• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIS. Setiap hari, dalam berbagai cara kita berkomunikasi. Kita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORITIS. Setiap hari, dalam berbagai cara kita berkomunikasi. Kita"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

II.1, Teori Komunikasi dan Komunikasi Massa II.1,1. Teori Komunikasi

Setiap hari, dalam berbagai cara kita berkomunikasi. Kita mengkomunikasikan pemikiran, perasaan, dan keinginan. Sederhana atau kompleks, baik disengaja maupun tidak sengaja, direncanakan maupun tak terencana, aktif maupun pasif, komunikasi merupakan salah satu perlengkapan penting dalam mencapai hasil, pemuasan kebutuhan, dan pemenuhan ambisi, sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan bagian terbesar dalam kehidupan kita sehari-hari.

Secara etimologis istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin

“communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang

berarti sama. Sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. (Effendy,1993;30).

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara tatap muka maupun tidak langsusng melalui media, dengan tujuan untuk mengubah sikap, pandangan, ataupun perilaku (Effendy,1993;60).

(2)

Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya.

Dalam proses komunikasi paling sedikit terdapat tiga unsur pokok, yaitu si penyampai pesan (komunikator), pesan (message), dan si penerima pesan (komunikan).

Proses komunikasi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu (Effendy,2000;11) :

1. Proses komunikasi secara primer, yaitu proses pencapaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai media dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan perasaan komunikator kepada komunikannya.

2. Proses komunikasi secara sekunder, yaitu merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikator dalam hal ini menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau berjumlah banyak.

Ditrinjau dari sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut (Effendy,1993;53):

(3)

1. Komunikasi lisan (oral communication) 2. Komunikasi tulisan (written communication)

b. Komunikasi nirverbal (non verbal communication)

1. Komunikasi kial (gestured communication) 2. Komunikasi gambar (pictorial communication)

3. Lain-lain.

c. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication) d. Komunikasi bermedia (mediated communication)

Pada dasarnya ada beberapa tujuan dilakukannya komunikasi yaitu (Effendy,1993;55) :

a. Mengubah sikap (to change the attitude)

b. Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion) c. Mengubah perilaku (to change the behavior)

d. Mengubah masyarakat (to change the society)

Adapun fungsi komunikasi pada dasarnya yaitu (Effendy,1993;55): a. Menginformasikan (to inform)

b. Mendidik (to educate) c. Menghibur (to entertain) d. Mempengaruhi (to influence)

II.1,2. Teori Komunikasi Massa

Komunikasi Massa merupakan salah satu dimensi dari komunikasi. Komunikasi Massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa

(4)

modern. Media massa modern meliputi surat kabar, siaran radio dan televisi dan film yang dipertunjukkan digedung bioskop. (Effendy,1993;79) Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media memproduksi dan mengirimkan pesan-pesan kepada khalayak luas dan juga merupakan sebuah proses pencarian, penggunaan serta pengaruh pesan terhadap khalayak.

Peradaban dan sejarah ditentukan oleh kekuasaan media pada satu masa. Perkembangan teknologi membuat masyarakat kembali satu dalam “desa global” (global village) yang memungkinkan jutaan orang berhubungan langsung maupun tidak langsung melalui media komunikasi massa.

Media sebagai instistusi sosial melihat media sebagai organisasi yang kompleks dan sebuah instistusi sosial yang penting dalam masyarakat, karena itu media tidaklah semudah mekanisme penyebarluasan informasi dan media tidak mungkin dipisahkan dari institusi masyarakat dimana khalayak berada. Kebanyakan teori kritikal komunikasi melihat media massa sebagai hal yang utama karena potensi media dalam menyebarluaskan ideologi yang dominan dan memperlihatkan sisi alternatif.

Karakteristik media massa (Effendy,1993;81): a. Komunikasi bersifat umum

Pesan komunikasi yang disampaikan melaui media massa adalah terbuka untuk semua orang.

(5)

Massa dalam komunikasi massa terdiri dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mempunyai pekerjaan yang berjenis-jenis, maka oleh karena itu mereka berbeda pula dalam kepentingan, standar hidup, dan derajat kehormatan, kekuasaan, dan pengaruh.

c. Media massa menimbulkan keserempakan

Yang dimaksudkan dengan keserempakan adalah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah.

d. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi

Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator.

