• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGARUH LEBAR DAN KEDALAMAN SALURAN TERHADAP KECEPATAN ALIRAN UNTUK PENGELOLAAN SEDIMEN DI SALURAN BOX CULVERT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENGARUH LEBAR DAN KEDALAMAN SALURAN TERHADAP KECEPATAN ALIRAN UNTUK PENGELOLAAN SEDIMEN DI SALURAN BOX CULVERT"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TESIS – RC 142501

STUDI PENGARUH LEBAR DAN KEDALAMAN SALURAN

TERHADAP KECEPATAN ALIRAN UNTUK PENGELOLAAN

SEDIMEN DI SALURAN BOX CULVERT

ANGELA JASMINE TANYA TJAHYANA NRP 3116 205 002

DOSEN PEMBIMBING

Dr.techn. Umboro Lasminto, S.T., M.Sc.

PROGRAM MAGISTER

BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN DAN REKAYASA SUMBER AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2018

(3)

THESIS – RC 142501

STUDY THE INFLUENCE OF WIDTH AND DEPTH OF CHANNEL

TO THE FLOW VELOCITY IN ORDER TO MANAGE SEDIMENT IN

BOX CULVERT

ANGELA JASMINE TANYA TJAHYANA NRP 3116 205 002

SUPERVISOR

Dr.techn. Umboro Lasminto, S.T., M.Sc.

MAGISTER PROGRAM

WATER RESOURCES ENGINEERING AND MANAGEMENT DEPARTEMEN OF CIVIL ENGINEERING

FACULTY OF CIVIL, ENVIRONMENTAL AND GEO ENGINEERING INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2018

(4)
(5)

ii

(6)

iii

STUDI PENGARUH LEBAR DAN KEDALAMAN SALURAN

TERHADAP KECEPATAN ALIRAN UNTUK PENGELOLAAN

SEDIMEN DI SALURAN BOX CULVERT

Nama Mahasiswa : Angela Jasmine Tanya Tjahyana

NRP : 3116205002

Pembimbing : Dr.techn.Umboro Lasminto,S.T.,M.Sc.

ABSTRAK

Box culvert adalah beton bertulang pra cetak yang berbentuk segi empat dimana merupakan saluran tertutup yang mengalirkan air tidak penuh yang dipakai terutama untuk membawa aliran melintas di bawah : jalan raya, tanggul, jalan kereta api, dan runway. Penggunaan box culvert telah diterapkan di Surabaya. Permasalahan yang sering terjadi pada box culvert adalah pengendapan sedimentasi. Sedimentasi dapat terangkut dengan adanya perubahan kecepatan aliran air (V). Besarnya perubahan V dipengaruhi oleh besarnya perubahan lebar (B) dan kedalaman (h) dasar saluran.

Penelitian ini akan mengubah nilai B dan h di tengah – tengah saluran untuk mendapatkan besarnya perubahan V. Langkah pertama adalah dengan mengubah nilai B menjadi B2 = 1,1xB1, 1,3xB1, 1,5xB1, 1,8xB1, dan 2xB1,

selanjutnya adalah dengan mengubah nilai h menjadi h2 = 1,1xh1, 1,3xh1, 1,5xh1,

1,8xh1, dan 2xh1. Pemodelan ini dilakukan dengan bantuan program SSIIM 1.

Diameter sedimen didapatkan dari hasil sekali pengambilan sampel di salah satu saluran box culvert yang digunakan sebagai jalan raya dan diuji di laboratorium Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia.

Grafik distribusi ukuran butiran menyatakan bahwa sedimen hasil dari pengambilan sampel pada box culvert adalah 99% mengandung pasir dan 1% lumpur, serta mendapatkan diameter d50 = 0.8 mm dan d90 = 4 mm. Berdasarkan pengambilan kecepatan aliran di lapangan, maka debit saluran yang digunakan adalah 0.328 m3/s. Hasil dari perubahan kecepatan aliran pada semua variasi adalah bahwa semakin lebar atau semakin dalam perubahan salurannya, maka kecepatannya semakin rendah pada titik perubahan saluran tersebut. Tegangan geser yang dihasilkan dibagian perubahan saluran pada semua variasi adalah lebih rendah daripada tegangan geser kritis sehingga membuat sedimen tidak bergerak. Berdasarkan hasil tegangan geser yang didapatkan dari penelitian ini, variasi B2 =

1.8xB1 dan h2 = 1.1xh1 adalah variasi yang paling bisa dipertimbangkan dalam

pengelolaan sedimen.

