• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Hipoglikemik Polisakarida Larut Air (PLA) Umbi Talas Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) Terhadap Glukosa Darah Tikus Wistar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Hipoglikemik Polisakarida Larut Air (PLA) Umbi Talas Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) Terhadap Glukosa Darah Tikus Wistar"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Regulasi Gula Darah

Glukosa merupakan senyawa yang sangat diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan energi bagi jaringan tubuh terutama otak dan sel darah merah. Glukosa

disimpan dalam hati sebagai glikogen dan asam lemak. Setelah mengonsumsi

makanan tinggi karbohidrat terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa

darah meningkat seiring dengan pencernaan dan penyerapan glukosa dari makanan.

Pada orang sehat dan normal, kadar gula darah berkisar 100 - 140 mg/dL (Marks, et

al., 2000).

Faktor utama yang berperan dalam mengatur kadar gula darah adalah

konsentrasi glukosa darah dan hormon terutama hormon insulin dan glukagon

(Marks, et al., 2000). Insulin berfungsi untuk mendorong penyerapan gula lewat

dinding usus ke dalam darah, mendorong gula masuk ke dalam sel, memacu proses

pembentukan energi, dan mendorong penyimpanan glukosa (glikogen) di hati dan sel

otot. Glukagon membantu pelepasan glikogen ke dalam darah ketika kadar glukosa

dalam darah rendah sehingga meningkatkan kadar gula darah, serta mengurangi

terbentuknya insulin dalam pankreas (Mahendra, et al., 2008).

Ketika seseorang ingin mengonsumsi makanan, dua fase sekresi insulin

terjadi, yaitu fase antisipatif (tahap pertama) dan fase glukosa-sensitif (tahap kedua).

Pada tahap antisipatif, pandangan terhadap makanan dan gigitan pertama merespon

(2)

pankreas melepaskan insulin ke dalam sirkulasi hepatik. Setelah insulin dilepas dalam

sirkulasi hati, hati berhenti memecah glikogen menjadi glukosa. Setelah makanan

memasuki lambung, pelepasan insulin lebih lanjut difasilitasi oleh hormon

gastrointestinal yang meningkatkan sensitivitas sel-sel islet glukosa. Setelah semua

karbohidrat/ glukosa terserap, sistem umpan balik untuk kontrol glukosa darah

dengan cepat kembali ke kondisi normal, biasanya dalam waktu 2 jam (Chee dan

Fernando, 2007).

Menjaga gula darah tetap normal sangat penting karena konsentrasi glukosa

yang tinggi akan menimbulkan tekanan osmotik dalam cairan ekstraseluler, dan

menyebabkan dehidrasi seluler. Konsentrasi gula darah yang berlebihan ini

menyebabkan hilangnya glukosa melalui urin (glikosuria) dan mengarah ke diuresis

osmotik yang menghabiskan cairan dan elektrolit tubuh. Sementara konsentrasi gula

darah yang rendah dapat menyebabkan risiko koma hipoglikemik, karena glukosa

adalah satu-satunya nutrisi yang dapat digunakan untuk energi oleh otak, retina, dan

epitel germinal dari gonad (Chee dan Fernando, 2007).

Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang timbul dari adanya kadar

gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Hal ini disebabkan oleh kelainan yang

berkaitan dengan hormon insulin yang berfungsi sebagai penyeimbang kadar gula

darah. Gangguan hormon insulin sendiri disebabkan oleh kurangnya produksi insulin

oleh organ pankreas. Tingginya kadar gula darah juga disebabkan oleh asupan

(3)

yang juga menyebabkan penyakit diabetes mellitus adalah stress oksidatif. Stress

oksidatif adalah kondisi dimana radikal bebas yang terdapat dalam tubuh yang berupa

molekul reaktif merusak membran sel dan menyebabkan berbagai gangguan fungsi

tubuh (Hanachi, et al., 2009).

Gangguan metabolisme yang disebabkan kekurangan produksi hormon insulin

akan memicu terjadinya hiperglikemia (Lanywati, 2001). Hiperglikemia adalah

keadaan dimana kadar gula darah meningkat atau berlebihan, yang akhirnya akan

menjadi penyakit yang disebut diabetes melitus (DM) yaitu suatu kelainan yang

terjadi akibat tubuh kekurangan hormon insulin, akibatnya glukosa tetap beredar di

dalam aliran darah dan sukar menembus dinding sel

(Nabyl, 2009).

Diabetes melitus merupakan sekumpulan penyakit yang memiliki berbagai

tanda dan gejala namun semua bentuk diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia

yang disebabkan oleh kelainan pada produksi insulin, aktivitas insulin maupun

keduanya. Hiperglikemia kronis dapat menyebabkan difungsi dan kerusakan berbagai

organ, seperti mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes melitus

mempunyai etiologi yang heterogen dan salah satunya adalah kerusakan sel beta

pankreas (Nelms, et al., 2010).

