• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Defenisi Kepemimpinan

a) Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang saling berbeda-beda menuju kepada pencapaiaan tujuan tertentu (Arep & Tanjung, 2002:235). b) Kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang

yeng memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor internal maupun faktor-faktor-faktor-faktor eksternal (Winardi, 2000:47).

c) Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi prilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sutarto, 2001 : 25).

Berdasarkan defenisi-defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

2.1.2. Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan Situasional adalah Gaya kepemimpinan yang selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi, serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan/beradaptasi dengan kematangan bawahan dan lingkungan kerja (Thoha :2007).

(2)

Kepemimpinan situasional didasarkan pada saling pengaruh antara (Sutarto, 2001:137) :

1. Sejumlah petunjuk dari pengarahan (prilaku tugas yang pemimpin berikan) 2. Sejumlah pendukung emosional (prilaku hubungan) yang pemimpin berikan 3. Tingkat kesiapsiagaan (kematangan) yang para bawahan tunjukan dalam

melaksanakan tugas khusus, fungsi atau sasaran. 2.1.3. Teori Situasional

Belajar dari konsep Hersey and Blancard, perilaku dan gaya kepemimpinan bersifat situasional. Pemimpinan atau manajer harus menyesuaikan responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini, respon seorang manajer dalam perilaku kepemimpinannya memberikan sejumlah pengarahan dan dukungan yang bersifat sosioemosional. Sementara itu manajer harus menyesuaikan tingkat kematangan karyawan.

Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilaku dalam bentuk kemauan. Berdasarkan tingkat kematangannya, menurut Hersey dan Blancard (dalam thoha, 2007) ada empat jenis karyawan, yaitu: (1) karyawan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawan yang tidak mampu, tetapi mau, (3) karyawan yang mampu, tetapi tidak mau, (4) karyawan yang mampu dan mau.

Ada empat respon kepemimpinan dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu mengarahkan, menjual, menggalang partisipasi dan

(3)

mendelegasikan dengan memperhatikan dukungan (supportif) dan pengarahan (directif), sebagai berikut :

a. Mengarahkan (telling)

Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan komitmennya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey dan Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.

Ciri-ciri mengarahkan (telling) (Sutarto, 2001:137) yaitu : 1. Tinggi tugas dan rendah hubungan

2. Pemimpin memberikan tugas khusus 3. Pengawasan dilakukan secara ketat.

4. Pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan di mana pekerjaan itu harus di lakukan.

b. Menjual (selling)

Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga memproporsikan struktur tugas dengan tanggung jawab karyawan. Selain itu, manajer harus menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi serta masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi ini, karyawan sudah mulai mampu mengerjakan

(4)

tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan karyawan menhadapai permasalahan baru yang muncul. Oleh karena itu, setelah memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya menjual dengan mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah.

Ciri-ciri menjual (selling) (Sutarto, 2001:138) yaitu: 1. Tinggi tugas dan tinggi hubungan

2. Pemimpin menerangkan keputusan

3. Pemimpin memberikan kesempatan untuk penjelasan 4. Pemimpin masih banyak melakukan pengarahan 5. Pemimpin mulai melakukan komunikasi dua arah c. Menggalang Partisipasi (participation)

Perilaku kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika tingkat kemampuan karyawan akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tanggung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendengarkan mendukung usaha – usaha yang dilakukan para bawahan.

Ciri-ciri Participation (Sutarto, 2001:138) yaitu: 1. Tinggi hubungan dan rendah tugas

2. Pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan

(5)

d. Mendelegasikan (delegating)

Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya ”delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggungjawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus diselesaikan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah. Ciri-ciri Mendelegasikan (delegating) (Sutarto, 2001:138) yaitu:

1. Rendah hubungan dan rendah tugas

2. Pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan

2.1.4. Tipe Pemimpin Situasional

Seorang pemimpin sama halnya dengan seorang pembimbing. Seorang pembimbing sebagai conseler pelatih yang selalu membimbing orang-orang ketika ia memberikan instruksi. Sama halnya seperti seorang manajer atau pimpinan yang selalu mengembangkan karyawannya dalam memberikan instruksi kepada mereka. Perilaku seorang pemimpin haruslah diberikan bawahan/karyawan sesuai dengan perilaku yang dimiliki karyawan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan, perilaku kepemimpinan situasional haruslah melihat bagaimana karakteristik perilaku karyawannya. Jack Cullen dan Len D’Innopcenzo (2005 : 25) seorang pembimbing harus mengetahui tipe-tipe yang menggambarkan seorang karyawan bekerja. Ada dua tipe yang efektif yang