(7)

iv

(8)

v

STUDY THE INFLUENCE OF WIDTH AND DEPTH OF

CHANNEL TO THE FLOW VELOCITY IN ORDER TO MANAGE

SEDIMENT IN BOX CULVERT.

Name of Student : Angela Jasmine Tanya Tjahyana

Registration Number : 3116205002

Supervisor : Dr.techn. Umboro Lasminto, S.T., M.Sc.

ABSTRACT

Box culvert is a rectangular reinforced concrete which is closed channel that allows not fully water flows under a road, dam, railroad, and runway. Surabaya has used it. The problem that often being seen in box culvert is the sedimentation. The sedimentation can lift up by the changes of the flow velocity

(V). The magnitude of the changing V influenced by the magnitude of changes

width (B) and depth (h) of the channel bed.

This research will change the value of B and h in the middle of the channel to get magnitude the changes of V. The first step is changing the B value to B2 = 1,1xB1, 1,3xB1, 1,5xB1, 1,8xB1, and 2xB1, the next step is changing the h

value to h2 = 1,1xh1, 1,3xh1, 1,5xh1, 1,8xh1, 2xh1. Those models will be simulated

by SSIIM 1 program. The diameters of sediments are getting from sampling which are taking on field and tested in laboratory of Institute Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia.

The graphic of grain size distribution shows that the sediments in box culvert consists of 99% of sands and 1% of silt, and the diameter of d50 = 0.8 mm and d90 = 4 mm. According to the flow velocity which is got from field, the

discharge for the simulation is 0.328 m3/s. The result for the changing flow

velocity in all variations show that the wider or the deeper the changing of the bed channel then the flow velocity are getting slow. Moreover, the bed shear stress shows that in changing bed channel for all variations are smaller than critical bed shear stress and make the sediments not moveable. Based on the

result from the bed shear stress, the variation of B2 = 1.8xB1 and h2 = 1.1xh1 are

considered in order to manage sediments.

(9)

vi

(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis naikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Studi Pengaruh Lebar dan Kedalaman Saluran Terhadap Kecepatan Aliran Untuk Pengelolaan Sedimen di Saluran Box Culvert ”. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Pascasarjana Teknik Sipil di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Tesis ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang diberikan kepada penulis. Oleh karena itu penulis memberikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.techn. Umboro Lasminto, S.T., M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan dedikasi yang tinggi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, M.Sc sebagai dosen penguji dalam

ujian tesis dan selaku dosen wali yang telah memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat bagi penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Wasis Wardoyo, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran-saran dan bimbingan konsultasi yang sangat bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak Dr. Ir. Edijatno, CES., DEA selaku dosen penguji dalam ujian tesis yang telah memberikan saran-saran yang sangat bermanfaat dan selalu memberi motivasi bagi penulis agar menghasilkan yang terbaik.

5. Kepada Koordinator Pascasarjana Jurusan Teknik Sipil, Ketua Jurusan Teknik Sipil serta karyawan Pascasarjana Teknik Sipil yang telah membantu penulis dalam segala urusan administrasi selama menempuh kuliah di ITS.

(11)

viii

6. Orang tua tercinta, grandpa, cicik, cece, sinyo dan kedua keponakanku, atas doa dan dukungan yang luar biasa serta memberikan hiburan pada saat penulis sedang mencapai di titik jenuhnya.

7. Suami tercinta yang selalu memberikan dukungan doa, tenaga, waktu, dan pikiran serta selalu memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sangat-sangat baik.

8. Teman-teman MRSA angkatan 2016 : Mas Hendra atas segala bantuan yang diberikan, Desyta atas segala ilmu dan pengetahuannya di bidang keairan, dan Nurul yang selalu up to date sehingga menjadi pemicu untuk menyelesaikan tesis ini. Sukses buat kita semua.

9. Bapak Wardoto dan seluruh laboran Keairan Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang telah membantu dan memberikan saran-saran kepada penulis sehingga tesis ini dapat terlaksana dengan baik.

10. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap agar tesis ini dapat berguna bagi yang memerlukannya. Amin.

