menyatakan bahwa dunia dapat di rasakan atau dialami tanpa harus membawa serta berbagai kategori yang di miliki orang yang ingin mengetahui pengalaman itu (knower), karena hal itu dapat mempengaruhi proses merasakan pengalaman itu.

2. Fenomenologi Persepsi

Namun kebanyakan pendukung tradisi fenomenologi dewasa ini menolak pandangan Husserls tersebut. Mereka justru mendukung gagasan bahwa pengalaman adalah subjektif, tidak objektif sebagaimana pandangan Husserls. Mereka percaya bahwa pandangan subjektifitas justru sebagai pengetahuan yang penting. Tokoh penting dalam tradisi ini adalah Maurice Merleau-Ponty yang pandangannya dianggap mewakili gagasan mengenai fenomenologi persepsi (phenomenology of perception) yang dinilai sebagai penolakan terhadap pandangan objektif namun sempit dari Husserl. Menurut Ponty, manusia ialah makhluk yang memiliki kesatuan fisik dan mental yang menciptakan makna terhadap dunianya. Kita mengetahui sesuatu hanya melalui hubungan pribadi kita dengan sesuatu itu. Sebagai manusia kita mempengaruhi oleh dunia luar atau lingkungan kita, namun sebaliknya kita juga mempengaruhi dunia disekitar kita melalui bagaimana kita mengalami dunia. Menurut Ponty sesuatu itu ada karena sesuatu itu diketahui atau dikenali. Dengan demikian, suatu objek atau peristiwa itu ada dalam suatu proses yang timbal balik (give-and-take) yaitu hubungan dialogis dimana suatu objek atau peristiwa mempengaruhi objek atau peristiwa lainnya.

3. Fenomenologi Hermenetik

(8)

bidang ini adalah Martin Heidegger yang di kenal dengan karyanya

philosophical hermeneutics. Hal yang paling penting bagi Heidegger

adalah “pengalaman alami” ( natural experience ) yang terjadi begitu saja ketika orang hidup di dunia. Bagi Heidegger, realitas terhdap sesuatu tidak dapat diketahui hanya melalui analisis yang hati-hati tetapi melalui pengalaman alami yang terbentuk melalui penggunaan bahasa dalam kehidupan setiap hari. Apa yang alami adalah apa yang

dialami melalui penggunaan alami bahasa dalam konteks. “it is in world language that things first come into being and are” (dalam kata-kata dan bahasa lah sesuatu itu terwujud pertama kali dan ada).

Komunikasi adalah kendaraan yang digunakan untuk menunjukkan makna dari pengalaman yang diterima atau dirasakan. Pemikiran adalah hasil dari bicara (speech) karena makna itu tercipta dari kata-kata. Ketika anda berkomunikasi maka anda tengah mencoba cara-cara baru dalam melihat dunia. Kita mendengarkan kata-kata yang di ucapkan orang setiap hari yang pada akhirnya mempengaruhi kita secara terus menerus terhadap setiap peristiwa dan situasi yang kita hadapi. Dengan demikian pandangan ini yang berupaya menghubungkan pengalaman dengan bahasa dan interaksi sosial menjadi relevan dengan disiplin ilmu komunikasi. (Morrisan, 2013: 38)

2.2.3. Komunikasi Intrapersonal

(9)

Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologi seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling komunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain.

Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan pesan. Aktivitas dari komunikasi intrapersonal yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah berdoa, bersyukur, introspeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatifGail E. Myers & Michelle Tole la Myers dalam buku The Dynamics of Human Communication a Laboratory Approach tahun 1992 mengatakan bahwa apa yang terjadi dalam diri manusia, seperti apa yang mereka pikirkan, rasakan, nilai-nilai yang dianut, reaksi, khayalan, mimpi, dan lain-lain merupakan dimensi dari intrapersonal. Kajian dari psikologi dan studi kognitif ini mencoba menjelaskan bagaimana tanggapan manusiabagaimana mereka membuat keputusan, menyimpan, dan mengolah data dalam pikiran.