Pada jurnal Diabetes Care 2004, dikatakan data penderita diabetes mellitus di

Indonesia pada tahun 2000 mencapai 8,4 juta orang dan menduduki peringkat ke

empat setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Diperkirakan jumlah penderita

diabetes mellitus di Indonesia akan meningkat lebih dari dua kalinya pada tahun

(4)

International Diabetes Federation pada 2012 mengungkapkan penderita

diabetes mellitus di seluruh dunia mencapai 371 juta orang. Badan Kesehatan Dunia

(WHO) memprediksi penderita diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia meningkat pesat

dalam 10 tahun terakhir karena pada 2000 ada 8,4 juta penderita dan meningkat jadi

21,3 juta orang tahun 2010 (Maradona, 2011)

Gejala umum yang dirasakan oleh penderita diabetes adalah sering buang air

kecil, merasa haus dan banyak minum, merasa lelah, pusing, keringat dingin, dan

susah untuk berkonsentrasi, hal ini disebabkan karena tingginya kadar gula dalam

darah yang dikeluarkan lewat ginjal yang diiringi oleh keluarnya air atau cairan tubuh

sehingga penderita akan merasa haus terus-menerus dan sering buang air kecil.

Menurunnya fungsi insulin menyebabkab kadar gula dalam darah tidak optimal

masuk ke dalam sel sehingga tubuh dan otak kekurangan energi. Akibatnya penderita

akan sering merasa lelah, pusing, dan susah untuk berkonsentrasi (Mahendra, et al.,

2008).

Tipe Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA,2013) diabetes melitus dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu diabetes melitus tipe 1, dibetes melitus

tipe 2, diabetes melitus tipe lain, dan diabetes kehamilan.

Diabetes melitus tipe 1

Diabetes Melitus tipe 1 merupakan diabetes yang disebabkan oleh kurangnya

(5)

tipe 1 adalah karena adanya kerusakan atau kesalahan genetik pada sel pancreas

penderita, sehingga sistem imun terganggu dan tidak bisa menghasilkan hormone

insulin (Fitriana, 2016). Diabetes tipe ini merupakan bentuk diabetes yang hanya

diderita oleh 5-10% dari total penderita diabetes. Sebelumnya, tipe ini dikenal

dengan istilah insulin dependent diabetes (diabetes yang bergantung pada insulin)

dan/ atau diabetes anak-anak. Pada diabetes melitus tipe I, sel pankreas yang

menghasilkan insulin mengalami kerusakan, sehingga sel-sel β pada pankreas tidak

mampu mensekresi insulin. Umumnya penderita yang terkena diabetes tipe ini

mempunyai pola gen HLA, dimana akan lebih retan terhadap penyakit diabetes

melitus (American Diabetes Association 2010).

Kerusakan autoimun dari sel β memiliki beberapa kecenderungan genetik dan

juga terkait dengan faktor-faktor lingkungan. Meskipun pasien jarang menderita

obesitas pada diabetes tipe ini, obesitas tidak bertentangan dengan diagnosis.

Pasien-pasien ini juga rentan terhadap gangguan autoimun lain seperti penyakit Graves,

tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, vitiligo, celiac sprue, hepatitis autoimun,

miastenia gravis, dan anemia pernisiosa (American Diabetes Association, 2010).

Penghancuran sel β biasanya menyebabkan kekurangan insulin absolut

sehingga perlu insulin eksogen untuk bertahan hidup. Sampai saat ini diabetes tipe 1

hanya dapat diobati menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap

tingkat glukosa darah. Tanpa insulin, ketosis dan diabetes ketoasidosis dapat

(6)

Diabetes melitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan diabetes yang paling banyak diderita oleh

90-95% pasien diabetes (Fitriana, 2016). Diabetes melitus tipe 2 merupakan hasil

akibat kerusakan sel β-pankreas yang disebabkan oleh resistensi insulin (Rios dan

Fuentens, 2010). Sebelumnya, diabetes ini disebut sebagai non-insulin dependent

diabetes (diabetes yang tidak bergantung pada insulin) atau diabetes dewasa.

Penderita tipe ini biasanya relatif memiliki resistensi insulin dan biasanya relatif

memiliki defisiensi insulin pada awal terjangkit, dan terkadang seumur hidup.

Penderita ini tidak memerlukan pengobatan insulin untuk bertahan hidup (American

Diabetes Association, 2010).

Kebanyakan pasien penderita diabetes mengalami kegemukan, dan obesitas

itu sendiri menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Pasien yang tidak obesitas

dengan kriteria berat badan normal mungkin memiliki persentase peningkatan lemak

tubuh yang didistribusikan terutama di daerah perut. Ketoasidosis jarang terjadi

secara spontan pada jenis diabetes ini; tetapi biasanya timbul dalam hubungan

dengan stres penyakit lain seperti infeksi. Bentuk diabetes tidak terdiagnosis

selama bertahun-tahun karena hiperglikemia berkembang secara bertahap dan pada

tahap-tahap awal pasien tidak menyadari salah satu gejalanya (American Diabetes

Association, 2010).

Diabetes melitus tipe lain

Diabetes tipe ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kerusakan

(7)

glukokinase, kromosom 13, faktor promotor insulin, DNA mitokondria, dan lain

sebagainya), kerusakan genetis terhadap aksi insulin (misalnya resisten insulin tipe A,

leprechaunism, Rabson-Mendenhall syndrome, lipoatrophic diabetes, dan

sebagainya), penyakit ekskrin/ kerusakan pada pankreas akibat infeksi, trauma,

neoplasia, dan sebagainya (Rios dan Fuentes, 2010).

