• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN: PENGGUNAAN HORMON SITOKININ DAN AUKSIN DALAM PRODUKSI MIKRORHIZOME TANAMAN ZINGIBERACEAE SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN: PENGGUNAAN HORMON SITOKININ DAN AUKSIN DALAM PRODUKSI MIKRORHIZOME TANAMAN ZINGIBERACEAE SECARA IN VITRO"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN: PENGGUNAAN HORMON SITOKININ DAN AUKSIN DALAM PRODUKSI MIKRORHIZOME TANAMAN ZINGIBERACEAE

SECARA IN VITRO UNTUK PRODUKSI METABOLIT SEKUNDER BERKHASIAT OBAT.

Oleh:

Anak Agung Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm., M.Si., Apt.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

1 DAFTAR ISI Halaman Ringkasan ... 2 Pendahuluan ... 2 Zingiberaceae ... 3

Efek Farmakologi Metabolit Sekunder Dari Rimpang Spesies Zingiberaceae... 4

Teknik Kultur Jaringan dan Zat Pengatur Tumbuh ... 6

Produksi Mikrorhizome ... 7

Profil Metabolit Sekunder Berkhasiat Obat Pada Mikrorhizome ... 9

Kesimpulan ... 10

(3)

2

Kajian: Penggunaan Hormon Sitokinin dan Auksin dalam Produksi Mikrorhizome Tanaman Zingiberaceae Secara In Vitro untuk Produksi Metabolit Sekunder Berkhasiat Obat.

Anak Agung Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm., M.Si., Apt.

Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana

RINGKASAN

Zingiberaceae merupakan salah satu famili tanaman yang tersebar luas di Indonesia yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional. Rimpang merupakan bagian dari tanaman ini yang umum dimanfaatkan karena mengandung metabolit sekunder yang memiliki aktivitas farmakologi. Secara konvensional rimpang diproduksi oleh tanaman dalam jangka waktu yang lama. Teknik in vitro dapat dimanfaatkan untuk mempercepat produksi rhizome dengan menggunakan media kultur yang dioptimasi kandungan sukrosa, dan zat pengatur tumbuh di dalamnya.

Kata kunci : Zingiberaceae, Mikrorhizome, Sukrosa, BAP, NAA, IBA

PENDAHULUAN

Zingiberaceae merupakan salah satu famili tanaman yang umum digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional. Bagian yang umum dimanfaatkan dari tanaman ini adalah bagian rimpang (rhizome). Rimpang tanaman famili zingiberazeae dimanfaatkan karena mengandung metabolit sekunder berkasiat obat seperti kurkumin dari spesies Curcuma

domestica; xanthorrhizol dari spesies Curcuma xanthorrhiza; gingerol dan paradol dari

spesies Zingiber officinale; dan pinostrobin, panduratin A, hydroxypanduratin A dari spesies

Kaempferia pandurata (Elfahmi et al., 2014). Rimpang sendiri dapat dipanen dari tanaman

ini setelah tanaman berumur 9 - 10 bulan pada masa akhir pertumbuhannya, sehingga produksi rimpang dari tanaman secara konvensional bersifat diskontinyu.

Pendekatan bioteknologi (in vitro) terutama kultur jaringan tanaman memainkan peran penting sebagai alternatif dalam menghasilkan metabolit sekunder yang sangat diperlukan sebagai obat dari tanaman (Karuppusamy, 2009). Keuntungan dari metode ini adalah periode daur produksi yang sangat pendek dan berulang antara 2 sampai 4 minggu. Di samping itu, produksi senyawa sekunder in vitro dapat dilakukan di mana saja tanpa bergantung pada faktor iklim (Yadnya-Putra, 2013).