(6)

digunakan oleh pemimpin situasional untuk menyesuaikan pendekatan kepada karyawan dalam meningkatan kinerja karyawan.

a. Tipe Dominan (High D)

Kebiasaan yang paling mudah dilihat seorang pemimpin adalah karyawan yang memiliki tipe dominan. Tipe dominan tampak tegas dan suka memaksa. Mereka biasanya berbicara, membuat keputusan, memulai tindakan, dan membuahkan hasil dengan cepat dan memiliki pendapat yang sudah jelas serta gemar membuat sesuatu yang nyata. Mereka berkembang dan membentuk lingkungan sekitarnya dengan mengalahkan lawan mereka dan berusaha mewujudkan hasil yang mereka capai. Beberapa dari tipe dominan ini menyukai pekerjaan lapangan yang memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan otoritas, prestasi, dan pengakuan. Mereka mempunyai kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan mereka dan mereka akan mengatasi segala rintangan.

b. Tipe Pengaruh (High i)

Tipe kebiasaan kedua ini, seorang karyawan yang dibutuhkan bimbingan seorang pemimpin dalam meningkatkan kinerjanya yaitu tipe pengaruh. Karyawan yang memiliki karakter seperti ini membentuk lingkungannya dengan mengajak orang lain menjadi sekutunya untuk mendapatkan hasil. Karyawan bertipe ini menginginkan hasil, sama halnya dengan mereka yang bertipe dominan. Namun, mereka juga menaruh pada orang-orang disekitar mereka. Meraka mempengaruhi publik melihat dari sesuatu apa yang mereka lihat dan menikmati pengakuan publik atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan sesuatu. Tipe seperti ini

(7)

menikmati hubungan dengan orang lain, mengobrol dan menciptakan suasana motivasional, dan melihat orang lain dan situasi dengan optimis.

2.2. Kinerja Karyawan 2.2.1. Defenisi Kinerja

Seorang pemimpin yang memiliki visi dan misi dari situasi ke masa depan, harus memahami mengenai kinerja dan bagaimana mengukur serta bagaimana strategi atau perilaku pemimpin yang dapat meningkatkan kinerja pegawai dan organisasinya. Kinerja (Mahsun, 2006 : 25) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebutkan prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai.

Kinerja berasal dari akar kata ”to performance”, menurut Widodo (2005 : 78) kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedang kinerja menurut Suryadi Prawirosentono (dalam Widodo, 2005 : 78) kinerja yaitu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

(8)

Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi (organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Kinerja sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestai sesungguhnya yang dicapai seseorang). Defenisi kinerja yang dikemukakan oleh Bambang Kusriyanto (dalam Mangkunegara, 2005 : 9) adalah: ”perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (per jam)”.

Menurut Faustino Cardosa Gomes (dalam Mangkunegara, 2005 : 9) mengemukakan defenisi kinerja pegawai sebagai: ”ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas”.

Defenisi kinerja menurut Mengkunegara (dalam Mangkunegara 2005 :9) bahwa ”kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuatitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

(9)

2.2.2. Pengukuran Kinerja Karyawan

Mathis dan Jackson (2006:378) mengemukakan ukuran-ukuran dari kinerja karyawan yaitu sebagai berikut:

1. Kuantitas dalam bekerja yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2. Kualitas dalam bekerja yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. ketepatan waktu dalam bekerja yaitu ketepatan karyawan menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat waktu.

4. kehadiran yaitu kontribusi karyawan dalam bekerja dan kepatuhan peraturan-peraturan dalam perusahaan.

5. Kemampuan bekerja sama yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.

Sedangkan Dharma (2003 : 355) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan beberapa hal. Pertama kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Kedua kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Ketiga, ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan.

Menurut Hasibuan (2002 : 56) kinerja dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, antara lain:

(10)

1. Kesetiaan 2. Prestasi kerja 3. Kedisiplinan 4. Kreativitas 5. Kerjasama 6. Kecakapan 7. Tanggungjawab

8. Efektifitas dan efisiensi

Kesetiaan karyawan dapat dilihat dari tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Sehingga menghasilkan prestasi kerja yang maksimal. Prestasi kerja merupakan kinerj yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Kinerja karyawan dinilai berdasarkan kedisiplinannya dalam menjalankan tugasnya sebagai karyawan yaitu kesadaran dan kesediaan seorang karyawan untuk menghormati, menghargai, mematuhi dan menaati peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankanya. Selain kreativitas karyawan juga perlu dibangun. Kreativitas ini berupa kemampuan pengetahuan yang dimiliki karyawan dan juga kemampuan untuk mengemukakan atau menciptakan suatu program kerja baru dalam menghadapi tantangan kerja, baik secara individu maupun dalam tim. Sehingga karyawan juga dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga

(11)

mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus berjalan secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan kinerjanya, dan yang terpenting dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang dieserahkan kepadanya karyawan terseut mempunyai kesanggupan untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu sert berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambilnya.