Obat-obatan dan bahan kimia juga menjadi salah satu penyebab diabetes tipe

ini. Senyawa kimia seperti pentamidine, vacor, asam nikotinat, dizoxide, dilantin,

glukokortikoid, adanya hormon tiroid, dan senyawa lainnya menjadi penyebab

timbulnya penyakit diabetes. Infeksi juga dapat menyebabkan diabetes, seperti infeksi

yang disebabkan oleh mikroba Congenital rubella dan Cytomegalovirus (Rios dan

Fuentes, 2010).

Diabetes melitus gestational

Diabetes kehamilan atau dikenal dengan diabetes gestational merupakan

diabetes yang dialami oleh ibu hamil selama masa kehamilannya. Diabetes tipe ini

didefinisikan sebagai derajat intoleransi glukosa dengan permulaan pertama selama

kehamilan. Meskipun kebanyakan kasus diabetes melitus gestational dapat

diselesaikan setelah melahirkan, definisi tersebut tetap berlaku atau bertahan setelah

kehamilan dan tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa intoleransi glukosa yang

belum diakui mungkin telah ada sebelum atau mulai bersamaan dengan kehamilan

(Frost, et al., 2003).

Diabetes gestational dapat terdeteksi selama kehamilan trimester ketiga tetapi

(8)

normal setelah melahirkan. Tujuan dari deteksi dini dan pengobatan diabetes

gestational adalah untuk mencegah atau mengurangi morbiditas perinatal. Kadar

glukosa darah puasa harus dipertahankan antara 65 dan 90 mg / dL dan 1 jam kadar

glukosa postprandial harus kurang dari 120 mg / dL. Semua wanita dengan diabetes

gestational harus menerima konseling gizi dari seorang profesional yang berkualitas

(Mechanick dan Brett, 2006).

Diabetes mellitus dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu: kelainan

fungsi sel-sel β-pankreas yang bersifat genetik (menurun), faktor lingkungan (virus

dan obesitas), adanya virus seperti virus penyebab penyakit gondongan dan

coxackievirus B4. Virus ini akan berperan sebagai pemicu pengrusakan pankreas.

Obesitas akan menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus tipe

dua, gangguan sistem imunitas, sistem imun salah mengenali sel β pankreas sebagai

benda asing, sistem kekebalan tubuh yang bertugas memerangi bakteri dan virus

malah menghancurkan sel β pankreas yang memproduksi insulin di dalam pankreas

(Soegondo, 2002)

Hormon insulin dihasilkan oleh sel-sel β pankreas pada pulau-pulau

langerhans pankreas sebagai reaksi langsung terhadap keadaan hiperglikemia.

Konsentrasi insulin dalam darah berpengaruh dengan konsentrasi glukosa darah.

Pemberian insulin dapat mengakibatkan hipoglikemia seketika. Zat-zat lain yang

menyebabkan pelepasan insulin adalah asam amino, asam lemak bebas, beban keton,

glukagon, dan sekretin. Insulin akan meningkatkan penyerapan glukosa di jaringan

seperti jaringan adiposa dan otot secara langsung dan secara tidak langsung akan

(9)

Penelitian in vivo mengenai diabetes mellitus didasarkan pada patogenesis

penyakit pada manusia yang bersifat kronis atau berlangsung menahun. Kondisi

patologis pada hewan model bertujuan untuk melakukan pencegahan, menetapkan

diagnosa, mengetahui patogenesis, dan terapi yang digunakan dalam penanganan

penyakit diabetes mellitus (Erwin, et al., 2012).

Gejala Diabetes Melitus

Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan glukosa memasuki urin.

Tingginya kadar glukosa dalam urin menyebabkan penderita akan banyak kencing,

banyaknya kencing akan menyebabkan dehidrasi maka penderita akan sering merasa

haus sehingga banyak minum. Banyaknya air dan kalori yang terbuang menyebabkan

penderita mudah merasa lapar sehingga banyak makan (Wijaya, 2010).

Gejala diabetes sebenarnya bervariasi, umumnya gejala awal yang dirasakan

oleh penderita diabetes antara lain: Polyuria (banyak kencing), Polydipsia (banyak

minum), polyphagia (banyak makan), berat badan menurun, mudah terjadi infeksi

dan luka sulit sembuh, atau gatal-gatal pada kulit, nyeri atau baal pada tangan dan

kaki, badan terasa lemah dan mudah mengantuk. Pada banyak penderita gejala

tersebut sering dijumpai, tetapi pada beberapa kasus tidak dijumpai sama sekali

(10)

Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis diabetes mellitus harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa

darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis DM dapat

ditegakkan melalui tiga cara yaitu:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200

mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan

sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir (Sudoyo, et

al., 2009).

2. Dengan adanya keluhan klasik, glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Dalam hal ini, puasa diartikan

pasien tidak mendapat kalori tambahan setidaknya selama 8 jam (Sudoyo, et al.,

2009).

3. Jika hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan maka harus dilakukan

pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. Tes tersebut dilakukan untuk

memastikan atau mengonfirmasi diagnosis yang dilakukan (Mahendra, et

al., 2008).

Cara pelaksanaan tes toleran glukosa oral menurut WHO (2006) yaitu:

1. Selama tiga hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien disarankan untuk tetap

makan seperti kebiasaan sehari hari dengan jumlah karbohidrat yang cukup dan

aktivitas fisik yang normal.

2. Sebelum pemeriksaan, pasien melakukan puasa paling sedikit 8 jam (dimulai

malam hari) dan mengonsumsi air putih tanpa gula diperbolehkan.