Sementara dalam buku Trans Per Understanding Human Communication

1975, disebutkan bahwa komunikasi intrapersonal adalah proses di mana individu menciptakan pengertian. Di lain pihak Ronald L. Applbaum dalam buku Fundamental Concept in Human Communication mendefinisikan komunikasi intrapersonal sebagai komunikasi yang berlangsung dalam diri kita, Ia meliputi kegiatan berbicara kepada diri sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati dan memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita (Uchayana 1993).

2.2.4. Konsep Diri

Dalam bagian terdahulu kita melihat bagaimana kita menanggapi perilaku orang lain, menerangkan sifat-sifatnya, mengambil keputusan kesimpulan tentang penyebab perilakunya, dan menentukan apakah petunjuk-petunjuknya yang tampak orisinal atau hanya pulasan saja. William D. Brooks mendefinisikan

(10)

ourselves that we have derived frem experiences and our interaction with others”.

Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita. Persepsi tentang diri boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis.

Dengan demikian, ada dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra-diri (self image), dan komponen afektif disebut harga-diri (self esteem). Keduanya menurut William B. Brooks dan Philip Emmert, berpengaruh besar pada pola komunikasi interpersonal. (Rakhmat, 2007:99)

Gabriel Marcel mengemukakan bahwa orang lain memiliki peranan dalam pembentukan konsep diri, dalam memahami diri, kita mengenal diri kita dengan

orang lain lebih dahulu. “Bagaimana anda menilai diri saya, akan membentuk

konsep diri saya. Saya teringat ketika pertama kali diperkenalkan di sebuah Universitas di Amerika sebagai Fullbright Student. Orang Amerika mengenal mahasiswa yang mendapat beasiswa Fullbright sebagai orang-orang cerdas, dan ketua Departemen Komunikasi Massa memperkenalkan saya sebagai mahasiswa

yang “fully bright”. Setiap orang menganggap saya cerdas; rekan-rekan mahasiswa menggelari saya profesor. Tiba-tiba saya lulus biasa-biasa saja di Indonesia, mendapat penghargaan yang luar biasa. Citra diri sudah terbentuk. Saya berniat mempertahankan citra diri ini. Saya cerdas, karena itu saya harus berhasil. Saya betul-betul berhasil. Konsep diri saya terbentuk karena pujian orang lain. Sampai sekarang saya masih ragu apakah keberhasilan itu timbul karena

kecerdasan saya atau karena pujian orang terhadap saya.”

(11)

Ternyata orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi dalam menilai dirinya. Artinya, harga dirinya sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya. Eksperimen lain yang dilakukan Gergen (1965-1972) menunjang penemuan ini. Pada satu kelompok, subjek-subjek eksperimen yang menilai dirinya dengan baik diberi peneguhan dengan anggukan, senyuman, atau pernyataan mendukung pendapat mereka. Pada kelompok lain, penilaian positif tidak ditanggapi sama sekali. Kelompok pertama menunjukkan peningkatan citra diri yang lebih baik, karena mendapat sokongan dari orang lain.

Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead (1934) menyebut mereka significant others orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita.

Richard Dewey dan W.J Humber (1966:105) menamainya affective others

orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dan merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara negatif.

Dalam perkembangan significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita, dan menyentuh kita secara emosional. Orang-orang ini boleh jadi masih hidup atau sudah mati. Ketika kita tumbuh dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. (Rakhmat, 2007:102)

2.2.5. Presentasi Diri

(12)

siapa sesungguhnya kita, dalam kenyataannya kita semua berusaha membentuk atau mengelola kesan.

Dalam proses presentasi diri biasanya individu akan melakukan pengelolan kesan (impression management). Pada saat ini, individu melakukan suatu proses dimana dia akan menyeleksi dan mengontrol perilaku mereka sesuai dengan situasi dimana perilaku itu dihadirkan serta memproyeksikan pada orang lain sutau image yang diinginkannya. Kita melakukan hal tersebut, karena kita ingin orang lain menyukai kita, ingin mempengaruhi mereka, ingin memperbaiki posisi, memelihara status dan sebagainya.

Dengan demikian presentasi diri atau pengelolaan kesan dibatasi dalam pengertian menghadirkan diri sendiri dalam cara-cara yang sudah diperhitungkan untuk memperoleh penerimaan atau persetujuan orang lain. Kita dapat mengidentifikasikan dua komponen dari pengelolaan kesan (impression management), yaitu motivasi pengelolaan kesan (impression-motivation) dan konstruksi penglolaan kesan (impression-construction).

