• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Merokok diartikan sebagai aktivitas merokok, sedangkan perokok adalah orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Merokok diartikan sebagai aktivitas merokok, sedangkan perokok adalah orang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Definisi Perokok

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rokok diartikan sebagai gulungan kertas sebesar jari kelingking yang dibungkus dengan daun, nipah ataupun kertas. Merokok diartikan sebagai aktivitas merokok, sedangkan perokok adalah orang yang melakukan aktivitas merokok. Lebih lanjut dijelaskan oleh American Cancer Society bahwa perokok adalah orang yang melakukan kegiatan membakar suatu substansi yang umumnya adalah tembakau, yang kemudian asapnya dihirup dan dirasakan.17

2.1.2 Klasifikasi Perokok

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan intensitas merokok. Salah satunya adalah yang dilakukan Sitepoe pada tahun 1999. Sitepoe melakukan klasifikasi perokok berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari. Klasifikasi ini membagi perokok menjadi perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang mengonsumsi satu hingga sepuluh batang rokok per hari. Perokok sedang adalah perokok yang mengonsumsi sebelas hingga dua puluh empat batang per hari. Sementara perokok berat mengonsumsi lebih dari dua puluh empat batang rokok per hari. Penggunaan jumlah rokok yang dikonsumsi sebagai dasar klasifikasi juga dilakukan oleh Mu’tadin, dengan penambahan intensitas atau waktu merokok sebagai dasar

(2)

klasifikasi. Mu’tadin membagi perokok menjadi empat golongan, perokok ringan, perokok sedang, perokok berat dan perokok sangat berat. Hal senada dikemukakan pula oleh Smet pada tahun 1994, namun Smet menggunakan kriteria jumlah yang lebih rendah dibandingkan Sitepoe.

Klasifikasi lain menggunakan keterkaitan antara jumlah rokok yang dikonsumsi dengan lamanya konsumsi rokok semasa hidup. Klasifikasi ini menggunakan Indeks Brinkman.6 Indeks Brinkman menggunakan hasil perkalian antara rerata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari dan lama merokok dalam tahun.

Cara klasifikasi perokok yang telah disebutkan akan diringkas dalam tabel berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Perokok Kategori Klasifikasi Perokok Indeks Brinkman Klasifikasi menurut Sitepoe Klasifikasi menurut Smet Klasifikasi menurut Mu’tadin Perokok Ringan Indeks Brinkman 0-199 poin 1-10 batang per hari 1-4 batang per hari

Sekitar 10 batang per hari, selang waktu 60 menit setelah bangun tidur Perokok Sedang Indeks Brinkman 200-599 poin 11-24 batang per hari 5-14 batang per hari

11-21 batang rokok per hari, selang waktu 31-60 menit setelah bangun tidur Perokok Berat Indeks Brinkman lebih dari 600 poin Lebih dari 24 batang per hari Lebih dari 15 batang per hari

21-30 batang rokok per hari, selang waktu 6-30 menit setelah bangun tidur Perokok

Sangat Berat

- -

-Lebih dari 31 batang rokok per hari, selang waktu lima menit setelah bangun tidur Hata K6, Sitepoe M18

(3)

2.1.3 Klasifikasi Rokok

Rokok yang digunakan oleh perokok dapat dibedakan menurut proses pembuatannya, bahan pembungkusnya, penggunaan filter pada rokok, serta bahan baku dan isi dari rokok tersebut. Hal ini penting dimengerti terkait konsumsi dan penggunaan rokok yang berbeda-beda bergantung pada faktor-faktor tersebut.

Berdasarkan penggunaan filter, rokok hanya dibagi menjadi rokok dengan filter dan rokok tanpa filter. Filter adalah gabus yang diletakkan pada pangkal dari rokok yang dimaksudkan untuk mengurangi inhalasi bahan-bahan kimia berbahaya yang terbakar pada saat merokok.