(11)

4. Pemberian glukosa 75 g (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak), dilarutkan

dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.

5. Pasien berpuasa kembali selama 2 jam

6. Pemeriksaan glukosa darah setelah 2 jam pemberian beban glukosa

7. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah pembebanan dibagi menjadi 3

yaitu: < 140 mg/dL = normal

140-199 mg/dL = toleransi glukosa terganggu ≥ 200 mg/dL = diabetes

(Sobel dan Schneider, 2002).

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus

dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga.

Apabila dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat

dikombinasi dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat

hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)

- Terapi non farmokologi (Pengaturan diet)

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet

yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:

a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar

normal.

b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

(12)

d. Meningkatkan kualitas hidup.

Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang

terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal

dan pencegahan serta perawatan komplikasi (Fitiana, 2016). Untuk pasien DM tipe

1, perhatian utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk

mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah

dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β

terhadap stimulus glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,2005)

- Olah raga (kegiatan fisik)

Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah

tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan

secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah

raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain

sebagai nya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan

penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)

- Terapi farmakologi

a. Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon

glukosa. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian

metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke

dalam sel. Macam-macam sediaan insulin antara lain sebagai berikut :

(13)

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah

setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular

- Insulin kerja panjang (long-acting)

Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan

jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda

yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau

mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human (Tjay dan Raharja

K, 2010)

- Insulin kerja sedang (medium-acting)

Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan

mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh:

Mixtard 30 HM (Tjay dan Rahardja, 2002) Secara keseluruhan sebanyak 20-25%

pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar

glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa

darahnya langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah insulin

(Waspadji,2010)

Kesulitan dalam penggunaan insulin yaitu hampir selalu terjadi resistensi

insulin yang berhubungan dengan diabetes tipe 2. Insulin juga ikut menstimulasi

nafsu makan sehingga dapat menyebabkan peningkatan berat badan pada pasien yang

sudah obesitas. Insulin harus diberikan disaat-saat pasien mengalami stress (seperti

(14)

menggunakan insulin biasanya diberikan kepada penderita diabetes melitus tipe 1

(BPOM RI, 2010).

b. Obat antidiabetik oral

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan diabetes melitus

adalah langkah non farmakologis berupa perencanaan pola makan dan kegiatan

jasmani. Apabila pengendalian diabetes belum tercapai dengan cara tersebut,

maka dilanjutkan dengan langkah farmakologis yaitu pemberian obat. Obat

antidiabetes oral terbagi menjadi beberapa golongan yaitu golongan sulfoniluera,

binguanid, analog meglitinid, penghambat α-glukosidase, tiazolidindion,

dan golongan penghambat dipeptidil peptidase tipe 4 (BPOM RI, 2010).

Golongan sulfoniluera

Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,

oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat

berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian

senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh

kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru

dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis

sebelumnya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah klorpropamid, glikazid,

glibenklamid, glipizid, glikuidon dan tolbutamid. Golongan obat ini bekerja dengan

cara menstimulasi sel beta pankreas untuk melepas insulin yang tersimpan sehingga

hanya bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresi

(15)

terhadap obat ini dan tingkat kegagalannya adalah 70% (Rubenstein dan Bradley,

2005).

Klorpropamid bekerja dalam jangka waktu yang panjang sehingga mungkin

menyebabkan hipoglikemia. Glibenklamid biasanya diberikan dalam dosisi tunggal

sebelum sarapan. Sementara tolbutamid bekerja dalam jangka waktu yang singkat

dan pemberiannya dalam dosis terbagi. Obat ini dapat digunakan pada pasien yang

mengalami kerusakan ginjal, karena prinsip kerjanya dimetabolisme di hati

(Rubenstein dan Bradley, 2005).

Golongan binguanid

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah metformin dan

hidroklorida. Cara kerja metformin adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan

menekan produksi glukosa dihati dan mengurangi resistensi insulin (BPOM, 2010).

Metformin sangat bermanfaat untuk penderita obesitas karena mampu menurunkan

berat badan. Umumnya obat ini dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan dapat

digunakan sebagai obat tunggal ataupun dikombinasi dengan sulfonilurea. Tetapi,

obat ini harus dihindari oleh penderita gangguan ginjal (kreatin serum > 120 µmol)

karena risiko asidosis laktat (Rubenstein dan Bradley, 2005).

Golongan analog meglitinid

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah repaglinid. Obat ini

mensitmulasi pelepasan insulin, memiliki masa kerja yang sangat singkat dan

dikonsumsi sebelum makan (Rubenstein dan Bradley, 2005). Pemberian obat ini bisa

(16)

dikombinasikan dengan metformin. Obat ini harus diberikan secara hati-hati pada

pasien lansia dan pasien dengan gangguan hati dan ginjal (BPOM RI, 2010).

Golongan penghambat alfa glukosidase

Obat yang termasuk golongan ini adalah akarbosa dan miglitol. Obat ini

secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran

pencernaan dengan cara menghambat proses metabolisme dan penyerapan

karbohidrat pada dinding usus halus. Hal tersebut akan menyebabkan turunnya

penyerapan glukosa sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah yang meningkat

setelah makan (BPOM RI, 2010).

Golongan tiazolidindion

Tiazolidindion sering disebut glitazon, berfungsi mengaktivasi reseptor-γ aktif

prolifertor peroksisom (PPAR-γ) nuklear, yang terutama diekspresi di jaringan lemak.

