• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Optimasi Konsentrasi Parafin Terhadap Pertumbuhan Acetobacter Xylinum Dalam Memproduksi Selulosa Bakteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Optimasi Konsentrasi Parafin Terhadap Pertumbuhan Acetobacter Xylinum Dalam Memproduksi Selulosa Bakteri"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Selulosa

Selulosa merupakan polimer yang paling melimpah di alam. Nama selulosa diciptakan oleh Anselme Payen, seorang ahli kimia fisika dan matematika Perancis pada tahun 1838. Selulosa adalah bahan utama dari tanaman berkayu, yang memiliki keragaman aplikasi yang berkisar dari perumahan ke kertas dan tekstil. Dapat dikatakan, selulosa adalah salah satu senyawa kimia yang paling berpengaruh dalam sejarah budaya manusia. Biasanya selulosa disertai berbagai zat lain, seperti lignin, di dinding sel tumbuhan matriks. Dalam spesis tertentu, seperti kapas, selulosa terdapat dalam bentuk murni tanpa bahan tambahan dan dalam beberapa kasus, seperti alga Valonia, selulosa hampir benar-benar dalam bentuk kristal (Kontturi, 2005).

(2)

Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Gortner, 1938)

Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:

1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun

2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali

3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak.

4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya (Fengel, 1995).

(3)

Eksopolisakarida adalah polisakarida rantai panjang yang terdiri dari satuan cabang berulang dari gula atau gula derivatif, terutama glukosa, galaktosa dan rhamnosa dalam rasio yang berbeda. Polisakarida ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu homopolisakarida (selulosa, dekstran, mutan, pullulan, curdlan), dan heteropolisakarida (gella, xanthan). Homopolisakarida terdiri dari satuan berulang dari hanya satu jenis monosakarida (D-glukosa atau D-fruktosa). Sedangkan heteropolisakarida dari beberapa bentuk oligosakarida, yang mengandung 3-8 residu, yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (Chawla, dkk. 2009).

2.1.1 Selulosa Bakteri

Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikroba yang dihasilkan melalui fermentasi air kelapa menggunakan Acetobacter xylinum yang berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida membentuk jalinan yang terdiri dari serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesias β dari Acetobacter aceti, bakteri nonpatogen. Selulosa bakteri mempunyai struktur kimia

yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan dan merupakan polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh molekul D-glukosa melalui ikatan β-1,4 (Holmes, 2004). Adapun Foto serat selulosa bakteri dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

(4)

Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa dari tumbuhan, tetapi selulosa bakteri tersusun oleh serat-serat selulosa yang lebih baik dari selulosa tumbuhan. Setiap serat-serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan (Philips dan William, 2000).

Serat selulosa sekitar 100 kali lebih tipis daripada selulosa tanaman, yang membuatnya menjadi bahan yang sangat berpori. Selulosa bakteri dengan struktur jaringan pita yang unik memiliki dimensi pita kira-kira 3-4 nm untuk ketebalan dan 7-130 nm untuk lebar. Jaringan pita ini dibentuk dari rantai agregat menjadi sub-fibril, dimana lebarnya sekitar 1,5 nm, dan kemudian sub-fibril tersebut dikristalisasi membentuk bundel yang merupakan bentuk sementara dari struktur pita (Bielecki, dkk., 2000; Jonas, 1998; Yamanaka, dkk., 2000).

Menurut Krystinowich dan Bielecki (2000), selulosa mempunyai beberapa keunggulan antara lain : kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastis dan terbiodegradasi (Krystinowich, 2000). Selulosa bakteri lebih cocok untuk memproduksi membran audio berkualitas tinggi, kertas berkualitas tinggi, fuel-cell, industri makanan, material medis seperti obat-obatan, dressing luka,

kosmetik, dan tekstil (Czaja, dkk., 2008: Zhou, dkk., 2007).

(5)

Jika suatu luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah kulit dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cidera mekanis dan infeksi. Selulosa bakteri yang disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka (Hoenich, 2006).

