• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Kepemimpinan Situasional Dan Motivasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Divisi Produksi Pt. Arun Ngl Lhokseumawe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Kepemimpinan Situasional Dan Motivasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Divisi Produksi Pt. Arun Ngl Lhokseumawe"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Listiyanto dan Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh

Motivasi, Kepuasan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di

Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). Kesamaan dalam penelitian

tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 (satu) yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja, dan sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja dan disiplin kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi, kepuasan kerja, dan variabel disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan.

Ma’rifah (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Motivasi Kerja

Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial Pada Unit Pelaksana

Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Kesamaan dalam penelitian tersebut

(2)

bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja dan budaya organisasi secara bersama-sama (serempak) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja sosial. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja pekerja sosial adalah budaya organisasi data menunjukkan hubungan positif (searah) antara budaya organisasi dengan kinerja pekerja sosial.

Prasetyo (2006), Hubungan Antara Kepemimpinan Situasional dan

Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SLTP Negeri se Kota Samarinda.

Hasil penelitian menemukan bahwa: 1) terdapat hubungan positif antara kepemimpinan situasional (X1) dengan kinerja guru (Y), terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi (X2) dengan kinerja guru (Y), terdapat hubungan positif antara kepemimpinan situasinal (X1) dan motivasi berprestasi (X2) secara bersama-sama dengan kinerja guru (Y).

Sarita dan Agustia (2008), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional,

Motivasi Kerja, Locos of Control Terhadap Kepuasan Kerja dan Prestasi Kerja

Auditor. Hasil penelitiannya disimpulkan yang bahwa gaya kepemimpinan

situasional dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja auditor. Penyesuaian gaya kepemimpinan terhadap situasi dan motivasi kerja mampu meningkatkan prestasi kerja para auditor.

Suryana, (2009), Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap

Kepuasan Kerja Karyawan Dan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus di Divisi

Tambang PT. Inco Sorowako). Populasi dalam penelitian ini menurut jenisnya

(3)

homogen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan non staff divisi Tambang PT. Inco yang berjumlah sebanyak 764 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. 2). Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. 3). Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. 4). Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. 5). Kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

2.2. Kepemimpinan

2.2.1. Teori Kepemimpinan

Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh

mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta

menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan

dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang

teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah

organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :

1. Teori Kepemimpinan Sifat

(4)

perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.

2. Teori Kepemimpinan Perilaku

Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.

a. Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.

b. Struktur Inisiasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.

Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.

3. Teori Kewibawaan Pemimpin

(5)

orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.

4. Teori Kepemimpinan Situasi

Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan. Teori kepemimpinan situasional yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mengisyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnosis dalam perilaku manusia.

5. Teori Kelompok

Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan itu merupakan proses suatu pertukaran (exchange proses) antara pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi tentang peranan yang diharapkan kedua belah pihak.

(6)

berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.

Kliner dan Timpe dalam Sugito (2003) menjelaskan hasil riset yang mencirikan karakteristik kepemimpinan yang tercermin dalam gaya kepemimpinan instruktif yang merupakan kombinasi dari sifat-sifat yang terlihat berikut ini :

1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (dalam melaksanakan fungsi – fungsi dasar manajemen).

2. Kebutuhan akan prestasi dalam pe-kerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan untuk berhasil/sukses.

3. Kecerdasan (kebijakan, pemikiran kreatif dan daya ฀iker).

4. Ketegasan kemampuan untuk mem-buat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah dengan cakap dan tepat.

(7)

6. Inisiatif, Kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan suatu rangkaian kegiatan dan me-nemukan cara-cara baru untuk ber-inovasi. 2.2.2. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi dan mendorong orang lain untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan aspek pengelolaan yang penting dalam sebuah organisasi. Kemampuan untuk memimpin secara efektif sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah organisasi mencapai tujuan. Dalam usahanya mencapai tujuan tersebut maka ia haruslah mempunyai pengaruh untuk memimpin para bawahannya.

Dubrin (2005:3) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah. Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran (2004:64) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki.

(8)

kepemimpinan dalam organisasi adalah sebagai pengatur visi, motivator, penganalis, dan penguasaan pekerjaan. Menurut Northouse, (2003:3)

kepemimpinan adalah suatu proses dimana individu mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan umum. Sedangkan menurut Dubrin, (2001:3) bahwa kepemimpinan itu adalah kemampuan untuk menanamkan keyakinan dan memperoleh dukungan dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Kreitner dan Kinicki (2005:320), mengutip definisi kepemimpinan menurut beberapa pendapat para ahli mengenai kepemimpinan antara lain :

1) Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk

memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu.