Motivasi pengelolaan kesan menggambarkan bagaimana motivasi yang kamu miliki untuk mengendalikan orang lain dalam melihatmu atau untuk mencipkatan kesan tertentu dalam benak pikiran orang lain. Sedangkan konstruksi pengelolaan kesan menyangkut pemilihan image tertentu yang ingin diciptakan dan mengubah perilaku dalam cara-cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Argyle (1994) mengemukakan ada tiga motivasi primer pengelolaan kesan, yaitu keinginan untuk mendapatkan imbalan materi atau sosial, untuk mempertahankan atau meningkatkan harga diri, dan untuk mempermudah pengembangan identitas diri (menciptakan dan mengkukuhkan identitas diri). Motivasi untuk mengelola kesan biasanya sering terjadi dalam situasi yang melibatkan tujuan-tujuan penting (seperti: persahabatan, persetujuan, imbalan materi) dimana individu yang melakukannya merasa kurang puas dengan image

yang diproyeksikan saat ini (self-discrepancy).

(13)

atau hampir mengalami kejadian yang dapat meruntuhkan harga dirinya. Model presentasi diri itu dapat diperjelas dengan bagan di bawah ini:

Motivasi untuk melakukan pengelolaan kesan (Brigham, 1991)

Gambar 2.1 Pengelolaan Kesan

Primary self-presentational Dispositional/situasional

Motives antecedent

2.2.5.1.Teori Goffman tentang Pengelolaan Kesan

Goffman menggambar interaksi sosial sebagai suatu perjunjukan teater dimana masing-masing orang bertindak dalam “jalur” tertentu. “Jalur” itu adalah sejumlah tindakan verbal dan nonverbal yang dipilih secara hati-hati untuk

mengekspresikan diri. Tentu saja “jalur” ini dapat berubah dari suatu situasi ke

situasi lain menurut derajat kepentingan yang dimiliki individu.

(14)

mendasar sehubungan dengan hal tersebut, adalah bagaimana individu dapat menciptakan suatu kesan yang baik?

Goffman mengajukan syarat-syarat yang perlu dipenuhi bila individu mengelola kesan secara baik, yaitu:

1. Penampilan Muka (proper front)

Yakni perilaku tertentu yang diekpresikan secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas perilaku (aktor). Front ini terdiri dari peralatan lengkap yang kita gunakan untuk menampilkan diri. Front ini mencakup 3 aspek (unsur): setting (serangkaian peralatan ruang dan benda yang kita gunakan); appearance (penggunaan petunjuk artifaktual, misal pakaian, lencana, atribut-atribut, dll; manner (gaya bertingkah laku, misal cara berjalan, duduk, berbicara, memandang, dll).

2. Keterlibatan Dalam Perannya

Hal yang mutlak adalah aktor sepenuhnya terlibat dalam perannya. Dengan keterlibatannya secara penuh akan menolong dirinya untuk sungguh-sungguh meyakini perannya dan bisa menghayati peran yang dilakukannya secara total.

3. Mewujudkan idealisasi harapan orang lain tentang perannya.

(15)

thermometer, dll. Meskipun hal tersebut sesungguhnya tak diperlukan untuk membuat diagnosa.

4. Mystification

Ahkirnya Goffman mencatat bahwa bagi kebanyakan peran performance yang baik menurut pemeliharaan jarak sosial tertentu diantara aktor dan orang lain. Misalnya: seorang dokter harus memelihara jarak yang sesuai dengan pasiennya, dia tidak boleh terlalu kenal/akrab, supaya dia tetap menyadari perannya dan tidak hilang dalam proses tersebut.