(4)

3

Penggunaan metode kultur jaringan dalam menghasilkan suatu metabolit sekunder dari bagian suatu tanaman membutuhkan suatu kondisi khusus yang perlu dioptimasi. Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam media pertumbuhan. Dalam kultur jaringan terdapat dua ZPT penting yaitu auksin dan sitokinin. ZPT tersebut mempengaruhi pertumbuhan, morfogenesis, organogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan, dan kultur organ (Karjadi, 1996 dalam Yadnya Putra, 2013). Organogenesis mikrorhizome dari tanaman famili zingiberaceae juga tidak terlepas dari peranan keberadaan kedua ZPT tersebut dalam media pertumbuhan secara in vitro. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan kajian terhadap penggunaan kedua ZPT ini dalam induksi mikrorhizome dari tanaman famili zingiberaceae secara in vitro.

ZINGIBERACEAE

Zingiberaceae merupakan salah satu famili dari kingdom plantae seperti tertera pada bagan berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida (Monocotyledonae) Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Famili zingiberaceae terdiri dari dua sub famili yaitu Zingiberoideae dan Costoideae seperti tertera pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Sub famili, suku dan genus dari famili zingiberaceae (Mabberley, 1997 dalam Hans Wohlmuth, 2008)

Sub Famili Suku Genus

Zingiberoideae Hedychieae Boesenbergia, Curcuma, Hedychium, Kaempferia, Scaphochlamys

Zingibereae Zingiber

Alpinieae Aframomum, Alpinia, Amomum, Elettaria, Etlingera, Hornstedtia

Globbeae Globba

Costoideae - Costus, Tapeinochilus

Famili zingiberaceae diketahui memiliki 1100 spesies teridentifikasi. spesies – spesies dari famili ini tersebar di daerah dengan iklim tropis. Spesies dari zingiberaceae memiliki

(5)

4

rimpang (rhizoma) yang cukup tebal serta memiliki kelenjar yang mampu menghasilkan minyak atsiri (Mabberley, 1997 dalam Hans Wohlmuth, 2008).

Rimpang Zingiberaceae untuk Pengobatan

Rimpang atau Rhizoma merupakan modifikasi batang beserta daunnya yang terkubur di dalam tanah.rimpang tumbuh bercabang-cabang secara horizontal (mendatar), dan dari ujungnya dapat bertunas dan muncul ke atas permukaan tanah menjadi individu baru.

Secara tradisional, beberapa spesies dari famili zingiberaceae tercantum dalam lontar Usada Bali sebagai bahan untuk pengobatan. Beberapa diantaranya yaitu: rimpang temu kunci (Boesenbergia rotunda) digunakan untuk mengobati penyakit kusta dan linu-linu; rimpang temutis (Curcuma purpurascens) digunakan untuk mengobati kaku pada perut dan linu-linu; rimpang kunyit (Curcuma domestica) digunakan untuk mengobati pembengkakan dan infeksi; rimpang lengkuas (Alpinia galanga) digunakan untuk mengobati ayan, kurap, gatal-gatal, dan beberapa penyakit kulit; rimpang bangle (Zingiber purpurea) digunakan untuk mengobati gondok, pembengkakan, diare akut, penyakit kulit, rimpang jahe (Zingiber

officinale) digunakan untuk mengobati linu-linu; rimpang lempuyang (Zingiber aromaticum)

digunakan untuk mengobati korengan, keracunan, diare dan pembengkakan; rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa) digunakan untuk mengobati diare akut; serta rimpang kencur (Kaempferia galanga) digunakan untuk mengobati diare dan memar (Pulasari, 2009).

Di Indonesia sendiri, rimpang dari beberapa spesies zingiberaceae dimanfaatkan untuk bahan pembuatan jamu. seperti jamu pasca melahirkan yang mengandung ekstrak dari

Zingiberis purpurei rhizoma,Curcumae domesticae rhizoma,Curcumae rhizoma; Jamu beras

kencur yang berbahan baku Zingiberis rhizoma dan Kaempferiae rhizoma; Jamu masuk angin yang mengandung ekstrak dari Zingiberis rhizoma; Jamu encok dengan bahan baku

