• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah dan memiliki posisi strategis untuk mengembangkan sektor pertanian. Salah satu subsektor dari sektor pertanian yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional ialah subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi penting dalam perekonomian nasional antara lain sebagai sumber pendapatan non migas nasional, sebagai sumber kesempatan kerja bagi jutaan penduduk pedesaan dan sebagai sumber energi terbarukan.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang komersial di Indonesia. Pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, menyediakan bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri dan ekspor CPO yang menghasilkan devisa. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditi yang masuk ke dalam kelompok ekspor utama komoditi non migas Indonesia sampai saat ini. Artinya, kelapa sawit masih menjadi salah satu komoditi andalan ekspor Indonesia untuk menghasilkan devisa bagi negara.

Status pengusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR). Tiga kelompok tersebut sangat berperan dalam menentukan berjalannya roda industri kelapa sawit nasional melalui penyediaan bahan pokok industri CPO dan turunannya. Keberlanjutan industri kelapa sawit dalam negeri tersebut dapat dicapai apabila pasokan bahan baku tetap tersedia

(2)

sesuai dengan kebutuhan. Tentu saja hal ini tergantung pada produksi dan produktivitas kelapa sawit itu sendiri. Produksi kelapa sawit berdasarkan tiga kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Menurut Status Pengusahaan 2013-2017

Tahun Luas Areal (Ribu Ha) Produksi (Juta Ton)

PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah 2013 4.356,10 727,76 5.381,17 10.465,02 10,01 2,14 15,63 27,78 2014 4.422,37 729,02 5.603,41 10.754,80 10,21 2,23 16,84 29,28 2015 4.535,40 743,89 5.980,98 11.260,28 10,53 2,35 18,19 31,07 2016 4.739,32 707,43 5.754,72 11.201,47 11,58 1,89 18,27 31,73 2017 5.697,89 638,14 7.712,69 14.048,72 13,19 1,86 22,91 37,97 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan baik luas areal maupun produksi kelapa sawit secara nasional. Peningkatan yang terjadi yakni berkisar antara 200 ribu-2,5 juta Ha untuk luas lahan dan 600 ribu-6,2 juta ton untuk produksi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perkembangan yang begitu pesat dari sisi produksi maupun luas lahan. Sebagai salah satu komoditi dengan prospek bisnis yang cerah menyebabkan banyak pihak melakukan ekstensifikasi maupun intensifikasi dalam usahanya sehingga secara nasional terjadi peningkatan luas areal dan produksi.

Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit di Indonesia. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas unggulan perkebunan di provinsi Jambi. Pengembangan kelapa sawit di Jambi berdampak positif dalam perekonomian dan berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini mendorong pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan pembangunan untuk mendorong

(3)

pengembangan kelapa sawit secara baik. Perkembangan luas lahan dan produksi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Menurut

Keadaan Tanaman di Provinsi Jambi, 2011-2017

Tahun Luas (Ha) Produksi

(Ton) TBM TM TTM/TR Jumlah 2011 110.259 417.304 4.730 532.293 1.426.081 2012 150.998 433.405 4.937 589.340 1.472.852 2013 143.172 444.405 5.673 593.433 1.555.698 2014 125.655 519.710 17.481 662.846 1.571.535 2015 141.884 553.846 18.709 714.399 1.794.874 2016 143.638 562.113 30.345 736.095 1.910.028 2017 117.017 604.320 34.185 755.522 2.078.463 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2018

Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi kelapa sawit di provinsi Jambi pada umumnya mengalami peningkatan selama 7 tahun terakhir (2011 - 2017). Tetapi yang menjadi permasalahan adalah semakin tingginya luas lahan tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR) khususnya pada tahun 2016 yaitu sebesar 30.345 Ha dan tahun 2017 sebesar 34.185 Ha. Tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR) ini mengakibatkan penurunan produktivitas sehingga tidak dapat memberikan hasil yang optimal. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada petani atau (Perkebunan Rakyat/PR), tetapi juga berdampak bagi Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) jika tidak melakukan peremajaan terhadap tanamannya.

