• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFISIENSI PEMBAKARAN SAMPAH ORGANIK DAN ANALISIS KUALITAS LIMBAH YANG DIHASILKAN ALAT PEMBAKAR SAMPAH TANPA ASAP. Cici Arinih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFISIENSI PEMBAKARAN SAMPAH ORGANIK DAN ANALISIS KUALITAS LIMBAH YANG DIHASILKAN ALAT PEMBAKAR SAMPAH TANPA ASAP. Cici Arinih"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI PEMBAKARAN SAMPAH ORGANIK DAN ANALISIS KUALITAS LIMBAH YANG DIHASILKAN ALAT PEMBAKAR

SAMPAH TANPA ASAP Cici Arinih

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Pelita Bangsa Jl. Inspeksi Kalimalang Tegal Danas No. 9, Cibatu, Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa

Barat 17530

Email : arinihcici@gmail.com

ABSTRAK

Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, membakar sampah secara langsung merupakan kebiasaan masyarakat yang tanpa kita sadari menimbulkan asap yang mengandung SOX, NOX, O3, H2S,

CO dan partikel karbon yang sangat berbahaya. Selain itu, sampah dapat mengakibatkan meningkatnya penyebaran penyakit, bau menyengat dan lain lain sehingga mengganggu kenyamanan dan kesehatan. Salah satu alternatif pengelolaan sampah adalah dengan menggunakan alat pembakar sampah tanpa asap atau insenerator. Mini Smokless Insinerator Kapasitas 100 Liter yang dibuat oleh kelas TL.15.F1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pelita Bangsa Kabupaten Bekasi yang bertujuan untuk mengetahui efisiensi pembakaran dan analisis kulaitas limbah dengan parameter pH, BOD, COD, TSS, Nitrogen Total, Fosfor, dan Kalium. Dari hasil penelitian menunjukan proses pembakaran manual lebih efisien dibandingkan menggunakan alat, hal ini dikarenakan kinerja alat pembakar sampah yang masih belum maksimal yaitu karakteristik sampah organik basah yang memiliki kadar air 54, 612 %, temperatur yang hanya mencapai dari 306 oC, dan suplai udara. Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh

proses pembakaran sampah organik hanya kadar TSS (17,00 mg/L dan 20,00 mg/L) saja yang telah memenuhi baku mutu, untuk kadar pH hanya sampel sampah organik basah (6,29 mg/L) yang memenuhi baku mutu, BOD (268,03 mg/L dan 652,26 mg/L) dan COD (370,67 mg/L dan 760,67 mg/L) tidak memenuhi baku mutu. Kadar Nitrogen Total (0,000485 % dan 0,000989 %), Fosfor (0,000055 % dan 0,00078 %), dan Kalium (<0,00001 %) pada limbah cair sampah organik kering dan basah tidak memenuhi syarat sebagai pupuk cair organik. Karena air limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran, dimana asap pembakaran kontak langsung dengan air hal tersebut sangat mempengaruhi kadar pH, BOD, COD, TSS, Nitrogen Total, Fosfor, dan Kalium pada limbah cair. Kata Kunci : Efisiensi Pembakaran, Insinerator, Analisis Limbah Cair.

(2)