Tiazolidindion meningkatkan transkripsi gen yang terlibat dalam diferensiasi sel-sel

lemak dan lipid serta metabolisme glukosa. Fungsi lainnya yaitu mampu menurunkan

resistensi insulin dan cenderung memperbaiki profil lipid dengan menurunkan

trigliserida dan peningkatan kolesterol lipoprotein densitas tinggi (HDL) (Rubenstein

dan Bradley, 2005).

Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah rosiglitazon dan

pioglitazon. Keduanya dapat digunakan secara bersamaan dengan metformin pada

penderita obesitas dengan pengendalian glikemik yang tidak memadai. Jika

metformin tidak ditoleransi tubuh atau menimbulkan kontraindikasi, maka dapat

dignakan sulfoniluera. Di Amerika Serikat, baik rosiglitazon maupun pioglitazon

(17)

tetapi baru-baru ini rosiglitazon ditarik dari peredaran/ dibekukan izin edarnya baik

sediaan maupun kombinasi karena menyebabkan efek samping kardiovaskular berupa

gagal jantung (BPOM RI, 2010).

Golongan penghambat dipeptidil peptidase tipe 4

Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah sitagliptin dan vidagliptin

yang bekerja dengan cara menghambat dipeptidil peptidase tipe 4. Obat ini

merupakan obat yang baru diindikasi sebagai terapi tambahan pada diet dan olahraga

untuk meningkatkan kontrol kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2

(BPOM RI, 2010).

Herba Alami untuk Diabetes Melitus

Banyak tanaman di Indonesia yang mengandung komponen bioaktif dan

berkhasiat sebagai antidiabetes yang biasanya digunakan sebagai terapi herbal. Herba

yang digunakan sebagai obat tradisional dikenal dengan sebutan fitofarmaka, yang

berbentuk simplisia atau sediaan galenik (Dewoto, 2007).

Mekanisme kerja berbagai tanaman sebagai antidiabetes adalah:

1.Mempunyai kemampuan sebagai astringen yaitu dapat mempresipitasikan protein

selaput lendir usus dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus, sehingga

menghambat asupan glukosa sehingga laju peningkatan glukosa darah tidak terlalu

tinggi. Beberapa tanaman yang termasuk dalam kelompok ini adalah: alpukat

(Persia americana Mill.), buncis (Phaseolus vulgaris), jagung (Zea may L.),

(18)

sensu Bth.), mahoni (Swietenia mahagoni Jacq. ), salam (Eugenia polyantha

Wight.)

2.Mempercepat keluarnya glukosa dari sirkulasi, dengan cara mempercepat

peredaran darah yang erat kaitannya dengan kerja jantung dan dengan cara

mempercepat filtrasi dan ekskresi ginjal sehingga produksi urin meningkat, laju

ekskresi glukosa melalui ginjal meningkat sehingga kadar glukosa dalam darah

menurun. Beberapa tanaman yang termasuk dalam kelompok ini adalah bawang

putih (Allium sativum L.), daun sendok (Plantago mayor L.), juwet atau jamblang

(Eugenia cumini L.), keji beling (Strobilanthus crispus L), kumis kucing

(Orthosiphon aristatus L.), labu parang (Cucurbita moschata L.)

3. Mempercepat keluarnya glukosa melalui peningkatan metabolisme atau

memasukan ke dalam deposit lemak. Proses ini melibatkan pankreas untuk

memproduksi insulin. Beberapa tanaman yang termasuk kelompok ini adalah

lidah buaya (Aloe vera L.), brotowali (Tinospora crispa L.), pare (Momordica

charantia L.), sambiloto (Andrographis paniculata Nees).

(Widowati, 2008)

Pengujian Efek Hipoglikemik Tanaman Herba

Herba yang digunakan dalam penelitian Daud, et al. (2016) adalah daun ubi

jalar (Ipomoea batatas L.) yang diperoleh dari Pancurbatu, Sumatera Utara,

Indonesia. Pada pengujian tersebut, efek antidiabetes diujikan secara in vivo pada

(19)

Hasil penelitian Daud, et al., (2016) menunjukkan bahwa daun ubi jalar yang

diekstrak dengan etanol etil asetat dengan dosis 300 mg/kg BB memiliki efek

antidiabetes yang hampir sama dengan obat antidiabetes Metformin yang dapat

mereduksi kadar gula darah menjadi normal selama 15 hari, sehingga ekstrak daun

ubi jalar dapat digunakan sebagai alternatif terapi diabetes.

Eyo, et al (2011) melakukan pengujian efek hipoglikemik pada bawang putih

(Allium sativum), bawang merah (Allium cepa), dan jahe (Zingiber officinale). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis ekstrak tanaman (200, 250, dan

300 mg/kg BB) dari bawang putih, bawang merah, dan jahe memiliki efek yang

signifikan dalam mereduksi kadar glukosa darah pada tikus diabetes selama 6

minggu. Diantara jenis ekstrak tanaman yang diteliti, bawang putih dengan dosis

300mg/kg BB memiliki efek hipoglikemik terbaik yaitu menurunkan kadar glukosa

darah sebesar 79,7%, kemudian bawang merah dengan penurunan 75,4%, dan jahe

menurunkan kadar glukosa darah sebesar 56,7%.