Relatif tingginya biaya produksi selulosa dapat dibatasi pada bahan tambahan produk serta bahan kimia khusus yang digunakan. Sedangkan pengurangan biaya dalam fermentasi dapat membatasi dari biaya harga bahan baku substrat selulosa bakteri. Akibatnya, Produksi selulosa bakteri selalu memungkinkan lebih murah daripada sumber selulosa konversional. Untuk alasan komersialisasi ini, keberhasilan penggunaan selulosa bakteri bergantung pada ketepatan memilih aplikasi dimana kinerja yang unggul dapat memberikannya nilai yang lebih tinggi (Chawla, dkk., 2008).

Sebagai salah satu sumber selulosa yang dihasilkan dalam skala ilmiah, selulosa bakteri diproduksi secara ektraselular contohnya oleh Acetobacter xylinum. Bakteri gram negatif Acetobacter xylinum merupakan contoh selulosa

sintesis dari bakteri prokariotik. Ini ditemukan sebagai lembaran gelatin pada permukaan yang siap dibudidayakan didalam laboratorium sebagai sumber selulosa murni (Aspinall, 1983). Di Jepang, matriks selulosa bakteri sebagai limbah industri digunakan sebagai bahan pembuatan cuka tradisional (Ozawa, dkk., 2006).

2.1.2 Aplikasi Selulosa Bakteri

Aplikasi selulosa bakteri yaitu dalam bidang sebagai berikut :

a. Aplikasi dalam bidang medis

(6)

produk impor yang mahal, sehingga berakibat pada mahalnya harga produk tablet yang dihasilkan. Mikrokristalin selulosa adalah hasil olahan dari selulosa alami yang dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari tumbuhan atau hasil fermentasi. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang diproduksi sebagai hasil fermentasi Acetobacter xylinum dalam substrat air kelapa. Selulosa bakteri identik dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Untuk menghasilkan mikrokristal selulosa dengan harga murah, maka dilakukan pemanfaatan nata de coco menjadi mikrokristal selulosa untuk pembuatan tablet (Yanuar, 2003).

b. Aplikasi dalam makanan

Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah yang sedikit akan memberikan dispersi dan stabilisasi emulsi makanan yang baik. Selulosa bakteri dapat berfungsi demikian karena struktur tiga dimensi dari serat selulosa dan kestabilan terhadap perlakuan fisika dan kimia, seperti ketahanan terhadap panas, asam, dan garam. Karakteristik-karakteristik dari selulosa bakteri ini dapat diaplikasikan pada makanan sebagai stabilisasi dari bahan pengental, dispersi, suspensi, dan emulsi. Adapun aplikasi selulosa bakteri dalam makanan yaitu sebagai berikut :

1) Penggunaan pada minuman

Selulosa bakteri mempunyai suatu fungsi yang khusus yaitu untuk menstabilisasikan dispersi dari zat padat yang tidak larut, seperti pada minuman coklat, minuman teh hijau dalam bentuk bubuk, minuman berkalsium, dan sebagainya. Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah kecil dapat menimbulkan pengaruh yang baik tanpa meningkatkan viskositasnya.

2) Sebagai makanan pencuci mulut

Selulosa bakteri sebagai makan pencuci mulut contohnya seperti nata de coco.

3) Penggunan pada saus

(7)

dapat memperbaiki kestabilan dispersi dari zat padat yang tidak larut tersebut dengan penambahan dalam jumlah yang sedikit (Philip dan William, 2000).

2.2 Acetobacter

Sel Acetobacter sp. berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter sp. merupakan bakteri aerob yang memerlukan respirasi dalam metabolismenya. Acetobacter sp. dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O.

Berbagai spesies Acetobacter sp. dapat ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Bakteri inilah yang menyebabkan pengasaman jus buah-buahan (Banwart,1981).

Acetobacter sp. adalah bakteri yang digunakan untuk membuat cuka.

Dalam membuat cuka, gel seperti membran selalu ditemukan pada permukaan larutan. Material ini berkembang menjadi selulosa. Selulosa ini berasal dari bakteri yang dinamakan selulosa bakteri (Philip dan William, 2000).