ABSTRACT

Waste that is not managed properly can cause environmental pollution, burning rubbish directly is a habit of the people that without us realizing it creates smoke that contains SOX, NOX, O3, H2S, CO and carbon particles which are very dangerous. In addition, garbage can cause an increase in the spread of disease, pungent odors, etc. that will disrupt comfort and health. One alternative to waste management is to use a smoke incinerator or incinerator. Mini Smokless Incinerator Capacity of 100 Liters created by the class TL.15.F1 Environmental Engineering Study Program at the University of Pelita Bangsa Bekasi District which aims to determine the efficiency of combustion and analysis of waste quality with parameters pH, BOD, COD, TSS, Total Nitrogen, Phosphorus, and Potassium. The results of the research show that the manual combustion process is more efficient than using tools, this is because the performance of the incinerator is still not optimal, namely the characteristics of wet organic waste which has a water content of 54.612 %, a temperature that only reaches 306 oC, and air supply. The quality of liquid waste produced by the combustion process of organic waste is only TSS levels (17.00 mg/L and 20.00 mg/L) that have met the quality standards, for pH levels only samples of wet organic waste (6.29 mg/L ) that meets the quality standard, BOD (268.03 mg/L and 652.26 mg/L) and COD (370.67 mg/L and 760.67 mg/L) do not meet the quality standard. Total Nitrogen Levels (0,000485 % and 0,000989 %), Phosphorus (0,000055 % and 0,00078 %), and Potassium (<0.00001 %) in liquid waste of dry and wet organic waste do not qualify as fertilizer organic liquid. Because wastewater is produced from the combustion process, where combustion smoke comes in direct contact with water it greatly affects the pH, BOD, COD, TSS, Total Nitrogen, Phosphorus, and Potassium in liquid waste.

(3)

PENDAHULUAN

Sampah organik mengandung berbagai macam zat seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Secara alami, zat-zat tersebut mudah terdekomposisi oleh pengaruh fisik, kimia, enzim yang dikandung oleh sampah itu sendiri dan enzim yang dikeluarkan oleh organisma yang hidup di dalam sampah. Proses dekomposisi sampah organik yang tidak terkendali umumnya berlangsung anaerobik (tanpa oksigen). Dari proses ini timbul gas-gas seperti H2S dan CH4

yang baunya menyengat sehingga proses ini dikenal sebagai proses pembusukan. Dari proses ini timbul pula leachate (air lindi) yang dapat menyebabkan pencemaran air tanah dan permukaan. Sampah yang membusuk juga merupakan sumber penyakit seperti bakteri, virus, protozoa, maupun cacing (Sri, 2011). Menurut Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Dodi Agus Suprianto Sebanyak 4.000 ton sampah Kabupaten Bekasi menumpuk disejumlah titik, sejak lima hari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng ditutup warga, akibatnya adalah terjadi penumpukan sampah salah satunya Pasar Cikarang Kabupaten Bekasi.

Pengelolaan sampah di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dalam peraturan tersebut, pengelolaan sampah di Indonesia meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman

Pengelolaan Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang sebagian besar terdiri dari sampah organik, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

Insinerator adalah alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah baik dalam bentuk padatan, cairan atau gas. Alat ini berfungsi untuk merubah bentuk sampah menjadi ukuran yang lebih kecil. Perubahan ukuran tersebut dapat mencapai 50-90 % dari volume sebelumnya (Pradibta, 2011).

Penelitian ini dilakukan untuk mengutahui efisiensi pembakaran sampah organik dan mengetahui kualitas limbah yang dihasilkan alat pembakar sampah tanpa asap apakah bisa dimanfaatkan sebagai pupuk cair atau tidak.

METODE

Bahan yang digunakan adalah sampah organik basah yang terdiri dari sawi dan kulit jagung serta sampah organik kering daun angsana. Selanjutnya untuk sampah organik basah dilakukan proses penjemuran selama 12 jam dibawah sinar matahari dengan suhu 34°C - 36°C. Kemudian sampah organik yang sudah dijemur dan sebelum dijemur dilakukan pengujian kadar air.

Prinsip kerja alat pembakar sampah “Mini Smokless Incinerator Kapasitas 100 Liter” yaitu sampah dibakar pada ruang pembakaran kemudian asap pembakaran dihisap oleh bolwer dan masuk ke dalam ruang penampung asap (tabung cyclone), sehingga asap hasil pembakaran di spray air, kontak dan terbawa air masuk kedalam bak penampung. Air hasil pembakaran

(4)

disebut limbah cair hasil proses pembakaran yang kemudian dianalisis dengan parameter pH, BOD, COD, TSS, N Total, P, dan K. Dilakukan pembakaran secara manual sebagai perbandingan untuk menghitung efisiensi pembakaran.

