• Tidak ada hasil yang ditemukan

Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI AYAM BROILER DAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR EKO SUSANTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK YANG DIISOLASI DARI AYAM BROILER DAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR EKO SUSANTO"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK

YANG DIISOLASI DARI AYAM BROILER DAN AYAM

LOKAL DI KABUPATEN BOGOR

EKO SUSANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Escherichia coli yang Resisten Terhadap Antibiotik yang Diisolasi dari Ayam Broiler dan Ayam Lokal di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Eko Susanto

(4)

RINGKASAN

EKO SUSANTO. Escherichia coli yang Resisten Terhadap Antibiotik yang Diisolasi dari Ayam Broiler dan Ayam Lokal di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan DENNY WIDAYA LUKMAN.

Pemakaian antibiotik di peternakan unggas memegang peranan yang penting dalam perkembangan terjadinya resistensi antibiotik pada bakteri komensal maupun bakteri yang bersifat patogen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai resistensi antibiotik pada bakteri Escherichia

coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal di Kabupaten Bogor serta

serta seberapa jauh pengaruh pemakaian antibiotik di peternakan komersial mempengaruhi tingkat resistensi bakteri E. coli yang diisolasi dari ayam lokal.

Disain penelitian ini menggunakan cross sectional study. Sebanyak 76 sampel dari ayam broiler dan ayam lokal (masing-masing 38 sampel) digunakan dalam penelitian ini. Sampel tersebut diuji untuk mendapatkan isolate E. coli yang akan dilakukan pengujian kepekaan terhadap sepuluh antibiotik, yaitu ampisilin, sefalotin, gentamisin, streptomisin, enrofloksasin, nalidixid acid, eritromisin, kloramfenikol, trimethoprim-sulfametoksasol, dan tetrasiklin dengan menggunakan metode difusi cakram (disk diffusion) pada Muller-Hinton agar. Interpretasi hasil uji kepekaan ini mengacu pada Clinical and Laboratory

Standards Institute (CLSI 2012).

Isolat bakteri Escherichia coli dari ayam broiler yang diperoleh menunjukkan tingkat resistensi nalidixid acid (94.7%), ampisilin (89.5%), enrofloksasin (89.5%), tetrasiklin (89.5%), eritromisin (86.8%), streptomisin (84.2%), trimetoprim-sulfametoksasol (76.3%), sefalotin (63.2%), gentamisin (26.3%), dan kloramfenikol (21.1%). Resistensi antibiotik secara signifikan (p<0.05) lebih rendah pada ayam lokal daripada ayam broiler untuk ampisilin, streptomisin, enrofloksasin, nalidixid acid, trimetoprim-sulfametoksasol, dan tetrasiklin. Tingkat resistensi terhadap sefalotin, gentamisin, eritromisin dan kloramfenikol meskipun lebih rendah pada ayam lokal, tetapi tidak berbeda secara signifikan (p>0.05) dibandingkan dengan tingkat resistensi yang terjadi di ayam broiler. Pola resistensi multi antibiotik pada isolat dari ayam broiler sebesar 97.4%, sedangkan isolat dari ayam lokal sebesar 71.1%. Kejadian E. coli yang mengalami resistensi terhadap beberapa antibiotik merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

(5)

SUMMARY

EKO SUSANTO. Antibiotic-Resistant Escherichia coli Isolated from Broiler and Native Chickens in Bogor District. Supervised by TRIOSO PURNAWARMAN and DENNY WIDAYA LUKMAN.

Antibiotic use in farm plays important role in the development of antibiotic resistance in commensal and pathogen microorganisms. The objective of the study was to obtain information in antimicrobial resistance of Escherichia

coli isolated from broiler and native chickens in Bogor District and the impact of

antimicrobial use in commercial farms towards the resistance level of E. coli bacteria.

The study was designed using cross sectional study. Total of 76 samples of broiler and native chickens (38 samples of each) were used in this study. The samples were subjected to E. coli examination and the isolated E. coli was tested for the antibiotic resistance using 10 antibiotics, i.e., ampicilline, cephalothin, gentamycine, streptomycine, enrofloxacin, nalidixid acid, erythromycin, chloramphenicol, trimethoprim-sulfametoxazole, and tetracycline, using the disk diffusion method on Muller-Hinton agar following the Clinical and Laboratory

Standards Institute (CLSI 2012) guidelines for interpretation.

Bacteria isolated from broiler chickens showed resistance towards nalidixid acid (94.7%), ampicilline (89.5%), enrofloxacin (89.5%), tetracycline (89.5%), erytromicin (86.8%), streptomycine (84.2%), trimethoprim-sulfametoxazole (76.3%), cephalothin (63.2%), gentamycine (26.3%), and chloramphenicol (21.1%). The antibiotic-resistant E. coli isolated from native chickens was significantly (p<0.05) lower than broiler chickens whereas they were resistant towards ampicilline, streptomycine, enrofloxacin, nalidixic acid, trimethoprim-sulfametoxazole, and tetracycline. The proportion of multidrug-resistant E. coli isolated from broiler chickens was 97.4% while from native chicken was 71.1%. The occurance of multidrug-resistant E. coli would be a threat to public and environmental health.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

Escherichia coli YANG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK

YANG DIISOLASI DARI AYAM BROILER DAN AYAM

LOKAL DI KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Escherichia coli yang Resisten Terhadap Antibiotik yang Diisolasi dari Ayam Broiler dan Ayam Lokal di Kabupaten Bogor

Nama : Eko Susanto

NIM : B251120091

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi Ketua

Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, penelitian yang berjudul “Escherichia coli yang Resisten Terhadap Antibiotik yang Diisolasi dari Ayam Broiler dan Ayam Lokal di Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi dan Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku pembimbing yang selama ini telah bersedia membimbing penulis sampai selesainya tesis ini. Terima kasih kepada Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SPs IPB atas bimbingannya selama menempuh pendidikan. Kepada Bapak Dr med vet Drh Hadri Latif, MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Seluruh staf laboratorium Kesmavet FKH IPB (Drh Herwin Pisestyani, MSi dan Bapak Hendra) yang memberikan bantuannya kepada penulis selama penelitian.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Sumber Daya Manusia Kementerian Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan sekolah pascasarjana di IPB, Kepala Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Bogor dan seluruh staf terutama Laboratorium Cemaran Mikroba dan Laboratorium Residu Bio-assay. Teman-teman mahasiswa SPs KMV angkatan tahun 2012 (Gigih, Vita, Melani, Anis, Dede, Murni, Rastina, Loisa, Karunia, Risma, dan Nining). Kedua orang tua penulis (Bapak Gatot dan Ibu Kustijah) dan istri tercinta (Yuni Yupiana) yang selalu memberikan dukungan dan doanya kepada penulis. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih mempunyai keterbatasan. Kritik dan saran membangun penulis harapkan dari semua pihak, dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Sistem Produksi Ayam di Indonesia 3

Escherichia coli dan Resistensinya 4

3 METODE 7

Waktu dan Tempat 7

Bahan dan Alat 7

Metode Pengambilan Sampel dan Besaran Sampel 7

Metode Isolasi Escherichia coli 8

Pengujian Resistensi Antibiotik 9

Pengujian Laboratorium 9

Isolasi Escherichia coli 9

Pengujian Kepekaan Terhadap Antibiotik 11

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 12

Pembahasan 14

5 SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(12)

DAFTAR TABEL

1. Mekanisme resistensi 5

2. Besaran sampel ayam setiap kecamatan di Kabupaten Bogor 8

3. Hasil reaksi IMViC 8

4. Standar interpretasi diameter zona hambat 9

5. Persentase isolat E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Mekanisme penyebaran resistensi secara genetik 6 2. Koloni diduga E. coli dalam media agar Mac Conkey 10 3. Koloni diduga E. coli dalam media agar L-EMB 10 4. Hasil uji biokimia IMViC 11 5. Hasil uji kepekaan terhadap antibiotik 11 6. Tingkat kepekaan bakteri E. coli terhadap antibiotik yang

diisolasi dari ayam broiler 12 7. Tingkat kepekaan bakteri E. coli terhadap antibiotik yang

diisolasi dari ayam broiler 13 8. Pola resistensi multi antibiotik terhadap E. coli yang diisolasi

dari ayam broiler dan ayam lokal 14

(14)
(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat Indonesia akan protein hewani terutama daging ayam menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Daging ayam merupakan primadona masyarakat untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, selain mudah didapatkan juga karena harga yang terjangkau oleh hampir semua lapisan masyarakat. Peningkatan permintaan ini juga diimbangi dengan permintaan masyarakat akan keamanan pangan yang akan dikonsumsinya. Hal tersebut sesuai dengan program pemerintah dalam memenuhi pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Salah satu aspek dari keamanan pangan adalah adanya kontaminasi dari mikroorganisme baik virus, bakteri, dan parasit. Selain kontaminasi dari mikroorganisme, bahaya yang lain adalah adanya penambahan bahan kimia seperti formalin, adanya residu logam berat, residu hormon, residu antibiotik, dan juga meningkatnya kejadian bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