2.2.1 Jenis - jenis Acetobacter

Adapun jenis-jenis bakteri Acetobacter adalah sebagai berikut :

(8)

b. Acetobacter xylinum, bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat. Bakteri ini juga terdapat pada produk kombuca yaitu fermentasi dari teh.

c. Acetobacter suboxydans, bakteri ini dapat mengubah glukosa menjadi

asam askorbat ( vitamin C )

d. Acetobacter orleanensis, bakteri ini dapat mengubah etanol menjadi cuka.

e. Acetobacter indonesianensis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini

merupakan bakteri asli Indonesia.

f. Acetobacter cibinongensis, bakteri ini berasal dari daerah Cibinong. g. Acetobacter syzygii, ditemukan pada tahun 2002. Bakteri ini berasal dari

buah sirsak

h. Acetobacter tropicalis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini berasal dari daerah tropis.

i. Acetobacter bogoriensis, bakteri ini berasal dari daerah tropis.

2.2.2 Acetobacter xylinum

Bakteri yang dapat menghasilkan jumlah selulosa tertinggi dibandingkan bakteri lain adalah Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum adalah bakteri gram negatif yang mensintesis selulosa di masa sekarang glukosa. Acetobacter xylinum biasanya dapat ditemukan pada dinding bioreaktor untuk produksi etanol dari fermentasi ragi gula dan karbohidrat tanaman. Mereka juga dapat diisolasi dari madu bunga, buah yang rusak, sari apel segar yang tidak dipasteurisasi dan bir yang belum disterilkan. Acetobacter xylinum mensintesis selulosa dengan sepenuhnya memanfaatkan monosakarida dari karbohidrat atau gula sederhana seperti glukosa, fruktosa, sukrosa atau laktosa (Muhamed, 2010).

Acetobacter xylinum telah diterapkan sebagai contoh mikroorganisme

(9)

Acetobacter xylinum adalah berbentuk batang, aerobik, bakteri Gram-negatif yang

menghasilkan selulosa dalam bentuk ekstraseluler terjalin pita sebagai bagian dari metabolit primer. bakteri ini tumbuh dan menghasilkan selulosa dari berbagai substrat dan tanpa aktivitas selulosa (Chawla, dkk., 2009).

Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena

sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan

beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi medium dan pH medium. Adapun gambar bakteri selulosa dapat di lihat pada Gambar 2. 3 :

Gambar 2.3 Bakteri Acetobakter xylinum (Biamenta, 2011)

Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum : Kerajaan : Bacteria

Filum : Proteobacteria Kelas : Alpha Proteobacteria Ordo : Rhodospirilia

Famili : Pseudomonadaceae Genus : Acetobacter

(10)

Bakteri Acetobacter sering ditemukan dalam hubungan simbiosis dengan berbagai tanaman seperti tebu dan kopi. Acetobacter xylinum adalah bakteri gram negatif, aerobik yang telah lama menjadi model organisme untuk studi selulosa bakteri. Sebuah sel bakteri Acetobakter xylinum tunggal mampu melakukan polimerisasi molekul glukosa 200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glukosa yang kemudian dieksresikan ke dalam medium disekitarnya membentuk ikatan pita mikroserat menyerupai lebar dan struktur rata-rata serat tanaman dan alga.

Serat yang terbentuk di dalam membran dengan sintesis selulosa dan hasilnya dikeluarkan dari baris 50-80 pori-pori seperti lembaran sepanjang sumbu longitudinal sel. Pembentukan ini menghasilkan matriks selulosa yang mengambang pada permukaan. Sehingga diperkirakan Acetobakter xylinum adalah sebuah bakteri aerob obligat, yang tumbuh dengan adanya oksigen yang tinggi pada permukaan medium (Muthukumarasamy, 2001).