Tabel 1 Metode Pengujian Limbah Cair.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Efisiensi Pembakaran Sampah

Organik

Sebelum dilakukan proses pembakaran, sampah sawi dan kulit jagung terlebih dahulu dijemur dan setelah itu dilakukan pengujian kadar air. Pengaruh dari kandungan air adalah terjadinya penurunan nilai kalor dari bahan bakar sampah yang mempengaruhi efisiensi insinerator (Bagus, 2002).

Tabel 2 Hasil Uji Kadar Air.

Pada pembakaran yang peneliti lakukan sampah organik yang digunakan memiliki kadar air

43,235 % - 54,612 %. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya pembakaran yang tidak sempurna. Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan gas karbon monoksida (CO) dimana jika pembakaran menggunakan alat pembakar asap akan sangat mempengaruhi kualitas limbah cair yang dihasilkan.

Gambar 1 Alat Pembakar Sampah Tanpa Asap.

Untuk mengetahui efisiensi pembakaran diperukan perhitungan suhu, laju pembakaran, rendemen arang, dan rendemen abu.

Tabel 3 Data Proses Pembakaran.

Perhitungan Suhu Pembakaran Berikut adalah tabel pengamatan suhu yang diperoleh pada saat proses pembakaran :

(5)

Tabel 4 Pengamatan Temperatur Sampah Organik Kering.

Tabel 5 Pengamatan Temperatur Sampah Organik Basah.

Menurut Nuryono dkk, Sampah yang mempunyai kandungan air yang tinggi menyebabkan temperatur ruang bakar rendah, karena sebagaian energi panas dipakai untuk menguapkan air. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi pembakaran yang tidak sempurna ( incomplate combustion ).

Perhitungan Laju Pembakaran Laju pembakaran dihitung dengan membandingkan banyaknya sampah yang dibakar dengan lamanya waktu pembakaran.

Tabel 6 Hasil Perhitungan Laju Pembakaran.

Perhitungan Rendemen Arang Rendemen arang dihitung dengan presentase perbandingan massa arang dan massa sampah.

Tabel 7 Hasil Perhitungan Rendemen Arang.

Perhitungan Rendemen Abu Rendemen abu dihitung dengan presentase perbandingan massa abu dibagi massa sampah.

Tabel 8 Hasil Perhitungan Rendemen Abu.

Efisiensi Pembakaran

Efisiensi pembakaran dihitung dari 100 % dikurangi nilai randemen arang ditambah nilai randemen abu.

Tabel 9 Hasil Perhitungan Efisiensi Pembakaran.

Dari hasil perhitungan efisiensi pembakaran pada tabel diatas pembakaran secara manual

(6)

Sampel A Sampel B 1. Sampah Organik A b. Sampah Organik B

lebih efisien dibandingkan dengan pembakaran menggunakan alat hal ini dikarenakan suhu pada proses pembakaran kurang maksimal hanya mencapai 306 ºC sedangkan menurut Utami dkk (2011) suhu pembakaran insinerator berkisar antara 810 °C -1600 °C. Oleh karena itu mengakibatkan terjadinya laju pembakaran yang lambat yang mempengaruhi jumlah rendemen abu, rendemen arang dan efisiensi pembakaran dibandingkan dengan pembakaran manual yang relatif lebih cepat karena dilakukan diruang terbuka.

2. Analisis Kualitas Limbah Cair Untuk mengetahui kualitas limbah cair yang dihasilkan alat pembakar sampah tanpa asap, dilakukan pengujian yang mengacu pada baku mutu air limbah domestik Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016 dengan parameter pH, COD, BOD dan TSS.

Gambar 2 Limbah Cair dari Hasil Proses Pembakaran.

Limbah cair hasil pembakaran sampah organik kering daun angsana disebut Sampel A dan Sampel B untuk limbah cair hasil pembakaran sampah organik basah sawi dan daun jagung.

Tabel 10 Analisis Kadar pH.

Kadar pH Sampel A lebih asam sedangkan Sampel B basah. Suhu dan kelembapan bisa mempengaruhi kadar pH. Sampel B yang merupakan sampah organik basah mengandung air lindi yang bisa mempengaruhi kadar pH sehingga pH menjadi basah.