Hubungan antara media dan khalayak menekankan pada dua jenis khalayak, yaitu massa dan komunitas kecil dan khalayak pasif dan khalayak aktif. Massa adalah khalayak dalam populasi besar yang dianggap sama dan dapat dipengaruhi oleh media, tapi disisi lain ada anggota-anggotanya yang terpinggirkan karena tidak sampai mendapat pengaruh media sehingga mereka dipengaruhi kelompok lain. Komunitas kecil melihat khalayak tidak bisa dikategorikan sebagai media yang sama,

(6)

karena masing-masing khalayak mempunyai pemikiran, penilaian, dan kepentingan tersendiri.

Khalayak pasif adalah khalayak yang mudah dipengaruhi oleh media karena mendapat efek yang kuat dari media., karena itu khalayak pasif dapat disamakan dengan massa. Khalayak aktif disamakan dengan komunitas kecil karena khalayak menggunakan media yang mereka anggap dapat memuaskan kebutuhan informasinya, sehingga efek dari media secara keseluruhan diterima minimal.

Salah satu media massa yang lazim dikenal adalah televisi, televisi memiliki kelebihan antara lain sifatnya yang audio-visual (memiliki gambar dan suara) serta daya jangkau yang luas terhadap komunikan.

Adapun iklan sebagai salah satu usaha pemasaran yang digunakan produsen untuk memperkenalkan produknya, baik barang maupun jasa, juga turut memanfaatkan berbagai kelebihan televisi tersebut dengan menciptakan iklan yang kreatif dan komunikatif untuk memperkenalkan produknya kepada konsumen

II.2. Teori Agenda Setting II.2.1. Sejarah Agenda Setting

Teori Agenda Setting muncul pertama kali sekitar tahun 1973, teori ini diperkenalkan oleh Maxwell Mc Combs dan Donald L. Shaw dengan publikasi pertamanya berjudul “The Agenda Setting Function Of The Mass Media”. Publikasi Opinion Quarterly No. 37.

(7)

Teori Agenda Setting menurut Cohen (Rakhmat, 1993;68) yaitu : “The press is significantly more than a surveyor of information and opinion it may not be successful much pf the time in telling the people what to think, but is stunningly successful in telling them what to think about.”

Maksudnya adalah bahwa teori Agenda Setting tidak dapat menentukan “apa yang harus dipikirkan” oleh masyarakat tetapi dapat berpengaruh terhadap “apa yang dipikirkan” oleh masyarakat atau persepsi masyarakat tentang apa yang dianggap penting dengan kata lain media massa mungkin tidak selalu dapat mempengaruhi orang untuk mengubah sikap tetapi cukup mampu memberikan pengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang.

II.2.2. Implikasi Agenda Setting Dalam Periklanan

Meskipun kebanyakan studi-studi penelitian agenda setting didasarkan pada berita yang diterbitkan media massa dan pemilihan berita, namun kerangka teori agenda setting dapat juga diterapkan dalam periklanan, khususnya semenjak periklanan masuk kedalam satu ruang lingkup yang sama yaitu bidang komunikasi.

Iklan merupakan salah satu bentuk dari spesialisasi komunikasi massa. Hal ini disebabkan dalam penyampaian tujuannya menggunakan unsur-unsur komunikasi, yakni komunikator (periklanan), pesan, media (melalui televisi, radio, surat kabar, majalah, komunikasi atau khalayaknya, dan efek yang diharapkan dari penayangan iklan tersebut.

Iklan atau advertising berasal dari bahasa latin ad-vere berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. S. John Wright,

(8)

mendefenisikan iklan sebagai suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan serta gagasan atau ide-ide melalui salinan tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif (Liliweri, 1992 : 20). Pandangan yang diajukan oleh Wright ini mengandung 2 makna, yakni: (1) iklan dipandang sebagai alat pemasaran, dan (2) iklan dalam pengertian proses komunikasi yang bersifat persuasif.

Institut praktisi periklanan Inggris mendefenisikan periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan pada calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dan biaya yang semurah-murahnya (Jefkins, 1996 :5) . selanjutnya secara sederhana Rhenald Kasali (1995 :9) mendefenisikan iklan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang diajukan kepada masyarakat lewat suatu media.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa iklan adalah suatu proses komunikasi persuasif yang menginformasikan dan mempromosikan suatu produk ataupun jasa melalui media massa kepada masyarakat.