Permintaan daging ayam yang semakin meningkat mengakibatkan produksi ayam juga mengalami peningkatan. Sumber daging ayam di Indonesia dipenuhi oleh peternak ayam broiler maupun ayam lokal. Sistem pemeliharaan unggas di Indonesia mempunyai beberapa model, dari sistem yang masih sederhana sampai ke modern. Dalam perkembangannya, sistem yang paling banyak digunakan adalah dengan pemeliharaan ayam broiler. Sistem ini memang khusus didisain untuk mendapatkan ayam dengan masa pemeliharaan yang pendek dan tingkat produksi daging yang tinggi.

Ayam broiler selain mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya antara lain mempunyai tingkat imunitas yang rendah terhadap penyakit, sehingga dalam usaha peternakan ayam ini sangat dibutuhkan manajemen yang baik dalam pemeliharaannya. Selain memberikan vaksinasi dan vitamin, peternak juga memberikan antibiotik untuk menjaga kesehatan ayamnya dari serangan bakteri. Pemakaian antibiotik ini umumnya pada ternak unggas adalah untuk meningkatkan dan mempercepat produksi, mengobati atau mengurangi kematian akibat infeksi (Oktavia 2001). Ayam lokal mempunyai sistem pemeliharaan yang lebih sederhana dibandingkan dengan pemeliharaan ayam broiler, karena belum diusahakan secara komersial. Secara genetik, ayam lokal juga mempunyai tingkat imunitas yang lebih baik daripada ayam broiler.

Antibiotik telah menyelamatkan jutaan manusia selama hampir tujuh dekade dalam menghadapi serangan infeksi agen penyakit. Antibiotik merupakan agen utama dalam usaha pengendalian infeksi bakteri pada manusia dan juga hewan. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan sendiri masih bersifat kontroversial. Peternak beralasan dengan pemakaian antibiotik dosis rendah dalam pakan akan meningkatkan 4-5% rata-rata pertumbuhan ternak, serta dapat menekan harga jual hasil ternak sehingga akan menguntungkan konsumen. Dampak negatif dari praktek penggunaan antibiotik tersebut akan meningkatkan tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik pada tingkat peternakan (Diarra et al.

(16)

2

2007). Penelitian di Jepang (Asai et al. 2005) melaporkan bahwa ada hubungan positif antara pemakaian antibiotik dengan tingkat resistensi yang terjadi.

Pemakaian antibiotik di peternakan berperan besar dalam perkembangan resistensi bakteri komensal dan patogen serta dapat meningkatkan risiko pada manusia yang terinfeksi oleh bakteri yang telah mengalami resistensi (Holmsberg

et al. 1984). Kejadian resistensi mengakibatkan proses pengobatan akibat infeksi

bakteri pada manusia menjadi tidak efektif bahkan terjadi kegagalan. Resistensi antibiotik dapat meningkatkan kerugian materi, kualitas hidup, kematian, serta mengurangi keberhasilan program-program peningkatan kesehatan (WHO 2010).

Perumusan Masalah

Bakteri E. coli merupakan bakteri yang normal terdapat dalam saluran pencernaan dan berperan sebagai bakteri indikator. Pemakaian antibiotik di peternakan unggas terutama ayam broiler sudah dalam taraf yang mengkhawatirkan, sehingga dapat menyebabkan bakteri E. coli menjadi resisten. Selain itu, bakteri E. coli juga bisa mentransfer gen resisten ke spesies lain termasuk ke bakteri patogen. Ayam lokal yang dipelihara di sekitar kandang ayam broiler mempunyai risiko mendapatkan tingkat resistensi yang sama dengan ayam broiler. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji resistensi antibiotik

terhadap bakteri E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal di Kabupaten Bogor.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran resistensi antibiotik dari bakteri E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal di Kabupaten Bogor serta melihat pengaruh pemakaian antibiotik di peternakan ayam broiler terhadap tingkat resistensi bakteri E. coli yang diisolasi dari ayam lokal.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai tingkat resistensi bakteri E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal di Kabupaten Bogor. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai pemakaian antibiotik di peternakan komersial yang mungkin dapat mempengaruhi tingkat resistensi E. coli yang diisolasi dari ayam lokal. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan referensi di dunia kesehatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam membuat peraturan-peraturan mengenai pemakaian antibiotik di sektor peternakan.

Ruang Lingkup Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dengan lingkup kegiatan yaitu mengisolasi bakteri E. coli dari ayam broiler dan ayam lokal yang berasal

(17)

3

dari peternakan di Kabupaten Bogor dan dilanjutkan dengan melakukan pengujian resistensi beberapa antibiotik terhadap bakteri E. coli.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Produksi Ayam di Indonesia

Ketersediaan daging unggas terutama daging ayam di Indonesia ditunjang oleh dua sumber utama, yaitu dari ayam broiler dan ayam lokal. Produksi ayam broiler pada tahun 2012 adalah sebesar 1 244 402 016 ekor, sedangkan ayam lokal 274 564 428 ekor (Ditjen PKH 2013). Menurut statistik populasi ternak propinsi Jawa Barat tahun 2012, Kabupaten Bogor sendiri mempunyai populasi ayam broiler 17 684 762 ekor, sedangkan ayam lokal sebesar 1 546 554 ekor (Disnak Prov Jabar 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai peternakan unggas yang cukup besar. Menurut FAO (2008), terdapat 4 sistem peternakan, yaitu sektor 1, sektor 2, sektor 3, dan sektor 4. Sistem peternakan ini dibagi berdasarkan proses produksi, karakteristik implementasi pelaksanaan biosekuriti serta pasar untuk produk unggasnya. Di Indonesia, peternakan ayam broiler umumnya berada di sektor 3, sedangkan ayam lokal berada di sektor 4 atau

back yard.

Ayam broiler adalah jenis ayam yang telah mengalami perkembangan genetik dengan tujuan untuk mendapatkan produksi daging yang cepat dan waktu yang pendek (Apata 2009). Hal tersebut mengakibatkan tingkat stres yang tinggi, sehingga ayam jenis ini membutuhkan manajemen pemeliharaan yang cukup komplek. Selain mendapatkan vaksinasi untuk mencegah infeksi virus, ayam broiler juga mendapatkan antibiotik untuk mengobati serta mencegah infeksi bakteri (Capita et al. 2007). Pemakaian antibiotik ini juga digunakan sebagai pemacu pertumbuhan. Berbeda dengan ayam lokal, sistem pemeliharaannya secara umum masih dilakukan secara tradisional. Ayam lokal hanya dilepaskan atau dikandangkan di sekitar rumah dan tidak mendapatkan perlakuan vaksinasi maupun pengobatan dengan antibiotik. Masyarakat memelihara ayam lokal hanya sebagai usaha sampingan, berbeda dengan memelihara ayam broiler yang umumnya sebagai usaha utama.