2) Kepemimpinan adalah proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang

atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam situasi tertentu.

3) Kepemimpinan adalah suatu pengaruh seni atau proses, mempengaruhi orang

sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan penuh kemauan

dan antusias”.

Dari ketiga definisi tentang kepemimpinan yang tersebut di atas maka dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan mempunyai peranan sebagai pemberi dorongan atau

motivator mengarahkan kegiatan-kegiatan bersama orang yang mampu memperhatikan

kepentingan bawahan penentu hubungan kerjasama. Disamping kecakapan dan

kemampuan dari pemimpin dan bawahan dipengaruhi oleh kesediaan dari para anggota

pelaksana untuk berkorban dan berusaha prestasi dari pemimpin dan kesediaan bekerja di

pihak pelaksana sangat dipengaruhi oleh situasi yang melandasi kerja mereka.

(9)

Dari uraian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kepemimpinan yang merupakan suatu tindakan dan perilaku seseorang dalam mempengaruhi orang lain harus dapat berfungsi sebagaimana mestinya agar tujuan organisasi dapat benar-benar tercapai.

Fungsi kepemimpinan menurut Robbins (2001:313) dibagi dua, yaitu:

1. Fungsi pemecahan masalah atau fungsi yang bertalian dengan tugas dapat

mencakup fungsi-fungsi memberi saran pemecahan dan memberi informasi dan

pendapat.

2. Fungsi pembinaan kelompok atau fungsi sosial meliputi segala sesuatu yang

membantu kelompok beroperasi secara lancar.

Pendapat lain tentang fungsi kepemimpinan diungkapkan oleh Robbins (2001:63)., mengemukakan pendapatnya mengenai fungsi kepemimpinan sebagai berikut : “Fungsi kepemimpinan adalah mengajak atau menghimbau semua bawahan atau pengikut agar dengan penuh kemauan untuk memberikan sumbangan dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kemampuan para bawahan itu secara maksimal”.

(10)

Mengingat peranan vital seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahan maka timbul pemikiran diantara para ahli manajemen untuk bisa lebih jauh mengungkapkan peranan apa saja yang menjadi beban dan tanggung jawab pemimpin dalam mempengaruhi bawahan. Peranan seorang pemimpin pada dasarnya merupakan penjabaran serangkaian fungsi kepemimpinan. Dalam mewujudkan peranan tersebut tentunya diperlukan kemampuan sebab berbagai macam peranan tersebut tidak dengan sendirinya akan berfungsi apabila tidak didukung oleh adanya kemampuan dari pemimpin itu sendiri.

Dengan demikian peranan kepemimpinan pada hakekatnya merupakan serangkaian tugas-tugas atau bagaimana posisi seorang pemimpin dalam mempengaruhi atau menggerakan bawahan sehingga dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran bawahan berperilaku mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sederetan peranan kepemimpinan tersebut dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya sudah barang tentu diperlukan berbagai kondisi dan situasi tertentu. Kepemimpinan akan efektif apabila penampilan pemimpin itu sendiri didukung penguasaan dan pengamalan yang selalu mampu menciptakan kesimbangan antara perilaku atau gaya kepemimpinannya dengan tingkat perkembangan kedewasaan/kematangan bawahan.

2.2.4. Pengertian Gaya Kepemimpinan Situasional

(11)

Gaya kepemimpinan Situasional merupakan suatu sistim kepemimpinan yang digunakan dalam usaha untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan bawahan dengan melakukan pendekatan gaya kemimpinan yang sesuai menurut situasi tertentu dan tingkat kematangan (kedewasaan) para bawahan yang dipimpin. Gaya kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Menurut Harsey dan Blanchard dalam Thoha, (2003;64) teori kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara:

1. Kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan oleh pemimpin.

2. Tingkat dukungan emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin.

3. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau

tujuan tertentu.

Konsep ini telah dikembangkan untuk membantu orang untuk menjalankan gaya kepemimpinan dengan tanpa memperhatikan perannya yang lebih efektif didalam interaksinya dengan orang lain. Konseptual melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan para pengikutnya. Dengan demikian walaupun terdapat banyak ฀ariable-variabel situasional yang penting misalnya: organisasi, tugas-tugas pekerjaan, pengawasan dan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam gaya kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahanya saja.

