• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEPENTINGAN EKONOMI DAN MILITER RUSIA DALAM KONFLIK SURIAH. Presiden Vladimir Putin paham betul bahwa Suriah sebagai aliansinya di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KEPENTINGAN EKONOMI DAN MILITER RUSIA DALAM KONFLIK SURIAH. Presiden Vladimir Putin paham betul bahwa Suriah sebagai aliansinya di"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

60

BAB IV

KEPENTINGAN EKONOMI DAN MILITER RUSIA DALAM

KONFLIK SURIAH

Penggunaan hak veto Rusia dalam Security Council sebagai upaya membela Suriah ternyata juga dilatarbelakangi oleh kepemilikan national interest dalam bidang ekonomi militer. Rusia di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin paham betul bahwa Suriah sebagai aliansinya di Timur Tengah memiliki peran yang signifikan dalam bidang ekonomi militer bagi negara beruang putih tersebut. Dalam bab IV ini akan dijelaskan mengenai kepentingan nasional ekonomi militer Rusia terhadap Suriah yaitu antara lain show of force militer Rusia yang memberikan marketing effect pada ekspor senjata Rusia, kepentingan perdagangan senjata Rusia di Suriah dan kepentingan Rusia terhadap Pelabuhan Militer Tartus yang terletak di Suriah. Hal tersebut tentunya menjadi faktor pendorong penggunaan hak veto Rusia di PBB terkait konflik Suriah.

A. Show Of Force Militer Rusia

Konflik Suriah yang tidak kunjung berakhir membuat Presiden Bashar Al-Assad merasa kewalahan apabila hanya menggunakan kekuatannya sendiri. Dengan pertimbangan sebagai aliansi terdekat Suriah dan posisi yang jelas mendukung pemerintahannya, Assad meminta bantuan militer Rusia dalam konflik Suriah. Hal ini tentunya mendapat sambutan baik dari Rusia, meski harus menggelontorkan dana yang tidak sedikit

(2)

61 dalam operasi militer di Suriah tetapi ini menjadi momentum bersejarah bagi militer Rusia yang kembali diterjunkan di luar batas negara sejak era Perang Dingin lalu (Quinn, 2016). Damaskus mengkonfirmasi kebenaran mengenai permintaan bantuan militer oleh Presiden Assad secara resmi kepada Rusia yang disampaikan melalui Presiden Vladimir Putin (Casagrande, 2016).

Permintaan bantuan militer dari Suriah tersebut tentu disetujui oleh Presiden Vladimir Putin, kemudian pada tanggal 30 September segera dilakukan serangan udara dibeberapa titik wilayah Suriah yang diyakini sebagai markas ISIS. Sehari setelah dilaksanakannya operasi militer Rusia di Suriah, Presiden Putin memberikan pernyataan di stasiun televisi nasional bahwa cara yang terbaik untuk melawan terorisme yaitu melalui tindakan pencegahan, melawan dan memusnahkan militan di markas atau wilayah yang mereka kuasai tanpa harus menunggu mereka memasuki wilayah negara kita (Akulov, 2016). Meski Rusia memenuhi permintaan operasi militer Assad karena ingin menyerang ISIS sebagai bentuk perlawanan terhadap terorisme, namun banyak pihak mengatakan bahwa sasaran dari operasi militer Rusia di Suriah adalah pihak oposisi. Hal ini dilakukan Rusia untuk mendukung dan membantu Presiden Assad mempertahankan kursi jabatannya di Damaskus.

Dalam operasi militer di Suriah tersebut, Rusia harus mengeluarkan budget yang tidak sedikit jumlahnya tapi Rusia juga mampu melihat peluang emas dalam kesempatan tersebut. Operasi militer Rusia di Suriah

(3)

62 tidaklah hanya memuat kepentingan politik tapi juga terdapat kesempatan untuk mempertontonkan kapabilitas dan platform kekuatan militer Rusia (Golts & Kofman, 2016). Operasi militer Rusia di Suriah juga menjadi media periklanan bagi Rusia yang memang telah dikenal sebagai negara eksportir senjata dan militer terbesar kedua setelah Amerika Serikat untuk menarik negara-negara importir senjata (Kozhanov, 2016).

Rusia memang mampu melihat peluang emas dalam operasi militer di Suriah, hal ini terbukti dari laporan militer tahunan yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu yang memberikan pernyataan bahwa selama berlangsungnya operasi militer di Suriah, sebanyak 162 senjata termasuk senjata yang sedang dikembangkan telah diuji coba dan terbukti memiliki efisiensi yang tinggi (Reuters, 2016). Dari 162 senjata tersebut, sebanyak 10 senjata dinilai belum masih belum layak sehingga perlu dikembalikan lagi ke developer agar diperbaiki. Selain itu sistem yang juga diuji cobakan dalam operasi militer di Suriah antara lain pesawat jet tempur Su-30 SM, pesawat pembom Su-34 dan Su-24, pesawat penyerang Su-25, Mi-28 N, helikopter Ka-52 dan Mi-24P, Kalibr cruise missiles dan masih banyak lagi. Rusia juga meluncurkan serangan yang dikirim dari luar Suriah dengan Tu-22M3 dan Tu-160 strategic bombers dan peluru kendali melalui armada di Laut Kasipan dan kapal selam di Laut Hitam (Akulov, 2016).

Rusia memang tidak tanggung-tanggung dalam operasi militernya, tentara Suriah juga dibekali latihan dan skill militer ala Rusia. Selain itu

(4)

63 Rusia juga membekali tentara Suriah dengan tank T-90 yang menjadi sering menjadi pertahanan dari tank-destroying missiles yang difasilitasi oleh Amerika Serikat ataupun Arab Saudi. Operasi militer di Suriah ini juga menggunakan pengawasan seksama baik senjata udara sampai laut. Dalam operasi militer Suriah ini, Rusia pertama kali menggunakan KAB-500S bom yang menggunakan pengawasan sistem satelit sama halnya dengan pesawat Su-30 SM, Su-34 dan Su-35S, peluru kendali dan senjata yang lain (Akulov, 2016).

Dari awal Rusia terlihat cermat dalam mengamati situasi yang sedang terjadi, ketidakstabilan di Timur Tengah mengindikasikan terbukanya pasar bagi produsen militer dan senjata termasuk Rusia yang berkesempatan menyaingi dominasi Amerika Serikat di regional tersebut (Kozhanov, 2016). Kesempatan Rusia juga makin melebar dengan adanya permintaan operasi militer oleh Assad, Kremlin menyatakan setidaknya telah menghabiskan kurang lebih $500 juta sejak 30 September 2015 lalu (Mirovalev, 2016). Meski telah menghabiskan banyak dana, akan tetapi dari operasi milter tersebut Rusia juga mendapatkan keuntungan yang jauh lebih banyak pasalnya operasi militer tersebut menarik minat banyak pembeli.

Operasi militer di Suriah bak iklan besar bagi produk-produk militer Rusia, ribuan para ahli dari berbagai perusahaan industri militer ikut serta dan mengujikan sistemnya dalam arena konflik. Dari pertunjukkan tersebut Rusia mampu meraup keuntungan sekitar $10 Milyar dari kenaikan permintaan eskpor senjata ke berbagai negara, menurut Alexander Markov

(5)

64 seorang analisis politik dan anggota Scurity Council on Foreign and Defense Politics Rusia (Mirovalev, 2016). Konflik Suriah membawa marketing effect yang besar bagi produk Rusia, bahkan diprediksikan mampu meningkatkan ekspor penjualan senjata sebesar $7 milyar.

Rusia diprediksikan akan menerima keuntungan mencapai $6-$7 milyar dari perdagangan senjata akibat operasi militer yang dilakukan di Suriah (Luch, 2016). Operasi militer di Suriah menjadi media iklan yang ampuh bagi industri militer Rusia, terbukti telah disepakati kontrak perdagangan senjata dengan beberapa negara yang tertarik membeli produk Rusia setelah melihatnya diuji coba di Suriah. Setelah melihat penggunaan senjata dalam operasi militer Suriah, Algeria mengirim permintaan ekspor sebanyak 12 unit Su-32 dan S-34 yang bernilai kontrak $500-$600 juta. Tak berhenti sampai disitu, Algeria juga meminta sebanyak 40 buah Mi-28 N Night Hunter yang merupakan seri terbaru helikopter penyerang yang digunakan di Suriah.

Selain Algeria, China juga menjadi negara pertama yang menandatangani kontrak perdagangan senjata pada November 2015 berupa pembelian 24 jet 35. Indonesia juga tertarik untuk membeli 10 buah Su-35 untuk menggantikan F-5 Tigers buatan Amerika Serikat setelah melihatnya di operasi militer Suriah (Luch, 2016). Pakistan, Vietnam dan beberapa negara Amerika Latin juga tertarik untuk memberli bombers dan helikopter, bahkan lebih dari itu mereka ingin membeli S-400 missiles,

(6)

65 tanks, air-defence systems, small arms dan kapal selam yang telah didemonstrasikan di operasi militer Suriah.

Pelanggan lama Rusia di kawasan Asia seperti China, India dan Vietnam tertarik membeli setelah melihat performa Rusia di Suriah, hal ini tentunya meningkatkan pendapatan Rusia. Sedangkan pelanggan Rusia yang lain seperti Algeria, Mesir dan Iran juga menyetujui kontrak perdagangan senjata yang membantu menaikkan perekonomian Rusia (Sputnik, 2016). Bahkan negara NATO seperti Yunani tertarik untuk membeli senjata dari Rusia setelah melihatnya diuji coba di Suriah. Hal ini tentunya menjadi kabar gembira bagi Presiden Putin bahwa nilai ekspor senjata Rusia pada tahun 2015 memecahkan rekor sebanyak $14,5 juta melebihi prediksi sebelumnya. Momentum ini sangat tepat di tengah krisis ekonomi yang melanda Rusia akibat rendahnya harga minyak dunia, penurunan nilai mata uang rouble dan sanksi dari Barat terhadap Rusia.

Adanya peningkatan nilai ekspor senjata Rusia pasca diluncurkannya operasi militer di Suriah membuktikannya keefektifan operasi militer tersebut sekaligus sebagai media periklanan bagi produk militer Rusia. Dalam operasi militer tersebut juga dimanfaatkan Rusia untuk mengetes keefektifan berbagai senjata dan peralatan militer yang telah diproduksi. Selain itu Rusia juga secara sengaja memamerkan beberapa produk yang tidak akan diperjual belikan dalam operasi militer di Suriah, hal ini hanya ditujukan untuk menuai pujian dan membuktikan kebangkitan industri militer Rusia di mata dunia khususnya Barat, contohnya adalah

(7)

66 peluncuran empat kapal perang Rusia yang tergolong dalam long-range cruise missiles yang menyerang 11 target di Suriah dari jarak lebih dari 1.500 km dan kapal selam Rusia di Laut Mediterania yang meluncurkan missil dari jarak jauh.

Secara garis besar operasi militer Rusia di Suriah dapat dikatakan tidak hanya menguntungkan Assad yang mendapatkan dukungan militer dari Rusia, akan tetapi Moskow sendiri mendapatkan keuntungan dari show of force militernya selama operasi militer di Suriah yang menyebabkan kenaikan pendapatan Rusia karena tingginya permintaan ekspor senjata dari berbagai negara.

B. Perdagangan Senjata Rusia di Suriah

Industri militer dan pertahanan telah menjadi bagian penting dalam perekonomian Rusia, setidaknya industri tersebut memperkerjakan 2,5 juta orang dan terhitung memiliki persentase 20% dari seluruh pekerjaan yang ada (Bitzinger, 2015). Runtuhnya Uni Soviet juga membuat industri militer dan anggaran militer merosot tajam, pada tahun 1988 bernilai $371 juta sedangkan pada tahun 1998 turun menjadi $21 juta berdasarkan data Stockholm International Peace and Research Institute (SIPRI). Setelah mengalami jatuh bangun, industri militer Rusia mengalami kebangkitan kembali pada awal tahun 2000-an dimana selama tahun 2004 sampai 2014 terjadi kenaikan nilai industri militer dari $41 juta ke $91,7 juta dan jika dipersentasekan kenaikan mencapai 40%.

(8)

67 Berdasarkan data SIPRI, runtuhnya Uni Soviet berdampak pada penurunan 12% pada transfer senjata Rusia kemudain pada tahun 2000 eksport senjata Rusia mulai bangkit. Pada tahun 2014 Rusia meraih 27% dalam global arms market dan menduduki posisi kedua setelah Amerika Serikat (Wezeman & Wezeman, 2015). Tahun 2014 juga menjadi tahun dimana industri militer dan pertahanan Rusia melakukan eksport besar-besaran senilai $15 juta ke lebih dari 60 negara dan telah menandatangani kontrak baru senilai $14 juta (Baczynsa, 2015). Meskipun harus menaiki jalan yang terjal dan naik turun akan tetapi industri militer Rusia mampu bertahan dan mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini tidak luput juga dengan dukungan pemerintah dan sepak terjang politik Rusia dalam dunia internasional.

Melalui peningkatan ekspor senjata, Rusia mendapatkan dampak yang pendapatan ekonomi yang signifikan. Perdagangan senjata Rusia tidak hanya memfokuskan pada pelanggan-pelanggan baru akan tetapi pelanggan lama pun tetap menjadi prioritas Rusia. Kawasan Timur Tengah merupakan pasar lama senjata bagi Rusia bahkan sejak era kejayaan Uni Soviet, akan tetapi runtuhnya komunis membuat Rusia sempat kehilangan keuntugannya. Bangkitnya Rusia terlebih lagi pada masa Putin sekaligus menjadi momen kebangkitan industri militer Rusia termasuk ekspornya ke kawasan Timur Tengah. Meski kemunduran Saddam Husein pada tahun 2003 dan Muammar Gaddafi pada 2011 juga membawa dampak kerugian pada ekspor senjata Rusia. Rosoboronoexport yang menjadi pengekspor

(9)

68 utama militer Rusia diperkirakan mengalami kerugian sebesar $6,5 juta di Libya dan untuk mencegah hal tersebut Rusia mensubstitusikannya melalui kehadirannya di Algeria dan Suriah namun mereka juga kurang tertarik dengan produk Rusia kala itu (Kozhanov, 2016).

Dengan meletusnya konflik Suriah pada tahun 2011 lalu juga menimbulkan efek peningkatan terhadap ekspor militer dan senjata ke negeri tersebut. Rusia yang cenderung pro terhadap rezim Assad menjadi satu-satunya suplier militer dan senjata bagi Suriah. Berdasarkan data dari SIPRI, sejak tahun 1991 sampai tahun 2012 eskport militer dan senjata ke Suriah bernilai $1,254 juta dan nilai tersebut mengalami peningkatan dimana ekspor militer dan senjata Rusia ke Suriah tahun 2008-2012 bernilai $1,075 juta (Research Centre of East European Studies, 2013).

Tabel 4.1: 10 Pengimpor Senjata Rusia Terbesar tahun 2008-2012 (in US Dollars, Constant 1990 Prices)

Source: SIRPRI Arms Transfer Database, http://www.armstrade.sirpri.org 2008 2009 2010 2011 2012 TOTAL IMPORTS 2008-2012 INDIA 1,612 2,060 2,298 2,449 3,966 12,385 CHINA 1,839 1,302 636 692 679 5,148 ALGERIA 1,595 1,030 670 951 645 4,891 VIETNAM 153 55 151 1,318 353 2,030 VENEZUELA 702 252 57 274 410 1,695 SYRIA 46 73 268 312 376 1,075 MALAYSIA 408 407 3 8183

(10)

69 Hubungan antara Suriah dan Rusia yang telah terjalin sejak Uni Soviet juga mencakup bidang pertahanan militer.Sejak tahun 1991-2012 Rusia menjadi negara eksportir terbesar di bidang militer dan senjata bagi Suriah, Suriah melakukan impor senilai $1,254 juta selama kurun waktu tersebut (Research Centre of East European Studies, 2013). Berdasarkan data dari SIPRI Arms Transfer Database pada tahun 2008-2012 Suriah menempati posisi ke-6 dalam top ten importers senjata Rusia.

Gambar 4.1: Import Senjata Suriah tahun 1991-2012 (In US Dollars,Constant 1990 Prices)

Source: SIRPRI Arms Transfer Database, http://www.armstrade.sirpri.org

Sebagai pelanggan setia peralatan militer Rusia, perdagangan senjata antara kedua negara tersebut seringkali menuai kritik dari Tel-Aviv

1517 492 473 310 196 142 76

Sales

Russia Korea Utara Czachoslovaia Iran Belarus Slovakia China

MESIR 8 367 405 20 800

UEA 118 294 96 96 604

(11)

70 dan Washington. Contohnya ketika Rusia ingin mensuply Suriah dengan modern fighter jet Su-30 yang setara dengan S-300PMU-2 surface-to-air-missile system, tindakan ini menuai kritik dari negara lain. Tak jarang pula Rusia akhirnya membatalkan kontrak perdagangan senjata dengan Suriah karena menuai kontroversi seperti pembatalan pengiriman Iskander E tactical missiles system pada 2005. Pada awalnya Iskander missiles system telah dijanjikan pada Damaskus pada 2001 akan tetapi Perdana Israel, Ohud Olmert meminta langsung pada Presiden Putin untuk membatalkan perdagangan tersebut.

Salah satu kontrak perdagangan senjata yang kontroversial antar Rusia dan Suriah adalah pemasokan Bastian coastal defense missile system yang dilengkapi dengan supersonic Yakhont anti-ship missile. Kerjasama perdagangan senjata kedua negara tersebut terus berlangsung meski menuai kontra, bahkan ketika konflik Suriah mulai pecah pada tahun 2011 kerjasama mereka tidak terhenti. Pada Agustus 2011, Hillary Clinton, Secretary of The State menyatakan bahwa Amerika ingin melihat Rusia memutus suply senjata dan militer pada rezim Assad. Kepentingan bisnis yang dimiliki industri militer Rusia di Timur Tengah serta kepemimpinan di bawah Putin membuat Rusia tak gentar melawan Israel dan Amerika Serikat di kawasan tersebut (Global Security, 2012).

Rusia menjadi importer utama bagi Suriah, pada tahun 2011 sendiri kontrak yang disepakati mencapai nilai $1.000.000.000. Selain itu kapal Rusia pengangkut senjata yang biasa berlabuh di Tartus juga dilaporkan

(12)

71 mengubah rute tujuannya dengan alasan keamanan. Turkey’s Hurriyet Daily News melaporkan bahwa pada 12 Januari 2012 MV Chariot, kapal barang Rusia berlabuh di Latakia membawa 35-60 tons amunisi dan bahan peledak untuk pertahanan pemerintah Suriah. Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan konvoi kemanusiaan, Rusia juga tidak akan mendukung pemberlakuan sanksi terhadap Suriah. Pernyataan Rusia ini kemudian diperkuat dengan penggunaan hak veto Rusia dan China terkait pemberlakuan sanksi pada Suriah pada sidang Security Council 4 Februari 2012.

Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Anatoly Antonov menegaskan pada 13 Maret 2012 bahwa Rusia tidak akan menghentikan pengiriman senjata ke Suriah dan kedunya menjalin kerjasama militer yang kuat. Pada 30 Mei 2012, Susan Rice, Permanent Representative of the US to the UN menyatakan bahwa adanya laporan pengiriman senjata dari Rusia ke Suriah pada 26 Mei 2012 adalah tindakan yang melanggar dan patut dicela karena pemerintah Suriah akan menggunakanya untuk melawan warga sipil. Hillary Clinton menyusul pemberian statement pada 31 April 2012 bahwa pemasokan senjata dari Rusia hanya akan mendorong terjadinya perang sipil di Suriah.

Sejak berlangsungnya konflik Suriah diketahui bahwa senjata yang digunakan oleh pendukung Assad merupakan pasokan senjata dari Rusia dan diperkirakan terjadinya kenaikan jumlah pengiriman senjata untuk Damaskus. Sejak Desember 2011 setidaknya empat kapal barang Rusia

(13)

72 meninggalkan Pelabuhan Oktyabrsk, Black Sea yang diperkirakan digunakan oleh Rosoboronexport,salah satu eksporter senjata Rusia untuk mengirimkan senjata dan berlabuh di Pelabuhan Tartus, Suriah (Grove & Solomon, Russia boosts arms sales to Syria despite world pressure, 2012). Secara terpisah pada pertengahan Januari, MV Chairot yang kemudian berlabuh di Suriah diyakini membawa amunisi dan senapan seperti yang digunakan oleh pihak pro Assad.

Gambar 4.2 Ekspor Senjata Rusia ke Suriah tahun 2010-2013

Source: SIRPRI Arms Transfer Database, http://www.armstrade.sirpri.org

Pengiriman senjata ke Suriah tetap berlanjut meski banyak pihak yang menentang tindakan Rusia tersebut. Pada 26 Mei 2012 lalu Barat mengkonfirmasi dari Human Right First bahwa pada hari Sabtu kapal Rusia menepi dan membawa senjata untuk Presiden Assad akan tetapi tidak diketahui secara pasti jenis senjata apa yang dibawa (Huffinington Post,

238 282 351 351 0 50 100 150 200 250 300 350 400

Russia Arms Export to Syria in US$

(14)

73 2012). Selain itu, perusahan Rusia khususnya yang bergerak di bidang militer dan pertahan seperti Rosoboronexpoer juga ikut andil dalam pengiriman senjata ke Suriah di tengah konflik yang terjadi. Sementara itu ditengah tuduhan Barat atas pengiriman senjata dari Rusiah ke Suriah, Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengelak bahwa negaranya mempersenjatai militer Assad, menurutnya pengiriman senjata tersebut legal dan dilakukan untuk memenuhi kontrak yang telah disepakati.

Pada awal tahun 17 Januari 2013 lalu, kapal Rusia Kaliningrad berlayar dari Pelabuhan Novorossiisk di Black Sea untuk mengangkut amunisi yang diyakini akan diturunkan di Pelabuhan Suriah. Hal serupa juga terjadi pada The Alexander Shabalin yang mengangkut amunisi senjata ke Suriah meskipun tidak diketahui secara pasti jenis amunisinya (Grove, Russia Sends Arms To Syria: Ships On Their Way For Munitions Drop, Report Say, 2013). Dilakukanya pengiriman senjata terus menerus oleh Rusia ke Suriah menimbulkan banyak kritik, terlebih lagi setelah diklaim adanya warga sipil yang menjadi korban. Selama ini diyakini bahwa Rusialah yang menjadi pemasok utama senjata ke Damaskus, pada tahun 2011 lalu, nilai ekspor senjata Rusia ke Suriah bernilai $1 juta dolar sendiri.

Sejak 2011 lalu diketahui kapal pengangkut amunisi Rusia berlabuh di Suriah. Meskipun begitu Rosoboronexport menyatakan bahwa pada 2012 tidak ada kontrak baru yang ditandatangani dengan Suriah, Moskow hanya memenuhi kontrak yang sebelumnya telah disepakati. Anatoly Isaikin, Direktur Rosoboronexport mengatakan bahwa Rusia akan terus mengirim

(15)

74 senjata ke Suriah, hal ini dilakukan untuk memenuhi kewajiban Rusia memenuhi kontra yang telah disetujui jauh-jauh hari. Menghadapi kritikan Barat, Anatoly menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menghentikan selama tidak ada larangan dari PPB, menurutnya senjata yang dikirimkan ke Suriah juga merupakan defensive weapons tidaklah offensive weapons terutama shipping air defense system dan repair equipment (Associated Press, 2013).

Menurut perspektif Rusia, pihaknya tidak melanggar hukum internasional dengan melakukan pengiriman senjata ke Damaskus hal ini karena Rusia masih mengakui legitimasi Presiden Assad sebagai pemimpin Suriah. Rusia juga melakukan pembelaan terhadap pengiriman helikopter dan air defense missiles pada Juni tahun lalu bahwa itu merupakan pengiriman kembali helikopter milik Suriah yang telah diperbaiki terlebih dulu.oleh perusahaan Rusia yang lain setelah sebelumnya diperbaiki terlebih dahulu.

Pengiriman senjata dari Rusia ke Suriah terus berlanjut, pada tahun 2015 Rusia diyakini terbukti mengirimkan tanks dan artillery ke Suriah sebagai bantuan militer untuk memperkuat Bashar Al-Assad. Rusia mengirim artillery unit dan tujuh tanks melalui Bandara dekat Latakia, tank tersebut bertipe T-90s yang merupakan modern service tank buatan Rusia (Luhn, 2015). Selain artillery dan tanks, Rusia juga mengirimkan ribuan tentara militer melalui Latakia. Moskow tidak berkomentar mengenai pengiriman militer dan peralatannya tersebut, akan tetapi Ambassador

(16)

75 Suriah di Moskow, Riad Haddad mengelak bahwa Rusia memperkuat militernya di Suriah, menurutnya pengiriman pasukan dan senjata militer tersebut merupakan bagian dari kontrak yang telah terjalin selama 30-40 tahun antara Suriah dan Rusia (Luhn, 2015).

Meski selama ini pengiriman persenjataan dari Rusia ke Suriah berhasil diendus akan tetapi jenis senjata yang dikirim tidak diketahui secara pasti, akan tetapi penggunaan senjata oleh tentara Assad saat konflik menunjukkan bahwa senjata tersebut pasti diperoleh oleh Suriah dari aliansinya, Rusia. Dengan alasan pengiriman senjata tersebut guna membantu Suriah melawan kelompok terroris ISIS, Igor Korotchencko, editor pro-Krelin National Defence magazine menyebutkan bahwa senjata yang dikirim meliputi tiga strategi termasuk reconnaissance (pengintaian), air strikes dan ground forces (Antonova, 2015).

Tank T-90 yang diproduksi oleh Uralvagonzavod dan digunakan pertama kali tahun 1993 disebut-sebut telah sampai di Latakia bulan September 2015 lalu. Oleg Sienko, Chief Uralvagonzavod juga mengkonfirmasi bahwa Suriah telah sukses melawan ISIS dengan menggunakan T-72 tanks. Tentara Rusia juga terlihat menggunakan multiple launch rocket system, heavy flamethowes dan amunisi dalam konflik Suriah. Pesawat-pesawat buatan Rusia seperti MiG fighter jet yang kontraknya disepakati sebelum konflik juga terlihat dipakai oleh militer Suriah, selain itu Sukhoi Su-24 dan Su-25 juga menjadi senjata militer Suriah menghadapi kelompok oposisi. Suriah juga menyatakan bahwa

(17)

76 militernya menggunaan Russian unmanned Aerial Vehicles (UVAs) tanpa memberitahukan modelnya secara spesifik (Antonova, 2015).

Meski Rusia mendapatkan kritik dan kecaman dari Barat atas pengiriman senjata yang secara terus menerus dilakukan, namun Moskow tetap melakukan hal tersebut. Menurutnya pengiriman senjata tersebut merupakan bagian dari kewajibannya untuk memenuhi kontrak yang telah disepakati sejak sebelum pecahnya konflik Suriah, selain itu bagi Rusia persenjataan tersebut ditujukan untuk membantu Suriah melawan kelompok terorisme ISIS. Selain motif politik tersebut, Rusia juga memiliki motif ekonomi dengan meningkatkan penjualan senjata ke Damaskus selama konflik berlangsung.

C. Kepentingan Rusia terhadap Pelabuhan Militer Tartus

Motivasi Rusia dalam intervensinya di Suriah masih menjadi perdebatan, akan tetapi tidak jarang pula yang menyebutkan bahwa upaya Suriah melindungi Presiden Assad sama halnya dengan usaha Moskow dalam menjaga kepentingan nasionalnya di wilayah tersebut. Pada salah satu wilayah Suriah yaitu Tartus, Rusia memiliki satu-satunya pelabuhan dan pangkalan militer di luar teritorialnya yang diwarisi sejak era Uni Soviet (Meyer & Carey, 2013). Pemerintah Rusia menegaskan betapa pentingnya peran pangkalan militer tersebut bagi negaranya (Harmer, Russian Naval Base Tartus, 2012). Pelabuhan Tartus memegang peran penting dalam upaya pertahanan Rusia yaitu guna meraih kepentingan nasional politik

(18)

77 Rusia di regional Timur Tengah. Selain itu, Presiden Putin menegaskan bahwa kehadiran militer Rusia di Pelabuhan Tartus juga merupakan upaya pencegahan konflik Suriah dengan menjaga wilayah kedaulatan Damaskus (Putin, Russia and the Changing World, 2012).

Pelabuhan Tartus terletak di Laut Mediterania, sekitar 25 km Utara perbatasan antara Suriah dan Lebanon. Pelabuhan Tartus termasuk dalam kategori pelabuhan full service, pelabuhan dagang yang dapat dipakai untuk bongkar muat kapal barang termasuk rolling stock, bulk cargo, sea-land

container dan liquid porduct sampai minyak sebanyak 120.000 tons (Syrian

Company Oil Transport "Tarrus Oil Terminal Information Bookler", 2010). Meskipun Pelabuhan Tartus adalah dual-use port yaitu dapat melayani kapal dagang dan kapal militer akan tetapi kapal dagang lebih mendominasi lalu lintas di pelabuhan Tartus.

Rusia pada umumnya jarang menggunakan fasilitas pelabuhan Tartus, akan tetapi pelabuhan tersebut menyediakan fasilitas bagi kapal perang Rusia untuk menepi hal ini dikarenakan pelabuhan Tartus telah didesain Navy Sustainment Center (Russian Naval Squadrons Meet in Atlantic, 2012). Dermaga pelabuhan Tartus mampu menampung semua kapal Rusia kecuali armada kapal the Admiral Kuznetov, kapal induk pembawa pesawat (Novosti, 2012). Fasilitas yang disediakan dermaga pelabuhan Tartus termasuk suply air, makanan dan bahan bakar (Interfax Ukraine, 2012). Pelabuhan Tartus tidak memiliki fasilitasi reparasi dalam skala besar seperti pangkalan militer Amerika Serikat di Yokosuka, Jepang

(19)

78 atau Manama dan Bahrain, tapi Tartus memiliki tempat penyimpanan untuk spare part (Lowe, 2012), perbaikan dasar tersedia melalui kedatangan reguler kapal Rusia PM-138 (Brichevsky, 2011). Tartus juga menyediakan keamanan standar untuk bongkar muat kapal angkut Rusia (RusNavy Staff, 2012).

Fungsi basic support yang dimiliki pelabuhan Tartus tidak termasuk command dan control facility, artinya tidak dapat mengoperasikan kapal Rusia secara langsung melalui pelabuhan tersebut (Haggrad, 2012). Kapal PM-138 juga tidak selalu menepi di Tartus, kapal tersebut berkedudukan tetap di Sevastopol dan tidak selalu tersedia di Tartus. Crew support facilities juga terbatas, tidak terdapat rumah sakit militer atau barak tetapi kota Tartus yang memiliki penduduk sekitar 100.000 jiwa mempunyai fasilitas kesehatan, transportasi dan hotel apabila para pelayar Rusia lebih berminat untuk menginap di kota daripada di pangkalan kecil Tartus (Syrian Central Bureau of Statistic, 2012).

Meskipun kapabilitas pelabuhan Tartus sebagai pangkalan militer tidak sebesar pangkalan militer Amerika Serikat di beberapa wilayah lain, akan tetapi kehadiran pangkalan militer Rusia ini menandakan bahwa Rusia masih memiliki eksistensi di Timur Tengah. Selain kepentingan penyebaran influence di Timur Tengah, pangkalan militer Tartus juga menyediakan infrastruktur bagi Rusia untuk tinggal di Asia Barat melalui perluasan akses militer (Ruff, 2016). Pembelaan Rusia terhadap Assad juga merupakan salah satu cara Moskow untuk mendapatkan tempat di masa depan Suriah,

(20)

79 Putin sebenarnya lebih memfokuskan ke 100 mil Utara dari Damaskus dimana terdapat pangkalan militer satu-satunya milik Rusia yaitu Pelabuhan Tartus (Keith, 2015).

Eksistensi Rusia di Pelabuhan Tartus sebenarnya telah dimulai sejak zaman dahulu sekitar tahun 1960-1970 an, dimana saat itu Uni Soviet yang menjadi cikal bakal Rusia sedang gencar melakukan ekspedisi kebijakan luar negeri di dunia Arab dan Afrika Utara. Uni Soviet yang kala itu memberikan bantuan ekonomi dan militer pada negara-negara Timur Tengah seperti Algeria, Libya, Mesir dan Suriah, hal ini membuat Uni Soviet membutuhkan pangkalan militer permanen. Pada tahun 1971 Uni Soviet mencapai kesepakatan dengan Suriah yang berisi ketersediaan Suriah untuk memberikan akses penuh terhadap para combatant, kapal selam dan kapal dagang Uni Soviet untuk menggunakan fasilitas Pelabuhan Tartus.

Ketika Perang Dingin berlangsung, kapal Uni Soviet seringkali menepi di Pelabuhan Tartus, akan tetapi berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet membuatnya kehilangan hubungan dengan negara-negara Timur Tengah, Afrika Utara dan negara-negara-negara-negara Mediterania termasuk Suriah (Saunders, 2012), begitu juga yang terjadi dengan kapal-kapal yang biasa berlabuh ke Pelabuhan Tartus (Decker, 2010). Kebangkitan Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin membuat Rusia kian gencar menyebarkan pengaruhnya termasuk dalam bidang militer, hal ini mendorong Rusia untuk kembali mengaktifkan kembali pangkalan

(21)

80 militernya di Tartus, terlebih lagi sejak konflik Suriah berlangsung tahun 2011 lalu, Rusia memperluas kapabilitasnya di Tartus.

Melihat pentingnya Pelabuhan Tartus bagi Rusia, pemerintah Rusia memiliki rencana untuk mengembangkannya. Pada tanggal 25 Juli 2010 lalu, Komandan Angkatan Laut Rusia, Viktor Chrikova membenarkan bahwa Rusia memang membutuhkan Pelabuhan Tartus dan masih dioperasikan hingga saat ini. Dua hari kemudian, Kolonel Leonid Ivashov, President of Russian Academy of Geopolitical Problems memberikan pernyataan bahwa diperlukan modernisasi pada Pelabuhan Tartus. Modernisasi tersebut adalah pengembangan kapasitasnya termasuk rencana untuk memperbesar pelabuhan dan memperluas dermaga sehingga memungkinkan bagi kapal induk untuk berlabuh seperti kapal Admiral Kuznetov. Fasilitas command and control juga akan dibangun sehingga dapat dilakukan pengendalian melalui Pelabuhan Tartus. Sementara tempat penyimpanan juga akan diperluas sehingga menambah kapabilitas repair dan maintenance yang ada.

Pengembangan Pelabuhan Tartus ini menjadikan pelabuhan tersebut mampu mengakomodasikan berbagai kapal, mulai dari kapal layar, kapal pemburu, kapal pendarat dan kapal lainnya (Bodner, 2015). Keputusan Moskow untuk meningkatkan kapabilitas Pelabuhan Tartus tidak hanya mempermudah akses bantuan militer untuk Presiden Assad tetapi juga semakin memproyeksikan power Rusia di kawasan Mediterania (Bodner, 2015). Perluasan Pelabuhan Tartus ini juga didukung oleh doktrin Angkatan

(22)

81 Laut Rusia pada Juli 2012 lalu yang menyatakan akan lebih sering dilaksanakan patroli dan operasi di berbagai daerah seperti Mediterania.

Pelabuhan Tartus yang merupakan pangkalan militer satu-satunya yang dimiliki Rusia di wilayah lain memang memiliki nilai yang sangat menguntungkan. Selain meningkatkan proyeksi power Rusia di kawasan Timur Tengah, dengan adanya pelabuhan Tartus, Rusia dapat melakukan operasi di wilayah Mediterania dan sekitarnya. Keuntungan juga diperoleh bagi kapal Rusia yang dapat berlayar sampai Laut Merah dan Samudera Hindia melalui Terusan Suez dan Samudera Atlantik melalui selat Gibraltar meskipun musim dingin sekalipun. Selain digunakan sebagai tempat transit bagi kapal Rusia yang berlayar, Pelabuhan Tartus juga digunakan sebagai titik pengiriman persenjataan dari Rusia kepada rezim Assad (Harmer, Russian Naval Base Tartus, 2012). Tidak hanya membantu pengiriman persenjataan, pengiriman bantuan logistik dari Rusia juga disalurkan melalui Pelabuhan Tartus (Charbonneau, 2012).

Dukungan Rusia terhadap pemerintah berkuasa Suriah juga tidak luput lantaran kepemilikan kepentingan nasional Rusia akan Laut Mediterania. Laut Mediterania adalah wilayah potensial yang menantang dimana terletak diantara dua kawasan Eropa dan Timur Tengah (Katz, 2016). Sedari awal Rusia telah menyadari kecilnya peluang menuju Laut Mediterania melalui negara-negara Eropa, sementara dengan Turki yang memiliki akses ke Mediterania, hubungan yang terjalin cenderung tidak baik. Pada kesempatan ini Suriah di bawah Presiden Assad menjanjikan

(23)

82 penawaran bagi Rusia untuk hadir di Laut Mediterania melalui Pelabuhan Tartus. Vladimir Putin tidak ingin menyia-nyiakan tawaran tersebut dan memilih untuk mengembangkan fungsi Pelabuhan Tartus tersebut. Berikut ini adalah peta Pelabuhan Tartus yang terletak di Suriah.

Gambar

Gambar  4.1:  Import  Senjata  Suriah  tahun  1991-2012  (In  US  Dollars,Constant 1990 Prices)
Gambar 4.2 Ekspor Senjata Rusia ke Suriah tahun 2010-2013

Referensi

Dokumen terkait

Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang diceritakan Kyai Badrudin, ia menyatakan bahwa setelah lulus dari pesantren, ia mengisi pengajian-pengajian di

Modifikasi komposisi medium tanam dengan mengubah formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula yang terdapat di dalam medium MS memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada

Hasil penelitian menunjukkan ditemukan keragaman pada keragaan mutan- mutan ubi kayu generasi M1V2 yaitu pada peubah tinggi tanaman, tinggi ke cabang, jumlah cabang,

Peran moral dalam etika bisnis tersebut dalam praksis tidak hanya sekadar penerapan etika umum pada kegiatan bisnis, tetapi bisa berkembang sampai metaetika. Menurut

Proses Dehumidifikasi, yang merupakan proses pengurangan kadar air dalam gas, sama dengan proses humidifikasi mempunyai dua cara proses, yaitu dengan  pemanasan dan tanpa

hubungan yang baik dengan customer Sistem manajemen yang kokoh dan berkesinambungan Memiliki resource yang handal sebagai pendorong Leadership Mekanisme seleksi pimpinan yang

Klasiber Log dan Keaktif an Post dan Reply Forum C, D, E 15 Mahasiswa memahami konsep dan aplikasi paradigma pemrograman deklaratif Fungsi dan Ekspresi,Fun gsi-fungsi

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa penambahan tebung bunga marigold ke dalam pakan sebagai sumber karoten dapat memberikan peningkatan pada