Penayangan iklan tentang suatu produk tidak pernah lepas dari tujuan iklan itu dibuat. Suatu iklan senantiasa bertujuan untuk mengenalkan atau mengingatkan kembali pada khalayak untuk ertarik pada produk itu (efektif), dan kemudian menggunakannya (konatif). Dengan demikian sebuah iklan setidaknya harus dapat menarik perhatian

(9)

khalayaknya, dengan tujuan utamanya adalah untuk membuat agar khalayaknya terpengaruh dan mau membeli produk yang diiklankan.

Iklan berhubungan dengan pesan-pesan yang bersifat persuasif, dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa iklan membujuk konsumen untuk membeli produknya, hampir sama dengan metode yang digunakan media massa dalam menyampaikan beritanya, periklanan juga menggunakan metode agenda setting untuk menarik perhatian khalayaknya, metode agenda setting akan dapat membantu iklan dalam membangun agenda publiknya melalui penempatan iklan dalam media massa, lamanya penayangan iklan tersebut juga melalui penayangan gambaran tentang permasalahan yang ada dalam masyarakat untuk menawarkan bagaimana solusi dari masalah tersebu.

Teori Agenda Setting menyatakan bahwa media massa tidak mengatakan pada publiknya yang harus dipikirkan, tetapi untuk mengatakan pada publik untuk berpikir tentang apa yang harus dipikirkan. Menurut model agenda setting masyarakat akan menerima setiap informasi yang diberikan dan penggabungan topik-topik atau isu-isu penting menjadi suatu siklus pengetahuannya. Mc Combs and Shaw mengatakan bahwa semakin penting suatu berita atau issu didalam media massa maka semakin penting pula isu atau topik tersebut didalam publik (dikutip dari www.ciadvertising.org/ studies/student/97-fall/theory/agenda – setting / media.html.

Sutherland dan Galloway mengatakan bahwa penerapan dari agenda setting pada bidang periklanan mengimplikasikan bahwa fungsi

(10)

yang mendasar dari periklanan tidak mencoba untuk membujuk sikap dan tindakan membeli dari konsumen melainkan untuk memfokuskan perhatian konsumen pada nilai-nilai produk, merek ataupun atribut dari sebuah produk sebagai pertimbangan dalam menentukan sikap dan

keputusan untuk membeli (dikutip dari www.ciadvertising.org/studies/student/97-fall/theory /agenda-Setting/Adv.

Selanjutnya Sutherland dan Galloway menggambarkan diagram yang menunjukkan implikasi model agenda setting dalam periklanan adalah sebagai berikut :

Akibat dari agenda Akibat dari penelitian Setting Periklanan

Gambar II.1 : Model Agenda Setting Dalam Periklanan

Sumber : www.Ciadvertising.org/student-account/Fall-01/adv382j/Irahma/ agenda-setting/adv.html)

Menurut model diatas Sutherland dan Galloway mengatakan bahwa dalam pengiriman pesan melalui media massa adalah melalui 2 tahapan, yaitu :

1. tahapan pertama dalam model tersebut menjelaskan bahwa penonjolan isi pesan iklan yang berupa nilai-nilai, produk, merek ataupun akibat dari suatu produk akan turut memperbesar pengaruh penonjolan isi pesan iklan tersebut dalam agenda publiknya. Hal ini dikarenakan sebagai akibat dari model agenda setting, penonjolan isi

Advertising Salience (Penonjolan dalam iklan)

Public Salience (Penonjolan dalam publik / masyarakat

Behavioral Outcome (Tindakan untuk membeli)

(11)

pesan iklan pada media dalam lingkungan juga dapat diukur akan menjadi penonjolan pada agenda publik pula.

2. Tahapan kedua adalah model tersebut menggambarkan sebuah hubungan dari penonjolan dalam agenda publik kepada tindakan juga dihasilkan. Hal ini terjadi dikarenakan sebagai akibat dari riset periklanan / penonjolanan dalam pemikiran publik ini akan berhubungan langsung dengan tindakan yang muncul, misalnya tindakan membeli sebuah produk.

Dari model diatas dapat disimpulkan bahwa teori agenda setting dalam periklanan menyatakan bahwa penonjolan pesan atau informasi iklan dari suatu media iklan akan dapat menarik perhatian sekaligus mempengaruhi publik untuk memikirkan pesan iklan yang dilihatnya tersebut. Setelah konsumen tertarik pada iklan yang ditayangkan dan menganggap pesan atau informasi iklan tersebut penting maka iklan tersebut akan menonjol dalam agenda publiknya. Iklan yang menonjol ini kemudian menimbulkan persepsi dan opini dalam pemikiran konsumennya, baik itu mengenai isi pesan iklannya, nilai-nilai, ciri-ciri atau merek produknya yang selanjutnya akan menentukan tindakan konsumen terhadap produk yang diiklankan tersebut, yakni tindakan untuk membeli.