(12)

menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai pengikut secara kenyataan dapat menentukan kekutan pribadi yang dimiliki pemimpin. Perilaku tugas adalah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota kelompok atau para pengikut, menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, dan bagimana tugas-tugas tersebut harus dicapai. Perilaku hubungan adalah perilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antara pribadi diantara dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan pada bawahan untuk menggunakan pontensinya.

Berdasarkan teori gaya kepemimpinan situasional dari beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan situasional adalah perilaku seorang pemimpin yang bertanggung jawab dapat mempengaruhi kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan mencapai tujuan umum.

2.2.5. Gaya Kepemimpinan Situasional

Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin, ada dua hal yang biasanya dilakukan terhadap bawahannya atau pengikutnya menurut Hersey dan Blanchard dalam Thoha, (2003:65) yakni:

1. Perilaku Mengarahkan

Perilaku mengarahkan adalah sejauhmana seorang pemimpin melibatkan dalam

komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain:

menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut

(13)

bagaimana melakukanya dan melakukan pengawasan secara ketat kepada

pengikutnya.

2. Perilaku Mendukung

Perilaku mendukung adalah sejauhmana seorang pemimpin melibatkan diri dalam

komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan,

memudahkan interaksi, dan melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan.

Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua proses yang terpisah dan

berbeda seperti dibawah ini sehingga dengan demikian dapat diketahui empat gaya dasar

kepemimpian menurut Harsey dan Blachard dalam Thoha, (2003;65),

(14)

SE

Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan Situasional

Tingkat kedewasaan (maturity level) dari para bawahan menentukan gaya efektif dari pemimpin. Dimulai dengan perilaku tugas yang berstruktur, yang sesuai alam bekerja dengan bawahan yang belum dewasa, teori menyarankan bahwa perilaku pemimpin harus bergerak melalui :

a. Tugas tinggi – hubungan rendah (gaya telling) ke; b. Tugas tinggi – hubungan tinggi (gaya selling) ke;

c. Tugas rendah – hubungan tinggi (gaya participating) dan akhirnya ke;

d. Tugas rendah – hubungan rendah (gaya delegating), jika kita mengikuti perkembangan bawahan dari tidak dewasa sampai ke dewasa.

Hersey dan Blanchard berasumsi bahwa tingkat kedewasaan dari bawahan tidak tetap. Bawahan yang tidak dewasa berubah untuk menjadi lebih dewasa. Salah satu tanggung jawab manajer ialah membantu bawahan untuk meningkatkan tingkat kedewasaannya. Manajer harus menyesuaikan dirinya terhadap situasi tidak hanya secara pasif tetapi juga secara aktif. Kedewasaan (maturity) dalam

(15)

teori kepemimpinan situasional ini diartikan sebagai ”...the ability and willingness

of people to take responsibility for directing their own behavior”.

Variabel-variabel dari kedewasaan ini harus diperhitungkan dalam kaitannya dengan tugas tertentu yang harus dilaksanakan secara keseluruhan. Setiap orang cenderung lebih dewasa untuk tugas tertentu dan kurang dewasa untuk tugas yang lain.

Budiman (2003:69) mengungkapkan tentang gaya kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang berlandaskan 4 (empat) sifat atau karakter yaitu :

1. Shiddiq(benar) yaitu bersikap dan bertingkah laku benar dalam setiap perbuatan dan perkataannya.

2. Amanah (jujur/terpercaya), memimpin dengan menjaga commitment yang tinggi artinya menjunjung tinggi atau menjaga setiap perkataan, ikrar, janji dan konsisten.

3. Tabligh (penyampaian), artinya menyampaikan segala informasi baik itu dari wahyu yang beliau terima maupun rencana atau keputusan yang diambil dalam kepemimpinannya.

4. Fathanah (cerdas atau pintar), yaitu memiliki potensi akal dan daya pikir yang tinggi dengan pengertian selalu bijaksana dalam mengambil keputusan dan mengeluarkan kebijakan secara adil serta cerdas dalam berbagai bidang termasuk politik dan perekonomian.

(16)

Dari sifat Shiddiq (benar), memberikan keyakinan kepada bawahannya yaitu sahabat-sahabatnya dan pengikutnya dengan kebenaran, dan jujur baik dalam perkataannya maupun dalam perbuatannya.