Pengujian efek hipoglikemik polisakarida larut air gembili (Dioscorea

esculenta) yang diekstrak dengan berbagai metode oleh Harijono, et al., 2012. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar glukosa darah yang paling baik

terdapat pada perlakuan pemberian PLA ekstraksi ragi tempe, diikuti oleh pemberian

PLA ekstraksi papain dan air. Tikus hiperglikemia kembali normal (kisaran kadar

gula darah 70-110 mg/dL) setelah diberi PLA gembili ekstraksi ragi tempe selama 3

minggu, untuk penurunan kadar gula darah tikus perlakuan ekstraksi dengan papain

terjadi penurunan pada minggu ke 4, sedangkan untuk PLA ekstraksi air belum

(20)

Hasil pengujian efek hipoglikemik pada beberapa tanaman herba disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengujian efek hipoglikemik pada beberapa tanaman herba N

o

Jenis

Herba Metode

Obat

Pembanding Hasil penelitian Sumber

1 Sambiloto Pengujian

secara in vitro menggunakan α-glukosidase

Arcabose Senyawa bioaktif yang

terdapat pada sambiloto yang mampu berikatan dengan baik dengan reseptor α- glukosidase adalah Ligan 14-deoksiandrografolida dengan nilai energi -8,0 kkal/mol dan Ligan

19-O-asetilanhidroandrografolida dengan nilai energi -8,7 kkal/mol, sedangkan acarbose memiliki nilai energi -7,6 kkal/mol.

Glibenklamid Bawang putih dengan dosis 600 mg/kg BB terbukti lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus percobaan dibandingkan

dengan obat antidiabete

Glibenklamid.

_ Penurunan glukosa darah puasa

pada pasien penderita disabetes melitus sebesar 18-29%, dan non diabetes sebesar 8,4%.

Kirkham,

Metformin Daun ubi jalar yang diekstrak

dengan etanol etil asetat dengan dosis 300 mg/kg BB memiliki aktivitas anti diabetes yang hampir sama dengan Metformin berdosis 65mg/kg BB.

_ Komponen bioaktif pada pare

yaitu 5β,19-epoxy- 3b,25- dihydroxycucurbita-6,23(E)-diene ;

dan 3β,7β,25

(21)

6 PLA

dengan air, air ditambah papain, dan air ditambah ragi tempe, tingkat penurunan kadar glukosa darah paling tinggi yaitu pemberian PLA gembili ekstraksi ragi tempe dengan kisaran kadar gula darah 70-110 mg/dL setelah diberi PLA gembili ragi tempe selama 3 minggu, dan 4 minggu untuk ekstrak PLA menggunakan papain, dan untuk ekstraksi dengan iar selama 4 minggu pemberian PLA belum

Talas Kimpul (Xanthosoma sagittifolium)

Talas kimpul termasuk dalam jenis tanaman talas-talasan yang berasal dari

benua Amerika. Talas ini memiliki nama ilmiah yaitu Xanthosoma sagittifolium.

Talas kimpul sering disebut juga dengan talas Belitung. Talas ini merupakan

tumbuhan yang dapat tumbuh sepanjang tahun di wilayah tropis maupun subtropis.

Talas kimpul merupakan tanaman yang mudah ditanam, sehingga sangat layak untuk

dikembangkan. Umumnya talas kimpul ditanam sebagai tanaman sela di antara

tanaman palawija lain atau di pekarangan. Tinggi tanaman talas kimpul dapat

mencapai dua meter, tangkai daun tegak, tumbuh dari tunas yang berasal dari umbi

yang merupakan batang dari bawah tanah. Secara anatomi, umbi talas kimpul

tersusun atas parenkim yang tebal, terbungkus kulit berwarna coklat pada bagian

luar dan umbi berpati pada bagian dalamnya (Jatmiko, et al., 2014).

Tanaman talas kimpul dapat dilihat pada Gambar 1 dan taksonomi dari tanaman talas

(22)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili :Araceae

Genus : Xanthosoma

Spesies :Xanthosoma sagittifolium

Gambar 1. Tanaman Talas Kimpul (Rukmana, 2015)

Talas kimpul mudah mengalami kerusakan karena kandungan airnya yang

cukup tinggi, kandungan air talas kimpul yaitu 63,1 g per 100 g bahan. Komponen

terbesar lainnya yang terdapat pada talas kimpul adalah karbohidrat. Talas kimpul

juga mengandung senyawa antigizi berupa kalsium oksalat yang dapat menimbulkan

rasa gatal, sensasi terbakar dan iritasi pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran

(23)

Di Indonesia, umbi talas dikonsumsi sebagai makanan selingan dan makanan

tambahan, dalam 100 g talas kukus tanpa bumbu terkandung 142 kalori dan serat 5,3

g. Komponen karbohidrat dalam talas berupa pati mencapai 77,9 persen, sehingga

talas memiliki potensi dalam pengembangan industry tepung. Kandungan

amilopektin yang tinggi dalam talas menjadikan rasa talas lengket dan pulen. Selain

itu, umbi talas kimpul juga memiliki berbagai zat gizi yang sangat berpotensi untuk

dikembangkan menjadi berbagai produk olahan (Rukmana, 2015). Adapun komposisi

umbi talas segar dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi umbi talas kimpul segar dalam 100 g bahan

Komponen Gizi Jumlah (%)

Protein 2.81

Lemak 0.08

Air 67.26

Abu 1.19

Karbohidrat 28.66

Pati 20.87

Serat Kasar 0.56

Serat Pangan Larut Air 1.31

Serat Pangan Tidak Larut Air 4.93

PLA (Polisakarida Larut Air) 0.99

Diosgenin (mg/100g bahan) 0.00083

Sumber : Jatmiko (2013).