2.3 Pembuatan Nata

Defenisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi. Nata de coco adalah jenis nata dengan media fermentasi dari air kelapa. Nata de coco dibuat dengan memanfaatkan air kelapa untuk difermentasikan secara aerob dengan bantuan mikroba (Hidayat, 2006). Nata merupakan suatu bahan makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum yang kaya akan selulosa, bersifat kenyal, transparan, dan rasanya menyerupai kolang-kaling (Budiyanto, 2004).

(11)

penambahan gula yang terlalu banyak (konsentrasi gula terlalu pekat) menyebabkan bakteri mengalami plasmolisis (kematian) (Warisno, 2009)

Selain glukosa, nitrogen juga merupakan faktor penting. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik dan menghambat pembentukan enzim yang diperlukan, sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna (Hidayat, 2006). Zwelzeneur Ammonia (ZA) atau urea mengandung nitrogen yang berguna untuk meningkatkan aktivitas atau sebagai nutrisi Acetobacter xylinum. Keuntungannya adalah nata yang dihasilkan menjadi lebih banyak dalam waktu yang singkat. Sebaliknya, tanpa penggunaan nitrogen nata yang dihasilkan akan sedikit (Warisno, 2009).

Bakteri Acetobacter xylinum akan tumbuh optimum pada media yang asam. Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5. Pada kedua sisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun dengan tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme (Budiyanto, 2004). Jenis asam yang sering digunakan adalah asam asetat atau asam cuka. Kelebihannya, harga lebih murah dan mudah didapatkan dibanding asam organik lain. Jumlah penambahannya tergantung pada derajat keasaman media sebelumnnya (Warisno, 2009).

Lama fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata ini pada umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu maksimal produksi nata. Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari unsur logam karena mudah korosif, disamping itu tempat fermentasi diupayakan tidak mudah terkontaminasi, tidak terkena cahaya matahari, dan jauh dari sumber panas dan harus berada dalam kondisi steril.

(12)

Pada umumnya temperatur fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar (28o

Starter yang kurang baik akan menghasilkan nata yang kurang baik pula. Sebaiknya digunakan starter yang berkualitas baik untuk mendapatkan nata dengan kualitas baik. Starter yang yang berkualitas baik adalah starter yang tidak terkontaminasi, dengan ketebalan nata yang sedang (tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis), dan berada pada lapisan atas permukaan media fermentasi.

C). Jika suhu terlalu rendah nata yang dihasilkan kurang memuaskan. Temperatur ruang yang terlalu tinggi akan menganggu pertumbuhan bakteri nata yang akhirnya juga akan menghambat produksi nata.

Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan bahwa selama proses pembentukan nata berlangsung harus dihindari gerakan atau goncangan di sekitar tempat fermentasi. Akibat adanya gerakan atau goncangan ini akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar (Budiyanto, 2004).

2.4. Parafin

Minyak bumi terutama terdiri dari hidrokarbon dan sejumlah kecil sulfur, nitrogen, oksigen dan hidrogen dalam bentuk senyawa organik. Hidrokarbon dalam minyak bumi terutama dalam bentuk parafin, senyawa cincin aromatis dan napthane (cincin jenuh dengan 5 atau 6 atom C dalam cincin).

Minyak bumi berdasarkan komposisinya dibagi menjadi parafin basa dan aspal basa mentah, serta senyawa yang memiliki sifat diantara keduanya. Parafin basa mentah mengandung sejumlah parafin (alkana), rantai lurus atau bercabang. Aspal basa mentah mengandung sejumlah senyawa dengan berat molekul tinggi, non volatil yang dapat terpisah dengan pelarut menjadi fraksi dalam bentuk resin dan aspal (Satterfild, 1980).