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor kinerja karyawan adalah kecenderungan apa yang membuat pegawai dalam menghasilkan produktivitas kerja yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

Menurut Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2005 :13) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai yaitu:

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai hasil kinerja maksimal.

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan sebagai sikap (attitude) pimpinan yang terhadap situasi keja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasinya akan mewujudkan motivasi yang tinggi sebaliknya jika mereka mewujudkan sikap negative maka redahlah motivasinya. Situasi kerja

(12)

dimaksud adalah hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Menurut Hannry Simamora (dalam Mangkunegara 2005:14), kinerja (performance) dipengaruhi pleh tiga faktor, yaitu:

a. Faktor Individu yang terdiri dari : 1) Kemampuan dan keahlian 2) Latar belakang

3) Demografi

b. Faktor psikologi yang terdiri dari : 1) Persepsi

2) Attitude 3) Personality 4) Pembelajaran 5) Motivasi

c. Faktor organisasi yang terdiri dari : 1) Sumber daya 2) Kepemimpinan 3) Penghargaan 4) Struktur 5) Job design 2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Prilaku Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Medan

(13)

Jalan S. Parman Nomor 77 Medan)” yang dilakukan oleh Nur (2010). Terdapat hubungan sebesar 0,830 atau sangat kuat antara perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja. Dari hasil uji determinan maka pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan sebesar 68,89%, sehingga ada pengaruh antara perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan dengan hipotesis (Ha) positif dapat diterima.

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Central Asia, Tbk. KCP. Pulo Brayan Medan” yang dilakukan oleh Anbri (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh secara serempak terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Central Asia, Tbk KCP Pulo Brayan Medan. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil uji simultan (Uji-t), dimana nilai thitung sebesar 22,985 lebih besar dari ttabel sebesar 3,31 pada tingkat signifikansi 5 %. Gaya kepemimpinan merupakan variabel yang paling dominan yakni sebesar 6,007 jika dibandingkan dengan lingkungan kerja sebesar 2,162 dengan tingkat signifikansi di bawah 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Central Asia, Tbk. KCP. Pulo Brayan Medan. Pada uji t, variabel gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti yaitu Kepemimpinan situasional sebagai variabel independen dan kinerja

(14)

Kepemimpinan Situasional adalah Gaya kepemimpinan yang selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi, serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan/beradaptasi dengan kematangan bawahan dan lingkungan kerja (Thoha :2007).

kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunagara 2009:9).

Menurut defenisi diatas, dapat diketahui bahwa kepemimpinan situasional akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam perusahaan. berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Sumber : Thoha (2007) dan Mangkunegara (2009)

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2009:84).

Kepemimpinan Situasional (X1) Kinerja Karyawan (Y)

(15)

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Kepemimpinan Situasional berpengaruh positif terhadap kinerja kerja karyawan PT. Bank Sumut Kantor Pusat Medan”.

Gambar

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010 perihal "Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi

Untuk mengajukan Beasiswa Unggulan pada Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan DIKTI tahun 2012 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun

Uji Normalitas adalah uji yang dilakukan sebagai syarat untuk melakukan analisis data. Uji normalitas dilaksanakan sebelum melakukan pengolahan data yang

Penelitian ini dilakukan dalam bentukpenelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus dalam proses pembelajaran yang meliputu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan

Faktor motivasi memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku pemakaian APD, faktor peran kerja memiliki hubungan dalam kategori sedang, faktor pengetahuan, sikap, peran

Untuk membuktikan dalil permohonannya, Pemohon mengajukan bukti P-10 yaitu surat suara Pemilukada Sarmi Tahun 2011 serta mengajukan saksi Bayus Bagre dan Edison Karisago

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pejantan domba ekor genurk sebagai pemacek diperlukan rutinitas interval ejakulasi yang lebih pendek (1-2 hari) mampu

bahwa ketentuan tentang Harga Sewa Parkir dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Perparkiran di Gedung dan Pelataran Parkir di Kota Bandung telah ditetapkan dengan