Klasifikasi berdasarkan bahan baku rokok, membedakan rokok menjadi rokok putih dan rokok kretek. Rokok putih menggunakan bahan baku tembakau yang diberi saus sebagai penambah rasa dan pemberi aroma. Sedangkan rokok kretek menggunakan tembakau rajangan yang dicampur dengan cengkeh. Selain bahan baku, jumlah nikotin, tar dan komponen anorganik pada rokok juga berbeda. Rokok kretek memiliki kandungan nikotin, tar dan komponen anorganik yang lebih besar dibandingkan rokok putih.19

2.1.4 Bahan Kimia dalam Rokok

Bahan baku rokok adalah inti dari rasa rokok yang dikonsumsi, yakni tembakau. Bahan tambahan digunakan untuk mengimbangi rasa tembakau yang alami dan memberi cita rasa dan aroma yang khas pada rokok. Perusahan rokok dapat menambahkan bahan-bahan aditif yang mengandung hampir 600 jenis

(4)

senyawa selama proses pembuatan rokok.20 Konstituen rokok adalah bahan yang timbul pada saat pembakaran rokok. Konstituen inilah yang selanjutnya akan disebut sebagai asap rokok.

Asap rokok adalah campuran yang kompleks dan dinamis dari komponen-komponen kimia yang terikat atau tergabung dalam partikel-partikel aerosol atau partikel bebas yang berada dalam fase gas, yang timbul sebagai akibat dari distilasi, pirolisis dan pembakaran dari tembakau.21,22Penelitian memperkirakan asap rokok memiliki 7357 komponen kimia dari berbagai kelas.23Perlu diingat bahwa sifat dan karakteristik dari asap rokok berbeda-beda, bergantung pada komposisi bahan kimia, konsentrasi dari komponen-komponen kimia, serta ukuran dan muatan dari partikelnya.22

Secara konvensional, asap rokok akan dibagi menjadi fase tar atau fase partikulat dan fase gas. Fase tar atau fase partikulat, oleh Pillsbury, didefinisikan sebagai material yang terperangkap saat asap melewati Cambridge glass-fiber filter yang menyaring atau menahan 99.9 % dari keseluruhan materi partikulat dengan ukuran >0,1 μm.24

Asap rokok merupakan campuran lebih dari 4700 senyawa kimia dan setidaknya 60 senyawa pada asap rokok memiliki efek karsinogenik.9,25Asap rokok dibagi menjadi dua kategori, yakni mainstream smoke (MS) dan sidestream smoke (SS). Mainstream smoke atau disebut juga first-hand smoke adalah paparan asap rokok yang dihisap oleh perokok selama merokok. Sedangkan SS adalah asap rokok yang dihasilkan dari hasil pembakaran rokok. Mainstream smoke terbagi menjadi

(5)

fase partikulat (padat) yang berisi tar, komponen organik volatil, ROS, serta radikal bebas.26 Pada dasarnya, komposisi senyawa kimia pada kedua jenis asap rokok

adalah sama, namun SS mengandung senyawa organik lebih banyak, sehingga pada kuantitas yang sama SS bersifat lebih toksik dibanding MS.27

Tabel 3. Kandungan Asap Rokok

Fase Partikulat Pengaruh pada

Tubuh Fase Gas Pengaruh pada Tubuh

Tar Mutagenik/ karsinogenik Karbon monoksida Gangguan pengikatan oksigen pada hemoglobin Nikotin Stimulator/depres or dose dependent pada reseptor parasimpatis N-kolinergik

Oksida nitrogen Iritan, pro-inflamator, siliotoksik Aromatik hidrokarbon Mutagenik/ karsinogenik

Acetal-dehyde Iritan, pro-inflamator, sitotoksik

Fenol Iritan, mutagenik/

karsinogenik Hydrocyanic acid Iritan, pro-inflamator, sitotoksik

Kresol Iritan, mutagenik/

karsinogenik

Acrolein Iritan, pro-inflamator, sitotoksik B-naphthylamine Mutagenik/

karsinogenik

Amonia Iritan,

pro-inflamator, sitotoksik Benzo alpha pyrene Mutagenik/

karsinogenik Nitrosamine Mutagenik/karsin ogenik Catechol Mutagenik/ karsinogenik Hidrazin Mutagenik/karsin ogenik Indol Tumor acceleration