5. Strategi Presentasi Diri

Presentasi diri dapat memiliki beberapa tujuan. Seseorang mungkin ingin disukai, nampak kompeten, berkuasa, budiman atau menimbulkan simpati. Masing-masing tujuan melibatkan stategi presentasi yang bervariasi. Tujuan itu biasanya tidak hanya satu, seseorang mungkin berusaha mencapai beberapa tujuan dalam waktu yang sama. Ada beberapa strategi presentasi diri, yaitu:

(16)

orang cenderung menyukai orang lain yang memiliki kesamaan sikap dan nilai.

b. Mengancam atau menakut-nakuti (intimidation). Strategi ini digunakan untuk menimbulkan rasa takut dan cara memperoleh kekuasaan dengan meyakinkan pada seseorang bahwa ia adalah orang yang berbahaya. Jadi berbeda dengan penjilat (ingratiatory) yang ingin disukai, maka mereka justru ingin ditakuti. Strategi intimidasi kemungkinan lebih sering digunakan dalam situasi dimana meloloskan diri adalah tidak mudah.

c. Promosi diri (self-promotion). Ketika tujuan seseorang adalah supaya dilihat nampak kompeten atau ahli pada tugas tertentu, strategi promosi diri biasanya digunakan. Orang yang menggunakan strategi ini akan menggambarkan kekuatan-kekuatan dan berusaha memberi kesan dengan prestasi mereka. Melebih-lebihkan tentang kemampuan diri dapat beresiko mereka dianggap sombong, dan tidak dapat di percaya. Menyadari masalah ini, cara yang digunakan adalah tidak langsung sehingga memungkinkan orang lain sampai pada kesimpulan bahwa dia kompeten

d. Memberikan contoh atau teladan (exemplication). Orang yang menggunakan strategi ini berusaha memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas. Biasanya mereka mempresentasikan dirinya sebagai orang yang jujur, disiplin dan baik hati atau dermawan, kadang-kadang penampilan yang ditunjukan ini memang keadaan yang sebenarnya, namun yang sering pengguna lakukan strategi ini berusaha memanipulasi dan tidak tulus hati dalam melakukannya.

(17)

alternatif strategi yang dapat digunakan untuk melakukan strategi-strategi yang tersebut di atas. Biasanya yang dilakukan adalah melakukan kritik pada diri sendiri. Meskipun self critizers cenderung menerima dukungan dari orang lain, namun mereka akan dipersepsi sebagai individu yang kurang berfungsi.

f. Hambatan diri (self-handicapping). Strategi ini digunakan ketika individu merasa egonya terancam karena kelihatan tidak mampu ketika orang merasakan khawatir bahwa kesuksesan sebelumnya kerena nasib baik. Mereka takut gagal, gagal dalam melaksanakan tugas. Sehingga mereka berpura-pura mendapatkan suatu hambatan sebelum atau selama kejadian-kejadian yang mengancam egonya. Ini dilakukan dalam rangka melindungi agar egonya tidak hancur sehingga harga dirinya menurun. Misalnya dengan tidak melakukan latihan, menggunakan obat-obat terlarang, tidak berusaha mencoba dengan sungguh-sungguh.

g. Aligning actions yaitu usaha-usaha individu untuk mendefinisikan perilaku mereka yang nampaknya diragukan karena sebenarnya bertentangan dengan norma-norma budaya. Cara umum yang biasa dilakukan adalah dengan taktik disclaimers (penyangkalan) yaitu pernyataan secara verbal dengan niat atau tujuan menyangkal implikasi negatif dari tindakan-tindakan yang akan datang dengan mendefinisikan tindakan-tindakan ini dengan tidak relevan dengan identitas sosial yang mereka miliki.

h. Altercasting yaitu menggunakan taktik untuk memaksakan peran dan identitas pada orang lain. Melalui strategi

altercasting, kita menempatkan orang lain dalam identitas situasi dan peran yang menguntungkan kita. Pada umumnya

(18)

seolah-olah mereka telah memilih identitas dan peran yang ingin kita paksakan/bebankan.

Strategi presentasi diri memiliki tujuan untuk mempengaruhi bagaimana cara pandang orang lain tentang diri anda, tetapi mungkin juga mengubah cara

pandang anda terhadap diri anda sendiri. Disini terdapat suatu “carryover effect”,

yang berpengaruh pada konsep diri seseorang. Pemilihan strategi presentasi diri mungkin akan semakin menonjolkan gambaran diri dan ini akan mempengaruhi perilaku seseorang akan menyelaraskan dengan gambaran dirinya.