Dalam model agenda setting, terdapat elemen-elemen atau keadaan-keadaan yang turut mempengaruhi hubungan antara periklanan dan konsumennya. Pertama sangka terpaan (dutation of exposure) terhadap isu-isu yang khusus, karena segala sesuatu akan menangkap lebih cepat dari yang lain, kedua isu lokal akan lebih disenangi dan

(12)

dipahami oleh khalayaknya, ketiga media yang digunakan dalam penyampaian pesannya yang diharapkan akan memberikan pengaruh yang kuat pada khalayaknya, mis. Televisi, radio, ataupun surat kabar (www.Ciadvertising.org/student-account/spring-02/adv 382j)e off//paper 1 html).

Dalam periklanan, untuk mengkomunikasikan isu-isu atau hal-hal yang menonjol dari iklan pada pemikiran atau kesadaran konsumen adalah melalui :

1. Penempatan media iklan, adalah penggunaan media perantara yang dipilih sebagai tempat iklan tersebut ditayangkan (baik media yang bersifat nasional atau lokal kepada target pasarnya)

2. Headline iklan atau bentuk utama informasi dari iklan tersebu, adalah bentuk pesan iklan yang disampaikan apakah yang bersifat humor / lucu ataupun serius yang akan dapat membantu untuk menarik perhatian konsumen akan iklan tersebut.

Lamanya waktu penayangan iklan, adalah lamanya iklan tersebut ditayangkan ditengah, konsumen, apakah dalam waktu empat bulanan ataupun tahunan menggambarkan efektifitas kegiatan kampanye, produk yang beriklankan tersebut

(www.ciadvertising.org/student-account/Fall-01/adv382j/Irahma/agenda-setting/adv.html)

Faktor-faktor diatas akan mempengaruhi persepsi dan pengenalan konsumen mengenai produk tertentu. Iklan berperan dalam membuat konsumennya mengamati, merasakan, melihat dan mempelajari secara tidak langsung mengenai produk-produk yang dikemukakam baik itu

(13)

berupa layanan/service, ataupun nilai nilai ataupun keunggulannya melalui informasi yang diberitahukan melalui iklan tersebut.

Menurut Sutherland dan Galloway, terdapat pandangan umum dalam masyarakat bahwa jika konsumen melihat produk atau layanan tertentu sering diiklankan di media massa, maka layanan yang sangat bagus (wwwciadvertising.org/SA/Fall-02/adv 382j) hal 382/protect1 / advertising-bs.html). dengan kata lain produk yang diiklankan secara terfrekuensi dan berulang-ulang dimedia massa akan dianggap sebagai produk yang lebih baik dan populer dalam pemikiran atau agenda konsumennya. Lebih jauh, produk yang sering diiklankan ini akan dianggap lebih memiliki kualitas dibandingkan yang tidak diiklankan.

II.3. Teori AIDDA

Teori AIDDA disebut juga proses A-A atau A-A Procedure (Attention-Action Procedure) AIDDA merupakan singkatan dari Attention (Perhatian), Interest (Ketertarikan), Desire (Minat), Decision

(Keputusan),dan Action (Tindakan). Proses ini dimulai dengan adanya kegiatan untuk membangkitkan perhatian, menumbuhkan minat melalui pesan yang berisi info yang disampaikan komunikator dan diakhirnya diambil keputusan untuk bertindak terhadap pesan itu, Proses AIDDA ini dapat kita lihat pada skema dibawah ini :

(14)

Appeal (-)

Attractiveness

Appeal (+)

Gambar II.2 : Skema Proses Teori AIDDA

Proses AIDDA ini mengandung maksud bahwa komunikasi hendaknya dimulai dengan membangkitkan perhatian. Dalam hal ini komunikator harus mampu menimbulkan daya tarik pada komunikan.

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam membangkitkan perhatian ini adalah dihindarkannya munculnya himbauan (Appeal yang negatif) yang akan menumbuhkan kegelisahan (Anexity Arrousing). William Mc Guire, seorang ahli komunikasi kenamaan menyatakan dalam karyanya “Persuasi” bahwa anexity arrousing communication menimbulkan efek ganda, pada satu pihak menimbulkan rasa takut akan bahaya sehingga mempertinggi motivasi untuk melakukan tindakan pencegahan (preventive) dipihak lain rasa takut itu menimbulkan sikap kesiapan bertarung (fight to fight) yang dalam kasus komunikasi dapat berbentuk sikap permusuhan atau tidak menaruh perhatian sama sekali kepada pesan.