Zingiberis zerumbeti rhizoma, Zingiberis rhizome, Boesenbergiae rhizoma,Curcumae domestica rhizoma,dan Curcumae rhizoma (Elfahmi et al., 2014)

EFEK FARMAKOLOGI METABOLIT SEKUNDER DARI RIMPANG SPESIES ZINGIBERACEAE

Adanya khasiat tertentu yang ditimbulkan oleh rimpang spesies zingiberaceae tidak terlepas dari kandungan senyawa kimia (metabolit sekunder) di dalamnya. Kandungan kimia serta khasiat farmakologi teruji dari beberapa spesies zingiberaceae tertera pada Tabel 2.

(6)

5

Tabel 2. Kandungan Kimia, Efek Farmakolgi dan Penggunaan Secara Tradisional beberapa Spesies Zingiberaceae (Disadur tanpa perubahan dari Elfahmi et al., 2014)

(7)

6

TEKNIK KULTUR JARINGAN DAN ZAT PENGATUR TUMBUH

Kultur jaringan adalah suatu metode in vitro penanaman protoplas, sel, jaringan, dan organ pada media buatan dalam kondisi aseptik sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Neumann dkk., 2009). Kultur jaringan menggunakan dasar teori yaitu bahwa sel memiliki kemampuan otonom atau mempu tumbuh mandiri, bahkan memiliki kemampuan totipotensi. Totipotensi didefinisikan sebagai kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh dan berkembang apabila ditempatkan dalam kondisi lingkungan yang sesuai (Neumann dkk., 2009).

Teknik kultur jaringan kini banyak dimanfaatkan selain untuk perbanyakan juga digunakan untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder, mendapatkan tanaman bebas penyakit, tanaman dengan manipulasi jumlah kromoson, dan pembuatan tanaman hibrida (Neumann dkk., 2009).

Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam media pertumbuhan. Dalam kultur jaringan terdapat dua ZPT penting yaitu auksin dan sitokinin. ZPT tersebut mempengaruhi pertumbuhan, morfogenesis, organogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan, dan kultur organ (Karjadi, 1996 dalam Yadnya Putra, 2013)

Auksin ditemukan oleh Frits Went pada tahun 1962, berasal dari kata auxein (yunani: berarti meningkatkan). Auksin tersebut diketahui sebagai asam indolasetat (IAA). Auksin yang banyak digunakan pada kultur invitro adalah indole acetic acid (IAA),

α-naphtalenacetic acid (NAA), indole-3-butyric acid (IBA) dan 2,4-dichlorophenoxyacetic

(2,4-D). 2,4-D merupakan auksin yang memiliki stabilitas yang tinggi dalam teknik kultur jaringan (Neumann et al., 2009). Peran auksin antara lain yaitu membesarkan sel, meningkatkan kandungan asam nukleat sel, mempercepat sintesis protein, meningkatkan dan mempercepat proses pembentukan dan degradasi sel, sebagai efektor alosterik beberapa enzim, dan menginduksi terjadinya kalus (Wattimena, 1988).

Sitokinin merupakan senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada jaringan tanaman serta mengatur pertumbauhan dan perkembangan tanaman sama halnya dengan kinetin (6-furfurylaminopurine). Peran auksin dan sitokinin sangat nyata dalam pengaturan pembelahan sel, pemanjangan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan organ (Zulkarnain, 2009). Sitokinin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah kinetin (KIN),

benzyl amino purine (BAP), dan zeatin. Kinetin dan BAP adalah sitokinin sintetik sementara

(8)

7 PRODUKSI MIKRORHIZOME

Induksi rimpang dari suatu tanaman secara in vitro dikenal dengan istilah produksi mikrorhizome. Tunas suatu tanaman hasil regenerasi secara kultur jaringan dipindahkan ke dalam media induksi mikrorhizome untuk membentuk rimpang. Umumnya, pada media yang sesuai, pembengkakan pada pangkal tunas yang menandai terbentuknya mikrorhizome terbentuk setelah 15 hingga 30 hari pasca pemindahan. Ukuran pembengkakan dapat berkisar antara 0,1 hingga 2 gram (Sharma and Singh, 1995).