6. Gaya Presentasi diri : Self-Monitoring (pemantauan diri)

Setiap orang akan berbeda dalam cara mempresentasikan diri mereka beberapa orang lebih menyadari tentang kesan publik mereka, beberapa orang mungkin lebih menggunakan presentasi dri yang strategik, sementara yang lain lebih menyukai pembenaran diri (verifikasi diri). Menurut Mark Snyder (1987), perbedaan ini berkaitan dengan suatu ciri sifat kepribadian yang disebut dengan

self-monitoring yaitu kecenderungan mengatur perilaku kita untuk menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan situasi sosial. Dengan demikian, self-monitoring adalah kecenderungan untuk merubah perilaku dalam merespon terhadap presentasi diri yang dipusatkan pada situasi (Brehm & Kassin, 1993).

Situasi pada saat ini telah menunjukkan trend penggunaan batu akik sebagai perhiasan.Jika dahulu batu akik identik dengan hal-hal yang berbau mistik dengan anggapan bahwa di dalam cincin tersebut terdapat makhluk gaib yang disimpan atau semacamnya, maka pada saat ini batu akik menjadi suatu benda yang bertujuan untuk mempercantik diri.

(19)

Intrapersonal Pemakai Batu Akik di Kota

Medan

Presentasi Diri dan Konsep

Diri di Kota Medan Fenomenologi

Batu Akik di Kota Medan

Individu yang memiliki self-monitoring yang tinggi (high self monitors) menitikberatkan pada apa yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada bagaimana orang beperilaku dalam setting sosial. Mereka menggunakan informasi ini sebagai pedoman tingkah laku mereka. Perilaku mereka lebih ditentukan oleh kecocokan dengan situasi daripada sikap dan perasaan mereka yang sebenarnya. Mereka cakap dalam merasakan keinginan dan harapan orang lain, tampil atau ahli dalam mempresentasikan beberapa perilaku dalam situasi-situasi berbeda dan merubah cara-cara presentasi diri atau memodifikasi perilaku-perilaku untuk menyesuaikan dengan harapan orang lain. High self-monitors digambarkan

sebagai orang yang memiliki “pragmatic self”. Mereka dapat disebut juga sebagai pengelola kesan yang lihai (“skilled impression managers”).

Sebaliknya individu yang termasuk rendah dalam pemantauan diri (low self-monitors) cenderung lebih menaruh perhatian pada perasaan mereka sendiri dan kurang menaruh perhatian pada isyarat-isyarat situasi yang dapat menunjukkan apakah perilaku mereka sudah layak. Dalam suatu alat tes yang

dinamakan “self-monitoring Scale” yang disusun oleh Mark Synder dapat diketahui bahwa ternyata orang mempunyai variasi secara luas dalam kesimpulan dan kemampuan untuk memantau diri mereka sendiri.

2.3. Model Teoritik

Berdasarkan beberapa kajian pustaka di atas, model teoritik yang terbentuk adalah:

Penjelasan kerangka Teoritik :

(20)

mengenai pengalaman informan ketika selama ini memakai batu akik. Hal ini sejalan dengan tradisi fenomenologi yang memfokuskan perhatiannya terhadap pengalaman sadar seorang individu.

2. peneliti kemudian melihat bagaimana komunikasi intrapersonal para pemakai batu akik dengan lingkungan sosialnya. Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dengan diri sendiri yang merupakan dialog internal dan bahkan dapat terjadi saat bersama dengan orang lain sekali pun.

Gambar

Gambar 2.1 Pengelolaan Kesan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh pembelajaran kooperatif berbantuan flipbook terhadap hasil belajar siswa pada materi virus di kelas X SMA Negeri 1 Salatiga Kabupaten

Childbirth education terbukti berpengaruh dalam merubah tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir sehingga diharapkan

Pada kalibrasi mikropipet ketidakpastian pengukuran nilai volume pada suhu acuan 20 C dapat diperoleh dengan menjabarkan dari model matematis pada persamaan (1)

Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah sesuatu yang berkaitan khusus dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu, serta memiliki

Perkembangan konsep dan teori demokrasi melahirkan pemikiran lebih maju oleh Dahl (1989:233) yaitu peranan lembaga-lembaga demokrasi yang bersandar normatif ke proses

[r]

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Hasil penelitian yang diperoleh dari data Rekam Medik pasien kanker kolorektal di bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Al-Islam Bandung periode 2012-2016 didapatkan