2. Menuntun

Dari sifat Amanah (kepercayaan), memberikan arahan, bimbingan dengan teladan kepada bawahan dan pengikutnya.

3. Menyenangkan

Dari sifat Tabligh (menyampaikan), memberikan dorongan atau semangat serta motivasi bukan hanya untuk di dunia akan tetapi tujuan hidup di akhirat yang lebih baik dan menyenangkan.

4. Mencerdaskan

Dari sifat Fathanah (Cerdik), mencerdaskan kehidupan pengikutnya atau masyarakat atau bangsa, bukan hanya mendidik akan tetapi dengan memberi contoh atau mempraktek langsung didepan pengikutnya, apa yang disebut dengan sunnah.

(17)

tempat dimana beliau pimpin, contohnya gaya kepemimpinan dalam menghadapi masyarakat Quraisy di Mekkah berbeda dengan dalam menghadapi kaum Anshar di Madinah (Budiman, 2003:71).

2.2.6. Jenis Kepemimpinan Lain

Gaya Kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang memancarkan kepemimpinannya.

Menurut Susilo Martoyo (1996:146) gaya kepemimpinan diantaranya: 1. Gaya Kepemimpinan Direktif Otokratif

Gaya kepemimpinan ini memberikan peluang yang sangat luas kepada pemimpin untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan bawahan untuk mengemukakan pendapat sangat terbatas. Pemimpin merupakan pusat komando, pusat pemerintah terhadap bawahan.

2. Gaya Kepemimpinan Persuasif

Pemimpin melaksanakan otoritas dan Kontrol terutama dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pemimpin memperhatikan masukan-masukan dari bawahan, bawahan mendapat kebebasan terbatas untuk mengemukakan pendapatnya, mereka diikut sertakan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini, keputusan pimpinan merupakan keputusan bersama meskipun jumlah atau persentase masukan dari bawahan masih terhitung minim.

(18)

Pemimpin memberikan kesempatan yang luas kepada bawahan untuk ikut seta dalam pengambilan keputusan. Cara yang ditempuh adalah menyajikan rancangan yang bersifat sementara. Rancangan tersebut ditawarkan kepada bawahan, yang masih terbuka kemungkinan adanya perubahan. Dengan cara ini pemimpin berkempatan menguji gagasanya kepada bawahan melalui proses konsultasi. Cara ini juga memberikan peluang yang luas bagi bawahan untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dalam membuat suatu kepusatusan manjemen.

4. Gaya Kepemimpinan Partipatif

Pemimpin memberikan kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahan untuk mengemukakan pendapatnya. Pemimpin dan bawahan bekerja sama secara penuh dalam team. pemimpin dan bawahan bekerja dalam team tetapi pemimpin tidak berperan langsung melainkan mendelegasikan kepada staf senior. Pendelegasian pembuatan keputusan menunjukan adanya kebebasan bertindak dalam batasan tertentu, meskipun bawahan sangat dominan tetapi tanggung jawab berada pada pimpinan.

5. Gaya Kepemimpinan Musyawarah

(19)

2.3. Motivasi Kerja 2.3.1. Teori Motivasi

Timbulnya motivasi karyawan atau semangat kerja pada dasarnya merupakan sikap mental individu atau kelompok yang terdapat dalam suatu organisasi dalam melaksanakan tugasnya karena adanya keinginan untuk memperoleh suatu tujuan atau mengharapkan suatu kebutuhan hidup sehingga mendorong mereka untuk bekerja lebih baik dan lebih produktif.

Menurut Kartono (2003:101) untuk mempertahankan hidupnya, kebutuhan-kebutuhan tertentu dari manusia harus dipenuhi. Kebutuhan hidup secara umum dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu :

1) Kebutuhan tingkat vital biologis, antara lain berupa sandang, pangan, papan atau tempat tinggal, penlindungan, rasa aman, air, udara, seks, dan lain-lain. 2) Kebutuhan tingkat sosio-budaya (human-kultural) antara lain berupa empati,

simpati, cinta kasih, pengakuan diri, penghargaan, status sosial, prestise, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebutuhan berkumpul dan seterusnya.

3) Kebutuhan tingkat religius (metafisik, absolut), yaitu kebutuhan merasa terjamin hidupnya, aman sentosa, bahagia di dunia dan akhirat, dan kebutuhan untuk bersatu/manunggal dengan Tuhan Yang Maha Esa.