Komunikasi yang diawali dengan membangkitkan perhatian (Attention) akan merupakan awal suksesnya komunikasi. Apabila perhatian komunikan tidak terbangkitkan, hendaknya disusul dengan

Anexity Rasa Preventive(penolakan) Arrousing Takut Tidak ada perhatian

(15)

tinggi dari perhatian. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak timbulnya hasrat (Desire) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan oleh komunikator. Hal ini belum cukup, untuk itu harus dilanjutkan dengan munculnya keputusan (Decision) yaitu keputusan untuk melakukan kegiatan (Action) sebagaimana diharapkan komunikator.

Dalam model AIDDA ini hal utama yang harus dilakukan adalah membangkitkan dan menumbuhkan perhatian dan minat komunikan, berhasil tidaknya hal tersebut tergantung oleh attractiveness (ketertarikan) dari komunikan karena perhatian tersebut adalah efek pada tahap permulaan dalam diri seorang komunikan.

Sekali lagi perlu diingatkan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan pada model AIDDA ini adalah menarik perhatian, perhatian terhadap sesuatu akan menimbulkan minat dan kecenderungan yang kuat akan sesuatu dari minat yang kuat ini kemudian timbul hasrat / keinginan yang merupakan akibat lanjutan. Sedang keputusan adalah efek lebih jauh lagi yang timbul setelah melewati proses pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.

II.4. Teori 7 C of Communication

Cutlip & Center ( Rosady, 1997; 72-74) menyatakan bahwa teori 7 C of Communication terdiri dari 7 elemen pentibg dalam komunikasi yaitu : 1. Credibility

(16)

Komunikasi tersebut dimulai dengan membangun suatu kepercayaan. Oleh karena itu untuk membangun iklim kepercayaan itu dimulai dari kinerja, baik dari pihak komunikator dan komunikan akan menerima pesan tersebut berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya, begitu juga tujuannya.

2. Context

Suatu program komunikasi mestinya berkaitan dengan lingkungan hidup atau keadaan sosial yang tidak bertentangan dan seiring dengan keadaan tertentu dan memperlihatkan sikap partisipatif.

3. Content

Pesan yang akan disampaikan itu mempunyai arti bagi audiensnya dan memiliki kecocokan dengan sistem nilai-nilai yang berlaku bagi orang banyak dan bermanfaat.

4. Clarity

Pesan dalam berkomunikasi itu disusun dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh komunikator dan komunikan atau mempunyai persamaan arti antara komunikator dengan komunikannya.

5. Continuity and Consistency

Komunikasi tersebut merupakan suatu proses yang tidak ada akhirnya yang memerlukan pengulangan-pengulangan untuk mencapai tujuan dan bervariasi, yang merupakan kontribusi bagi fakta yang ada dengan sikap penyesuaian melalui proses belajar. Isi atau materi pesan harus konsisten dan tidak membingungkan audiensnya.

(17)

Menggunakan media sebagai saluran pesan yang setepat mungkin dan efektif dalam penyampaian pesan yang dimaksud. Channel is any

way by which news, ideas, etc may travel ; (radio and television) band of frequencies within which signals from a transmitter must be kept (to prevent interference from other transmitters) -- saluran adalah segala jalan

untuk dapat menyampaikan berita, pemikiran,dll ; pita frekuensi dimana sinyal-sinyal dari suatu pemancar (radio dan televisi) disimpan (untuk mencegah gangguan dari pemancar lainnya (Hornby, et al, 1963 : 155) 7. Capability of Audience

Komunikasi tersebut memperhitungkan kemungkinan suatu kemampuan dari audiens atau komunikan, kebiasaan membaca mereka atau kemampuan menyerap ilmu pengetahuan dsb. perlu diperhatikan oleh pihak komunikator dalam melakukan suatu kampanye.

II.5. Konsep Posisioning

Rhenald Kasali (1992;157) Menyatakan posisioning sebagai salah satu proses atau upaya untuk menempatkan suatu produk, merek, perusahaan, individu, atau apa saja dalam pikiran mereka yang dianggap sebagai sasaran atau kensumennya. Upaya ini dianggap perlu karena situasi masyarakat atau pasar konsumennya sudah over communicated.