Ayam lokal yang biasa disebut dengan ayam kampung merupakan ayam yang dipelihara oleh masyarakat umumnya dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri. Dengan pola pemeliharaan yang sederhana, ayam biasanya hanya diberi pakan sisa hasil pertanian dan bukan pakan komersial serta tidak selalu diberikan obat atau antibiotik, vaksin, dan vitamin. Sistem pemeliharaan ayam lokal yang cukup sederhana tersebut bisa juga kita anggap sebagai pemeliharaan secara organik. Dengan pola pemeliharaan tersebut, masyarakat menganggap daging yang dihasilkan ayam lokal lebih sehat dan lezat dibandingkan dengan ayam broiler, sehingga harga ayam lokal lebih mahal dibandingkan ayam broiler. Tetapi hanya sedikit penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kandungan mikroba serta pola resistensi antibiotik dengan pola pemeliharaan ekstensif (Fernandez

(18)

4

Escherichia coli dan Resistensinya

Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu dari keluarga

Enterobacteriaceae dan biasa ditemukan di saluran pencernaan manusia dan

hewan berdarah panas. Jumlah E. coli dari setiap gram feses adalah sebanyak 106-109 koloni (Schroeder et al. 2004). Keluarga dari Enterobacteriaceae ini ada yang bersifat patogen seperti Salmonella spp., Yersinia spp., dan Shigella spp., sedangkan yang bersifat komensal selain Escherichia adalah Klebsiella, Proteus, dan Citrobacter (Whagela 2004).

Escherichia coli adalah bakteri yang bersifat Gram negatif, tidak

membentuk spora, berbentuk batang dengan dimensi ukuran 1.1-1.5 µm x 2.0-6.0 µm, motil atau tidak motil dengan flagella serta dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen, dapat bertahan pada media yang miskin nutrisi seperti air, lantai, dan permukaan anorganik (Bell dan Kyriakides 2002). Menurut Mead (2007), bakteri ini biasanya dikaitkan sebagai bakteri indikator dari kualitas mikrobiologi pangan. Kehadiran bakteri ini dalam pangan bisa dihubungkan dengan kemungkinan adanya bakteri patogen lainnya. Hal penting lainnya adalah kemampuan E. coli dalam membuat dan menyebarkan sifat resistensinya ke bakteri patogen (Martin

et al. 2005). Okeke et al. (2000) juga menyatakan bahwa E. coli dapat secara

efisien merubah material genetik dari bakteri patogen seperti Salmonella, Shigella,

Yersinia, dan Vibrio, sehingga OIE (2013) menyarankan bahwa monitoring

resistensi antibiotik juga dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri indikator seperti E. coli dari hewan, pangan asal hewan, serta dari manusia.

Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan secara alami oleh cendawan maupun diproduksi secara sintetis yang bertujuan untuk menghambat atau membunuh bakteri. Menurut Guilfole (2007) mekanisme kerja antibiotik antara lain dengan cara menghambat sintesis protein, menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis DNA, menghambat sintesis RNA, dan menghambat sintesis folic acid. Antibiotik tidak hanya digunakan sebagai pengobatan terhadap penyakit, tetapi juga digunakan sebagai pencegahan dan juga sebagai pemacu pertumbuhan di dunia peternakan. Antibiotik sendiri telah lama digunakan sebagai tambahan pada pakan hewan terutama sapi, babi serta unggas untuk mengobati, mencegah infeksi penyakit serta digunakan untuk mengefisienkan pemakaian pakan dan meningkatkan bobot badan (Gustafson dan Bowen 1997). Antibiotik masih digunakan untuk pengobatan penyakit, pencegahan serta sebagai pemacu pertumbuhan pada peternakan babi (McEwen dan Fedorca-Cray 2002; Aarestrup 2005). Umumnya penggunaan antibiotik di peternakan adalah dengan dicampurkan dengan air minum, penambahan dalam pakan, dan melalui suntikan.

Resistensi antibiotik adalah ketidakmampuan antibiotik melakukan fungsinya terhadap bakteri. Resistensi antibiotik merupakan dampak yang bisa terjadi akibat pemakaian antibiotik dan bukan merupakan suatu phenomena yang baru. Menurut Acar dan Goldstein (1998), risiko resistensi ini dapat terjadi karena pemakaian antibiotik dalam usaha pengobatan suatu infeksi. Dzidic et al. (2008) dan Guilfole (2007) menyatakan bahwa mekanisme terjadinya resistensi terbagi menjadi dua aspek, yaitu aspek biokimia dan aspek genetik. Aspek biokimianya adalah inaktivasi antibiotik, modifikasi target, efflux pumps, dan

(19)

5

merubah permebialitas dari outer membrane. Aspek genetik dari resistensi adalah dengan mutasi dan transfer material genetik secara horisontal.

Resistensi dapat terjadi dengan cara melakukan inaktivasi antibiotik, dimana bakteri dapat memproduksi enzim yang akan memecah struktur kimia dari antibiotik sehingga antibiotik tidak dapat berfungsi. Salah satunya adalah enzim beta laktamase yang diproduksi oleh bakteri golongan Enterobacteriaceae. Beberapa bakteri dilaporkan dapat memproduksi enzim yang dapat menginaktivasi satu antibiotik atau beberapa antibiotik (Guilfole 2007). Kemampuan bakteri untuk memodifikasi target dari antibiotik sehingga terjadi mekanisme resistensi adalah dengan adanya mutasi gen yang menjadi tempat perlekatan antibiotik ke targetnya. Penisilin bekerja dengan cara berikatan dengan protein yang akan membentuk dinding sel, sehingga bakteri akan melakukan mutasi pada protein tersebut sehingga antibiotik tidak akan dapat menempel dan tidak akan berfungsi. Kemampuan antibiotik yang lain adalah dengan melakukan pengeluaran antibiotik yang masuk dalam sel dengan mekanisme efflux pumps. Mekanisme ini terjadi karena adanya energi yang akan mengeluarkan antibiotik lebih cepat daripada ketika antibiotik tersebut masuk ke sel. Mekanisme resistensi 8 grup antibiotik menurut Guilfole (2007) dapat dilihat pada Tabel 1.

Transfer gen resisten dari bakteri yang telah resisten ke bakteri yang masih peka menurut Guilfole (2007) bisa melalui tiga mekanisme yaitu transformasi, konjugasi, dan transduksi (Gambar 1). Transformasi terjadi karena adanya kemampuan bakteri yang dapat menyerap DNA, jika DNA tersebut mengandung gen resisten maka terjadi kolaborasi gen sehingga terjadi resistensi. Konjugasi terjadi jika bakteri mempunyai kesamaan sex, dimana akan terjadi perpindahan plasmid yang resisten ke bakteri yang belum resisten. Selain plasmid, juga terdapat elemen genetik lain yaitu yang disebut transposon yang mempunyai kemampuan melompat dari satu kromosom ke kromosom yang lain dan juga bisa ke strain bakteri lainnya. Transduksi adalah metode perpindahan DNA dengan bantuan bacteriophage. Kemampuan bacteriophage adalah dengan

Tabel 1 Mekanisme resistensi antibiotik (Guilfole 2007) Grup Antibiotik Contoh antibiotik Mekanisme resistensi β-laktam Ampisilin (AMP) inaktivasi antibiotik, efflux

pumps, modifikasi target

Sefalosporin Sefalotin (KF) inaktivasi antibiotik, efflux pumps, modifikasi target

Aminoglikosida Gentamisin (CN) inaktivasi antibiotik, modifikasi target

Streptomisin (S)

Fluoroquinolon Enrofloksasin (ENR) efflux pumps, merubah

permeabilitas outer membrane, modifikasi target

Nalidixid Acid (NA)

Makrolida Eritromisin (E) inaktivasi antibiotik, efflux pumps Fenikol Kloramfenikol (C) inaktivasi antibiotik, efflux pumps

Potentiated Sulfonamides

Trimetoprim-Sulfametoksasol (SXT)

efflux pumps, merubah

permeabilitas outer membrane, modifikasi target

(20)

6

menghancurkan sel bakteri dan virus tersebut akan membawa gen resisten untuk dipindahkan ke bakteri lainnya.

Pemakaian antibiotik di Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah di peternakan, khususnya unggas, menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya kasus resistensi antibiotik. Suandy (2011) melaporkan bahwa tingkat resistensi

E. coli yang diisolasi dari daging ayam broiler yang didapat dari pasar tradisional

di Bogor menunjukkan tingkat resistensi sebesar 97.3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat resistensi bakteri tersebut terhadap antibiotik sudah tinggi. Selain itu, Lestari et al. (2008) juga melaporkan bahwa telah terjadi resistensi bakteri E. coli yang diisolasi dari pasien di rumah sakit.