Vynil Chloride Mutagenik/karsin ogenik

Carbazole Tumor

acceleration Behr J28

(6)

Beberapa senyawa pada asap rokok yang bersifat pro-inflamasi adalah acrolein, acetaldehyde, asam hidrosianida, amonia dan nitrogen oksida.28 Acrolein dan

acetaldehyde, yang merupakan aldehida tidak tersaturasi, berperan dalam proses inflamasi berkenaan dengan kemampuannya mengaktivasi makrofag. Pada penelitian oleh Fabrizio et al, didapatkan dua jalur pensinyalan intraseluler terkait paparan aldehid tidak tersaturasi yang memicu pelepasan sitokin cigarette smoke-induced pada makrofag, yakni jalur NF-kB (nuclear factor kappa-B) dan ERK1/2. Aktivasi makrofag oleh aldehid tidak tersaturasi ini disebabkan oleh kemampuan mengaktivasi target molekular redox-sensitive multipel.29 Hidrogen sianida juga

terdapat dalam jumlah yang cukup besar, hingga 500 mikrogram. Hidrogen sianida memiliki efek siliatoksik (beracun terhadap silia/rambut halus pada traktus pernapasan) sehingga dapat menghambat klirens paru-paru, yang pada akhirnya juga menimbulkan inflamasi.30 Amonia dan nitrogen oksida bersifat iritan pada saluran napas.

2.2 Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR)

2.2.1 Parameter Jumlah Leukosit

Leukosit, disebut juga sebagai sel darah putih, merupakan komponen sistem pertahanan tubuh yang dinamis. Leukosit berperan sebagai sel efektor dalam sistem imun, sel fagosit dan penghasil sel imun seluler.31 Leukosit, berdasarkan adanya

gambaran granuler serta jumlah intinya, akan dibagi menjadi granulosit dan monosit. Pembagian ini penting mengingat adanya sedikit perbedaan respon dari kedua jenis sel tersebut. Masa hidup sel darah putih relatif singkat, bergantung pada

(7)

kondisi jaringan dan kerja sel sebagai respon terhadap jejas pada jaringan. Leukosit merupakan bagian dari sel dalam darah yang jumlahnya paling sedikit. Manusia dewasa memiliki sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter darah, sedangkan pada volume darah yang sama sel darah merah mencapai jumlah 5 juta sel.32 Perbandingan jumlah sel tersebut bukan disebabkan oleh produksi sel darah putih yang lebih sedikit, namun karena sel darah putih mampu bergerak secara aktif dan hanya berada di aliran darah perifer dalam waktu yang relatif singkat. Sebagian besar dari sel darah putih tetap berada di jaringan menjalankan fungsinya sebagai sel imun.

Parameter jumlah leukosit didapatkan dengan menghitung jumlah leukosit yang bersirkulasi dalam pembuluh darah per satuan volume. Pada orang dewasa, jumlah leukosit normal berkisar antara 4-11 x 109 sel/L atau 4-11 ribu sel/uL.33 Jumlah leukosit pada masing-masing individu bervariasi. Pada umumnya tubuh akan mempertahankan jumlah leukosit yang relatif konstan, namun pada sebagian kecil individu bisa juga didapatkan jumlah leukosit yang berubah-ubah.31,33

Perubahan jumlah absolut atau persentase dari leukosit yang terdapat pada sirkulasi darah dikaitkan dengan stress fisik dan psikologis.34Stress fisik, misalkan pada olahraga, dapat meningkatkan jumlah leukosit secara signifikan, terlepas dari pengaruh jenis kelamin individu.35 Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang

signifikan antara pria dan wanita dewasa, namun pada kondisi-kondisi tertentu seperti kehamilan, menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral, pada wanita dapat terjadi peningkatan jumlah leukosit total.31,36,37Keadaan infeksi secara umum dapat mempengaruhi jumlah leukosit. Infeksi akan memicu pelepasan mediator-mediator