Perkebunan kelapa sawit masih menjadi komoditi unggulan di Provinsi Jambi dimana produksinya masih dapat ditingkatkan dengan adanya pelaksanaan peremajaan terutama bagi Perkebunan Rakyat (PR). Untuk lebih jelasnya mengenai

(4)

luas areal, produksi dan produktivitas tanaman kelapa sawit rakyat yang ada di Provinsi Jambi menurut Kabupaten tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas dan Produksi Kelapa Sawit Rakyat Menurut Kabupaten dan Keadaan Tanaman di Provinsi Jambi Tahun 2017

Kabupaten

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton) Produk-tivitas (Ton/Ha) Petani (KK) TBM TM TTM/ TR Jumlah Batanghari 13.100 38.056 1.049 47.881 140.324 2.93 15.857 Muaro Jambi 12.609 72.882 12.258 97.630 217.191 2.22 44.704 Bungo 22.800 33.116 129 53.847 119.096 2.21 18.157 Tebo 16.414 42.976 77 43.994 107.863 2.45 17.991 Merangin 16.018 52.694 2 58.637 199.773 3.41 42.156 Sarolangun 9.705 25.389 398 35.370 68.862 1.95 20.659 Tanjab Barat 2.458 91.884 2 89.018 263.090 2.96 35.846 Tanjab Timur 9.583 22.896 1.392 33.489 51.701 1.54 11.357 Kerinci 80 9 5 94 12 0.13 60 Jumlah 110.345 334.815 14.800 459.960 1.167.912 19.80 206.787 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2018

Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah yang mengusahakan kelapa sawit rakyat terluas di Provinsi Jambi yaitu 97.630 Ha atau sebesar 21,23 % dari total luas lahan kelapa sawit rakyat di Provinsi Jambi. Akan tetapi, data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas kelapa sawit rakyat di Muaro Jambi masih lebih rendah dibanding beberapa kabupaten lainnya seperti Kabupaten Merangin yang mencapai 3,41 ton per hektar. Hal ini disebabkan luas areal tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR) di Kabupaten Muaro Jambi sangat besar yaitu 12.258 Ha atau sebesar 82,82 % dari total keseluruhan tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR) yang ada

(5)

di Provinsi Jambi. Perkebunan kelapa sawit rakyat tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi dengan luas areal, produksi dan produktivitas disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2017

Kabupaten

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton) Produk-tivitas (Ton/Ha) Petani (KK) TBM TM TTM/ TR Jumlah Jambi Luar Kota 545 4.330 - 4.875 16.350 3,77 1.428 Sekernan 3.637 13.930 49 17.616 37.390 2,68 6.818 Kumpeh Ilir 391 11.951 22 12.364 24.726 2,06 6.058 Muaro Sebo 4.467 6.580 - 11.047 15.995 2,43 5.505 Mestong 307 3.109 - 3.416 6.569 2,11 1.911 Kumpeh Ulu 1.921 12.987 - 14.908 39.210 3,01 8.194 Sungai Bahar 949 19.433 11.930 32.312 46.414 2,38 14.148 Sungai Gelam 377 672 43 1.092 1.880 2,79 642 Jumlah 12.594 72.992 12.044 97.630 188.534 2,583 44.704 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Muaro Jambi, 2018

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa Kecamatan Sungai Bahar merupakan daerah dengan luas kelapa sawit perkebunan rakyat tebesar di Muaro Jambi yaitu sebesar 32.312 Ha atau 33,10 %. Akan tetapi, yang menjadi perhatian yaitu produktivitas kelapa sawit di Kecamatan Sungai Bahar masih lebih rendah dibanding lima kecamatan lain. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh areal tanaman tidak menghasilkan (TTM) sangat luas yaitu 11.930 Ha. Kondisi ini berdampak pada rendahnya produksi dan pendapatan petani per hektarnya.

Menurut Pahan (2010) produksi tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 4-15 tahun dan akan menurun kembali setelah umurnya 15-25 tahun. Jumlah produksi per hektar lahan perkebunan sawit akan sangat menentukan pendapatan,

(6)

karena itu titik kritis usaha ini terletak pada produktivitasnya. Jumlah produksi per hektar lahan perkebunan kelapa sawit ditentukan oleh luas lahan dan juga sangat dipengaruhi oleh intensitas penggunaan input yang dilakukan sehingga tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan produksi yang optimal.

Pertimbangan utama dilakukan peremajaan kelapa sawit adalah umur tanaman yang akan dan telah melampaui umur ekonomis yaitu sekitar 25 tahun, tanaman tua dengan produktivitas rendah atau dibawah 12 ton TBS/Ha/Tahun yang mengakibatkan pendapatan yang diperoleh oleh petani menurun, kesulitan panen dimana pada saat tanaman tua tinggi tanaman sudah menyulitkan pemanen sehingga efektivitas panen rendah, kerapatan tanaman dimana areal dengan kerapatan rendah tidak ekonomis untuk dikelola sehingga perlu diremajakan (Ginting et al., 2008).

Sejarah pembangunan kelapa sawit di Provinsi Jambi dimulai pada tahun 1980-an. Tahun 1983/1984 kelapa sawit mulai diusahakan oleh perusahaan negara (PTPN) dengan pola PIR di wilayah Sungai Bahar, Bunut, SMK, dan Tanjung Lebar. Kemudian petani termotivasi untuk mengusahakan kelapa sawit, sehingga secara swadaya mulai diusahakan dengan menggunakan bibit yang tidak jelas asal usulnya (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Dengan demikian, saat ini kelapa sawit di beberapa desa di Kecamatan Sungai Bahar telah mencapai umur ±36 tahun dan sudah memasuki umur tidak ekonomis sehingga perlu dilakukan peremajaan.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2016) mengelompokkan teknik peremajaan tanaman kelapa sawit secara umum menjadi empat macam, yaitu teknik tumbang serempak, teknik underplanting, teknik peremajaan bertahap, dan teknik tumpang sari (intercropping). Keempat teknik tersebut masing-masing memiliki

(7)

keunggulan dan kelemahan. Di Kecamatan Sungai Bahar sendiri banyak ditemukan petani yang menerapkan teknik underplanting (tanam sisip) untuk meremajakan tanaman kelapa sawitnya. Jumlah petani kelapa sawit yang telah melakukan peremajaan underplanting dan belum melakukan peremajaan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Petani Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Sungai Bahar Menurut Desa Tahun 2017

No Nama Desa Tahun

Tanam Jlh. Petani Jlh. Petani Belum Peremajaan Peremajaan Underplanting 2011/2012 1 Suka Makmur 83/84 250 105 71

2 Mekar Sari Makmur 84/85 250 124 44

3 Marga Mulya 84/85 500 283 187

4 Panca Mulya 86/87 500 364 -

5 Marga Manunggal Jaya 86/87 500 438 -

6 Rantau Harapan 86/87 385 375 - 7 Bhakti Mulya 86/87 365 325 - 8 Tanjung Harapan 87/88 530 514 - 9 Berkah 87/88 421 407 - 10 Bukit Makmur 92/93 600 0 - 11 Bukit Mas 93/94 550 0 - Total 4.851 2.935 302

Sumber : Statistik Kecamatan Bahar Grup, 2018 (diolah)

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa seluruh tanaman kelapa sawit di Kecamatan Sungai Bahar sudah memasuki umur 26 -36 tahun. Peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar seharusnya telah terlaksana secara keseluruhan pada tanaman kelapa sawit yang telah mencapai umur lebih dari 25 tahun, namun hanya sebagian kecil petani yang sudah melakukannya. Permasalahan yang dihadapi petani di Sungai Bahar adalah lahan perkebunaan tergolong sempit, masa tunggu hasil dari pelaksanaan peremajaan hingga dapat meghasilkan tergolong cukup lama dan ketakutan petani kehilangan mata pencaharian apabila tanaman kelapa sawit yang dimilikinya diremajakan serta keterbatasan modal yang dimiliki.

(8)

Sebelum dilakukan demplot peremajaan oleh pemerintah pada tahun 2011, beberapa orang petani telah melakukan peremajaan pada kebun sawitnya secara mandiri menggunakan teknik sisip atau underplanting dengan inisiatif dan modal sendiri. Hingga saat ini semakin banyak petani yang melakukan peremajaan dengan teknik tersebut. Teknik ini diterapkan dengan mempertimbangkan produksi kelapa sawit yang masih dapat diperoleh dari tanaman tua. Selain itu, peremajaan dengan teknik ini dapat meminimumkan biaya karena tidak menggunakan banyak alat dalam pelaksanaannya.