Pangan asal hewan merupakan salah satu faktor penyebaran bakteri yang telah resisten dari hewan ke manusia dan lingkungan, baik bakteri komensal maupun patogen (Kang et al. 2005). Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Jiang et al. (2011) yang menunjukkan adanya resistensi bakteri E. coli dari sampel air dan tanah di sekitar peternakan ayam dan babi di Cina. Pola resistensi yang terjadi sama dengan pola resistensi dari isolat E. coli dari ayam maupun babi di peternakan tersebut. Penelitian di India menunjukkan bahwa isolat E. coli dari air danau yang terkontaminasi air limbah dari manusia, kandang ayam dan peternakan sapi perah 50% telah mengalami resistensi antibiotik amikasin, oksitetrasiklin, streptomisin, tetrasiklin, dan kanamisin (Abhirosh et al. 2011).

(21)

7

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Maret

2014. Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler serta ayam lokal di Kabupaten Bogor, Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi daging ayam broiler dan ayam lokal,

buffer peptone water (BPW) 0.1% (Oxoid), Mac Conkey agar (Oxoid), Levine-eosin methylen blue agar (Oxoid), nutrien agar (Oxoid), reagen Kovacs,

MR-VP, larutan α-naphthol, larutan KOH 40%, indikator MR, Simmon citrate agar atau SCA (Oxoid), sulfite indole motility agar (Oxoid), McFarland broth 0.5, Muller Hinton agar (MHA), NaCl fisiologis, alkohol, disc antibiotik (Oxoid) yaitu ampisilin, sefalotin, gentamisin, streptomisin, enrofloksasin, nalidixid acid, eritromisin, kloramfenikol, trimetoprim-sulfametoksasol, dan tetrasiklin,

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan digital, gunting steril, pinset steril, pisau steril, gelas erlenmeyer, tabung reaksi (20-50 ml) steril,

vortex atau pengocok mekanis, cawan petri steril (diameter 100 mm dan tinggi

150 mm), kapas, kantung plastik steril, refrigerator, penangas air, ose, stomacher, autoklaf, label, spidol, waterbath, inkubator temperatur 35-37 °C.

Metode Pengambilan Sampel dan Besaran Sampel

Metode penelitian menggunakan cross sectional study. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam yang diambil dari peternakan ayam broiler dan ayam lokal di Kabupaten Bogor. Besaran sampel dihitung dengan menggunakan panduan dari OIE tentang Harmonisation of National Antimicrobial

Resistance and Monitoring Programmes (2013). Perhitungan jumlah sampel

berdasarkan asumsi prevalensi resistensi E. coli sebesar 90% (Suandy 2011), dengan tingkat kepercayaan 95%, dan tingkat kesalahan 10% maka didapatkan minimal jumlah sampel adalah 35. Sampel ayam diambil secara acak (random

sampling) dari 9 kecamatan di Kabupaten Bogor dan dihitung menurut alokasi

proporsional (proportional allocation) dari total populasi ayam broiler. Besaran sampel ayam lokal disesuaikan dengan besaran sampel ayam broiler (Tabel 2).

(22)

8

Tabel 2 Besaran sampel ayam setiap kecamatan di Kabupaten Bogor (Disnakkan Pemkab Bogor 2012)

No. Kecamatan Populasi

broiler (ekor)

Besaran sampel (ekor)

Broiler Lokal 1. Pamijahan 2 766 397 13 13 2. Gunung Sindur 1 537 500 7 7 3. Parung 1 273 450 6 6 4. Cibungbulang 1 043 000 5 5 5. Dramaga 462 500 2 2 6. Rumpin 323 500 2 2 7. Ciseeng 219 500 1 1 8. Ciampea 103 000 1 1 9. Tenjolaya 15 040 1 1 Total 7 743 887 38 38

Metode Isolasi Escherichia coli

Pengujian yang dilakukan untuk isolasi Escherichia coli adalah dengan menggunakan sampel daging ayam bagian sekitar kloaka dan paha bagian atas. Media yang digunakan adalah buffered phosphate water (BPW) 0.1%, Mac Conkey agar (MCA), Levine-eosin methylen blue agar (L-EMBA) dan

untuk konfirmasi biokimianya mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2897 Tahun 2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur dan Susu serta Hasil Olahannya. Interpretasi hasil reaksi uji biokimia E. coli dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil reaksi indol, methyl red (MR), Voges-Proskauer (VP), citrate (IMViC)

Tipe organisme Indol MR VP Citrate

E. coli spesifik + + - -

(23)

9

Pengujian Resistensi Antibiotik (Kepekaan Mikroorganisme)

Pengujian kepekaan bakteri Escherichia coli terhadap antibiotik dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion method) dan interpretasi hasil mengacu pada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI 2012). Jenis antibiotik yang digunakan dalam uji kepekaan terhadap antibiotik berdasarkan panduan yang dikeluarkan oleh World Organization for Animal Health/Office

International des Epizooties (OIE) dalam Harmonization of National Antimicrobial Resistance Surveillance and Monitoring Programs (OIE 2013).

Panduan ini menyarankan untuk menggunakan hampir semua kelas antibiotik utama yang biasa digunakan dalam pengobatan terhadap infeksi bakteri di hewan maupun manusia. Jenis antibiotik yang digunakan serta interpretasi hasil sesuai dengan Tabel 4. Isolat bakteri ditentukan kepekaannya terhadap antibiotik dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk. Penentuan susceptible (S),

intermediate (I) dan resistant (T) ditentukan melalui ukuran diameter zona hambat

yang terbentuk berdasarkan rekomendasi standar CLSI.

Pengujian Laboratorium Isolasi Escherichia coli

Isolasi E. coli dilakukan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 25 gram dan diencerkan dengan larutan BPW 0.1% sebanyak 225 ml (1:9), selanjutnya dilakukan pengenceran secara berseri. Hasil pengenceran kemudian diambil sebanyak 1 ml untuk ditanam dalam 15-18 ml media MacConkey Agar (MCA) dengan metode tuang. Biakan diinkubasi pada temperatur 37 °C selama 24 jam. Koloni dengan bentuk bulat, halus, berwarna merah, dan dikelilingi zona keruh (Gambar 2).

Tabel 4 Standar interpretasi diameter zona hambat (CLSI 2012)

Grup antibiotik Antibiotik Isi disk (µg)

Standar interpretasi diameter zona hambat

(mm)

S* I* R*

β-laktam Ampisilin (AMP) 10 ≥17 14-16 ≤13

Sefalosporin Sefalotin (KF) 30 ≥18 15-17 ≤14

Aminoglikosida Gentamisin (CN) 10 ≥15 13-14 ≤12 Streptomisin (S) 10 ≥15 12-14 ≤11 Fluoroquinolon Enrofloksasin (ENR) 5 ≥23 17-22 ≤16

Nalidixid Acid (NA) 30 ≥19 14-18 ≤13

Makrolida Eritromisin (E) 15 ≥23 14-22 ≤13

Fenikol Kloramfenikol (C) 30 ≥18 13-17 ≤12 Potentiated Sulfonamides Trimetoprim-Sulfametoksasol (SXT) 1.25/ 23.75 ≥16 11-15 ≤10

Tetrasiklin Tetrasiklin (TE) 30 ≥19 15-18 ≤14

(24)

10

Gambar 2 Koloni diduga E. coli dalam media agar Mac Conkey

Isolat diduga E. coli dari media MCA kemudian ditanam pada media Levine eosin methylene blue agar (L-EMBA) dengan metode gores. Biakan diinkubasi pada temperatur 37 °C selama 24 jam. Koloni dengan warna hijau metalik dengan titik hitam pada bagian tengah diidentifikasi sebagai E. coli (Gambar 3).

Gambar 3 Koloni diduga E. coli dalam media agar L-EMB

Escherichia coli positif pada media L-EMB kemudian dilakukan uji

biokimia sulfite indol motility (SIM), methyl red-voges proskauer dan citrate (IMViC). Masing-masing tabung uji tersebut kemudian diinkubasi pada temperatur 37 °C selama 24 jam dengan hasil ++-- atau -+-- (Gambar 4). Isolat tersebut kemudian disimpan pada media nutrient agar (NA) miring sebagai bahan pengujian kepekaan terhadap antibiotik.