Umbi talas kimpul merupakan sumber karbohidrat potensial yang dapat

dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, khususnya di lahan rawa dan di

daerah-daerah kering. Selain sebagai pangan pokok pendamping beras, umbi talas

kimpul juga memiliki potensi sebagai bahan baku industri pengolahan pangan yang

dapat menghasilkan berbagai produk olahan. Selain itu, dapat dijadikan sebagai

sumber pendapatan bagi petani dan alternatif penyediaan bahan pangan untuk

(24)

Kandungan gizi dalam talas kimpul antara lain Thiamin, riboflavin, zat besi,

fosfor, zinc, vitamin B6 dan C, niacin, potassium, tembaga, mangan, serat. Kadar

proksimat tertinggi dalam umbi ialah karbohidrat kurang lebih seperempat bagian

dari berat umbi segar, sebagian besar karbohidrat dalam bentuk pati yang terdiri dari

amilosa dan amilopektin (Rukmana, 2015)

Polisakarida Larut Air (PLA)

Polisakarida larut air (PLA) merupakan serat yang termasuk dalam golongan

oligosakarida dan berfungsi untuk melancarkan proses pencernaan. Oligosakarida

penyusunya terdiri dari inulin, dalam hal ini inulin berperan sebagai PLA yang

berguna bagi kesehatan flora yang ada didalam usus halus (Lingga, 2010). Serat

pangan merupakan bagian makanan yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi

dinding usus halus, yang kemudian difermentasi di dalam usus besar, maka serat

dapat juga berfungsi sebagai prebiotik bagi mikroflora usus serta dapat menurunkan

kadar kolesterol dan glukosa darah (Hernawati, et al., 2013).

Polisakarida adalah molekul karbohidrat komplek, dapat mengandung lebih

dari 60.000 molekul monosakarida yang tersusun membentuk rantai lurus maupun

bercabang, memiliki molekul hidrofilik dengan gugus hidrofilik bebas yang dapat

membentuk ikatan hidrogen dengan air sehingga polisakarida mempunyai

kemampuan mengikat air, yang menyebabkan daya ikat terhadap air tinggi.

Polisakarida yang larut dalam air akan membentuk larutan koloid (Tsukui et

(25)

Polisakarida larut air (PLA) merupakan prebiotik yang berfungsi untuk

kesehatan pencernaan. PLA berfungsi untuk melancarkan proses pencernaan di dalam

tubuh dan meningkatkan kesehatan usus sehingga membantu penyerapan kadar gula

darah secara optimal (Lingga, 2010).

Serat pangan diyakini dapat memperbaiki toleransi glukosa pada orang

normal dan pada penderita penyakit diabetes. Sifat PLA yang kental dan membentuk

gel dapat menghambat penyerapan makronutrien dan menurunkan respon glukosa

(Weickert dan Pfeiffer, 2008). Konsumsi serat diklaim dapat memberikan efek

positif terhadap penyebuhan diabetes dan penyakit kardio vaskuler lainnya. Peranan

serat dalam hal ini yaitu meningkatkan viskositas lumen dalam usus sehingga akan

menurunkan efisiensi penyerapan karbohidrat dalam respon insulin (Astawan, 1998)

Mekanisme serat dalam penyembuhan diabetes pada prinsipnya yaitu dengan

penurunan efisiensi penyerapan karbohidrat (Bierman, 1997). Adapun penurunan ini

akan menyebabkan turunnya respon insulin, dengan menurunnya respon insulin maka

kerja pancreas akan semakin ringan sehingga dapat memperbaiki fungsi pancreas

dalam menghasilkan insulin (Astawan, 1998)

Untuk memperoleh polisakarida larut air dilakukan dengan metode ekstraksi.

Ekstraksi merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan koefisien distribusi

zat terlarut dalam 2 larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur. Ekstraksi

dilakukan dengan beberapa faktor pertimbangan, yaitu kemudahan dan kecepatan

proses, kemurnian produk yang tinggi dan efektivitas serta selektivitas yang tinggi.

Ekstraksi tidak melibatkan perubahan fasa sehingga tidak membutuhkan energi

(26)

mendegradasi makromolekul menjadi komponen berberat molekul rendah. Selama

fermentasi akan terbentuk isoflavon aglikon yang mempunyai bioaktivitas yang lebih

baik dari isoflavon dalam bentuk glikosida (Mortensen, et al.,2009). Ekstrak

Polisakarida larut air pada Dioscorea yang terbentuk dari metode ekstraksi dengan

menggunakan laru tempe terbukti lebih baik daripada ekstraksi dengan papain dan air

(Estiasih, 2015).

Ekstraksi Polisakarida Larut Air (PLA) Pada Umbi Talas Kimpul

Menurut Bernasconi (1995) ektraksi merupakan pemisahan satu atau beberapa

bahan dari suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi

penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadinya kontak dengan bahan dan pelarut

pada bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa

dengan cara difusi. Bahan yang telah dicampur dengan pelarut, maka pelarut pelarut

menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan

dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam hasil ekstraksi, serta dengan

cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan diluar

bahan.