Surabaya, Januari 2018

Angela Jasmine Tanya Tjahyana NRP. 3116205002

(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN .………. i ABSTRAK ………...……… iii ABSTRACT ……….………. v

KATA PENGANTAR ……… vii

DAFTAR ISI ………...………...……. ix

DAFTAR TABEL ………...….……... xi

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ………. 1 1.1. Latar Belakang ………...… 1 1.2. Perumusan Masalah ………...……… 4 1.3. Tujuan Penelitian ………... 5 1.4. Manfaat Penelitian ………. 5 1.5. Batasan Penelitian ……….. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………..…… 7

2.1. Tipe Aliran ………. 7

2.2. Aliran Seragam ………... 8

2.3. Jenis Saluran Terbuka ……… 8

2.4. Hukum Kontinuitas ………..………… 10

2.5. Aliran Berubah Dengan Cepat ………..………... 10

2.6. Persamaan Carnot Untuk Aliran Diperlambat ……….…… 10

2.7. Energi Spesifik ………. 12 2.8. Pengaturan Aliran ………. 13 2.9. Pengukuran Aliran ………... 14 2.10. Kantong Lumpur ……….. 16 2.11. Kekasaran Saluran ………..….. 17 2.12. Angkutan Sedimen ………...… 17 2.13. Kecepatan Jatuh ………...… 20

(13)

x

2.14. Diagram Shield ……….… 21

2.15. Mengukur Kecepatan Aliran ……… 22

2.16. Konsentrasi Sedimen ……… 24

2.17. State of The Art ……….……… 25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ………...… 27

3.1. Flow Chart Penelitian ………...……...… 27

3.2. Rancangan Penelitian ………...…… 28

BAB 4 ANALISA DAN HASIL ………. 35

4.1. Pengumpulan Data di Lapangan ……….. 35

4.2. Data Input ………. 45

4.3. Pemodelan Saluran Box Culvert Dengan Bantuan Program SSIIM 1 ……… 50

4.4. Analisa Diagram Kecepatan Aliran ………. 52

4.5. Analisa Diagram Tegangan Geser ………... 68

4.6. Analisa Diagram Konsentrasi Sedimen dari Program SSIIM 1 ... 79

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………..……… 87

5.1. Kesimpulan ………..… 87 5.2. Saran ………. 89 DAFTAR PUSTAKA ………..……….. 91 LAMPIRAN ………...………. 93 LEMBAR ASISTENSI BIOGRAFI PENULIS

(14)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Titik – Titik Pengukuran Kecepatan Aliran ……… 23

Tabel 2.2. Faktor Konversi c ……… 24

Tabel 3.1. Dimensi Saluran Box Culvert PT. Lisa Concrete Indonesia ……….. 29

Tabel 4.1. Hasil Ayakan Sedimen ……… 38

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Berat Jenis Sedimen (Gs) ……….. 40

Tabel 4.3. Hasil ppm Sedimen Melayang ……… 42

Tabel 4.4. Velocity Vectors Variasi Lebar Hasil Program SSIIM 1 ………….… 54

Tabel 4.5. Velocity Vectors Variasi Lebar Hasil Perhitungan ………….………. 55

Tabel 4.6. Velocity Vectors Variasi Kedalaman Hasil Program SSIIM 1 ……… 59

Tabel 4.7. Velocity Vectors Variasi Kedalaman Hasil Perhitungan ………. 59

Tabel 4.8. Legenda Horizontal Velocity Variasi Lebar ……….... 63

Tabel 4.9. Legenda Horizontal Velocity Variasi Kedalaman ………...… 64

Tabel 4.10. Legenda Vertical Velocity Variasi Lebar ……….. 66

Tabel 4.11. Legenda Vertical Velocity Variasi Kedalaman ………. 68

Tabel 4.12. Legenda Tegangan Geser Variasi Lebar ………...……… 70

Tabel 4.13. Tabel Tegangan Geser Variasi Lebar dan Hasil Perhitungan Pada Titik 50 m dan 70 m ……….…………. 71

Tabel 4.14. Legenda Tegangan Geser Variasi Kedalaman ………..… 73

Tabel 4.15. Tabel Tegangan Geser Variasi Kedalaman Dan Hasil Perhitungan Pada Titik 50 m dan 70 m ……….…. 74

Tabel 4.16. Konsentrasi Sedimen Variasi Lebar ……….. 81

Tabel 4.17. Konsentrasi Sedimen Variasi Kedalaman ………. 83

Tabel 4.18. Volume Tampungan Sedimen Variasi Lebar ……… 84

(15)

xii

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Sedimen Pada Saluran Banyu Urip ….………..… 1

Gambar 1.2. Kondisi Saluran Box Culvert Banyu Urip ……...……….. 2

Gambar 1.3. Sedimentasi Pada Saluran Box Culvert Banyu Urip ………. 2

Gambar 1.4. Mainhole Yang Digunakan Pekerja Pada Waktu Pembersihan Sedimen Dalam Box Culvert ……… 3

Gambar 1.5. Hasil Pembersihan Sedimen Dalam Box Culvert ………. 4

Gambar 2.1. Perlebaran di Arah Vertikal dari Suatu Aliran ………..…….. 11

Gambar 2.2. Suatu Saluran dengan Perlebaran Horizontal Tiba – Tiba ..……… 12

Gambar 2.3. Rangkaian Waktu Kecepatan Aliran Pada Lokasi Tertentu Dalam Aliran Turbulen ………... 15