Tabel 3. Kategori ukuran mikrorhizome (Sharma and Singh, 1995)

Ukuran (gram) Kategori

0,1 – 0,4 Kecil

0,41 – 0,8 Sedang

>0,81 Besar

Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Mikrorhizome

Kondisi lingkungan merupakan faktor penting yang mempengaruhi organogenesisi suatu tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro. Seperti pembentukan organ tumbuhan lainnya secara in vitro, pembentukan mikrorhizome dipengaruhi oleh jenis media dan kadar sukrosa, zat pengatur tumbuh, suhu, dan durasi pencahayaan (fotoperiode).

Jenis media dan kadar sukrosa

Media Murashigge and Skoog (MS) (1962) merupakan media paling umum yang digunakan pada teknik kultur jaringan. di beberapa laboratorium, media ½ MS biasanya digunakan untuk menginduksi pembentukan tunas. Sementara media full MS dapat digunakan untuk menginduksi mikrorhizome.

Pada tanaman, rhizome merupakan organ yang dibentuk untuk penyimpanan cadangan makanan. Ketika media tumbuh mengandung sumber karbon dalam kadar tinggi, mikrorhizome akan lebih mudah terbentuk. Sumber karbon yang umum digunakan pada teknik kultur jaringan salah satunya adalah sukrosa. Sumber karbon lainnya dapat berupa glukosa atau laktosa.

Dalam penelitiannya, Shirgurkar et al., (2001) menggunakan tiga variasi konsentrasi media MS (1/4, ½, dan full) serta mengkombinasikannya dengan kadar sukrosa pada rentang 2 hingga 10 %b/b untuk produksi mikrorhizome pada Curcuma longa Linn. Hasil uji menunjukkan bahwa media 1/4MS dengan kadar sukrosa 6%b/b menghasilkan jumlah

(9)

8

mikrorhizome terbanyak (7,0 ± 1,1 dari ) namun total bobot mikrorhizome tertinggi (3,16 ± 0,33g) diperoleh pada kombinasi media 1/2MS dengan kadar sukrosa 8%b/b. Sementara Nayak (2000) memperoleh hasil bahwa penggunaan media full MS dengan kadar sukrosa 6%b/b pada kultur Curcuma aromatica, menghasilkan jumlah dan bobot mikrorhizome terbaik (terinduksi 73,3 % dengan bobot 315 ±80,6 mg). Menurut Nayak dan Naik (2006), induksi mikrorhizome pada Curcuma longa paling optimal dilakukan dengan penambahan sukrosa sebanyak 6%b/b pada media full MS. Sebab pada kadar sukrosa yang lebih tinggi (9%b/b), atau lebih rendah (3%b/b), tanaman justru menghasilkan jumlah dan bobot mikrorhizome yang lebih kecil. Hal serupa juga diperoleh oleh Islam et al., (2004) dimana pada kadar sukrosa yang rendah (0-5% b/b) atau tinggi (11%b/b) akan menghambat pemnentukan mikrorhizome pada kultur Curcuma longa L. Media full MS baik cair maupun padat yang ditambahi dengan sukrosa 9%b/b juga dilaporkan mampu menginduksi mikrorhizome pada kultur temu kunci (Boesenbergia pandurata(Roxb.) Schlechter) (Yadnya-Putra et al., 2014).

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Banyak studi yang telah melaporkan bahwa interaksi dua atau lebih zat pengatur tumbuh yang ditambahkan dalam media kultur mempengaruhi produksi mikrorhizome pada tanaman zingiberaceae. BAP merupakan ZPT golongan sitokinin yang paling umum digunakan pada produksi mikrorhizome, baik tunggal maupun dikombinasikan dengan golongan auksin. ZPT golongan auksin yang umum digunakan pada produksi mikrorhizome adalah NAA dan IBA.