(13)

Berat molekul yang dimiliki oleh parafin antara 350-420 gram/mol. Parafin tidak hanya terdiri dari rantai lurus hidrokarbon saja, tetapi juga terdapat suatu cabang atau bahkan struktur lingkar dalam rangkaian hidrokarbonnya. Adapun Stuktur Parafin dapat dilihat pada Gambar 2.4 :

Gambar 2.4 Struktur Kerangka Beberapa Parafin ( Othmer, 1997 )

Parafin adalah bahan utama pembuatan lilin yang berasal dari residu minyak bumi. Bahan berbentuk padat ini paling tidak ada dua jenis, yakni lokal dan impor. Parafin impor yang banyak beredar di pasaran adalah yang berasal dari Cina. Parafin lokal dicirikan dengan warnanya yang putih kekuningan. Sementara itu, parafin impor relatif putih bening. Parafin lokal lebih lembek dibandingkan dengan parafin impor. Parafin impor umumnya lebih mahal dibandingkan dengan parafin lokal. Lilin yang dibuat dari bahan parafin murni memiliki karakter lembek, berbintik, dan tidak putih bersih (Murhananto, 2010).

2.5 Rekayasa Jaringan

(14)

ini kemudian akan diserap dan digantikan oleh jaringan alami dan fisiologis (Vitriana, 2010).

Tubuh manusia secara alami dapat memperbaiki dirinya sendiri sampai batas waktu: misalnya, terpotong, bergeser, dan patah tulang dapat disembuhkan. Perbaikan medis yang lebih luas dari bagian tubuh yang rusak biasanya terbatas pada transplantasi jaringan dan donor dari organ. Ada banyak orang yang membutuhkan transplantasi daripada adanya donor. Teknik jaringan sangat menjanjikan untuk memperluas pilihan memperbaiki jaringan yang sakit dan organ yang rusak.

Rekayasa jaringan membantu tubuh untuk penyembuhan diri sendiri melalui proses pengaktifan struktur yang menyediakan scaffold untuk mendukung pertumbuhan jaringan baru. Dalam suatu cerita, scaffold dan faktor pertumbuhan yang ditanamkan pada luka cedera pasien. Pergantian jaringan dapat tumbuh di luar pasien dan kemudian ditransplantasikan.

Contoh produk rekayasa jaringan yang telah disetujui untuk digunakan pada pasien meliputi: Dermagraft, yang digunakan untuk mengobati ulur pada kaki diabetik, carticel, yang digunakan untuk memperbaiki tulang rawan lutut yang rusak, dan transcyte, yang merupakan pengganti kulit sementara bagi korban luka bakar (Seidman, 2010).

2.6 Scaffold

Scaffold merupakan salah satu bagian penting dalam rekayasa jaringan. (

(15)

Scaffold harus sesuai dengan defek anatomi tiga dimensi. Syarat dari

scaffold yaitu scaffold harus menguatkan regenerasi jaringan melalui pengiriman

biofaktor, scaffold memiliki pori dari diameter 300 – 1200 µ m adalah efisien dalam penyokong migrasi sel, proliferasi sel dan transfor faktor pertumbuhan. Diameter porositas yang lebih kecil adalah tidak efisien sementara diameter yang lebih besar dapat mempengaruhi sifat mekanik scaffold (Alit’s, 2012).

2.7 FTIR ( Fourier transform infrared spectroscopy )

Spektroskopi IR merupakan suatu metode analisis yang dipakai untuk karakteristik bahan polimer dan analisa gugus fungsi, dengan cara menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik dalam daerah sinar infra merah. Daerah infra merah didefenisikan sebagai daerah yang memiliki panjang gelombang 1 – 500 nm. Setiap gugus dalam molekul umumnya mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh polimer (Steven, 2001).

Bagian pokok dari spektroskopi IR adalah sumber cahaya inframerah, monokromator dan detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui cuplikan, dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunya dalam monokromator dan intensitas relatif dari frekuensi individu diukur oleh detektor (Sasrtohamidjojo, 1985).

2.8 SEM (Scanning Electron Microscope)

(16)

dipelajari struktur permukaannya secara langsung. Pada dasarnya, SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan electron dan dipantulkan atau berkas sinar elektron sekunder.

SEM menggunakan prinsip skanning yaitu berkas electron diarahkan pada titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Gortner, 1938)
Gambar 2.2 :
Gambar 2. 3 :
Gambar 2.4 Struktur Kerangka Beberapa Parafin ( Othmer, 1997 )

Referensi

Dokumen terkait