(8)

inflamasi, yang kemudian meningkatkan produksi dan proliferasi leukosit di sumsum tulang serta redistribusi leukosit dari jaringan ke aliran darah perifer.38,39

Pemeriksaan jumlah leukosit dapat dilakukan dengan cara manual dan otomatik. Pemeriksaan dengan metode otomatik dilakukan dengan menggunakan hematology analyzer. Pemeriksaan dengan metode otomatik tersebut dapat digolongkan menjadi metode impedansi dan metode optik. Penelitian ini menggunakan metode optik, yaitu melakukan perhitungan dengan melewatkan sel darah pada suatu sumber cahaya sehingga terjadi interupsi cahaya yang diterima oleh detektor dan menyebabkan perubahan impuls listrik yang dapat direkam.31,40

2.2.2 Parameter Jumlah Neutrofil Absolut

Neutrofil merupakan bagian dari granulosit yang memiliki persentase paling besar dibandingkan dengan komponen granulosit lainnya. Persentase neutrofil mencapai 62%.32,41 Neutrofil memiliki ukuran 12-15 um. Neutrofil memiliki inti dengan kromatin padat dengan lobus multipel, biasanya terdiri dari 2 hingga 5 lobus. Neutrofil merupakan komponen leukosit yang bersifat dinamis dan bersama makrofag berperan aktif dalam proses fagositosis.33,42,43

Parameter neutrofil absolut adalah menghitung jumlah sel neutrofil yang bersirkulasi dalam pembuluh darah per satuan volume. Pada orang dewasa normal jumlah neutrofil absolut adalah 2.000-7.000 sel/uL. Jumlah neutrofil absolut dipertahankan pada jumlah yang relatif konstan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah neutrofil, antara lain infeksi bakterial akut, pemakaian obat, stressor pada tubuh, inflamasi lokal, inflamasi sistemik dan injeksi TNF-α.31,44

(9)

Perhitungan jumlah neutrofil absolut dapat dilakukan dengan cara manual maupun dengan alat otomatik. Perhitungan dengan cara manual dilakukan dengan menjumlahkan persentase neutrofil dikalikan dengan jumlah leukosit seluruhnya. Perhitungan secara otomatik dilakukan dengan menggunakan alat hematology analyzer, yang akan dinyatakan hasilnya menggunakan satuan jumlah sel per uL darah. Perhitungan jumlah sel pada penelitian ini akan dilakukan dengan alat hematology analyzer, menggunakan metode multiangle light scattering (MALS). Pada dasarnya metode ini bertujuan untuk mengukur dan menilai kekeruhan, bentuk dan depolarisasi dari materi yang memiliki massa molekuler dalam bentuk sediaan yang terdilusi berdasarkan cara materi tersebut membiaskan cahaya.45 Sumber cahaya yang digunakan digunakan pada metode ini lebih dari satu, yaitu forward angle scatter (FS) dan side scatter (SS). Pembiasan cahaya dari FS berhubungan dengan ukuran dari materi uji, sedangkan pembiasan SS berhubungan dengan struktur internal materi uji. Apabila materi uji, atau dalam hal ini sel, dilewatkan pada sumber cahaya tersebut, maka akan terjadi pembiasan dan pemantulan cahaya, sehingga sel yang berbeda akan menyebabkan pembiasan dan pemantulan cahaya yang berbeda pula. Pemeriksaan jumlah neutrofil absolut relatif lebih mahal, namun lebih mudah dilakukan serta mampu mengurangi unsur subjektivitas dalam pemeriksaan.31,45