(25)

11

Gambar 4 Hasil uji biokomia IMViC

Pengujian Kepekaan Terhadap Antibiotik

Isolat E. coli dari NA miring dipindahkan ke media NA dalam cawan petri dan diinkubasi dengan temperatur 35 °C selama 24 jam. Dengan menggunakan ose, diambil koloni untuk di pindahkan ke tabung yang berisi 5 ml NaCl fisiologis, kemudian dilihat kekeruhan yang terjadi hingga sama dengan kekeruhan pada larutan 0.5 McFarland. Larutan diambil 0.5 ml dan dimasukkan dalam cawan petri yang berisi media agar Muller Hinton dan diratakan. Kemudian paper disk yang mengandung antibiotik dimasukkan dalam agar Muller Hinton dan diinkubasi dengan temperatur 35 °C selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan pengukuran diameter zona hambat yang terjadi.

Gambar 5 Hasil uji kepekaan terhadap antibiotik (A: terbentuk zona hambat; B: tidak terbentuk zona hambat)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menyajikan hasil uji resistensi antibiotik dari E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal dalam bentuk tabel dan gambar. Analisis deskriptif adalah bidang statistik yang

A

A B

A

A

(26)

12

membahas tentang metode mengumpulkan, menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Perbandingan tingkat resistensi E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal digunakan uji Chi-Square. Analisis data tersebut akan dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sampel daging ayam broiler dan ayam lokal yang diambil dalam penelitian ini adalah daging sekitar kloaka dan paha bagian atas. Bakteri E. coli dapat diisolasi dari seluruh sampel dan didapatkan 38 isolat dari ayam broiler dan 38 isolat dari ayam lokal. Isolat ini merupakan bakteri E. coli yang akan digunakan dalam pengujian resistensi antibiotik.

Hasil pengujian kepekaan terhadap antibiotik pada isolat E. coli dari ayam broiler menunjukkan resistensi antibiotik nalidixid acid sebesar 94.7%, ampisilin, enrofloksasin dan tetrasiklin masing-masing 89.5%, eritromisin 86.8%, streptomisin 84.2%, trimetoprim-sulfametoksasol 76.3%, sefalotin 63.2%, gentamisin 26.3%, serta kloramfenikol sebesar 21.1% (Gambar 6). Selain itu juga dihasilkan hasil uji yang bersifat intermediate yang cukup tinggi terhadap antibiotik sefalotin sebesar 34.2%.

Gambar 6 Tingkat kepekaan bakteri E. coli terhadap antibiotik ampisilin (AMP), sefalotin (KF), gentamisin (CN), streptomisin (S), enrofloksasin (ENR), nalidixid acid (NA), eritromisin (E), kloramfenikol (C), trimetoprim-sulfametoksasol (SXT), dan tetrasiklin (TE) yang diisolasi dari ayam broiler

(27)

13

Isolat E. coli yang diisolasi dari ayam lokal menunjukkan resistensi antibiotik eritromisin 86.8%, streptomisin 60.5%, ampisilin 52.6%, sefalotin 50%,

nalidixid acid 42.1%, tetrasiklin 36.8%, trimetoprim-sulfametoksasol 34.2%,

enrofloksasin 31.6%, gentamisin 10.5%, dan paling rendah adalah kloramfenikol 2.6% (Gambar 7). Bakteri ini juga mempunyai hasil uji yang bersifat

intermediate terhadap antibiotik sefalotin sebesar 34.2%, enrofloksasin 34.2%, nalidixic acid 23.7%, dan tetrasiklin 23.7%.

Gambar 7 Tingkat kepekaan bakteri E. coli terhadap antibiotik ampisilin (AMP), sefalotin (KF), gentamisin (CN), streptomisin (S), enrofloksasin (ENR), nalidixid acid (NA), eritromisin (E), kloramfenikol (C), trimetoprim-sulfametoksasol (SXT), dan tetrasiklin (TE) yang diisolasi dari ayam lokal

Resistensi antibiotik secara signifikan lebih rendah pada ayam lokal daripada ayam broiler untuk antibiotik ampisilin, streptomisin, enrofloksasin,

nalidixid acid, trimetoprim-sulfametoksasol, dan tetrasiklin (p<0.05). Tingkat

resistensi terhadap antibiotik sefalotin, gentamisin, eritromisin, dan kloramfenikol meskipun lebih rendah pada ayam lokal, tetapi tidak berbeda secara signifikan (p>0.05) dibandingkan dengan tingkat resistensi yang terjadi di ayam broiler. Hasil pengujian resistensi antibiotik isolat E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal dapat dilihat pada Tabel 5.

Pola resistensi isolat E. coli dari ayam broiler menunjukkan adanya resistensi lebih dari 2 antibiotik dengan persentase tertinggi adalah resisten terhadap 7 antibiotik sebesar 23.7% dengan total resistensi lebih dari 2 macam antibiotik sebesar 97.4%. Isolat E. coli dari ayam lokal menunjukkan adanya resistensi yang lebih dari 2 antibiotik dengan persentase tertinggi adalah resisten terhadap 3 antibiotik sebesar 23.7% dengan total resistensi lebih dari 2 macam antibiotik sebesar 71.1% (Gambar 8).

(28)

14

Tabel 5 Persentase isolat E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal yang bersifat resisten

Antibiotik (µg) Ayam broiler (n=38) Ayam lokal (n=38)

(%) (%) Nalidixid Acid (30) 94.7a 42.1b Ampisilin (10) 89.5a 52.6b Enrofloksasin (5) 89.5a 31.6b Tetrasiklin (30) 89.5a 36.8b Eritromisin (15) 86.8a 86.8a Streptomisin (10) 84.2a 60.5b Trimetoprim- Sulfametoksasol (1.25/23.75) 76.3a 34.2b Sefalotin (30) 63.2a 50.0a Gentamisin (10) 26.3a 10.5a Kloramfenikol (30) 21.1a 2.6a

Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Gambar 8 Pola resistensi multi antibiotik terhadap E. coli yang diisolasi dari ayam broiler dan ayam lokal

Pembahasan

Bakteri E. coli adalah bakteri yang normal ditemukan di saluran pencernaan hewan maupun manusia dan bersifat komensal. Bakteri ini juga dapat berfungsi sebagai bakteri indikator tingkat higiene sanitasi suatu produk pangan asal hewan terhadap adanya cemaran feses dalam proses produksinya. Dalam penelitian ini, bakteri E. coli dapat diisolasi dari seluruh sampel ayam broiler maupun ayam lokal. Hal tersebut dapat terjadi karena pengambilan sampel daging ayam dilakukan di daerah sekitar kloaka dan paha bagian atas. Isolat

E. coli yang didapatkan lebih besar dari hasil isolasi yang dilakukan oleh Suandy

(29)

15

bahwa untuk melakukan isolasi bakteri E. coli yang akan digunakan untuk uji resistensi dan berisiko langsung ke konsumen digunakan sampel kulit ayam, tetapi untuk melihat tingkat resistensi di peternakan akan didapatkan hasil yang kurang memuaskan.

Isolat E. coli yang diperoleh dari ayam broiler menunjukkan tingkat resistensi yang cukup tinggi. Resistensi terhadap antibiotik yang didapatkan dari penelitian ini adalah nalidixid acid, ampisilin, enrofloksasin, tetrasiklin, eritromisin, streptomisin, dan trimetoprim-sulfametoksasol. Hasil ini sejalan dengan penelitian Fernandez et al. (2013) yang menyatakan tingkat resistensi bakteri E. coli terhadap antibiotik nalidixid acid dan ampisilin adalah sebesar 100%. Penelitian yang dilakukan Suandy (2011) menunjukkan pola resistensi yang sedikit berbeda, dimana resistensi terhadap tetrasiklin merupakan resistensi antibiotik yang tertinggi dari bakteri E. coli. Pola resistensi yang diperoleh tersebut sama dengan hasil yang diperoleh oleh Poernomo et al. (1992).

