• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT

DI RUANG PICU

Tanggal 16 Mei s/d 19 Mei 2012

Oleh : DEWI IRIANTI

NIM I1B108209

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT

DI RUANG PICU

Tanggal 16 Mei s/d 19 Mei 2012

Oleh : DEWI IRIANTI

NIM I1B108209

Banjarmasin, 16 Mei 2012 Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(3)

CEDERA KEPALA BERAT (CKB)

1. DEFINISI

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti taruma akibat pukulan benda tumpul atau karena kena lemparan benda tumpul. Cidera perlambatan (deselerasi) bila kepala membentur objek yang secar relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. (Hudak & Gallo, 1996)

2. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak yang mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

(4)

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua : a. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi :

1) Gegar kepala ringan 2) Memar otak

3) Laserasi

b. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : 1) Hipotensi sistemik

2) Hipoksia 3) Hiperkapnea 4) Udema otak

5) Komplikasi pernapasan

(5)
(6)

3. MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala terjadinya cedera kepala berat adalah sebagai berikut: a. Penurunan kesadaran

b. Perdarahan

c. Laju pernafasan menjadi lambat d. Linglung

e. Kejang

f. Patah tulang tengkorak

g. Memar di wajah atau patah tulang wajah

h. Keluar cairan dari hidung, mulut atau telinga (baik cairan jernih maupun berwar-na kemerahan)

i. Sakit kepala (hebat)

j. Hipotensi (tekanan darah rendah) k. Tampak sangat mengantuk l. Rewel

m. Penurunan kesadaran

n. Perubahan perilaku/kepribadian o. Gelisah

p. Bicara ngawur q. Kaku kuduk

r. Pembengkakan pada daerah yang mengalami cedera s. Penglihatan kabur

t. Luka pada kulit kepala

u. Perubahan pupil (bagian hitam mata).

Kontusio (gegar otak) adalah suatu penurunan kesadaran sementara yang terjadi segera setelah mengalami cedera kepala. Cedera kepala bisa menyebabkan memar atau robekan pada jaringan otak maupun pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak, sehingga terjadi perdarahan dan pembengkakan di dalam otak. Cedera yang menyebar menyebabkan sel-sel otak membengkak sehingga tekanan di dalam tulang tengkorak meningkat. Akibatnya anak kehilangan kekuatan maupun sensasinya, menjadi mengantuk atau pingsan.

Gejala-gejala tersebut merupakan pertanda dari cedera otak yang berat, dan kemungkinan akan menyebabkan kerusakan otak yang permanen sehingga anak perlu menjalani rehabilitasi. Jika pembengkakan semakin memburuk, tekanan akan semakin meningkat sehingga jaringan otak yang sehatpun akan tertekan dan menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian.

(7)

tengkorak seringk terjadi tanpa adanya cedera otak. Patah tulang di bagian belakang atau pada dasar tengkorak biasanya menunjukkan adanya dorongan yang kuat, karena bagian ini relatif tebal. Patah tulang dapat terlihat dari gejala-gejalanya:

a. Hidung atau telinga keluar cairan serebrospinal (cairan bening dari sekeliling otak) b. Penimbunan darah di belakang gendang telinga atau perdarahan dari telinga (jika

gendang telinga telah pecah)

c. Penimbunan darah di dalam sinus (hanya dapat dilihat dari foto rontgen).

Pada patah tulang tengkorak depresi, satu atau beberapa pecahan tulang menekan otak sehingga terjadi memar pada otak, yang bisa menyebabkan kejang. Kejang terjadi pada sekitar 5% anak-anak berumur lebih dari 5 tahun dan 10% anak-anak berumur kurang dari 5 tahun, selama minggu pertama setelah terjadinya cedera kepala yang serius. Efek jangka panjang lebih sering terjadi jika kejang timbul 7 hari atau lebih setelah terjadinya cedera.

