• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu dengan Perluasan Infeksi Tuberkulosis Paru (Pemeriksaan Rontgen Paru) pada Pasien Diabetes Melitus dengan Tuberkulosis Paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu dengan Perluasan Infeksi Tuberkulosis Paru (Pemeriksaan Rontgen Paru) pada Pasien Diabetes Melitus dengan Tuberkulosis Paru"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1.Definisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit endokrin kronis yang

disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

insulin yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin.11

1. Normal (Non DM) < 140mg/dl

Menurut PERKENI tahun 2002 dalam Sujaya, 2009 bahwa seorang

penderita DM apabila kadar gula darah puasanya > 126mg/dl, atau kadar gula

darah sewaktunya > 200mg/dl. Selain itu, menurut WHO (1999) dikutip dari

Riskesdas 2007, nilai rujukan dikatakan DM adalah :

2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 140 - < 200mg/dl

3. Diabetes Melitus (DM) > 200 mg/dl.12

2.1.2.Klasifikasi

Diabetes melitus (DM) diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu DM

tipe 1, DM tipe 2, DM tipe khususyanglain,danDMpadakehamilan.Kecurigaan

DMperludipikirkanapabilaterdapatkeluhanklasikDM (poliuria, polidipsia,

polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) dan

keluhan lain (lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi

(2)

5

Tabel 2.1. Klasifikasi Diabetes Melitus14

Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut :

• Autoimun

• Idiopatik

Tipe 2

• Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek

sekresi insulin disertai resistensiinsulin

Tipe lain

• Defek genetik fungsi selbeta

• Defek genetik kerjainsulin

• Penyakit eksokrinpankreas

• Endokrinopati

• Karena obat atau zatkimia

• Infeksi

• Sebab imunologi yangjarang

• Sindrom genetik lain yang berkaitan denganDM

Diabetes

melitus

gestasional

2.1.3.Patofisiologi

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya

defisiensi insulin . Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 penyebab, yaitu :

1. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar ( virus, zat kimia

tertentu, dll)

2. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.

3. Desensitasi / Kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan

(3)

6

Keadaan defisiensi insulin yang rendah akan menyebabkan :

1. Peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati dapat menimbulkan

hiperglikemia, dengan kadar glukosa yang meninggi dengan jumlah

glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus yang

menyebabkan glukosa ada pada urin, yang disebut glukosuria.

2. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel dapat menimbulkan defisiensi

glukosa intrasel yang menyebabkan sel membutuhkan makanan

akibatnya nafsu makan semakin meningkat sehingga menimbulkan

polifagia

( pemasukan makanan yang berlebihan).

3. Penurunan sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis yang

menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan

trigliserida. Dengan peningkatan asam lemak dalam darah digunakan

sebagian untuk sel sebagai sumber energi sebab glukosa tidak dapat

masuk ke intrasel.

4. Peningkatan penguraian protein dapat menyebabkan netto ke arah katabolisme protein. Penguraian protein otot menyebabkan otot rangka

menciut sehingga terjadi penurunan berat badan.16

2.1.4.Kriteria Diagnosis

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak

ada asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi

(4)

7

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode

High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National

Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).17

2.2. Tuberkulosis Paru

2.2.1.Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis complex.

2.2.2.Klasifikasi

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi dalam :

a) Tuberkulosis Paru BTA (+)

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan

hasil BTA positif.

ii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran

tuberkulosis aktif.

iii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA

positif dan biakan positif.

b) Tuberkulosis Paru BTA (-)

i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA

negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik

menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respon dengan

(5)

8

ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif

dan biakan M. tuberculosis positif

iii. Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum

diperiksa.

2. Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.

Ada beberapa tipe penderita yaitu :

i. Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan

dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari

satu bulan (30 dosis harian)

ii. Kasus kambuh (relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi

berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau

biakan positif.

Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran

radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus

dipikirkan beberapa kemungkinan :

a. Infeksi sekunder

b. Infeksi jamur

c. TB paru kambuh

iii. Kasus pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di

suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke

kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus

membawa surat rujukan/pindah.

(6)

9

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1

bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang

kembali

berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif.

v. Kasus Gagal

a. Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif

atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu

bulan sebelum akhir pengobatan)

b. Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran

radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan

ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang

hasilnya perburukan.18

2.2.3.Kriteria Diagnosis

Diagnosa Tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi , radiologi dan pemeriksaan

penunjang lainnya.

1. Gejala klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

respiratorik dan gejala sistemik.

a. Gejala respiratorik

i. Batuk ≥ 3 minggu

ii. Batuk darah

iii. Sesak napas

(7)

10

b. Gejala sistemik

i. Demam

ii. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, BB

menurun.19 2. Pemeriksaan Jasmani

a. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior

terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus

inferior.

b. Pada pemeriksaan jasmani ditemukan antara lain : suara nafas

bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

3. Pemeriksaan Bakteriologik

22

a. Bahan Pemeriksaan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis

sangat penting untuk menegakkan diagnosa yaitu bahan untuk

pemeriksaan bakteriologik dapat berasal dari dahak, cairan pleura,

liquor cerebrospinal, bilasan bronkus.

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau

dengan cara :

i. Sewaktu/spot ( dahak sewaktu saat kunjungan)

ii. Dahak pagi ( keesokan harinya)

iii. Sewaktu/spot (pada saat menghantarkan dahak pagi).

iv. Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan

(8)

11

berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak

mudah pecah dan tidak bocor.

4. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standart ialah foto toraks PA. Tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang

dicurigai sebagai lesi TB aktif :

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus

atas paru dan segmen superior lobus bawah.

b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

c. Bayangan bercak milier.

d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).20 5. Pemeriksaan penunjang lain

a. Analisis cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu

dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan

diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis

tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta

pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa

rendah.

b. Imunologi/serologi

i. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis.

Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, uji

tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada

orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan

(9)

12

sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat

memberikan hasil negatif.21

2.3. Hubungan Diabetes Melitus dengan infeksi Tuberkulosis Paru

Hubungan DM dengan TB pertama kali dilaporkan oleh Avicenna (Ibnu

Sina) pada abad XI, yaitu TB merupakan penyebab kematian utama penderita

DM. Pada otopsi postmortem didapatkan lebih dari 50% pasien DM menderita

TB. Pada awal abad 20, dikatakan bahwa penyebab kematian pasien diabetes

adalah ketoasidosis diabetik dan TB. Setelah ditemukannya insulin pada tahun

1920 dan antibiotika untuk tuberkulosis maka terdapat penurunan angka kematian

akibat kedua penyakit tersebut. Penelitian oleh Root tahun 1934 pada 245 pasien

DM dengan TB menunjukkan bahwa infeksi TB pada pasien DM usia muda 10

kali lebih besar dari pasien non-DM, infeksi TB terjadi pada 85% pasien yang

didiagnosa DM, dan dikatakan bahwa insidens TB paru meningkat dengan

semakin lamanya menderita DM.22

Peningkatan risiko tuberkulosis aktif pada penderita DM diduga akibat dari

gangguan sistem imun yang ada pada penderita DM, peningkatan daya lekat

kuman Mycobacterium tuberculosis pada sel penderita DM, adanya komplikasi

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati, dan banyaknya intervensi medis

pada pasien tersebut. “ Jeon dan Murray menunjukkan adanya risiko aktivasi TB

pada pasien DM, namun belum ada penelitian yang mendukung adanya

(10)

13

2.4. Faktor Risiko Diabetes Melitus dengan Komplikasi Tuberkulosis Paru

Studi dari berbagai belahan dunia telah meneliti bahwa 5-30 % pasien DM

merupakan faktor risiko dengan TB paru, faktor risikonya, yaitu :

1. Genetik

2. Riwayat Keluarga DM

3. Sebelumnya Riwayat Diabetes Gestational

4. Dyslipidemia

5. Obesitas

6. Merokok

7. Faktor Lingkungan24

2.5. Prognosis Diabetes Melitus dengan Komplikasi Tuberkulosis Paru

Pasien dengan diabetes dan TB memiliki risiko kematian yang lebih tinggi

selama terapi juga peningkatan risiko kekambuhan setelah pengobatan, juga dapat

memberikan risiko penularan yang lebih besar. 25

Baker dkk, memberikan kesimpulan bahwa diabetes meningkatkan risiko

kegagalan terapi dan kematian sekaligus, kematian saja, dan angka kekambuhan

pada penderita TB. Hal ini menekankan akan kebutuhan perhatian yang lebih

lanjut mengenai uji saring terhadap DM dan TB di kedua populasi, perbaikan

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Diabetes Melitus14

Referensi

Dokumen terkait

pengguna menganggap melakukan pembelian melalui sosial media lebih beresiko karena tidak adanya garansi mengenai suatu produk yang ditawarkan, kasus kasus penipuan

Panitia Pengadaan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan paskakualifikasi untuk paket Pekerjaan

Namun, di tengah percakapan, hadir pembeli kedua yang berkomunikasi dengan penjual menggunakan bahasa Indonesia dan penjual pun menanggapinya dengan meakukan alih bahasa

Risiko Banjir secara matematis dapat dihitung sebagai produk dari bahaya, eksposur dan vulnerability. Dengan mengikuti pendekatan ini database GIS dapat dirancang

Uraikan secara kuantitatif per tahun dan kumulatif semua fasilitasi yang telah dilaksanakan oleh sentra KI, seperti sosialisasi KI dan/atau tata cara pengusulan KI, pelatihan

Pada saat Perusahaan mengakuisisi suatu anak perusahaan yang bukan merupakan perusahaan sepengendali, selisih lebih antara harga perolehan di atas bagian pemilikan

Program Insentif Sentra KI tahun 2018 bertujuan untuk memperkuat proses manajemen entra KI secara terpadu mulai dari identifikasi kreativitas, inovasi sampai

Interval waktu dan biaya penggantian komponen dalam proses perawatan mempunyai kecenderungan sebagai berikut ; untuk komponen yang diganti bila mengalami kegagalan maka