Penelitian yang dilakukan oleh Jiang et al. (2011) di Cina, resistensi

E. coli dari ayam broiler terhadap antibiotik ampisilin (99.2%), tetrasiklin

(90.8%), trimetoprim-sulfametoksasol (66.1%), streptomisin (46.8%), dan kloramfenikol (34.7%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Apun et al. (2008) di Malaysia menyatakan bahwa tingkat resistensi dari isolat E. coli dari ayam broiler adalah tetrasiklin (95.8%), trimetoprim-sulfametoksasol (82.14%),

nalidixid acid (64.2%), kloramfenikol (46.4%), dan sefalotin (14.3%). Perbedaan

pola resistensi yang terjadi kemungkinan diakibatkan penggunaan jenis antibiotik, perbedaan geografis, dan sistem produksi unggas yang beragam (Bywater et al. 2004).

Resistensi antibiotik dari isolat yang diperoleh dari ayam broiler merupakan akibat pemakaian antibiotik yang telah dilakukan oleh peternak secara terus-menerus dalam rangka pencegahan maupun pengobatan penyakit. Berdasarkan hasil pengamatan di peternakan ayam broiler, antibiotik yang banyak digunakan adalah amoksisilin, trimetoprim, sulfadiasin, tilosin, oksitetrasiklin, norfloksasin, siprofloksasin, kolistin sulfat, doksisiklin, eritromisin, dan enrofloksasin. Peternak menggunakan antibiotik tersebut karena merupakan

antibiotik yang mempunyai spektrum luas (Guilfoile 2007). Meskipun di peternakan tidak terdapat penggunaan antibiotik jenis nalidixid acid, tingkat

resistensinya paling tinggi. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya transmisi secara vertikal dari isolat E. coli dari peternakan pembibitan ayam broiler. Menurut Bortolaia et al. (2010) resistensi E. coli terhadap antibiotik ampisilin dan

nalidixid acid dapat diperoleh secara vertikal dalam sistem produksi ayam broiler.

Antibiotik gentamisin serta kloramfenikol mempunyai tingkat resistensi yang cukup rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena jarangnya pemakaian antibiotik tersebut di peternakan. Gentamisin mempunyai nama dagang yang cukup banyak (Ditjen PKH 2012), tetapi peternak jarang menggunakannya karena hanya untuk pengobatan infeksi bakteri Gram-negatif. Kloramfenikol merupakan antibiotik yang dilarang digunakan di peternakan, sehingga resistensi yang terjadi adalah diduga akibat peternak yang menggunakannya secara ilegal baik melalui pakan atau air minum. Selain dugaan penggunaan secara ilegal, resistensi terhadap kloramfenikol kemungkinan juga didapatkan dari sumber-sumber lainnya.

(30)

16

Peternakan ayam broiler di Indonesia secara garis besar ada dua macam, yaitu peternakan mandiri dan kemitraan. Peternakan mandiri mendapatkan program pengobatan, vitamin, dan vaksinasi dari perusahaan obat melalui

technical service (TS) yang biasanya adalah dokter hewan, sedangkan peternakan

kemitraan mendapatkan program pemeliharaan dari perusahaan inti. Secara garis besar, baik peternakan mandiri maupun kemitraan, pemberian antibiotik dilakukan pada ayam umur 1-3 hari dan diberikan kembali pada umur 15-17 hari. Program antibiotik tersebut bertujuan sebagai usaha pencegahan infeksi penyakit. Penggunaan antibiotik dapat bertambah jika ayam yang dipelihara sakit. Aplikasi penggunaan antibiotik di peternakan ayam broiler umumnya melalui air minum karena lebih efisien dan bersifat massal. Hal tersebut merupakan salah satu faktor terjadinya resistensi antibiotik. Costa et al. (2009) melaporkan bahwa tingkat resistensi antibiotik antara ayam broiler yang diberikan antibiotik lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler yang tidak diberikan antibiotik. Moniri dan Dastehgoli (2007) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pemakaian antibiotik dengan kejadian resistensi antibiotik.

Penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan terutama sebagai pemacu pertumbuhan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya resistensi antibiotik di Indonesia. Pengamatan di peternakan ayam broiler menunjukkan bahwa semua peternakan menggunakan pakan ayam komersial yang didapatkan dari pabrik pakan. Penelitian yang dilakukan oleh Bahri et al. (2005) menyatakan bahwa 71.43% pabrik pakan di Kabupaten Bogor, Cianjur, Tangerang, Bekasi, dan Sukabumi menambahkan antibiotik golongan tetrasiklin dan sulfonamid pada pakan ayam. Silbergerd et al. (2008) menyatakan bahwa penambahan antibiotik dalam pakan merupakan faktor utama terjadinya peningkatan kejadian resistensi antibiotik. Pakan dalam usaha peternakan ayam broiler merupakan komponen utama yaitu mencapai 60%, sehingga jika pakan yang beredar di peternakan mengandung antibiotik bisa menjadi sumber terjadinya resistensi.

Ayam lokal merupakan ayam yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya dengan sistem pemeliharaan yang tradisional. Berbeda dengan pemeliharaan ayam broiler, ayam lokal hanya diberikan pakan sisa rumah tangga, jagung, sisa hasil pertanian seperti dedak. Selain itu, juga tidak dilakukan pemberian vaksin dan antibiotik. Dalam penelitian ini, mayoritas peternak ayam lokal yang diambil sampelnya, mereka hanya memberikan pakan berupa sisa rumah tangga, jagung, dedak, serta tidak dilakukan vaksinasi dan pemberian antibiotik. Sistem pemeliharaannya dengan cara dilepaskan waktu siang hari dan dikandangkan waktu malam hari.

Isolat E. coli yang diisolasi dari ayam lokal menunjukkan resistensi antibiotik eritromisin 86.8%, streptomisin 60.5%, ampisilin 52.6%, sefalotin 50%,

nalidixid acid 42.1%, tetrasiklin 36.8%, trimetoprim-sulfametoksasol 34.2%,

enrofloksasin 31.6%, gentamisin 10.5%, dan paling rendah adalah kloramfenikol 2.6%. Bakteri ini juga mempunyai hasil uji yang bersifat intermediate terhadap antibiotik sefalotin sebesar 34.2%, enrofloksasin 34.2%, nalidixic acid 23.7%, dan tetrasiklin 23.7%. Meskipun ayam lokal tidak diberikan antibiotik sama sekali, tetapi hasil uji kepekaan terhadap antibiotik menunjukkan adanya tingkat resistensi yang cukup tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fernandez et al. (2013) dan Miranda et al. (2008) yang menyebutkan bahwa tingkat resistensi ayam organik lebih rendah daripada ayam

(31)

17

yang dipelihara secara konvesional. Penelitian yang dilakukan oleh Cui et al. (2005) dan Luangtongkum et al. (2006) juga menunjukkan resistensi antibiotik yang terjadi di ayam organik. Tingkat kepekaan bakteri yang mempunyai tingkat

intermediate yang cukup tinggi merupakan tanda bahaya bagi kita untuk waspada

karena tidak butuh waktu lama untuk naik ke tingkat resisten.

Tingkat resistensi antibiotik antara ayam broiler dan ayam lokal menunjukkan bahwa ayam lokal mempunyai tingkat resistensi yang lebih rendah terhadap 10 jenis antibiotik yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan yang nyata (p<0.05) ditunjukkan oleh antibiotik ampisilin, streptomisin, enrofloksasin,

nalidixid acid, trimetoprim-sulfametoksasol, dan tetrasiklin. Isolat E. coli dari

ayam lokal mendapatkan resistensi antibiotik kemungkinan akibat adanya kontaminasi dari E. coli yang telah resisten dari peternakan ayam broiler. Menurut Smith et al. (2007), transfer resistensi dapat terjadi akibat faktor-faktor ekologi seperti dari hewan ternak lain, rodensia, hewan kesayangan atau dari pekerja kandang. Guenther et al. (2010) menyatakan bahwa burung liar juga bisa menyebarkan bakteri E. coli yang telah resistensi dari dan ke hewan lainnya. Heuer et al. (2012) juga menyatakan bahwa 30-90% antibiotik akan dikeluarkan melalui urin dan feses hewan dan menjadi sumber terjadinya resistensi antibiotik terhadap bakteri yang ada di lingkungan.