4. KOMPLIKASI

a. Hematoma epidural; Suatu perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaputnya/duramater. Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada arteri atau vena pada tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam otak sehingga lama-lama kesadaran anak akan menurun.

b. Hematoma subdural; Perdarahan dibawah duramater, biasanya disertai dengan ce-dera pada jaringan otak. Gejalanya berupa rasa mengantuk sampai hilangnya kesa-daran, hilangnya sensasi atau kekuatan dan pergerakan Abnormal (termasuk ke-jang).

c. Hematoma intraventrikuler (perdarahan di dalam rongga internal/ventrikel), hemat-oma intraparenkimal (perdarahan di dalam jaringan otak) maupun hemathemat-oma suba-raknoid (perdarahan di dalam selaput pembungkus otak); Pertanda dari cedera ke-pala yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka panjang.

d. Pneumonia.

e. Meningitis ventrikulitis. f. Infeksi saluran kemih. g. Perdarahan gastrointestinal. h. Sepsis gram negatif.

(8)

5. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan mendetil, meliputi tingkat kesadaran, pergerakan, refleks, mata dan telinga, denyut nadi, tekanan darah dan laju per-nafasan.

b. Pemeriksaan mata dititikberatkan kepada penentuan ukuran pupil dan reaksinya ter-hadap cahaya; bagian dalam mata diperiksa dengan bantuan oftalmoskop untuk mengetahui adanya peningkatan tekanan di dalam otak.

c. Pemeriksaan lainnya adalah CT scan dan rontgen kepala. Pemeriksaan penujang pada cedera kepala berat adalah:

a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. c. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan

jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. d. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

e. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

f. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil g. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

h. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. i. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)

jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

j. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat pe-ningkatan tekanan intrkranial

k. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penu-runan kesadaran.

6. MASALAH KEPERAWATAN a. Pengkajian

(9)

2) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

3) Riwayat kesehatan :

a. Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 ) b. Convulsi

c. Muntah

d. Dispnea / takipnea e. Sakit kepala

f. Wajah simetris / tidak g. Lemah

h. Luka di kepala i. Paralise

j. Akumulasi sekret pada saluran napas k. Adanya liquor dari hidung dan telinga l. Kejang

Riwayat penyakit dahulu harusdiketahui, baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistemik lainnya. Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

4) Pemeriksaan Fisik

Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

b. Diagnosa Keperawatan

1) Pola napas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular, gangguan kognitif 2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah vena arteri 3) Gangguan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas, gangguan kognitif

4) Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko immobilisasi fisik, gangguan sirkulasi

(10)

C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC

1 Pola napas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular, gangguan kognitif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12 jam, klien mampu mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator, dengan kriteria hasil:

a. Penggunaan otot bantu napas tidak ada b. Sianosis tidak ada atau tanda-tanda

hipoksia tidak ada.

c. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal)

d. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Airway Management

1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

5. Kolaborasikan pemberian bronkodilator bila perlu

6. Monitor respirasi dan status O2

Oxygen Therapy

1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi

4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien

6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi

(11)

Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor kualitas dari nadi

4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 5. Monitor suara paru

6. Monitor pola pernapasan abnormal

7. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 8. Monitor sianosis perifer

2 Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah vena arteri

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam, klien mampu mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik, dengan kriteria hasil :

a. Tanda-tanda vital stabil

b. Peningkatan intrakranial tidak ditemukan (tidak lebih dari 15 mmHg)

c. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

d. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan

e. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)

a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul b. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi

kulit jika ada lesi atau laserasi

c. Gunakan sarung tangan untuk proteksi d. Batasi gerakan pada kepala, leher dan

punggung

(12)

3 Gangguan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas, gangguan kognitif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi secara adekuat, dengan kriteria hasil:

a. Kebersihan diri dan lingkungan ter-jaga

b. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan ke-butuhan

c. Kebutuhan oksigen adekuat

d. Klien meningkat dalam aktivitas f-sik

e. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)