Gambar 2.4. Kantong Lumpur ………. 16

Gambar 2.5. Klasifikasi Angkutan Sedimen ……… 17

Gambar 2.6. Skema Angkutan Sedimen ……….. 18

Gambar 2.7. Grafik Hubungan Diameter Ayakan Dengan Kecepatan Jatuhnya . 20 Gambar 2.8. Diagram Shield ……….... 22

Gambar 3.1. Ukuran Box Culvert PT. Lisa Concrete Indonesia ……….. 29

Gambar 3.2. Variasi B2 = 1,1xB1 ………...……….. 30 Gambar 3.3. Variasi B2 = 1,3xB1 ………...……….. 30 Gambar 3.4. Variasi B2 = 1,5xB1 ………...………….. 31 Gambar 3.5. Variasi B2 = 1,8xB1 ………...….. 31 Gambar 3.6. Variasi B2 = 2xB1 ………...….… 31 Gambar 3.7. Variasi h2 = 1,1xh1 ………...……... 32 Gambar 3.8. Variasi h2 = 1,1xh1 ………...………... 32 Gambar 3.9. Variasi h2 = 1,1xh1 ………...………... 32 Gambar 3.10. Variasi h2 = 1,1xh1 ………...….… 33 Gambar 3.11. Variasi h2 = 1,1xh1 ………...……. 33

Gambar 4.1. Sampel Sedimen ……….. 35

Gambar 4.2. Pengovenan Sampel Sedimen ………... 36

(17)

xiv

Gambar 4.4. Ayakan Sedimen ………. 37

Gambar 4.5. Salah Satu Penimbangan Layer Ayakan Sedimen ……….. 37

Gambar 4.6. Grafik Distribusi Ukuran Butiran ……… 38

Gambar 4.7. Tabung Piknometer Berisi Sampel Sedimen Dan Air ………. 39

Gambar 4.8. Penimbangan Sedimen Melayang ………...… 40

Gambar 4.9. Penimbangan Kertas Saringan ……….... 41

Gambar 4.10. Penyaringan Sedimen Melayang ………... 41

Gambar 4.11. Sedimen Melayang Yang Telah Dioven ………... 42

Gambar 4.12. Pengukuran Kecepatan Aliran Pada Box Culvert Banyu Urip …. 44 Gambar 4.13. Pengukur Waktu Pengambilan Kecepatan Aliran ………. 44

Gambar 4.14. Data Masukan Program SSIIM 1 ……….. 48

Gambar 4.15. Menu Pilihan EditGrid ……….. 48

Gambar 4.16. Menu Pilihan Waterflow-3D ………. 49

Gambar 4.17. Menu Pilihan Sediments ……… 50

Gambar 4.18. Variasi 1 Lebar B2 = 1.1xB1 ……….. 50

Gambar 4.19. Variasi 2 Lebar B2 = 1.3xB1 ……….……. 50

Gambar 4.20. Variasi 3 Lebar B2 = 1.5xB1 ……….. 50

Gambar 4.21. Variasi 4 Lebar B2 = 1.8xB1 ……….. 51

Gambar 4.22. Variasi 5 Lebar B2 = 2xB1 ………. 51

Gambar 4.23. Variasi Tinggi h2 = 1.1xh1 ………. 51

Gambar 4.24. Variasi Tinggi h2 = 1.3xh1 ………. 51

Gambar 4.25. Variasi Tinggi h2 = 1.5xh1 ………. 51

Gambar 4.26. Variasi Tinggi h2 = 1.8xh1 ………. 51

Gambar 4.27. Variasi Tinggi h2 = 2xh1 ……….... 52

Gambar 4.28. Velocity Vectors Variasi B2 = 1.1xB1 ……… 52

Gambar 4.29. Velocity Vectors Variasi B2 = 1.3xB1 ……… 52

Gambar 4.30. Velocity Vectors Variasi B2 = 1.5xB1 ……… 53

Gambar 4.31. Velocity Vectors Variasi B2 = 1.8xB1 ……….……….. 53

Gambar 4.32. Velocity Vectors Variasi B2 = 2xB1 ………...………… 53

Gambar 4.33. Titik – Titik Pengambilan Nilai Kecepatan ……….….. 54

Gambar 4.34. Kecepatan Aliran Variasi Lebar Hasil Program SSIIM 1 ………. 55 Gambar 4.35. Grafik Perbandingan Hasil Kecepatan Aliran Variasi Lebar

(18)

xv

Di Tempat Perubahan Lebar Saluran (50 meter) ………...… 57

Gambar 4.36. Velocity Vectors Variasi h2 = 1.1xh1 ………. 57

Gambar 4.37. Velocity Vectors Variasi h2 = 1.3xh1 ………. 57

Gambar 4.38. Velocity Vectors Variasi h2 = 1.5xh1 ………. 57

Gambar 4.39. Velocity Vectors Variasi h2 = 1.8xh1 ………...….. 58

Gambar 4.40. Velocity Vectors Variasi h2 = 2xh1 ……… 58

Gambar 4.41. Kecepatan Aliran Variasi Kedalaman Hasil Program SSIIM 1 … 60 Gambar 4.42. Grafik Perbandingan Hasil Kecepatan Aliran Variasi Kedalaman Di Tempat Perubahan Kedalaman Saluran (50 meter) ………….. 60

Gambar 4.43. Legenda Maksimum Dan Minimum Horizontal Velocity ………. 62

Gambar 4.44. Horizontal Velocity Variasi B2 = 1.1xB1 …………...……… 62

Gambar 4.45. Horizontal Velocity Variasi B2 = 1.3xB1 ……….……….. 62

Gambar 4.46. Horizontal Velocity Variasi B2 = 1.5xB1 ………...………… 62

Gambar 4.47. Horizontal Velocity Variasi B2 = 1.8xB1 ……….……….. 62

Gambar 4.48. Horizontal Velocity Variasi B2 = 2xB1 ……….…………. 62

Gambar 4.49. Legenda Maksimum Dan Minimum Horizontal Velocity Variasi Kedalaman ………. 63

Gambar 4.50. Horizontal Velocity Variasi h2 = 1.1xh1 ……… 63

Gambar 4.51. Horizontal Velocity Variasi h2 = 1.3xh1 ……… 64

Gambar 4.52. Horizontal Velocity Variasi h2 = 1.5xh1 ……… 64

Gambar 4.53. Horizontal Velocity Variasi h2 = 1.8xh1 ……… 64

Gambar 4.54. Horizontal Velocity Variasi h2 = 2xh1 ………... 64

Gambar 4.55. Legenda Maksimum Dan Minimum Vertical Velocity Variasi Lebar ……….. 65

Gambar 4.56. Vertical Velocity Variasi B2 = 1.1xB1 ………...……… 65

Gambar 4.57. Vertical Velocity Variasi B2 = 1.3xB1 ………... 65

Gambar 4.58. Vertical Velocity Variasi B2 = 1.5xB1 ………... 65

Gambar 4.59. Vertical Velocity Variasi B2 = 1.8xB1 ………….……….. 65

Gambar 4.60. Vertical Velocity Variasi B2 = 2xB1 ……….. 66

Gambar 4.61. Legenda Maksimum Dan Minimum Vertical Velocity Variasi Kedalaman ………. 67

(19)

xvi

Gambar 4.63. Vertical Velocity Variasi h2 = 1.3xh1 ……… 67

Gambar 4.64. Vertical Velocity Variasi h2 = 1.5xh1 ……… 67

Gambar 4.65. Vertical Velocity Variasi h2 = 1.8xh1 ……… 67

Gambar 4.66. Vertical Velocity Variasi h2 = 2xh1 ……….………….. 67

Gambar 4.67. Legenda Maksimum Dan Minimum Tegangan Geser Variasi Lebar ……….……. 68

Gambar 4.68. Tegangan Geser Variasi B2 = 1.1xB1 ……… 69

Gambar 4.69. Tegangan Geser Variasi B2 = 1.3xB1 ……… 69

Gambar 4.70. Tegangan Geser Variasi B2 = 1.5xB1 ……… 69

Gambar 4.71. Tegangan Geser Variasi B2 = 1.8xB1 ……… 69

Gambar 4.72. Tegangan Geser Variasi B2 = 2xB1 ………... 69

Gambar 4.73. Grafik Perbandingan Hasil Tegangan Geser SSIIM 1 Dan Perhitungan Variasi Lebar Pada Titik 50 m ………..……… 71

Gambar 4.74. Grafik Perbandingan Hasil Tegangan Geser SSIIM 1 Dan Perhitungan Variasi Lebar Pada Titik 70 m ……….. 72

Gambar 4.75. Legenda Maksimum Dan Minimum Tegangan Geser Variasi Lebar ……….. 72

Gambar 4.76. Tegangan Geser Variasi h2 = 1.1xh1 ………. 72

Gambar 4.77. Tegangan Geser Variasi h2 = 1.3xh1 ………. 73

Gambar 4.78. Tegangan Geser Variasi h2 = 1.5xh1 ………. 73

Gambar 4.79. Tegangan Geser Variasi h2 = 1.8xh1 ………. 73

Gambar 4.80. Tegangan Geser Variasi h2 = 2xh1 ……… 73

Gambar 4.81. Grafik Perbandingan Hasil Tegangan Geser SSIIM 1 Dan Perhitungan Variasi Kedalaman Pada Titik 50 m ……….…. 74

Gambar 4.82. Grafik Perbandingan Hasil Tegangan Geser SSIIM 1 Dan Perhitungan Variasi Kedalaman Pada Titik 70 m ……….…. 75

Gambar 4.83. Grafik Perbandingan Tegangan Geser SSIIM 1 Pada Titik 50 m Dengan Tegangan Geser Kritis Pada Variasi Lebar ………….…. 77

Gambar 4.84. Grafik Perbandingan Tegangan Geser SSIIM 1 Pada Titik 50 m Dengan Tegangan Geser Kritis Pada Variasi Kedalaman ....……. 78

Gambar 4.85. Grafik Perbandingan Tegangan Geser SSIIM 1 Pada Titik 70 m Dengan Tegangan Geser Kritis Pada Variasi Lebar ………….…. 78

(20)

xvii

Gambar 4.86. Grafik Perbandingan Tegangan Geser SSIIM 1 Pada Titik 70 m

Dengan Tegangan Geser Kritis Pada Variasi Kedalaman ....……. 79

Gambar 4.87. Legenda Warna Konsentrasi Sedimen ……….………. 80

Gambar 4.88. Konsentrasi Sedimen Variasi B2 = 1.1xB1 ……… 80

Gambar 4.89. Konsentrasi Sedimen Variasi B2 = 1.2xB1 ……… 80

Gambar 4.90. Konsentrasi Sedimen Variasi B2 = 1.5xB1 ……… 80

Gambar 4.91. Konsentrasi Sedimen Variasi B2 = 1.8xB1 ……… 80

Gambar 4.92. Konsentrasi Sedimen Variasi B2 = 2xB1 ………...……… 80

Gambar 4.93. Konsentrasi Sedimen Variasi h2 = 1.1xh1. (a) Longitudinal View, (b) Map View ………. 81

Gambar 4.94. Konsentrasi Sedimen Variasi h2 = 1.3xh1. (a) Longitudinal View, (b) Map View ………. 81

Gambar 4.95. Konsentrasi Sedimen Variasi h2 = 1.5xh1. (a) Longitudinal View, (b) Map View ………. 82

Gambar 4.96. Konsentrasi Sedimen Variasi h2 = 1.8xh1. (a) Longitudinal View, (b) Map View ………. 82

Gambar 4.97. Konsentrasi Sedimen Variasi h2 = 2xh1. (a) Longitudinal View, (b) Map View ………...……….. 82

Gambar 4.98. Grafik Konsentrasi Sedimen Maksimum Yang Terjadi Pada Program SSIIM 1 Untuk Variasi Lebar Dan Kedalaman ……….. 83

(21)

xviii

(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Box culvert adalah beton bertulang pra cetak yang berbentuk segi empat dimana merupakan saluran tertutup yang mengalirkan air tidak penuh yang dipakai terutama untuk membawa aliran melintas di bawah : jalan raya, tanggul, jalan kereta api, dan runway. Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan banyak perbaikan saluran drainase perkotaan dengan menggunakan box culvert. Selain itu, box culvert juga digunakan sebagai pelebaran jalan raya dimana pada bagian bawah jalan masih merupakan aliran sungai. Penggunaan box culvert untuk pelebaran jalan raya ini telah dilakukan di beberapa jalan raya di Surabaya, seperti pada Jalan Banyu Urip, Menur, dan Semolowaru. Hal ini dilakukan karena kepadatan lalu lintas yang semakin meningkat namun tidak ada lahan untuk pelebaran jalan raya.

(23)

2

Gambar 1.2 Kondisi Saluran Box Culvert Banyu Urip.

Gambar 1.3. Sedimentasi Pada Saluran Box Culvert Banyu Urip

Permasalahan yang sering terjadi pada box culvert adalah pengendapan sedimentasi. Gambar 1.1 adalah sedimentasi yang mengendap pada saluran sungai Banyu Urip. Gambar 1.2 dan Gambar 1.3 adalah kondisi saluran box culvert Banyu Urip, dimana terdapat sampah dan endapan sedimen yang menumpuk. Adanya pengendapan sedimentasi di dalam saluran box culvert menyebabkan naiknya elevasi dasar saluran sehingga volume tampungan air menjadi berkurang.

(24)

3

Hal ini akan mengakibatkan meluapnya air dari saluran box culvert karena saluran tersebut telah melebihi kapasitasnya. Idealnya, sedimen yang mengendap di saluran box culvert dapat dibersihkan secara berkala sehingga saluran box culvert menjadi bersih dari sedimen. Sedangkan untuk pengambilan sedimentasi pada saluran box culvert yang dijadikan sebagai jalan raya lebih sukar daripada sungai terbuka karena dapat mengganggu kegiatan berlalu lintas, terutama pada lalu lintas yang padat.

Box culvert yang telah digunakan sebagai jalan raya, telah diberi lubang – lubang sebagai tempat untuk keluar masuknya orang – orang yang melakukan aktifitas pengontrolan box culvert secara manual. Lubang – lubang ini dibuat pada tiap jarak tertentu. Akan tetapi, perbandingan antara pengambilan endapan sedimen secara manual tersebut dengan sedimen yang terendap masih tidak sebanding walaupun pengambilannya sudah secara teratur. Dengan adanya sedimentasi yang mengendap pada saluran box culvert, maka dapat mengurangi fungsi dari saluran itu sendiri. Fungsi dari saluran adalah untuk mengalirkan air perkotaan, yang berasal dari air hujan dan air limbah, menuju ke laut.

Gambar 1.4. Mainhole Yang Digunakan Pekerja Pada Waktu Pembersihan Sedimen Dalam Box Culvert

(25)

4

Gambar 1.5. Hasil Pembersihan Sedimen Dalam Box Culvert

Perubahan kecepatan aliran air dalam sebuah saluran dapat disebabkan karena adanya perubahan lebar atau perubahan kedalaman pada saluran tersebut. Kecepatan aliran air akan bertambah bila menuju ke saluran yang semakin kecil, baik pada lebar atau kedalamannya. Sebaliknya, kecepatan aliran air akan berkurang bila menuju ke saluran yang semakin besar, baik pada lebar atau kedalamannya. Dalam penelitian ini, kecepatan yang diinginkan adalah kecepatan yang semakin berkurang. Ada 5 variasi perubahan lebar dan kedalaman yang digunakan, yaitu 1,1, 1,3, 1,5, 1,8, dan 2 kali lipatnya dari lebar atau kedalaman awal. Perubahan lebar dan kedalaman ini disimulasikan dengan bantuan program

Simulation of Sediment Movements In Water Intakes with Multiblock Option 1

(SSIIM 1). Hasil dari simulasi ini diharapkan dapat menganalisa perubahan kecepatan yang terjadi terhadap pengangkutan sedimentasi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu cara pengelolaan sedimentasi pada saluran box culvert.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh perubahan lebar dan kedalaman saluran terhadap pengendapan sedimen dalam saluran box culvert?

(26)

5

Detail permasalahannya :

1. Bagaimana hasil karakter butiran sedimen yang berada dalam saluran box culvert?

2. Bagaimana hubungan perubahan lebar dan kedalaman saluran box culvert terhadap perubahan kecepatan air?

3. Bagaimana pengaruh perubahan kecepatan air terhadap angkutan sedimen pada saluran box culvert?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui distribusi butiran sedimen dan untuk mendapatkan ukuran diameter d50 serta d90 pada saluran box culvert.

2. Untuk mengetahui hubungan perubahan lebar dan kedalaman saluran box culvert terhadap perubahan kecepatan air.

3. Untuk mengetahui pengaruh perubahan kecepatan air terhadap angkutan sedimen pada saluran box culvert.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran dan masukan kepada pihak – pihak terkait terhadap permasalahan sedimentasi pada box culvert, yaitu dengan cara membuat suatu perubahan lebar dan kedalaman saluran. Pengaruh dari perubahan lebar dan kedalaman saluran ini membuat sedimen yang ada dapat berkumpul disuatu tempat sehingga sedimen yang ada pada tempat tersebut dapat diambil dalam skala yang besar.

1.5. Batasan Penelitian

Pada penelitian ini, ruang lingkup yang akan dibahas dibatasi pada :

1. Sedimentasi yang dianalisa hanya sedimen bed load dan suspended load, sehingga sampah dan sedimentasi lainnya dianggap tidak ikut masuk kedalam saluran box culvert karena diasumsikan telah tertahan oleh saringan.

(27)

6

2. Saluran box culvert yang digunakan dalam penelitian ini termasuk saluran terbuka karena merupakan aliran tidak penuh.

3. Pembatas box culvert atau kolom – kolom yang berada di dalam saluran box culvert diabaikan.

(28)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipe Aliran

Penggolongan tipe aliran yang terjadi dalam saluran terbuka dapat didasarkan pada bermacam – macam kriteria, dimana salah satu dari kriteria yang utama adalah perubahan kedalaman aliran (h) terhadap waktu (t) dan terhadap tempat (s).