Pola resistensi isolat E. coli dari ayam broiler menunjukkan adanya resistensi lebih dari 2 jenis antibiotik sebesar 97.4%. Penelitian yang dilakukan oleh Van et al. (2008) menunjukkan adanya resistensi antibiotik lebih dari 2 jenis antibiotik adalah 89.5%. Hasil ini menunjukkan bahwa pemakaian antibiotik di peternakan ayam broiler baik untuk pengobatan maupun sebagai imbuhan pakan sudah dalam tahap yang mengkhawatirkan dengan menggunakan berbagai jenis antibiotik. Meskipun tidak menggunakan antibiotik, isolat E. coli dari ayam lokal juga menunjukkan adanya resistensi lebih dari 2 jenis antibiotik sebesar 71.1%. The Australian Joint Expert Advisory Committee on Antibiotic Resistance (JETACAR) menyatakan dalam laporannya tahun 1999 bahwa mutasi yang terjadi pada beberapa bakteri dapat mengakibatkan resistensi terhadap beberapa antibiotik seperti tetrasiklin, kloramfenikol, trimetoprim, dan beberapa antibiotik grup penisilin.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Isolat bakteri Escherichia coli dari ayam broiler yang diperoleh menunjukkan tingkat resistensi yang cukup tinggi terhadap hampir seluruh antibiotik, kecuali antibiotik jenis gentamisin dan kloramfenikol yang masih menunjukkan tingkat sensitifitas yang cukup baik terhadap bakteri E. coli. Tingkat resistensi antibiotik dari E. coli yang diisolasi dari ayam lokal lebih rendah daripada isolat dari ayam broiler, tetapi pola kepekaan antibiotik terhadap bakteri E. coli yang bersifat intermediate menunjukkan persentase yang cukup tinggi. Pola resistensi multi antibiotik pada isolat E. coli dari ayam broiler sebesar 97.4%, sedangkan isolat dari ayam lokal sebesar 71.1%. Berdasarkan hasil tersebut di atas, penggunaan antibiotik di peternakan ayam broiler merupakan

(32)

18

sumber terjadinya resistensi antibiotik dari bakteri E. coli yang diisolasi dari ayam lokal. Resistensi antibiotik yang tinggi dari E. coli dapat menjadi peluang terjadinya resistensi terhadap bakteri patogen lainnya sehingga dapat mengancam kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan.

Saran

Diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk melihat adanya hubungan genetik atau kekerabatan antara isolat bakteri Escherichia coli dari ayam broiler dan ayam lokal serta isolat E. coli yang diambil dari lingkungan.

Disarankan kepada pemerintah terutama Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan untuk bekerjasama dalam mengatasi masalah resistensi antibiotik melalui program monitoring dan surveilan secara nasional. Kepada pemerintah daerah khususnya dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk memberikan bimbingan teknis kepada peternak ayam dalam hal manajemen beternak yang baik sehingga didapatkan produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

DAFTAR PUSTAKA

Aarestrup FM. 2005. Veterinary drug usage and antimicrobial resistance in bacteria of animal origin. Basic Clin Pharmacol Toxicol. 96:271-281. Abhirosh C, Sherin V, Thomas AP, Hatha AAM, Azumder A. 2011. Potential

public health significance of faecal contamination and multidrug-resistant

Escherchia coli and Salmonella serotypes in a lake in India. Pub Health.

125:377-379.

Acar JF, Goldstein FW. 1998. Consequences of increasing resistance to antimicrobial agents. Clin Infect Dis. 27:125-130.

Apata DF. 2009. Antibiotic resistance in poultry. Int J Poultry Sci. 8(4):404-408. Apun K, Chong YL, Abdullah MT, Micky V. 2008. Antimicrobial

susceptibilities of Escherichia coli isolates from food animals and wildlife animals in Sarawak, East Malaysia. Asian J Anim Vet Adv. 3(6):409-416. Asai T, Kojima A, Harada K, Ishihara K, Takahashi T, Tamura Y. 2005.

Correlation between the usage volume of veterinary therapheutic antimicrobials and resistance in Escherchia coli isolated from the feces of food-producing animals in Japan. Jpn J Inf Dis. 58:369-372.

Bahri S, Masbulan E, Kusumaningsih A. 2005. Proses praproduksi sebagai faktor penting dalam menghasilkan produk ternak yang aman untuk manusia. J

Litbang Pertanian. 24 (1).

Bell C, Kyriakides A. (2002). Pathogenic Escherichia coli dalam Foodborne

Pathogen: Hazard, Risk Analysis and Control. Cambridge (UK):

Woodhead Pub.

Bortolaia V, Bisgaard M, Bojesen AM. 2010. Distribution and possible transmission of ampicillin and nalidixid acid resistant Escherichia coli within the broiler industry. Vet Microbiol. 142:379-386.

(33)

19

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008 Tentang Metode Pengujian Cemaran Mikrobia dalam Daging, Telur, dan Susu Serta Hasil Olahannya. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Bywater R, Deluyker H, Deroover E, De Jong A, Marion H, McConville M, Rowan T, Shryock T, Shuster D, Thomas V, Valle M, Walters J. 2004. A European survey of antimicrobial susceptibility among zoonotic and

commensal bacteria isolated from food-producing animals.

J Antimicrobiol Chem. 54(4):744-754.

Capita R, Calleja CA, Prieto M. 2007. Prevalence of Salmonella enterica serovars and genovars from chicken carcasses from slaughterhouse in Spain. J App Microbiol. 103:1366-1375.

[CLSI] Clinical and Laboratory Standards Institute. 2012. Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-Second Informational Supplement. West Valley (US): Clinical and Laboratory Standards Institute.

Costa PM, Belo A, Goncalves J, Bernardo F. 2009. Field trial evaluating changes in prevalence and patterns of antimicrobial resistance among Escherichia coli and Enterococcus spp. isolated from growing broilers medicated with enrofloxacin, apramycin and amoxicillin. Vet Microbiol. 130:284-292. Cui S, Ge B, Zheng J, Jianghong M. 2005. Prevalence and antimicrobial

resistance of Campylobacter spp. and Salmonella serovars in organic chickens in Maryland retail stores. App Environ Microbiol. 71:4108-4111. Diarra MS, Silversides FG, Diarrassouba F, Pritchard J, Masson L, Brosseau R,

Bonnet C, Delaquis P, Bach S, Skura BJ, Topp E. 2007. Impact of feed supplementation with antimicrobial agents on growth performance of broiler chickens, Clostridium perfringens and Enterococcus counts, and antibiotic resistance phenotypes and distribution of antimicrobial resistance determinants in Escherechia coli isolates. Appl Environ

Microbiol. 73(20):6566-6576.

[Disnak Prov Jabar] Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2013. Statistik

Populasi Ternak Tahun 2012. [Internet]. [diunduh 2013 Desember 10].

Tersedia pada: disnak.jabarprov.go.id/index.php/subblog/index/MTA3. [Disnakkan Pemkab Bogor] Dinas Peternakan dan Perikanan Pemerintah

Kabupaten Bogor. 2012. Buku Data Produksi Peternakan Tahun 2011. Bogor (ID): Dinas Peternakan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bogor.

[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013.

Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013. Jakarta (ID):

Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Indeks

Obat Hewan Indonesia 2012. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian

Republik Indonesia.

Dzidic S, Suskovic J, Kos B. 2008. Antibiotic resistance mechanisms in bacteria: Biochemical and genetic aspects. Food Technol Biotechnol. 46(1):11-21. [FAO] Food and Agriculture Organisation. 2008. Biosecurity for Highly

Pathogenic Avian Influenza; Issues and Option. Rome (ITA): Animal

(34)

20

Fernandez EA, Cancelo A, Vega CD, Capita R, Calleja CA. 2013. Antimicrobial resistance in E. coli isolates from conventional and organically reared poultry: A comparison of agar disc diffusion and Sensi Test Gram-negative methods. Food Control. 30:227-234.