Menurut David A. Acker (Kasali, 1992;156) ada beberapa cara untuk melakukan strategi posisioning. Strategi ini dapat diterapkan melalui

1. Penonjolan karakteristik produk 2. Penonjolan harga dan mutu

(18)

3. Penonjolan penggunaannya

4. Posisioning munurut pemakaiannya 5. Posisioning menurut kelas produk

6. Posisioning dengan menggunakan simbol-simbol budaya 7. Posisioning langsung terhadap pesaing.

Dalam hal ini positioning yang digunakan adalah penonjolan karakteristik produk yaitu deodoran yang ditujukan untuk kaum pria.

II.6. Implementasi Teori

Media Massa adalah media yang digunakan manusia untuk berkomunikasi antar mereka, secara massal dan cenderung bersifat satu arah. Di Indonesia yang dimaksud dengan media massa adalah Surat Kabar, Tabloid, Majalah, Radio dan Televisi. Tiga yang disebutkan pertama adalah media cetak, sedangkan dua lainnya adalah media elektronik. Bagi masyarakat modern media massa telah menjadi kebutuhan dasar.

Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, Televisi saat ini acapkali dijadikan media untuk menyampaikan pesan, termasuk juga iklan berbagai jenis produk yang hendak dipasarkan. Salah satunya adalah produk deodorant Rexona for Men. Produk ini adalah salah satu hasil ekstensifikasi (perluasan) produk Rexona yang sebelumnya sudah cukup terkenal sebagai salah satu produsen consumer goods khususnya produk kecantikan dan wewangian.

(19)

Produk tersebut dibuat untuk memenuhi tuntutan konsumen, khususnya konsumen pria. Untuk itu produsen menjalankan strategi

positioning produk yaitu berusaha menonjolkan karakteristik produk

dimana produk ini dikhususkan untuk segmen konsumen pria saja.

Adapun iklan produk Rexona for Men ini juga dibuat berdasarkan karakteristik produk tersebut, dimana dalam iklan tersebut digambarkan bahwa pengguna produk adalah pria yang enerjik, yang menggunakan produk dalam mendukung aktivitasnya. Selain itu produsen juga menggunakan slogan didalam iklan bahwa pria mengeluarkan keringat lebih banyak dari wanita, dengan kata lain produsen berusaha menyampaikan bahwa pria juga membutuhkan sebuah produk yang berbeda dari yang biasa digunakan wanita.

Didalam penelitian ini penulis mencoba melihat seberapa besar minat responden untuk membeli poduk yang diiklankan, Untuk itu digunakan juga teori AIDDA sebagai dasar teori untuk menelaah hubungan tersebut. Teori AIDDA itu sendiri menggambarkan adanya suatu kegiatan untuk membangkitkan perhatian, menumbuhkan minat melalui pesan yang berisi info yang disampaikan komunikator dan diakhirnya diambil keputusan untuk bertindak terhadap pesan itu. Hal ini sesuai dengan tujuan penayangan iklan Rexona for Men di Televisi yang bertujuan menarik minat konsumen unuk kemudian mendorong konsumen untuk membeli produk tersebut.

Gambar

Gambar II.1 : Model Agenda Setting Dalam Periklanan

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan program pengabdian pada masyarakat yang dilakukan ini bertujuan untuk pengembangan pemasaran melalui desain kemasan produk dan label produk. Objek pada kegiatan

Metode penentuan sampel menggunakan teori yang dikemukakan oleh Arikunto Suharsimi (2010) untuk jumlah populasi diatas 100 maka diperoleh sampel sebanyak 40

Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.. Fox

Pada era tanpa batas saat ini diperlukan adanya konsep kesenian dalam perspektif Islam, di mana banyak manusia menjadi budak sebuah kebebasan yang tidak dapat dikendalikan

Tujuan disusunnya Rencana Kerja Organisasi Perangkat Daerah Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Blitar Tahun 2017 adalah untuk menggambarkan

Penelitian yang dilakukan oleh Riska (2013) berjudul “Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bei)”

Adapun implikasi bahts al-masâil terhadap nalar kritis santri Pondok Pesantren Gedangan adalah: Pertama, santri kritis dalam menganalisa setiap pendapat dan

Terdapat faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam membuat kebijakan untuk membayar dividen kepada pemegang saham, Fama and French dalam Saputro (2015) mengemukakan