Exercise therapy : ambulation

a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

c. Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

 Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

 Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

4 Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko immobilisasi fisik, gangguan sirkulasi

-Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kerusakan integritas kulit tidak terjadi, dengan kriteria hasil:

a. Integritas kulit yang baik bisa diper-tahankan

b. Melaporkan adanya gangguan sen-sasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan

c. Mampumelindungi kulit dan mem-pertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

Pressure Management

a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

b. Hindari kerutan padaa tempat tidur

c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua

jam sekali k/p

e. Monitor kulit akan adanya kemerahan

f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan

(13)

h. Monitor status nutrisi pasien

5 Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan, perubahan pada status kesehatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kecemasan keluarga dapat berkurang, dengan kriteria hasil:

a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

c. Vital sign dalam batas normal

d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas

menunjukkan berkurangnya kecemasan

Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) a. Gunakan pendekatan yang menenangkan

b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

c. Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres d. Berikan informasi faktual mengenai kondisi

pasien

e. Dorong keluarga untuk menemani anak f. Dengarkan dengan penuh perhatian g. Identifikasi tingkat kecemasan

h. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

(14)

7. MASALA KOLABORASI

Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala berat adalah sebagai berikut:

a. Lessi massa harus segera dibuang, dan kebanyakan pasien dipasang monitor tekan-an intrakrtekan-anial. Ttekan-anda-ttekan-anda vital dtekan-an tektekan-antekan-an intrakrtekan-anial dipertahtekan-anktekan-an normal. 12% pasien dengan peninggian tekanan intrakranial tidak dapat diatasi dengan cara apapun, yaitu hiperventilasi, drainase ventrikuler, diuretik osmotik dan barbiturat. Sisanya bereaksi dengan baik. Peninggian tekanan intrakranial terjadi pada pasien, baik kelompok bedah maupun non bedah. Karenanya semua pasien koma harus di-pasang monitor tekanan intrakranial. Pengecualian adalah pasien dengan CT normal serta tanpa posturing.

b. Diuretik osmotik mempunyai peran terbatas di UGD khususnya pada anak-anak ka-rena menyebabkan hiperemia pada daerah otak yang cedera hingga meninggikan te-kanan intrakranial, memalsukan gambaran klinik karena disaat hematom kecil, ge-jala belum jelas, otak mengkerut hingga perluasan perdarahan tidak menimbulkan gejala hingga secara tiba-tiba memburuk dan bisa mematikan karena hematoma yang sudah besar dan menyebabkan shock pada anak dengan volume yang sudah berkurang karena perdarahan.

c. Meninggikan kepala kecuali pada kelainan jantung, posisikan leher pada garis ngah supaya tidak mengganggua aliran vena juguler dengan akibat peninggian kanan intrakranial, atasi nyeri karena tegangan otot bisa berakibat peninggian te-kanan intrakranial hingga terkadang diperlukan paralisis, serta mencari dan menga-tasi cedera penyerta secara bersamaan.

Perawatan Di ICU.

a. Perawatan harus meminimalkan cedera otak sekunder dan memberikan lingkungan yang baik untuk pemulihan, terapi diarahkan untuk mempertahankan aliran darah otak normal, metabolisme otak normal, dan tekanan intrakranial normal.

b. Aliran darah otak dipertahankan dengan cara mempertahankan tekanan perfusi otak > 50 mmHg bila monitor TIK tersedia. Jenis cedera pada anak-anak yang khas ada-lah edema malignan atau sindroma hiperemia otak yang biasa datang dengan GCS rendah. Ini akibat peninggian tekanan intrakranial karena peninggian aliran darah otak. Ini bisa dikoreksi dengan baik dengan respirator dan pengontrolan tekanan in-trakranial.