Tabel 11 Analisis Kadar BOD.

kadar BOD pada Sampal A dan Sampal B melebihi kadar standar baku mutu BOD yaitu 30 mg/L, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor suhu pembakaran yang kurang maksimal, yang disebabkan oleh kurangnya suplai oksigen yang menyebabkan tingginya produksi CO2 dan CO.

Pembakaran dengan udara atau suplai oksigen yang kurang akan menyebabkan terjadinya perpindahan panas yang berkurang bahkan hilang karena bahan bakar berlebih. Akibat adanya bahan bakar yang tak terbakar menghasilkan zat atau senyawa hasil pembakaran, seperti CO, CO2, uap air, O2, dan N2

(Dalimenthe, 2006).

(7)

Kadar COD Sampel A dan Sampel B tersebut melebihi standar mutu yaitu 100 mg/L. Tingginya kadar COD disebabkan oleh tingginya kadar BOD, karena segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Karbon yang dihasilkan dari asap pembakaran mengakibatkan kadar bakteri tinggi, hal tersebut diketahui dari kadar COD dan BOD yang tinggi.

Tabel 13 Analisis Kadar TSS.

Kadar TTS Sampel A lebih besar dari pada Sampel B dilihat dari limbah cair yang dihasilkan Sampel A lebih keruh walaupun warnamya putih bening dibandingkan dengan Sampel B.

3. Analisis Pupuk Cair

Dari semua jenis unsur hara yang terdapat dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 70 Tahun 2011, yang paling banyak dibutuhkan oleh tanah sebagai media tumbuh tanaman adalah Nitrogen (N), Kalium (K) dan Fosfor (P). Pada Penelitian ini dilakukan pengujian Kadar N, P dan K untuk mengetahui apakah limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair atau tidak.

Tabel 14 Analisis Kadar N Total.

Tabel 15 Analisis Kadar P.

Tabel 16 Analisis Kadar K.

Dari hasil pengujian kadar N Total, P, dan K tidak ada yang memenuhi baku mutu. Menurut Septiningrum dkk (2011) menyebutkan bahwa hasil analisis kimia dari tongkol jagung mengandung hanya mengandung nitrogen 2,12 %, serta menurut Herawati dan Wibawa (2010) Sawi mempunyai kandungan asam-asam amino yang merupakan sumber nitrogen karena air limbah dihasilkan dari proses pembakaran dimana asap pembakaran kontak langsung dengan air hal tersebut sangat mempengaruhi kadar NPK pada limbah cair.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Efisiensi pembakaran menggunakan alat pembakar sampah tanpa asap sampah organik kering = 88,119 % dan sampah organik basah efisiensi = 79,012 %. Sedangkan pada proses pembakaran manual, sampah organik kering efisiensi= 90,070 % dan sampah organik basah efisiensi = 83,125 %. Proses pembakaran manual lebih efisien dibandingkan menggunakan alat, hal ini dikarenakan kinerja alat

(8)

pembakar sampah yang masih belum maksimal yaitu karakteristik sampah organik basah yang memiliki kadar air 54, 612%, temperatur yang hanya mencapai dari 306 oC, dan suplai udara.

2. Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh proses pembakaran sampah organik diketahui dari hasil analisis kadar pH, BOD, COD, dan TSS. Sampah organik kering yaitu pH = 5,69 mg/L, BOD = 268,03 mg/L, COD = 370,67 mg/L, dan TSS = 20,00 mg/L. Hanya kadar TSS saja yang telah memenuhi baku mutu, untuk kadar pH, BOD, dan COD tidak memenuhi baku mutu. Sedangkan sampah organik basah yaitu pH = 6,29 mg/L, BOD = 652,26 mg/L, COD = 760,67 mg/L, dan TSS = 17,00 mg/L. Kadar pH dan kadar TSS telah memenuhi baku mutu, untuk kadar BOD dan COD tidak memenuhi baku mutu.