Studi oleh Nayak (2000) memperoleh hasil bahwa penggunaan BAP tunggal pada media

full MS dengan kadar 5mg/L pada kultur C. aromatica menghasilkan jumlah dan bobot

mikrorhizome tertinggi. Penggunaan BAP tunggal juga dilaporkan mampu menginduksi mikrorhizome pada tanaman Kaempferia galanga dan K. rotunda pada kadar 22,2 µM (Chirangini et al., 2005). Hasil bertolak belakang justru dilaporkan oleh Shirgurkar et al., (2001), dimana diperoleh hasil bahwa pengunaan BAP justru menghambat produksi mikrorhizome pada kultur Curcuma longa Linn.

Produksi mikrorhizome juga dilaporkan dapat dilakukan dengan menggunakan media yang ditambahi dengan ZPT kombinasi. Islam et al. (2004) menambahkan BAp (12.0 µM) dan NAA (0.3 µM) untuk menghasilkan mikrorhizome yang optimal pada kultur Curcuma

longa L. Hasil yang bervariasi terhadap penggunaan ZPT kombinasi untuk produksi

mikrorhizome dilaporkan oleh Yadnya-Putra et al. (2014). Hasil studi menggunakan dua jenis konsistensi media yang berbeda, menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap produksi mikrorhizome pada kultur B. pandurata (Roxb.) Schlechter, meskipun

(10)

9

menggunakan kombinasi jenis ZPT yang sama. Secara umum Yadnya-Putra et al. (2014) memperoleh hasil bahwa penggunaan media cair mampu menghasilkan bobot kering mikrorhizome yang lebih besar dibanding media padat. Serta penggunaan kombinasi BAP (1,0 mg/L) dan IBA (0,1 -0,2 mg/L) menghasilkan bobot kering mikrorhizome yang lebih tinggi dibanding penggunaan kombinasi BAP (1,0 mg/L) dan NAA (0,1 -0,2 mg/L).

PROFIL METABOLIT SEKUNDER BERKHASIAT OBAT PADA

MIKRORHIZOME

Sangat sedikit peneliti yang melaporkan keberadaan senyawa kimia (metabolit sekunder) yang terkandung dalam rimpang hasil kultur in vitro (mikrorhizome). Sebagian besar peneliti memproduksi mikrorhizome dengan tujuan untuk propagasi atau perbanyakan tanaman yang nantinya akan dibesarkan secara konvensional melalui proses aklimatisasi.

Salah satu metabolit sekunder khas yang mudah dikenali dari tanaman zingiberaceae adalah senyawa kurkumin yang dihasilkan oleh C. longa. Kurkumin merupakan metabolit sekunder yang diketahui memiliki khasiat sebagai anti peradangan (antiinflamasi). Keberadaan kurkumin pada mikrorhizome C. longa dilaporkan oleh Shirgurkar et al., (2001). Dimana pada mikrorhizome yang dihasilkan terlihat berwarna kuning dengan pengamatan secara visual.

Yadnya-Putra et al. (2014) melakukan studi perbandingan kandungan metabolit sekunder dari wild type rhizome dan mikrorhizome dari kultur B. pandurata (Roxb.) Schlechter secara kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil KLT dari ekstrak metanol kedua sampel menunjukkan bahwa terdapat kesamaan jenis kandungan metabolit sekunder antara wild type rhizome dengan mikrorhizome kultur B. pandurata (Roxb.) Schlechter. Hasil KLT memperihatkan terdapat kandungan Panduratin A, Cardamonin, dan Sitosterol pada kedua sampel. Namun kadar Panduratin A pada wild type rhizome lebih tinggi dibanding pada mikrorhizome. Sementara kadar Sitosterol dan Cardamonin tampak lebih tinggi dibanding pada wild type rhizome. Panduratin A, Sitosterol dan Cardamonin merupakan metabolit sekunder dari tanaman temu kunci (B. pandurata (Roxb.) Schlechter) yang telah diketahui memiliki aktivitas farmakologi. Panduratin A diketahui memiliki ativitas sebagai antiinflamsi, antibakteri, antimutagenik, bahkan sebagai anti virus (Tewtrakul et al., 2009; Cheenpracha et al. 2006; Rukayadi et al., 2009; Rukayadi et al., 2010; Yanti et al. 2009; Sarmoko et al., 2008; Sukari et al., 2007; Cheah et al. 2001). sementara cardamonin juga memiliki aktivitas farmakologi sebagai antikanker (Qina et al. 2012; Yadav et al., 2012; Park et al. 2013), antiinflamasi (Takahashi et al.,2011; Chow et al., 2012) dan vasodilator (Fusi et al., 2010)