Guenther S, Grobbel M, Lubke-Becker A, Goedcke A, Friedrich ND, Wieler LH, Ewers C. 2010. Antimicrobial resistance profiles of Escherichia coli from common European wildbird species. Vet Microbiol. 144:219-225.

Guilfoile PG. 2007. Antibiotic Resistant Bacteria. New York (US): Chelsea House Pub.

Gustafson RH, Bowen RE. 1997. Antibiotic use in animal agriculture. J App

Microbiol. 83:531-541.

Heuer H, Schmitt H, Smalla K. 2011. Antibiotic resistance gene spread due to

manure application on agricultural fields. Curr Opin Microbiol. 14:236-243.

Holmberg SD, Wells JG, Cohen ML. 1984. Animal to man transmission of antimicrobial resistant Salmonella: investigations of US outbreaks 1971-1983. Science. 225:883-885.

[JETACAR] Joint Expert Advisory Committee On Antibiotic Resistance Australia. 1999. The use Antibiotic in Food Producing Animals: Antibiotic resistance Bacteria in Animals and humans. Australia: Commonwealth of Australia.

Jiang HX, Lu DH, Chen ZL, Wang XM, Chen JR, Liu YH, Liao XP, Liu JH, Zeng ZL. 2011. High prevalence and widespread distribution of multi-resistant Esherichia coli isolates in pigs and poultry in China. Vet J. 187:99-103.

Kang HY, Jeong YS, Oh JY, Tae SH, Choi CH, Moon DC, Lee WK, Lee YC, Seol SY, Cho DT, Lee JC. 2005. Characterization of antimicrobial resistance and class 1 integrons found in Esherichia coli isolates from humans and animals in Korea. J Antimicrobiol Chem. 55(5):639-644. Lestari ES, Severin JA, Filius PMG, Kuntaman K, Duerink DO, Hadi U,

Wahjono H, Verbrugh HA. 2008. Antimicrobial resistance among commensal isolates of Esherichia coli and Staphylococcus aureus in Indonesia population inside and outside hospitals. Eur J Clin Microbiol

Infect Dis. 27:45-51.

Luangtongkum T, Morishita TY, Ison AJ, Huang S, McDermott PF, Zhang Q. 2006. Effect of conventional and organic production practices on the prevalence and antimicrobial resistance of Campylobacter spp. in poultry.

App Environ Microbiol. 72(5):3600-3607.

Martin BS, Campos L, Bravo V, Adasne M, Borie C. 2005. Evaluation of antimicrobial resistance using indicator bacteria isolated from pigs and poultry in Chile. Int J Appl Res Vet Med. 2(3):171-178.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab Jilid I. Bogor (ID): IPB Pr.

McEwen SA, Fedorca-Cray PJ. 2002. Antimicrobial use and resistance in animals. Clin Inf Dis. 34:93-106.

Mead GC. 2007. Microbiological Analysis of Red Meat, Poultry and Eggs. Cambridge (UK): Woodhead Pub.

(35)

21

Miranda JM, Guarddon M, Vazquez BI, Fente CA, Barros-Velazquez J, Cepeda A, Franco CM. 2008. Antimicrobial resistance in Enterobacteriaceae strains isolated from organic chicken, conventional chicken and

conventional turkey meat; a comparative survey. Food Control. 19:412-416.

Moniri R, Dastehgoli K. 2007. Antimicrobial resistance among Escherichia coli strains isolated from healthy and septicemic chickens. Pakistan J Biol

Sciences. 10:2984-2987.

[OIE] Office Internationale des Epizooties. 2013. Harmonisation of national antimicrobial resistance surveillance and monitoring programmes chapter 6.7. [Internet]. [diunduh 2013 September 6]. Tersedia pada: www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahc/2010/en_chaptire _1.6.7.htm.

Okeke IN, Fayinka ST, Lamikanra A. 2000. Antimicrobial resistance in

Escherichia coli from Nigerian students, 1986-1998. Emerg Inf Dis.

6(4):393-396.

Oktavia E. 2001. Efek imunomodulator pemberian antibiotika doksisiklin, enrofloksasin, tilmikosin, dan tilosin secara oral terhadap jumlah sel darah putih ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Persoons D, Dewulf J, Smet A, Herman L, Heyndrickx M, Martel A, Catry B, Butaye P, Haesebrouck F. 2010. Prevalence and persistence of antimicrobial resistance in broiler indicator bacteria. Microbial Drug

Resist. 16(1):67-74.

Poernomo S, Sutarma, Jaenuri, Iskandar. 1992. Kolibasilosis pada unggas di Indonesia: II. uji kepekaan Escherichia coli asal peternakan ayam di beberapa wilayah Jawa dan Bali terhadap beberapa antibiotika. Penyakit

Hewan Edisi Khusus. 24:39-43.

Schroeder CM, White DG, Meng J. 2004. Retail meat and poultry as a reservoir of antimicrobial-resistant Escherichia coli. Food Microbiol. 21:249-255. Silbergerd EK, Graham J, Price LB. 2008. Industrial food animal production,

antimicrobial resistance, and human health. Ann Rev Public Health. 29:151-169.

Smith JL, Drum DJ, Dai Y, Kim JM, Sanchez S, Maurer JJ, Hofacre CL, Lee MD. 2007. Impact of antimicrobial usage on antimicrobial resistance in commensal Escherichia coli strains colonizing broiler chickens. Appl

Environ Microbiol. 73:1404-1414.

Suandy I. 2011. Antimicrobial resistance in Escherichia coli isolated from commercial broiler farms in Bogor District, West Java [tesis]. Chiang Mai (TH): Chiang Mai University.

Van TTH, Chin J, Chapman T, Tran LT, Coloe PJ. 2008. Safety of raw meat and shellfish in Vietnam: an analysis of Escherichia coli isolations for antibiotic resistance and virulence genes. Int J Food Microbiol. 124:217-223.

Whagela SD. 2004. Preharvest and Postharvest Food Safety: Contemporary

Issues and Future Directions. First ed. Iowa (US): Blackwell Publishing

(36)

22

[WHO] World Health Organization. 2010. Regional strategy on prevention and containment of antimicrobial resistance. [Internet]. [diunduh 2013

Desember 10]. Tersedia pada:

(37)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan pada tanggal 28 Oktober 1977 dari Bapak Gatot Sujanto dan Ibu Ning Kustijah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Lamongan, dan pada tahun yang sama lulus UMPTN di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan April 2006 penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Kementerian Pertanian. Tahun 2012 penulis mendapatkan beasiswa dari Badan SDM Kementerian Pertanian untuk melanjutkan studi program S2 dan mengambil di Program Studi atau Mayor Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Mekanisme penyebaran resistensi secara genetik (Guilfole 2007)
Tabel 2 Besaran sampel ayam setiap kecamatan di Kabupaten Bogor (Disnakkan  Pemkab Bogor 2012)
Gambar 2 Koloni diduga E. coli dalam media agar Mac Conkey
Gambar 4 Hasil uji biokomia IMViC  Pengujian Kepekaan Terhadap Antibiotik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sekitar 90% dari jumlah KK di Ciundil dapat menganyam daun pandan samak untuk tikar (tikar samak). Pembuatan tikar selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri, juga untuk

Gangguan hubung singkat 3 fasa yang terjadi dalam pendistribusian energi listrik tidak hanya menyebabkan timbulnya arus gangguan yang besar pada fasa-fasa yang

Materijalno-operativno gledište zaštite odnosi se na poznavanje svojstava materijala, prepoznavanje vrste i uzroka/uzročnika oštećenja, primjenu preventivnih i

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sudut kemiringan selektor garuk yang memberikan nilai selektivitas terbaik untuk kerang darah ( Anadara granosa ) dan kerang bulu

Metode yang akan digunakan dalam mencapai tujuan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Ceramah, metode ini dilakukan untuk menyampaikan materi tentang gerakan shalat

Bagaimanakah karakteristik CNSs yang diperoleh dari precursor minyak goreng dengan katalis besi ferrocene di permukaan karbon

b. 64% untuk daerah kabupaten dan kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota. 20% bagian pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sintesis silika gel dari jenis abu boiler yang berbeda, yaitu abu boiler dari industri pulp and paper, abu boiler dari industri