2.2.3 Parameter Jumlah Limfosit Absolut

Limfosit merupakan jenis leukosit dengan jumlah terbanyak kedua setelah neutrofil dengan persentase 30%.32 Limfosit adalah salah satu jenis leukosit yang memiliki inti tunggal tak bergranula, dengan kromatin padat dan ukuran yang lebih

(10)

besar dari eritrosit.31,42 Limfosit berperan dalam respon imun spesifik. Pada pengamatan menggunakan mikroskop, meskipun secara langsung tidak dapat dibedakan, limfosit dibagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama, yaitu limfosit T, berperan dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas yang diperantarai sel, sedangkan kelompok kedua, limfosit B berperan dalam pembentukan antibodi yang memberi imunitas humoral.32

Perhitungan jumlah limfosit absolut dapat dilakukan dengan cara manual maupun menggunakan alat otomatik. Perhitungan dengan cara manual dilakukan dengan cara mengalikan jumlah limfosit per seratus dengan jumlah leukosit seluruhnya, sedangkan perhitungan secara otomatik dilakukan menggunakan hematology analyzer yang akan dinyatakan hasilnya dalam satuan jumlah limfosit per uL darah. Nilai normal limfosit pada orang dewasa 1.000-3.500 sel/uL darah.46

Beberapa hal seperti infeksi virus, leukimia, limfoma, pembedahan dan trauma dapat mempengaruhi jumlah limfosit.40,43

2.2.4 Parameter NLR

Neutrophil lymphocyte ratio merupakan perbandingan antara jumlah neutrofil absolut dengan jumlah limfosit absolut yang bisa diukur menggunakan alat otomatik hematology analyzer. Neutrofil dan limfosit merupakan 80% dari keseluruhan jumlah leukosit serta berperan aktif sebagai respon terhadap inflamasi dan infeksi, sehingga sebagian besar respon imun dapat digambarkan dari proporsi kedua sel tersebut.47,48 Neutrophil lymphocyte ratio lazim digunakan sebagai petanda inflamasi pada beberapa penyakit yang berkaitan dengan proses inflamasi seperti kanker, sepsis, emboli pulmoner dan infark miokardial.16,48–51 Neutrophil

(11)

lymphocyte ratio memiliki nilai diagnostik dan korelasi yang baik dengan CRP, sehingga NLR dianggap lebih mudah, murah dan praktis bila dibandingkan dengan mengukur CRP dan sitokin pro-inflamasi. Neutrophil lymphocyte ratio memiliki stabilitas yang baik sebagai marker inflamasi.52 Faktor-faktor seperti inflamasi, stres fisik, stres psikologis dan penggunaan kortikosteroid dapat mengubah proporsi neutrofil dan limfosit, yang kemudian mempengaruhi NLR.31,33,53

2.3 Pengaruh NLR terhadap Penyakit Sistemik

Neutrophil lymphocyte ratio banyak digunakan sebagai petanda survival dan prognosis pada pasien-pasien dengan penyakit sistemik yang kronis. Tingginya kadar pre-operatif NLR (>5) berkorelasi dengan rendahnya survival spesifik kanker pada kasus kanker kolorektal.49Begitu pula dengan kanker paru berjenis non small-cell lung cancer, kadar pre-operatif NLR berkaitan erat dengan tingginya staging dan menjadi prediktor survival setelah reseksi lengkap kanker paru primer dan menjadi biomarker petanda tingginya kematian pasien pada kanker paru derajat pertama.54

Pada penyakit kardiovaskular, terdapat peningkatan kematian pasien paska angiografi jantung pada kasus infark miokard dengan peningkatan segmen ST (ST-segment elevation myocardial infarction). Sepertiga populasi pasien dengan NLR lebih dari 2,58 dan hampir setengah populasi pasien dengan NLR lebih dari 4,20 meninggal, sehingga NLR merupakan petanda yang sangat berguna untuk memprediksi mortalitas pada pasien penderita infark miokard dengan peningkatan segmen ST yang lebih baik dari jumlah total sel darah putih (total white blood

(12)

cells).50 Pada penyakit arteri koroner stabil (stable coronary artery disease), peningkatan NLR menjadi prediktor independen kematian jantung bersama-sama dengan indikator fisiologis jantung lainnya seperti LVEF dan indikator inflamasi lainnya seperti CRP.

Secara umum, terjadi siklus antara NLR dan penyakit sistemik yang menentukan prognosis pasien, terutama paska tindakan. Inflamasi yang disebabkan oleh penyakit sistemik, bersama-sama dengan gaya hidup yang buruk seperti peningkatan BMI, merokok, dan konsumsi alkohol akan mengakibatkan peningkatan NLR sebagai petanda inflamasi. Peningkatan NLR ini juga akan berakibat pada buruknya mortalitas dan prognosis dari penyakit sistemik tersebut berkaitan dengan tingginya inflamasi sistemik yang terjadi.49,53–55

2.4 Pengaruh Merokok terhadap Inflamasi dan NLR

Pada saat pembakaran rokok akan terbentuk arang panas pada bagian belakang nyala api, yang menyebabkan suhu tembakau meningkat dengan cepat. Pembakaran dan peningkatan suhu yang cepat pada arang menyebabkan penurunan jumlah oksigen, sehingga asap rokok hasil pembakaran mengandung oksigen yang sangat rendah yang berpontensi membentuk zat oksidan.9

Asap rokok pertama kali akan berinteraksi dengan sistem imun pada mukosa rongga mulut, sinus dan saluran napas. Pada paparan awal ini, fase gas cenderung lebih dominan dalam mempengaruhi mukosa rongga mulut, sinus dan saluran napas dibanding fase partikulat. Paparan asap rokok pada mukosa rongga mulut, sinus dan saluran napas atas dapat merubah respon imun pada mukosa tersebut.7,56Epitel pada

(13)

saluran napas adalah regulator dari berbagai stimulus dan jejas yang beraneka ragam, termasuk paparan asap rokok. Paparan asap rokok mengaktivasi sel-sel epitel secara langsung dan memicu peningkatan pelepasan kemokin dan mediator inflamasi.57,58 Selain itu, respon imun terhadap patogen yang diperantarai oleh sel epitel mengalami perlemahan karena paparan asap rokok secara terus menerus. Selain itu asap rokok mengurangi motilitas silia pada mukosa, menambah jumlah sel goblet, dan menstimulasi hipersekresi mukus pada saluran napas atas.59

Fase partikulat pada asap rokok, berbeda dengan fase gas, hanya sedikit mempengaruhi saluran napas atas, tapi memiliki kemampuan untuk membentuk lebih banyak radikal bebas, seperti ROS dan reactive nitrogen species (RNS). Reactive oxygen species mengakibatkan jejas pada sel epitelial saluran napas dengan memicu peroksidasi lipid dan konstituen membran sel lainnya, serta memicu kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA).60Reactive oxygen species mulai diproduksi saat pembakaran dan jumlahnya terus meningkat tanpa adanya pengaruh dari filter pada bagian belakang rokok. Reactive oxygen species banyak terdapat pada fase gas dan pada umumnya mempengaruhi saluran napas atas.26Konstituen

asap rokok, terutama ROS dan RNS, akan memicu pensinyalan intraselular sel epitelial yang kemudian akan memicu aktivasi gen inflamasi (seperti IL-8 dan TNF-α).61 Pelepasan mediator inflamasi ini akan menyebabkan rekrutmen sel imun

kronik dan inflamasi lebih lanjut.

Pengaruh asap rokok pada sistem imun tidak selalu bersifat stimulan. Pada sel T, pengaruh paparan asap rokok justru dapat bersifat supresan. Ada beberapa tipe sel T yang terkait dengan respon inflamasi, yakni T-helper (Th)1, Th2, dan Th17.