Polisakarida dipisahkan dari sumbernya dengan cara diekstrak, bisa juga

dengan isolasi mikrobia dari media fermentasi. Ekstraksi biasanya diawali dengan

penghilangan bahan-bahan yang dapat mengganggu proses ektraksi, seperti lemak

dan lignin. Polisakarida biasanya diisolasi dari tanaman dengan air panas atau larutan

alkali kemudian diendapkan dari larutan dengan menggunakan ethanol atau aseton

(27)

Ekstraksi PLA yang dilakukan oleh Harijono, et al., (2012) adalah dengan

menggunakan akueous dengan air, papain dan fermentasi mengunakan inokulum ragi

tempe, tujuannya adalah untuk mendapatkan ekstrak kasar PLA non pati.

Ekstraksi dengan air

Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan

tradisional polisakarida. Kadar air mempengaruhi daya tahan bahan, menunjukkan

kestabilan dan indeks mutu bahan. Produk dengan kadar air tinggi akan lebih mudah

rusak dibandingkan dengan produk dengan kadar air rendah (Winarno, 2002).

Ekstraksi dengan ragi tempe

Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang. Kapang sangat

membantu dalam proses pembuatan tempe, kapang yang digunakan antara lain

Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, dan jenis kapang lainnya seperti

Rhizopus arrhizus dan Rhizopus stolonifer (Anonymous, 2004).

Ragi/inokulum tempe dapat dimanfaatkan untuk memecah protein dan pati.

Kapang tempe mempunyai aktivitas hidrolitik yang mendegradasi makromolekul

menjadi komponen berberat molekul rendah. Tergantung dari substrat, senyawa

bioaktif dapat terbentuk selama fermentasi dengan kapang tempe seperti

pembentukan isoflavon aglikon yang mempunyai bioaktivitas yang lebih baik dari

isoflavon dalam bentuk glikosida (Mortensen, et al., 2009).

Rhizopus spp. Dianggap sebagai penghasil enzim amilolitik yang baik. Hasil

penelitian Nahar et al., (2008) tentang produksi glukoamilase oleh Rhizopus sp dalam

(28)

450C dengan pH 4,5 yang diinkubasi dengan flash erlenmenyer, dan flash yang

diinkubasi dengan digojog pada kecepatan 150 rpm.

Semua kapang bersifat aerob yaitu membutuhkan oksigen untuk

pertumbuhannya. Kapang tumbuh pada kisaran pH 2-8,5 tapi pertumbuhannya akan

lebih baik pada asam atau pH rendah . Kapang memproduksi enzim hidrolitik,

misalnya amylase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh

pada makanan-makanan yang mengandung pati, pektin, protein dan lipid (Fardiaz,

1992) temperature optimum 320C-350C, minimum 120C dan maksimum pada 420C

(Prawiroharsono, 1996)

Ekstraksi dengan papain

Papain adalah enzim proteolitik yang dihasilkan dari latek buah papaya hijau,

memiliki kapasitas hidrolisis protein yang tinggi. Aplikasi utama enzim papain

termasuk industri makanan, yaitu tenderizing daging dan pembebasan protein

makanan (Nakpathom et al., 2009). Enzim papain mempunyai beberapa kelebihan

antara lain lebih mudah diperoleh, tersedia dalam jumlah banyak, lebih tahan

terhadap kondisi asam dan basa, suhu tinggi serta harganya terjangkau (Winarno

2002)

Enzim papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat-zat

pereduksi dan menjadi tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Enzim papain

memutus ikatan peptida pada residu asparagin-glutamin, glutamat-alanin, leusin-valin

dan fenilalanin-tirosin. Enzim tersebut akan bekerja secara optimal tergantung dari

Gambar

Tabel 1. Pengujian efek hipoglikemik pada beberapa tanaman herba NJenis Obat
Gambar 1. Tanaman Talas Kimpul (Rukmana, 2015)
Tabel 2.  Komposisi umbi talas kimpul segar dalam 100 g  bahan

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, setelah pemberontakan 1926-1927 yang gagal PKI memiliki pemimpin baru yaitu Musso, strategi yang dilakukan Musso untuk mencapai kekuasaan adalah

Pelaksanaan UKG di kabupaten Karangnyar ditinjau dari gambar 4 sebanyak 40 atau 72,7% guru tidak mengalami kendala jaringan internet saat pelaksanaan UKG, akan tetapi

Pembuatan produk busana pesta mode bustle dengan menggunakan hiasan seni wycinanki. motif lowicz dapat diperkenalkan khususnya kepada mahasiswa program studi tata

To determine consistency or inconsistency between the spatial policies in Jeneponto regency with the actual conditions of landuse in Kelara watershed, the process of cross

Hadi, T., 2012, Memanfaatkan Abu Batu Limbah Stone Crusher untuk Agregat Halus Sebagai Bahan Bangunan di Kota Rembang, Jurnal ORBITH Vol.8 No.1, Maret.. Teknologi Beton,

DAFTAR HARGA SATUAN DARI DINAS PERUMAHAN &amp; PERMUKIMAN KOTA MEDAN 2016...

Busana pengantin Barat atau biasa disebut dengan wedding gown pada umumnya merupakan gaun panjang ( longdress ), biasanya diambil dalam bentuk silouet Bustle , yaitu

Penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing dengan pendekatan