(15)

d. Indikasi pemasangan monitor TIK adalah bila GCS 5 atau kurang (kecuali MBO), GCS 6-7 dengan kelainan pada CT. Pada kenyataannya pasien dengan CT normal biasanya tekanan intrakranialnya normal, namun bila GCS 3-4 walau CT normal te-tap dipasang monitor TIK, karena kerusakan otak berat akan menyebabkan edema otak.

e. Pasien selalu dipasang jalur arterial agar memudahkan pemeriksaan gas darah. Bila tekanan intrakranial normal, pCO2 dipertahankan 25-30. Bila kemudian TIK me-ninggi diturunkan menjadi 21-25 mmHg. Bila TIK normal, pCO2 21-25 akan meng-hilangkan peluang tindakan pada saat TIK meninggi.

f. Paralisis otot terkadang bermakna menurunkan TIK karena penurunan aliran darah otak pada pasien yang tekanan intrakranial sudah disebelah kanan kurva.

g. Diuretik osmotik untuk pasien yang sudah dirawat di ICU efektif menurunkan TIK. Dosis bervariasi, namun biasanya 0.25-0,5 g/kg dan dapat diulang tiap 4-6 jam, di-bantu lasix 1 mg/kg. Pemberian mannitol berulang harus dengan pengawasan os-molaritas yang diperiksa setiap 4 jam antara 300-320 mOsm. Mudahnya terjadi de-hidrasi sehingga harus dipertahankan normovolemia. PRC atau plasma digunakan mempertahankan volume darah fisiologis.

h. Monitor CVP harus dipasang untuk membantu pengelolaan cairan. Pada kebanyak-an neonatus dkebanyak-an bayi, CVP secara tepat menunjukkkebanyak-an fungsi cairkebanyak-an dkebanyak-an fungsi jkebanyak-an- jan-tung kiri.

i. Barbirturat efektif mengurangi TIK karena menyebabkan vasokonstriksi dan me-ngurangi metabolisme otak sehingga meme-ngurangi aliran darah otak . Pentobarbital digunakan bila pasien tidak bereaksi terhadap tindakan lain, yaitu bila prognosis bu-ruk dengan melakukan koma barbiturat, diberikan 3-5 mg/kg untuk pembebanan diikuti 0,5-3,0 mg/kg/jam, dengan mempertahankan kadar darah 35-50 mg/ml. 15% pasien tidak bereaksi dengan tindakan ini yang berarti hasil akhir yang buruk. j. Banyak pasien mengalami syndrome of inappropriate ADH pada awal perjalanan

klinisnya, dengan ditandai kejang dan rendahnya kadar sodium. Pasien parus dia-wasi ketat. Karenanya elektrolit diperiksa setiap hari pada 24 jam pertama. Penu-runan output urin dan rendahnya kadar pO2 juga pertanda lain terjadinya SIADH. Cairan IV harus mempertahankan kadar sodium normal.

(16)

a. Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Buku ajar keperawatan pediatrik volume 1. Jakarta: EGC, 2008.

b. Blackwell W. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2009-2011. USA:

NANDA International. 2009.

c. Moorhead S, et all. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA : Mosby

Elsevier. 2004.

d. Bulechek GM, Howard KB, and Joanne MC. Nursing Interventions

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulan bahwa pada siklus I rata-rata hasil kemampuan siswa dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Lois Wladis Hoffman (1998) Penglibatan ibu dalam pekerjaan di luar rumah menyebabkan anak-anak mereka khususnya anak perempuan

Untuk memperbaiki daya hasil dan ketahanan terhadap hama-hama penting kacang hijau diperlukan sumber gen yang memiliki karakteristik tersebut agar dapat dikombinasikan

Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung ditandai oleh masih adanya stenosis di RCA 95% yang belum dilakukan PCI, adanya perubahan pada

Penggunaan NaOH konsentrasi 10% dengan waktu blanching 60 menit dapat digunakan pada proses ekstraksi selulosa batang jagung yang menghasilkan rendemen tertinggi

dengan perlakuan pemberian bahan organik yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan produktif pada tanaman padi sawah. Interaksi varietas dengan

H 0 : Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament