6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gastropoda
Gastropoda berasal dari bahasa Yunani (gaster = perut; podas = kaki) yang berarti hewan yang memiliki perut (Morton, 1990:28). Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Filum Molluska dengan jumlah 30.000 spesies yang telah berhasil dideskripsikan. Persebaran Gastropoda tergolong luas yaitu di perairan tawar, payau, laut, teresstrial (Ruppert dan Barnes, 1994:379). Umumnya, jenis Gastropoda bercangkang terpilin membentuk spiral, memiliki dua tentakel pada kepalanya, kaki lebar dan pipih, rongga mantel dan organ-organ internal terputar 180° (torsion) terhadap kepala dan kaki, bernafas dengan paru-paru atau insang, dan organ reproduksi berumah satu atau dua.
2.1.1 Morfologi Gastropoda
Gastropoda memiliki ciri morfologi khas yang dapat membedakannya dengan anggota Molluska lain yaitu memiliki perut yang lebar dan pipih serta mantel berupa membran tipis yang mensekresikan bahan-bahan penyusun cangkang. Gastropoda umumnya memiliki cangkang tunggal yang terpilin membentuk spiral di bagian dorsal tubuh. Massa visceral terbungkus oleh cangkang dan mengalami perputaran 180° berlawanan dengan arah jarum jam terhadap sumbu anterior-posterior. Kaki perut yang lebar dan pipih pada gastropoda yang berfungsi sebagai alat gerak. Kaki hewan tersebut dilengkapi dengan silia dan kelenjar yang mengeluarkan lendir untuk memudahkan pergerakan (Arnold dan Birtles, 1989:8; Rupert dan Barnes, 1994:379;
Pechenik, 1996:227). Gerakan kaki terjadi akibat kontraksi otot yang terus menerus (Morton,1990:28).
Gambar 2.1 Cangkang Gastropoda dan bagian-bagiannya (Marwoto dkk, 2011:5)
Struktur cangkang Gastropoda terdiri atas beberapa bagian. Bagian cangkang yang tertua disebut puncak (apex). Bagian cangkang yang terletak dekat dengan puncak (apex) disebut bagian adapikal, sedangkan yang terletak jauh dari puncak (apex) disebut abapikal. Pada cangkang yang memiliki sulur tinggi, bagian abapikal disebut juga dengan bagian anterior, sedangkan bagian adapikal disebut juga dengan bagian posterior.
Cangkang terpilin dari puncak (apex) membentuk spiral searah putaran sumbu cangkang yang disebut kolumela (columella). Tiap satu putaran penuh disebut seluk (whorl) dan rangkaian seluk disebut sulur (spire). Bagian yang menautkan antara seluk yang satu dengan seluk yang lain disebut garis taut (suture). Seluk terakhir (body whorl) ditandai dengan adanya mulut cangkang (aperture). Sisi luar mulut cangkang disebut bibir luar (outer lip) atau peristom.
Permukaan peristom Gastropoda juga beragam, antara lain bergerigi, bergigi (denticulate), halus, ataupun bergaris (lirae) hingga bagian dalam peristom. Sisi dalam mulut cangkang disebut bibir dalam (inner lip). Bibir dalam tersebut terkadang mengalami penebalan yang disebut kalus (callus). Permukaan bibir dalam Gastropoda juga beragam, antara lain bergigi, beralur, ataupun memilki lipatan kolumelar (columellar folds). Bagian anterior mulut cangkang dapat membentuk kanal sifon (siphonal canal).
Ornamen pada cangkang ada yang sejajar dengan sumbu cangkang (aksial), ada pula yang sejajar dengan sulur (spiral). Penebalan aksial pada cangkang disebut varix. Garis-garis halus pada cangkang disebut cords, sedangkan garis yang lebih tebal disebut kosta (costae). Mulut cangkang pada sebagian besar anggota Prosobranchia dapat ditutup oleh operkulum. Operkulum terletak di bagian dorsal posterior dari kaki. Operkulum berfungsi untuk melindungi massa visceral atau tubuh saat masuk ke dalam cangkang. Operkulum tersusun atas zat tanduk atau zat kapur (Arnold dan Birtles, 1989:11-13; Rupert dan Barnes, 1994:381-383).
Identifikasi jenis Gastropoda juga dapat dilakukan dengan mengamati tipe gigi radula. Selain berfungsi sebagai alat makan, radula menjadi bagian yang penting dalam identifikasi Gastropoda. Adapun tipe gigi radula pada Gastropoda dibagi menjadi 6 tipe (Gambar 2.2) (Arnold dan Birtles, 1989: 8-15; Suwignyo dkk, 1997:55).
Gambar 2.2 Tipe radula (Suwignyo dkk, 1997:55) Keterangan :
C. Central, L. Lateral, M. Marginal.
1. Rhipidoglossa (berasal dari kata rhipidos, berarti kipas) gigi central (rachidia) besar, gigi lateral kecil dan gigi marginal seperti jarum runcing berjumlah banyak. 2. Docoglossa (berasal dari kata dokos, berarti lembing) gigi central sangat kecil
atau tidak ada, gigi lateral besar dan mengandung pigmen.
3. Taenioglossa (taenia, berarti lengan) gigi central besar, gigi lateral sedikit tetapi menonjol, gigi marginal mengandung mungkin tidak ada.
4. Rachiglossa (rachis, duri) radula sempit dengan gigi lateral terdapat pada kedua gigi tepi central (rachidia).
5. Ptenoglossa (ptenos, berbulu) gigi central tidak ada, gigi lateral sedikit dan seperti kait.
6. Toxoglossa (toxotes, panah) gigi marginal tunggal dan besar dalam setiap baris dan struktur kompleks. Karakteristik ini biasanya pada cangkang berbentuk kerucut.
Gastropoda terbagi atas tiga subkelas, yaitu subkelas Prosobranchia, Ophisthobranchia, dan Pulmonata. Gastropoda dari subkelas Pulmonata tidak memiliki insang, rongga mantel berfungsi sebagai paru-paru. Gastropoda anggota subkelas Prosobranchia dan Ophisthobranchia memiliki perbedaan pada letak insang. Insang anggota subkelas Prosobranchia terletak di dalam rongga mantel sebelah anterior dari jantung, sedangkan Ophisthobranchia tidak mempunyai insang, bila ada terletak dibelakang jantung (Jasin, 1991:178-181; Lewbart, 2006:65-66)
2.1.2 Klasifikasi Gastropoda
Klasifikasi Gastropoda Menurut Jutting (1956:265) : Kingdom : Animalia
Filum : Molluska Kelas : Gastropoda
Menurut Lewbart (2006:66) Gastropoda terbagi dalam 3 sub kelas :
1. Sub kelas Prosobranchia
Sebagian besar hidup di laut, tapi ada juga yang ditemukan di air tawar dan beberapa di daratan. Insang terletak di dalam rongga mantel sebelah anterior jantung. Visceral hewan ini mengalami pembelitan, jenis kelamin terpisah (Rusyana, 2011: 96). Sebagian kaki mascular digunakan untuk merangkak, jarang digunakan untuk berenang atau mengapung. Subkelas Prosobranchia dibagi ke dalam 3 ordo, yaitu : Archaeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda.
2. Sub kelas Opistobranchia
Menurut Jasin (1991:180) cangkangnya kecil atau tidak mempunyai insang, bila ada terletak di belakang jantung, visceralnya membelit dan hermaphrodit. Beberapa bersifat sebagai hewan planktonik. Mereka menggali pasir untuk melindungi dirinya atau melapisi tubuhnya dengan lapisan lendir, memiliki warna yang terang dan banyak spesies yang bersifat karnivora. Sub kelas Opistobranchia dibagi ke dalam 5 ordo yaitu : Cephalaspidea, Anaspidea, Sacoglossa, Notaspidea, dan Nudibranchia.
3. Sub kelas Pulmonata
Kelompok ini hidup di perairan tawar seperti sungai, danau dan kolam. Secara umum, semua pulmonata berumah satu (monoecious). Sperma dan telur diproduksi di dalam ovotestis dan umumnya keluar melalui saluran hermaprodit (Throp dan Covich, 2001:300). Rongga mantel berfungsi sebagai paru-paru, cangkangnya sederhana, spiralnya teratur, dan kadang-kadang rudimenter (Jasin, 1991:181). Sub kelas Pulmonata dibagi ke dalam 2 ordo yaitu : Basommatophora dan Stylommatophora.
2.2 Ciri-ciri Perbedaan Gastropoda Air Tawar dan Air Laut
Adapun perbedaan dari Gastropoda air tawar dan air laut dapat dilihat pada (Tabel 2.1) (Jasin, 1991:181).
Tabel 2.1 Ciri-ciri perbedaan Gastropoda air tawar dan air laut
No Ciri-ciri Perbedaan
Gastropoda Air Tawar Gastropoda Air Laut
1. Cangkangnya sederhana dan spiralnya teratur.
Cangkangnya besar, kuat, dan struktur cangkangnya berigi-rigi.
2. Kepala dilengkapi dengan alat pengunyah yang disebut rongga mantel berfungsi sebagai paru-paru.
Kepala dilengkapi dengan alat pengunyah yang disebut rongga mantel berfungsi sebagai insang.
3. Beberapa ada yang bersifat predator dan sebagian besar pemakan daun dan serasah.
Umumnya bersifat predator, namun ada beberapa pemakan daun dan serasah.
2.3 Reproduksi Gastropoda
Gastropoda merupakan hewan yang tergolong hermaprodit, tetapi tidak mampu melakukan perkawinan sendiri (pembuahannya harus berasal dari individu lain). Pada setiap individu terdapat alat reproduksi jantan dan betina yang bergabung dan disebut dengan ovotestes. Ovotestes ini adalah badan yang dapat menghasilkan sperma dan sel telur. Sperma yang dihasilkan oleh ovotestes selanjutnya diteruskan ke dalam vasa deferensia, seminal vesikel, dan genital aurikel. Sel telur yang dihasilkan oleh ovotestes akan diteruskan ke dalam oviduk, uterus, seminal reseptakel, dan akhirnya ke dalam vagina (Soemadji dkk, 1993:189).
2.4 Habitat Gastropoda
Gastropoda dapat ditemukan di teresstrial, perairan tawar, laut dan estuari. Selain itu, Gastropoda juga dapat ditemukan di ekosistem mangrove, padang lamun,
pantai, dan terumbu karang (Kiswara dkk, 1994:72) dan ada beberapa yang dapat berenang aktif di permukaan terbuka (Radiopoetro, 1990:352).
Umumnya Gastropoda menyukai daerah yang terlindung. Ekosistem yang menjadi habitat umum bagi Gastropoda yaitu sungai, rawa, danau, sawah, kolam, aliran – aliran irigasi atau selokan, parit dan anak-anak sungai. Beberapa spesies dari Gastropoda telah beradaptasi hingga mampu hidup di perairan dengan aliran air tenang atau deras dengan kedalaman < 25 cm atau < 8 cm dan melekat pada substrat seperti batu, kerikil, pasir, tumbuhan air, akar tumbuhan sangat erat kaitannya dengan perkehidupan Gastropoda seperti yang berkaitan dengan jenis pakan, tempat melekatkan telur anakannya dan tempat sembunyi dari predator dan cahaya matahari (Marwoto dkk, 2011:6 ).
2.5 Danau Kerinci
Danau Kerinci merupakan danau yang terbentuk dari proses tektonik dan vulkanik dengan penghembusan batu apung saat terjadinya letusan gunung api. Danau Kerinci terletak di antara 2ᵒ 07’ L.S.- 2ᵒ 11’ L.S. dan 101ᵒ 26’ B.T.-101ᵒ 31’ B.T dan memiliki luas 4040 ha dengan kedalaman 110 m dan berada pada ketinggian 783 m diatas permukaan laut. Danau ini berjarak 20 km dari ibu kota kabupaten Kerinci sedangkan dari ibu kota Provinsi Jambi berjarak sekitar 456 km dan jauh dari perairan laut. Danau Kerinci memiliki inlet sungai Batang Merao dan outlet sungai Batang Merangin. Hamparan pasir putih yang terdapat di beberapa pinggiran danau, Danau Kerinci ini menjadi daya tarik wisata utama di Kabupaten Kerinci. Pada saat ini Danau Kerinci sudah dikembangkan menjadi tempat wisata, lahan pertanian, serta
pemukiman penduduk. Setiap tahun diadakan Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci (FMPDK) (Disporabudpar, 2014).
2.6 Faktor Fisik dan Kimia Lingkungan 2.6.1 Kedalaman
Kedalaman suatu perairan mempengaruhi jumlah jenis Gastropoda yang hidup di dasar perairan tersebut. Semakin dalam dasaran suatu perairan, semakin sedikit jumlah jenis Gastropoda yang hidup pada dasar perairan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena hanya jenis-jenis Gastropoda tertentu yang mampu beradaptasi dengan kondisi kedalaman tertentu. Pada daerah litoral (daerah perairan tawar yang dangkal dengan kedalaman < 200 m) suatu danau cenderung memiliki jumlah individu Gastropoda yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah profundal (daerah afotik danau yang memiliki kedalaman lebih dari 200 m) (Sulawesty dan Badjori, 1999:95).
Jumlah dan keanekaragaman fauna bentik di perairan dangkal lebih tinggi dibandingkan dengan perairan dalam. Fauna-fauna bentik, seperti Gastropoda, umumnya ditemukan pada bagian dangkal dari suatu perairan. Bagian dangkal suatu perairan merupakan zona tembus cahaya dan habitat bagi organisme produsen perairan. Bagian dangkal suatu perairan biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dibandingkan bagian yang lebih dalam sehingga cenderung memilki keanekaragaman Gastropoda yang lebih tinggi dan interaksi kompetisi yang lebih kompleks (Goldman dan Horne, 1983 dalam Setiani, 2013:16).
2.6.2 Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman suatu perairan merupakan faktor pembatas bagi kehidupan Gastropoda. Perairan tawar memiliki pH berkisar antara 4-10. pH di bawah 5 atau di atas 9 umumnya sangat tidak menguntungkan bagi Gastropoda. Gastropoda air tawar umumnya dapat hidup secara optimal pada lingkungan dengan kisaran pH 5,0-9,0 (Munarto, 2010:10).
Kadar pH mempengaruhi penyebaran Gastropoda. Penurunan kadar pH dapat meningkatkan toksisitas logam, seperti merkuri dan seng, yang terdapat pada suatu perairan. Kondisi tersebut dapat mengurangi pertumbuhan alga. Alga merupakan makanan bagi Gastropoda (Rachmawattie, 1997:14).
2.6.3 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis di suatu habitat (Setyawan dkk, 2002:18). Interval suhu yang layak untuk kehidupan organisme perairan tawar antara 20 dan 30ᵒ C, dengan suhu optimum berkisar antara 25 dan 28ᵒ C. Menurut Rusnaningsih (2012:45) suhu yang masih kisaran toleransi untuk Gastropoda berkisar antara 29-34ᵒ C.
2.6.4 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Kandungan oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme perairan, termasuk Gastropoda. Oksigen terlarut dalam air bersumber terutama dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik (Barus, 2004:57).
Berikut ini adalah tabel nilai DO dan BOD untuk tingkat pencemaran perairan dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Salmin, 2005: 25).
Tabel 2.2 Tingkat Pencemaran Perairan Berdasarkan Nilai DO dan BOD
Tingkat pencemaran Parameter
DO (ppm) BOD
Rendah ˃ 5 0 – 10
Sedang 0 - 5 10 – 20
Tinggi 0 25
2.6.5 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organism hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut (Kristanto, 2002:87).