(11)

10 KESIMPULAN

Tanaman dari famili zingiberaceae merupakan salah satu kekayaan bahan alam yang memiliki nilai yang tinggi terutama dalam bidang farmasi. Produksi mikrorhizome dari tanaman zingiberaceae ini dapat dilakukan dengan menggunaan media Murashigge and Skoog (1962), yang ditambahi dengan sukrosa dengan kadar 6%b/b dan ZPT BAP maupun kombinasi BAP dengan ZPT golongan auksin dengan kadar yang dioptimasi. Mikrorhizome zingiberaceae mampu menghasilkan metabolit sekunder yang sama dengan wild type rhizome.

PUSTAKA

Karuppusamy, S. (2009): A Review on Trends in Production of Secondary Metabolites from Higher Plants by In Vitro Tissue, Organ and Cell Cultures, Journal of Medicinal Plants

Research, 3 (13), 1222-1239.

Yadnya-Putra, A.A.G.R. (2013) Produksi Panduratin A dan Karakterisasi Senyawa Dominan pada Kultur Tanaman Temu Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlechter) (Tesis). Institut Teknologi Bandung. Bandung

Elfahmi, Woerdenbag, H.J., Kayser, O. (2014) Review Jamu: Indonesian traditional herbal medicine towards rational phytopharmacological use, Journal of Herbal Medicine 4, 51–73

Wohlmuth, H. (2008) Phytochemistry and pharmacology of plants from the ginger family Zingiberaceae (Theses). Southern Cross University

Pulasari (2009) Nawa Usadha Bali. Surabaya: Paramita. Hal 35-91.

Neumann, K.; Kumar, A.; Imani, J. (2009): Plant Cell and Tissue Culture - A Tool in

Biotechnology (Basics and Application). Springer-Verlag: Berlin Heidelberg.

Wattimena, G. A. (1988): Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zulkarnain, H. (2009): Kultur Jaringan Tanaman: Solusi Perbanyakan Tanaman Budi Daya. Bumi Aksara, Jakarta.

Sharma, T.R. and Singh, B.M., (1995) In vitro microrhizome production in Zingiber

officinale Rosc. Plant Cell Rep., 15: 274-277.

Shirgurkar, M.V., John, C. K., Nadgauda, R.S. (2001) Factors Affecting In Vitro Microrhizome Production in Turmeric. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 64: 5–11

(12)

11

Nayak, S. (2000) In vitro Multiplication and Microrhizome Induction in Curcuma aromatica Salisb. Plant Growth Regulation 32: 41–47

Nayak, S. and Naik, P.K. (2006) Factors Effecting In Vitro Microrhizome Formation and Growth in Curcuma longa L. and Improved Field Performance of Micropropagated Plants. Science Asia 32: 31-37

Islam, M. A., Kloppstech, K. and Jacobsen, H.J. (2004) Efficient Procedure for In vitro Microrhizome Induction in Curcuma longa L. (Zingiberaceae) – A Medicinal Plant of Tropical Asia.Plant Tissue Cult. 14(2): 123-134

Yadnya-Putra, A.A.G.R., Chahyadi, A. and Elfahmi (2014) Production of Panduratin A, Cardamomin and Sitosterol Using Cell Cultures of Fingerroot (Boesenbergia

pandurata(Roxb.) Schlechter)) Biosciences Biotechnology Research Asia, Vol. 11(1),

