SEJARAH PARLEMEN DI INDONESIA : SEJARAH DPR RI
Sebelum namanya dikenal sebagai DPR RI, nyatanya salah satu lembaga parlemen tereksis di Indonesia ini mempunyai sejarah yang menarik. Sejarah yang menjadikan eksistensinya semakin kuat di dunia Nasional sampai saat ini. Bagaimana perjalanan parlemen Indonesia yang satu ini? Kita akan sama-sama melihatnya bersama.
Dalam perjalanan sejarahnya, akan ditemui tiga periode dalam perkembangan sejarah parlemen Indonesia, DPR RI ini, tiga periode tersebut adalah :
1) Volksraad
Volksraad adalah semacam lembaga parlemen yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda. Kata Volksraad sendiri berasal dari bahasa Belanda yang jika diartikan, memiliki arti ͞ Dewan Rakyat͟. Lembaga ini didirikan pada tanggal 16 Desember 1916 bertepatan dengan penetapan Pasal 53 sampai dengan Pasal 80 Bagian Kedua Indische Staatsregeling, wet op de Staatsinrichting van Nederlandsh-Indie (Indische Staatsrgeling) , pasal ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan legislatif, yaitu Volksraad (Dewan Rakyat). Berdasarkan konstitusi Indische Staatsrgeling buatan Belanda itulah, pada tanggal 18 Mei 1918 Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum atas nama pemerintah penjajah Belanda membentuk dan melantik Volksraad (Dewan Rakyat).
Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan.
2) Masa perjuangan Kemerdekaan
Pada tanggal 11 Januari 1942 Tentara Jepang pertama kali menginjak bumi Indonesia yaitu mendarat di Tarakan (kalimantan Timur). Kedatangan Jepang ini pada awalnya disambut baik oleh rakyat Indonesia, kedatangan tentara Dai Nippon (Jepang) ke Indonesia diharapkan oleh rakyat Indonesia dapat menjadi titik terang dalam mencapai kemerdekaan. Akan tetapi pada kenyataannya, keberadaan Jepang di Indonesia tak berbeda jauh dengan keberadaan Belanda di Indonesia, semua kegaitan dibatasai khususnya dalam kegiatan politik. Akan tetapi, tidak habis perjuangan, para pemimpin yang bersedia bekerjasama, berusaha menggunakan gerakan rakyat bentukan Jepang, seperti Tiga-A (Nippon cahaya Asia, Pelindung Asia, dan Pemimpin Asia) atau PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), untuk membangunkan rakyat dan menanamkan cita-cita kemerdekaan dibalik punggung pemerintah militer Jepang.
Pada tanggal 5 September 1943, dibentuklah sebuah Dewan Pertimbangan Pusat atau yang lebih dikenal dengan istilah Tjuo Sangi-in, sebuah badan perwakilan yang hanya bertugas menjawab pertanyaan Saiko Sikikan, penguasa militer tertinggi, mengenai hal-hal yang menyangkut usaha memenangkan perang Asia Timur Raya. Dari sini terlihat jelaslah bahwa Tjuo Sangi-in bukanlah sebuah lembaga parlemen, ia hanyalah sebuah lembaga yang dibentuk untuk memenuhi kegiatan politik Jepang saat itu.
3) Dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, mulailah dipersipakan sebuah lembaga untuk membenah Negara Indonesia. Saat itu, pembenahan dimulai dengan dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang berhasil menetapkan undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kita kenal sebagai
Undang-undang Dasar 1945. Dari sinilah, segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara didasarkan atas ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sementara itu, pada 29 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang. Komite Nasional Pusat ini diakui sebagai cikal bakal badan Legislatif di Indonesia, dan tanggal pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus 1945 diresmikan sebagai hari jadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Dalam Sidang KNIP yang pertama telah menyusun pimpinan sebagai berikut:
(1) Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
(2) Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo (3) Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
(4) Wakil Ketua III : Adam Malik
Dalam masa awal ini KNIP telah mengadakan beberapa kali sidang, diantaranya adalah sidang di Kota Solo pada tahun 1946, di Malang pada tahun 1947, dan Yogyakarta tahun 1949.