2.6.6 Substrat Dasar
Substrat dasar merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan dan keanekaragaman makrozoobentos. Ukuran partikel substrat dasaran merupakan faktor penting dalam persebaran organisme bentik, termasuk Gastropoda.
Substrat dengan ukuran partikel yang besar dan kasar lebih sedikit mengandung bahan organik yang menjadi makanan bagi pemakan detritus (detritivor) dibandingkan dengan substrat dengan ukuran partikel yang halus. Hal tersebut disebabkan oleh bahan organik yang cenderung lebih mudah mengendap pada substrat dasar dengan ukuran partikel halus dibandingkan pada substrat dengan
ukuran partikel kasar. Selain itu, substrat dasar dengan ukuran partikel kasar sulit ditembus oleh Gastropoda sehingga hanya beberapa jenis Gastropoda yang mampu mendiami substrat tersebut. Oleh karena itu, substrat dasar dengan ukuran partikel halus, seperti lumpur, lumpur berpasir, atau pasir berlumpur, merupakan habitat yang sesuai bagi kelangsungan hidup Gastropoda (Bolam dkk, 2002:600).
2.7 Keanekaragaman
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah istilah untuk menunjukkan variasi makhluk hidup di atas bumi ini seperti tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta berbagai materi genetik. Termasuk di dalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang berasal dari semua habitat baik yang di darat, laut maupun sistem-sistem perairan lainnya. Keberadaan Gastropoda juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika perairan yaitu suhu, pH, DO, dan BOD semua faktor tersebut berpengaruh terhadap kelimpahan, keanekaragaman, dominansi dan pola sebaran Gastropoda itu sendiri (Baiquni, 2007:4).
2.8 Penelitian Relevan
Penelitian mengenai keanekaragaman Gastropoda air tawar juga pernah dilakukan oleh Sinaga (2009:49) ditemukan nya 3 ordo yaitu Archaegastropoda, Basommatophora, Mesogastropoda yang terdiri dari 10 famili dan 14 spesies, kemudian penelitian di Danau Sipogas Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau oleh Erlinda dkk (2015:1) ditemukan nya 6 spesies. Namun, penelitian mengenai
keanekaragaman Gastropoda di perairan Danau Kerinci juga sudah pernah dilakukan oleh Hamidah (2000:32-38) dengan ditemukannya 12 spesies (Tabel 2.3 ).
Penelitian yang dilakukan ini sedikit mengalami perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hamidah (2000), perbedaannya yaitu terletak pada cakupannya, penelitian yang telah dilakukan oleh Hamidah (2000) meliputi Molluska, sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang hanya pada kelas Gastropoda. Informasi yang didapat saat ini bahwa ekosistem perairan Danau Kerinci mengalami perubahan akibat banyaknya aktivitas masyarakat di sekitar danau sehingga habitat Gastropoda menjadi terganggu.
Tabel 2.3 Contoh-contoh Gastropoda yang sudah ditemukan di Danau Kerinci
No Ordo Famili Nama Spesies Gambar
1. Mesogastropoda Viviparidae Filopaludina sumatrensis
2. Mesogastropoda Viviparidae Filopaludina sp.
Sambungan Tabel 2.3
3. Mesogastropoda Thiaridae Thiara scabra
4. Mesogastropoda Thiaridae Brotia castula
5. Mesogastropoda Thiaridae Thiara sp.
6. Mesogastropoda Thiaridae Brotia sp.
Sambungan Tabel 2.3
7. Mesogastropoda Thiaridae Melanoides sp.
8. Mesogastropoda Thiaridae Melanoides maculata
9. Mesogastropoda Thiaridae Melanoides tuberculata
10. Basommatophora Planorbidae Gyraulus convexiusculus
11. Basommatophora Planorbidae Indoplanorbis exustus
Sambungan Tabel 2.3
12. Mesogastropoda Ampulariidae Pomacea canaliculata