43-52

Chirangini, P., Sinha, S.K., and Sharma, Q.J. (2005) In Vitro Propagation and Microrhizome Induction in Kaempferia galanga Linn. and K. rotunda Linn. Indian Journal of

Biotechnology Vol. 4, 404-408

Tewtrakul, S., Subhadhirasakul, S., Karalai, C., Ponglimanont, C., Cheenpracha, S. (2009) Anti-inflammatory effects of compounds from Kaempferia parviûora and Boesenbergia

pandurata, Food Chem. 115: 534-8.

Cheenpracha, S., Karalai, C,, Ponglimanont, C., Subhadhirasakul, S., Tewtrakul, S. (2006) Anti-HIV-1 Protease Activity of Compounds from Boesenbergia pandurata, Bio Med

Chem. 14: 1710–4.

Rukayadi, Y., Lee, K., Han, S., Yong, D., Hwang, J. (2009) In Vitro Activities of Panduratin A Against Clinical Staphylococcus Strains, AAC, 53 (10): 4529-32.

Rukayadi, Y., Lee, K., Han, S., Yong, D., Hwang, J., (2010) In Vitro Antibacterial Activity of Panduratin A Against Enterococci Clinical Isolates, Biol Pharm Bull., 33(9): 1489-93.

Yanti, Rukayadi, Y., Lee, K.H., Hwang, J.K. (2009) Activity of Panduratin A Isolated from

Kaempferia pandurata Roxb. Againts Multi-Species Oral Biofilm in vitro, J Oral Sci.,

51(1): 87-95.

Sarmoko, Ratri, I.D., Febriansah, R., Romadhon, A.F., Nugroho, A.P.A., Meiyanto, E., (2008) Cytotoxic Effect of Ethanolic Extract of Temu Kunci (Kaempferia pandurata) and Sirihan (Piper aduncum L.) on Breast Cancer Line, Proceeding Molecular Targeted Therapy Symposium.

Sukari, M.A., Ching, A.Y.L., Lian, G.E.C., Rahmani, M., Khalid, K. (2007) Cytotoxic constituents from Boesenbergia pandurata(Roxb.) Schltr, Nat Prod Sci., 13(2): 110-3. Cheah, S.C., Appleton, D.R., Lee, S.T., Lam, M.L., Hamid, A., Hadi, A., Mustafa, M.R.

(2001) Panduratin A Inhibits the Growth of A549 Cells Through Induction of Apoptosis and Inhibition of NF-KappaB Translocation, Molecules, 16: 2583-98.

(13)

12

Qina, Y., Sun, C.Y., Lu, F.R., Shu, X.R., Yang, D., Chen, L. (2012) Cardamonin exerts potent activity against multiple myeloma through blockade of NF-κB pathway in vitro,

Leukemia Res., 36: 514-20

Yadav, V.R., Prasad, S., Aggarwal, B.B., (2012) Cardamonin Sensitizes Tumour Cells to TRAIL Through ROS-and CHOP-Mediated Up-Regulation of Death Receptors and Down-Regulation of Survival Proteins, Br J Pharmacol., 165: 741-53.

Park, S., Gwak, J., Han, S.J., Oh, S. (2013) Cardamonin Suppresses the Proliferation of Colon Cancer Cells by Promoting β-catenin Degradation, Biol Pharm Bull., 36(6): 1040-4.

Takahashi, A., Yamamoto, N., Murakami, A. (2011) Cardamonin Suppresses Nitric Oxide Production Via Blocking the IFN-γ/STAT Pathway in Endotoxin-Challenged Peritoneal Macrophages of ICR Mice, Life Sci., 89 (9-10): 337-42.