4) Kebutuhan-kebutuhan yang insani sifatnya itu memunculkan dorongan-dorongan (drives, wants).

(20)

Dorongan sudah ada sejak lahirnya manusia namun sering tidak disadari, dan telepas dari kontrolnya sosio manusia. Dorongan erat kaitannya dengan perasaan-perasaan yang paling dalam. Kuantitas dan kualitas dorongan berbeda-beda pada setiap individu. Pendidikan dan kebiasaan-kebiasaan yang baik ikut mempengaruhi dorongan-dorongan tersebut.

Kebutuhan dan dorongan tersebut akan merangsang orang untuk berbuat atau bertingkah laku. Lalu timbullah dinamika, gerak-gerak, usaha, perbuatan, tingkah laku atau praksis. Pemuasan kebutuhan dan praksis itu memberikan rasa lega dan puas. Akar rangkaian proses psikis dan fisis yang dimulai dari kebutuhan sampai pada praksis, dapat digambarkan dengan bagan dibawah ini . Pemimpin yang baik itu wajib memahami kebutuhan-kebutuhan manusiawi tadi baik kebutuahan pribadi sendiri maupun kebutuhan orang lain – anak buah yang dipimpin dan atasan, serta kolega-kolega sederajat, sehingga dia bisa besikap bijaksana. Dengan demikian dia akan mampu memutuskan semua pihak dan berhasillah kepemimpinannya.

Kebutuhan dan motivasi saling berhubungan atau berkaitan yang sangat erat. Motif atau motivasi ialah :

1) Gambaran penyebab yang akan menimbulkan tingkah laku, menuju pada satu sasaran tertentu

2) Landasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat

(21)

Maka motivasi kerja dan motivasi untuk menjadi pemimpin itu bermacam-macam. Ada orang yang didorong oleh motivasi-motivasi rendah dan egoistis, misalnya meraih prestise, status sosial untuk menonjolkan kelebihan dan keakuannya, untuk pamer atau bersifat eksibistis untuk mendapatkan kekayaan dengan cara apapun juga, untuk memuaskan kesombongan diri (narsistis), dan lain-lain. Sebaliknya, ada orang yang muncul menjadi pemimpin karena ia didorong oleh motivasi-motivasi luhur atau nobel, misalnya oleh rasa-rasa patriotik, pengabdian, pengorbanan, kebaikan kecintaan pada rakyat, tidak mementingkan diri sendiri, tetapi demi kepentingan dan kesejahteraan umum.

Motif-motif yang jelas, tegas dan kuat, akan mendorong kuat kemauan orang, dan memberanikan dirinya untuk berbuat sesuatu. Dengan kata lain, barang siapa memiliki kemauan yang kuat, harus memiliki motivasi-motivasi yang jelas-tegas, sehingga mendorong dengan kuat berlangsungnya kemauan. Karena itulah maka pendidikan kemauan sebagian besar berupa pemupukan motivasi-motivasi yang baik, jelas dan kuat.

2.3.2. Pengertian Motivasi Kerja

(22)

rekan kerja, penyelia, pimpinan, dan perusahaan. Beberapa ahli menyebut motivasi kerja dengan moral kerja atau “morale” yang diartikan sebagai : “Sikap dalam bentuk kesediaan anggota-anggota suatu kelompok untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan”. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang dalam suatu kelompok akan saling berhubungan dengan melalui disiplin bersama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit

pro quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan

“ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3) Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.

(23)

melakukan tindakan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedang karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai kehadiran dan tingkat perputaran yang lebih baik serta kurang aktif di dalam kegiatan serikat karyawan.

Munandar (2004:323) menyimpulkan bahwa pengertian motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang, jika berhasil dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan kebutuhan-kebutuhan dimaksudkan suatu keadaan dalam diri (internal state) yang menyebabkan hasil-hasil atau keluaran-keluaran tertentu menjadi menarik. Misalnya, rasa haus (kebutuhan untuk minum) menyebabkan kita tertarik pada air segar. Jika tidak haus maka kita bersikap netral terhadap air. Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk berperilaku mencari.

2.4. Pengertian Prestasi Kerja

(24)

kerja untuk suatu perusahaan agar dapat berhasil diantaranya dengan mempertimbangkan tiga elemen yaitu produktivitas, kualitas dan pelayanan.

(25)

Hasibuan (2000:126), ”Prestasi kerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input)”. Handoko (2004:75) menyatakan, ”Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat mempengaruhi keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka”.

Dengan demikian dapat disimpulkan prestasi kerja adalah suatu proses untuk mengevaluasi atau kinerja karyawan dengan tujuan agar dapat mendorong karyawan untuk lebih semangat untuk bekerja, berkompeten, dan mencapai target serta tujuan yang ditentukan untuk peningkatan dimasa yang akan datang.

2.5. Kerangka Konseptual

(26)

karakteristik kepemimpinannya, sehingga para karyawan dapat termotivasi untuk menyelesaikan pekerjannya dengan baik dan berprestasi. Karena prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh motivasinya dalam bekerja (Yulk, 2002:254).

Pendapat Yulk tersebut dibuktikan dengan studi empiris yang dilakukan Sarita dan Agustia (2008) yang menyatakan bahwa kepemimpinan siatuasional, motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja. Dari hasil studi tersebut dapat digambarkan bahwa pemimpin yang mampu menyesuaikan kepemimpinannya dengan situasi kerja, akan mampu memotivasikan karyawan untuk bekerja secara maksimal, sehingga prestasi kerja karyawanpun akan meningkat. Samson (2007) meneliti mengenai pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendapatan Kota Ambon. Hasil penelitian Samson tersebut juga terbukti secara empiris yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan siatuasional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Ini dapat digambarkan bahwa seorang pemimpin yang memiliki superioritas tertentu, mampu menggerakkan dan merangsang motivasi bawahnya untuk bekerja dengana baik, sehingga sasaran dengan mudah tercapai.

(27)

bawahanya, maka dia akan memahami bagaimana cara dia menggerakan karyawannya untuk terus bekerja secara maksimal.

Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa bawahan bervariasi dalam tingkat kesiapannya dalam melakukan tugas. Orang dengan kesiapan tugas rendah, karena mempunyai kemampuan yang terbatas dan berkurangnya pelatihan ataupun rasa ketidaknyamanan, memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda dari mereka yang tinggi kesiapannya dan mempunyai kemampuan, ketrampilan, kepercayaan diri, dan kemampuan bekerja yang baik (Daft, 2002). Jika dikaitkan dengan teori situasional yang dikemukakan Hersey dan Blanchard ini berfokus pada kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin. Situasi ini akhirnya menuntut pemimpin untuk mengajak peran serta bawahan agar mau berpartisipasi secara aktif, sehingga secara perlahan-lahan motivasi kerja mereka akan berkembang secara optimal. Dengan adanya partisipasi dari bawahan akan menimbulkan keyakinan diri bawahan bahwa mereka akan mampu melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepada mereka untuk dapat diselesaikan dengan baik (Suyanto, 2009). Ini membuktikan bahwa gaya kepemimpinan yang diharapkan dapat disesuaikan dengan situasi kerja karyawan, dan mampu memberikan motivasi kerja yang baik, sehingga prestasi kerja karyawan juga akan meningkat.

Adapun kerangka berpikir penelitian ini dapat dapat digambarkan pada Gambar 2.2:

Kepemimpinan Situasional

(28)

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: “Kepemimpinan situasional dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawan Divisi Produksi PT Arun NGL Lhokseumawe”.

Gambar

Gambar 2.1  Gaya Kepemimpinan Situasional
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Proses kerja pada sistem ini terdiri dari 3 langkah kerja, yaitu silinder kerja ganda skuens/spesial yang melakukan penekanan dari bagian samping komponen dan silinder kerja ganda

Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana sebenarnya struktur pasar jasa penyelenggaraan akses internet di Indonesia dan

Setelah melakukan beberapa pengujian terhadap spesimen, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase porositas yang dihasilkan menurun secara signifikan dibandingkan dengan

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan stilistika dengan langkah-langkah, yaitu: transkip rekaman data, penerjemahan data, identifikasi data,

Berdasarkan tugas pokok dan fungsi eselon I I lingkup Badan Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat dijabarkan dalam

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Klinik Jurusan Analis Kesehatan pada bulan Mei 2016 didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

Salah satu parameter-parameter desain yang berkaitan dengan optimalisasi unjuk kerja suatu kolektor adalah ketebalan plat penyerap, konduktivitas termal plat penyerap, jarak

kan bahwa terdapat perbedaan dengan angka mutlak, dimana kadar vitamin C pada perasan jeruk sunkist lebih besar dibandingkan dengan infused water jeruk sunkist.. Dari