Berkaitan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Umur Non Ekonomis dan Kelapa Sawit Pasca Peremajaan Underplanting di

Kecamatan Sungai Bahar”.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah yang mengusahakan kelapa sawit terluas di Provinsi Jambi dengan luas lahan 97.630 Ha atau sebesar 21,23 % dari total luas lahan kelapa sawit rakyat di Provinsi Jambi. Kecamatan Sungai Bahar merupakan daerah dengan luas kelapa sawit perkebunan rakyat tebesar di Muaro Jambi yaitu sebesar 32.312 Ha atau 33,10 %. Data menunjukkan bahwa Kecamatan Sungai Bahar memiliki populasi tanaman tua atau tanaman rusak terbesar di Kabupaten Muaro Jambi dengan luas 11.930 Ha. Besarnya luas tanaman tua atau tanaman rusak di Kecamatan tersebut dapat berakibat pada menurunnya produksi dan produktivitas tanaman.

Di Kecamatan Sungai Bahar banyak ditemukan petani yang menerapkan teknik underplanting (tanam sisip) untuk meremajakan tanaman kelapa sawitnya.

(9)

Teknik ini diterapkan dengan mempertimbangkan produksi kelapa sawit yang masih dapat diperoleh dari tanaman tua selama tanaman muda belum menghasilkan. Selain itu, peremajaan dengan teknik ini dapat meminimumkan biaya karena tidak menggunakan banyak alat dalam pelaksanaannya. Namun, penerapan peremajaan teknik underplanting menyebabkan petani mengeluarkan biaya lebih di kemudian hari karena harus melakukan pemeliharaan terhadap tanaman tua dan tanaman muda yang berada dalam satu lahan.

Di sisi lain, masih banyak petani yang belum melakukan peremajaan terhadap tanaman kelapa sawit yang diusahakannya. Padahal secara agronomis umur tanaman kelapa sawit tersebut sudah memasuki umur non ekonomis atau produktivitasnya rendah. Sehingga jika dilihat dari luas lahan, produksi yang diperoleh lebih rendah dari potensi produksi yang seharusnya.

Beberapa petani belum melakukan peremajaan karena mempertimbangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan serta mempertimbangkan pendapatan selama tanaman belum menghasilkan atau menghindari kehilangan pendapatan (lost income). Untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dialami petani kelapa sawit, inovasi dalam melakukan peremajaan telah disosialisasikan. Kendati demikian, masih banyak petani yang belum meremajakan tanaman kelapa sawit yang diusahakannya, bahkan lebih banyak dari jumlah petani yang sudah melakukan peremajaan.

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

(10)

1. Bagaimana gambaran umum usahatani kelapa sawit umur non ekonomis dan kelapa sawit pasca peremajaan underplanting di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi ?

2. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani kelapa sawit umur non ekonomis dan kelapa sawit pasca peremajaan underplanting di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran umum usahatani kelapa sawit umur non ekonomis dan kelapa sawit pasca peremajaan underplanting di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi.

2. Untuk mengetahui perbandingan pendapatan usahatani kelapa sawit umur non ekonomis dan kelapa sawit pasca peremajaan underplanting di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

2. Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan informasi bagi pihak yang memerlukan, petani, Dinas Pertanian, dan Pemerintah Kabupaten setempat dalam mengevaluasi kegiatan pertanian.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan Syukur Puji Tuhan atas limpahan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Design Balanced Scorecard Sebagai Alternatif

Provinsi Jawa Tengah Premi Asuransi Milik Daerah Pengadaan Langsung 45.000.000 5 Kegiatan PEningkatan Kualitas Keluarga yang Responsif Gender Penyediaan Akomodasi dan Konsumsi

1. menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya telah mengundurkan diri dan tidak akan menarik kembali pengunduran diri saya sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah/Pegawai

Memproduksi sistem merupakan tahap dimana iklan yang telah dirancang diwujudkan secara nyata dalam sebuah video. Pada tahap ini pembuatan desain grafis yang mendukung

Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 85/KPTS/BPBD- SS/2017 tentang Status Keadaan Siaga Darurat Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi

Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal secara  progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari udara

Regulatory role of vitamin D reseptor gen variants of BsmI, ApaI, TaqI, and FokI polymorphisms on macrophage phagocytosis and lymphoproliferative response to Mycobacterium

Lama atau cepatnya proses pengeringan dibawah sinar matahari tidak begitu mempengaruhi tingkat kemurnian dari silika sekam padi, ini terbukti dari hasil yang