3. Dari pengujian diketahui kadar N Total limbah cair sampah organik kering = 0,000485 %. Fosfor = 0,000055 %, Kalium = < 0,00001 %. Dan N Total limbah cair sampah organik basah = 0,00989 %. Fosfor = 0,00078 %. Kalium = < 0,00001 %. Jadi kadar NPK pada limbah cair sampah organik kering dan basah tidak memenuhi syarat sebagai pupuk cair organik dikarenakan air limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran, dimana asap pembakaran kontak langsung dengan air hal tersebut sangat mempengaruhi kadar NPK pada limbah cair.

Saran

Saran yang penulis sampaikan adalah :

1. Agar penggunaan alat pembakar sampah tanpa asap bisa lebih efesien untuk mencapai suhu maksimal maka diperlukan desain ulang alat pembakar sampah tanpa asap.

2. Perlu adanya proses untuk menurunkan kadar COD dan BOD pada limbah cair yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah.

3. Pemilihan sampah sebelum pembakaran perlu dilakukan agar tidak mempengaruhi hasil uji laboratorium.

4. Diperlukan Pengujian analisis sampel sebelum dilakukan proses pembakaran agar dapat diketahui penyebab hasil uji laboratorium. DAFTAR PUSTAKA

Bagus, P. Triaksono. 2002.

Pengelolaan dan

Pemanfaatan Sampah Menggunakan Teknologi Incenerator. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.3, No. 1. Dalimunthe Darmansyah. 2006.

Konservasi Energi di Kilang Gas Alam Cair/LNG Melalui Peningkatan Efisiensi Pembakaran pada Boiler. Universitas Sumatra Utara : Medan.

Herawati D dan Wibawa A. 2010. Pengaruh Pretreatment Jerami Padi pada Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau Secara Batch. Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 4, (1). 25-2.

(9)

Naryono E, Soemarno. Perancangan Sistem Pemilahan, Pengeringan dan Pembakaran Sampah Organik Rumah Tangga. Universitas Brawijaya : Malang.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah rumah tangga.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016 Tentang baku mutu air limbah domestik. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

70 Tahun 2011 Tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Pradipta, Adia Nuraga Galih. 2011.

Desain dan Uji Kinerja Alat

Pembakar Sampah

(Incinerator) Tipe Batch untuk Perkotaan Dilengkapi dengan Pemanas Air. Institut Pertanian Bogor : Jawa Barat.

Septiningrum, Krisna, dan Apriana, Chandra. 2011. Produksi Xilanase dari Tongkol Jagung dengan Sistem Bioproses menggunakan Bacillus circulansuntuk Pra-Pemutihan Pulp Production of Xylanase from Corncobby Bioprocess SystemUsing

Bacillus circulans for Pre-Bleaching Pulp. Bandung : Balai Besar Pulp dan Kertas, Kementerian Perindustrian Indonesia.

Utami Dwi Rahayu, Okayadnya D.G, Mirwan M. Meningkatkan Kinerja Incenerator Pada Pemusnahan Limbah Medis RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” : Jawa Timur. Wahyono Sri. 2011. Pengolahan

Sampah Organik Dan Aspek Sanitasi. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT .

Gambar

Tabel  1 Metode Pengujian Limbah  Cair.

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan limbah cair yang baik dan benar, perlu didukung oleh Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan yang dipergunakan untuk

Pasien refrakter (±25%-30% pada ITP) didefinisikan sebagai kegagalan terapikortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena ATyang rendah

Rekaan ini difokuskan kepada penduduk di Malaysia yang berumur antara 4-6 tahun dan sama ada bagi kanak-kanak lelaki ataupun perempuan. Baju seragam tadika ini

Bab ini memaparkan hal-hal yang meliputi: latar belakang penelitian yang diawali dengan fenomena perubahan dari Telkom Learning Center menjadi Telkom Corporate

Pengujian untuk mengetahui temperatur melting dan komposisi kimia C dan Silikon dalam bentuk cairan besi cor kelabu menggunakan alat uji CE Meter lalu pada

&#34;Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan Dan Capital Intensity Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di

Hasil perbandingan antara pupuk organik cair Limbah industri VCO dengan pupuk organik cair limbah industri kerupuk kulit dapat dilihat untuk pupuk organik cair limbah VCO