(14)

Penamaan pada sel-sel Th mencerminkan adanya perbedaan aktivasi dari faktor transkripsi spesifik sel T dan sekresi sitokin pada masing-masing sel T. Konsep ini penting karena paparan pada asap rokok berkaitan dengan perbedaan respon masing-masing sel T pada inflamasi. Misalnya sel Th1 akan memproduksi interferon-gamma (IFNγ) lebih banyak daripada IL-4. IL-4 justru lebih banyak diproduksi oleh sel Th2.62 Asap rokok, seperti yang dikatakan sebelumnya, tidak selalu bersifat stimulan pada sistem imun, namun juga bisa bersifat supressor.7Asap

rokok mensupresi beberapa respon Th1, tapi justru meningkatkan respon inflamasi sel Th2.63–65 Namun efek paparan asap rokok pada Th17 belum jelas, walaupun

beberapa penelitian menunjukkan adanya paparan kronik dapat memicu imunitas adaptif Th17 pada self-antigen.66

Asap rokok mengubah begitu banyak jalur pensinyalan sel yang terlibat dalam aktivasi sel. Konstituen-konstituen asap rokok mengaktivasi beberapa jalur pensinyalan sel, termasuk mitogen-activated protein kinase (MAPK), NF-kB, signal transducer and activator of transcription (STAT), dan activatory protein-1 (AP-1). Faktor-faktor tersebut terlibat dalam regulasi inflamasi dan siklus sel.67,68

Aktivasi faktor transkripsi NF-kB dan AP-1 yang dipicu oleh paparan asap rokok sangat mempengaruhi regulasi pembentukan kemokin inflamasi dan kematian sel.68,69 ROS dalam asap rokok mengaktivasi AP-1 yang memegang peranan penting dalam induksi aktivasi monosit dan makrofag dan produksi IL-8.70Hal-hal ini mendukung pernyataan bahwa paparan asap rokok menyebabkan inflamasi kronik pada saluran napas dengan merubah fungsi dan imunitas mukosa, yang

(15)

menyebabkan inflamasi persisten dan berkurangnya respon akut terhadap bentuk jejas lainnya.

Merokok juga memicu respon inflamasi yang ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit, peningkatan kadar CRP, IL-6 dan TNF-α.9 Pada paparan asap

rokok kronik jumlah neutrofil meningkat pada darah dan bronchoalveolar lavage fluid (BALF).71 Jumlah limfosit total menurun pada paparan asap rokok secara

kronik. Hal ini menjelaskan bahwa merokok dapat menyebabkan peningkatan NLR karena adanya peningkatan neutrofil dan penurunan jumlah limfosit.

(16)

2.5 Kerangka Teori Jumlah Limfosit Absolut Intensitas Merokok Status Inflamasi Usia Kehamilan Kelainan Hematologi Jumlah Leukosit Stresor Psikis Stresor Fisik Stresor Jumlah Neutrofil Absolut Penggunaan Obat-Obatan (Kortikosteroid, Kemoterapi, OAINS) Neutrophil-Lymphocyte Ratio

Gambar 1. Kerangka Teori

(17)

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Terdapat perbedaan NLR pada subjek bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat.

NLR Intensitas

Merokok

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Assissing menopausal symptoms among healthy middle aged women with the Menopause Rating Scale.. Statistik untuk Kedokteran

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar untuk selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah

Orientasi lapangan secara online oleh dosen/pembimbing klinik → seluruh unit tempat praktek sekaligus, atau bertahap untuk unit yang akan ditempati praktek.5. Supervisi

Namun demikian, jika status murtad tidak diatur dalam peraturan perkawinan secara jelas dan rinci, maka dapat menghilangkan kesakralan perkawinan, bahkan terkesan dapat dibuat

senyawa metabolit sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat dan menggunakan pompa

Dari uji analisis ragam diketahui terdapat interaksi antara jenis pohon fase semai dengan konsentrasi zat alelopati alang-alang yang memengaruhi pertumbuhan tinggi, jumlah daun,

I would like to certify that this thesis entitled “Activities Based Teaching to Improve students’ Vocabulary Mastery (A Classroom Action Research at the Fifth Grade of SD