Chow, Y.L., Lee, K.H., Vidyadaran, S., Lajis, N.H., Akhtar, M.N., Israf, D.A. (2012) Cardamonin from Alpinia rafflesiana Inhibits Inflammatory Responses in IFN-γ/LPS-Stimulated BV2 Microglia via NF-κB Signalling Pathway, Int Immunopharmacol., 12(4): 657-65.

Fusi, F., Cavalli, M., Mulholland, D., Crouch, N., Coombes, P., Dawson, G., (2010) Cardamonin is a Bifunctional Vasodilator that Inhibits Cav1.2 Current and Stimulates KCa1.1 Current in Rat Tail Artery Myocytes. J Pharmacol Exp Ther., 332: 531-40.

(14)

Kajian: Penggunaan Hormon

Sitokinin dan Auksin dalam

Produksi Mikrorhizome

Tanaman Zingiberaceae Secara

In Vitro untuk Produksi Metabolit

Sekunder Berkhasiat Obat

(RINGKASAN).

by Agung Yadnya Putra

FILE

TIME SUBMITTED 05-AUG-2016 08:41AM

SUBMISSION ID 693776713

WORD COUNT 2190

CHARACTER COUNT 14576 PENGGUNAAN_HORMON_SITOKININ_TANPA_PUSTAKA.DOCX (536.27K)

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)

15

%

SIMILARIT Y INDEX

15

%

INT ERNET SOURCES

1

%

PUBLICAT IONS

2

%

ST UDENT PAPERS

1

3

%

2

2

%

3

2

%

4

2

%

5

2

%

6

1

%

7

1

%

8

1

%

9

Kajian: Penggunaan Hormon Sitokinin dan Auksin dalam

Produksi Mikrorhizome Tanaman Zingiberaceae Secara In

Vitro untuk Produksi Metabolit Sekunder Berkhasiat Obat

(RINGKASAN).

ORIGINALITY REPORT

PRIMARY SOURCES

etheses.uin-malang.ac.id

Int ernet Source

biotech-asia.org

Int ernet Source

pt.scribd.com

Int ernet Source

www.researchgate.net

Int ernet Source

perkebunan.litbang.deptan.go.id

Int ernet Source

www.indobiogen.or.id

Int ernet Source

epubs.scu.edu.au

Int ernet Source

Submitted to Universiti Putra Malaysia

St udent Paper

(25)

1

%

10

<

1

%

11

<

1

%

12

<

1

%

EXCLUDE QUOTES OFF

EXCLUDE BIBLIOGRAPHY

OFF

EXCLUDE MATCHES OFF Int ernet Source

sijunjung.go.id

Int ernet Source

agrotekaceh.blogspot.com

Int ernet Source

repository.ipb.ac.id

Gambar

Tabel 2. Kandungan Kimia, Efek Farmakolgi dan Penggunaan Secara Tradisional beberapa Spesies Zingiberaceae (Disadur tanpa perubahan dari  Elfahmi et al., 2014)

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis dengan judul Studi Pewarisan Sifat

TEORETIČNE OPREDELITVE PROJEKTA OD PLANIRANJA DO IZVEDBE 9 2.1 Planiranje izvedbe gradbenega projekta 9 2.1.1 Pojem in pomen planiranja 9 2.1.2 Vrste operativnih planov 9

selaku sekretaris Program Studi Profesi Apoteker Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah mendukung selama proses penyelesaian PKPA ini.. selaku Koordinator

Az első program, amelyet ezen rövid bevezető után olvashatunk az általános iskola 7. anyag feldolgozását ismerteti. Ez a néhány oldalas anyag lényegileg egy

Analisis tentang kebijakan pemerintah mengenai pangan difokuskan pada kebijakan dan program-program yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumah tangga

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintahannya dalam menjaga keamanan nasional Amerika Serikat adalah mengeluarkan kebijakan larangan perjalanan atau Travel Ban pada

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis membuat aplikasi pembelajaran bahasa Inggris disertai kamus dengan menggunakan metode aplikasi yang berbasis web yang bersifat

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir tepat pada waktunya dengan judul