Bila waktu yang digunakan sebagai kriteria, maka aliran dapat dibedakan menjadi :

1. Aliran tetap (steady flow)

Aliran dimana kedalaman air (h) tidak berubah menurut waktu atau dapat dianggap tetap dalam suatu interval waktu, demikian halnya dengan kecepatan aliran juga tidak berubah menurut waktu.

2. Aliran tidak tetap (unsteady flow)

Aliran dimana kedalaman air (h) berubah menurut waktu, demikian pula kecepatannya berubah menurut waktu.

Selanjutnya, bila tempat yang digunakan sebagai kriteria, maka aliran dapat dibedakan menjadi :

1. Aliran seragam (uniform flow)

Aliran dimana kedalaman aliran (h) tidak berubah menurut tempat, begitu juga dengan kecepatannya tidak berubah terhadap tempat.

2. Aliran tidak seragam (non uniform flow)

Aliran dimana kedalaman aliran (h) berubah – ubah menurut tempat di sepanjang aliran, begitu juga dengan kecepatannya.

(Anggrahini, 1997)

Pada penelitian ini, diasumsikan aliran yang terjadi pada saluran box culvert adalah aliran seragam tetap atau aliran beraturan.

(29)

8

2.2. Aliran Seragam

Secara umum, aliran seragam dikatakan dapat terjadi hanya di dalam saluran prismatis, lurus dan panjang, dimana suatu kecepatan aliran yang tetap dapat benar – benar terjadi. Persamaan aliran seragam pada dasar saluran adalah :

τb = ρ g R i (2.1)

Dengan :

τb = Tegangan geser dasar saluran (N/m2)

ρ = Kerapatan massa (kg/m3) g = Percepatan gravitasi (m/s2) R = Jari – jari hydraulik (m) i = Kemiringan dasar saluran (Anggrahini, 1997)

Pada penelitian ini, diasumsikan aliran yang terjadi adalah aliran seragam, sehingga Persamaan (2.1) dapat digunakan untuk menghitung tegangan geser dasar saluran yang terjadi di box culvert dan hasilnya akan dibandingkan dengan tegangan geser yang terlihat pada hasil keluaran dari program Simulation of

Sediment Movements In Water Intakes with Multiblock Option 1 (SSIIM 1).

2.3. Jenis Saluran Terbuka

Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran terbuka. Aliran tidak penuh atau aliran yang memiliki permukaan bebas walaupun dalam saluran tertutup seperti aliran dalam gorong – gorong, juga dianggap sebagai aliran saluran terbuka. Saluran – saluran terbuka dibedakan menjadi dua macam saluran yaitu, saluran alam (natural channels) dan saluran buatan (artificial channels).

Semua saluran yang terbentuk menurut proses alamiah dan tidak mengalami perubahan yang berarti oleh manusia menunjukan bahwa saluran tersebut adalah saluran alam. Saluran – saluran yang termasuk dalam saluran alam adalah saluran – saluran kecil, sungai – sungai kecil maupun besar dan muara – muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Bahkan aliran di bawah tanah yang mengalirkan air dengan permukaan bebas juga dapat dianggap sebagai saluran alam.

(30)

9

Lain halnya dengan alam, saluran buatan (artificial channels) adalah semua saluran yang dibuat oleh manusia, meliputi saluran – saluran irigasi, saluran pembangkit listrik, saluran pelayaran, saluran drainase, termasuk saluran – saluran di laboratorium untuk keperluan penelitian. Karena keperluannya yang bermacam – macam maka saluran buatan meliputi kategori yang luas, kemudian diberi istilah yang berbeda – beda, antara lain :

a. Saluran (canal) : istilah saluran ini meliputi saluran yang panjang dengan kemiringan kecil atau landai (mild slope). Saluran ini dapat terbuat dari tanah tanpa plengsengan atau dengan plengsengan dari pasangan batu, beton, kayu, atau aspal.

b. Talang (flume) : dalam praktek istilah talang diberikan pada saluran yang dibuat di atas tanah untuk membawa aliran melintasi suatu perbedaan tinggi tekanan. Talang biasanya terbuat dari kayu, logam, pasangan batu atau beton, baik dengan penyangga maupun terletak langsung di atas tanah.

Istilah flume juga berlaku untuk saluran – saluran laboratorium yang dibuat untuk keperluan penelitian.

c. Got miring (chute) : adalah saluran yang dengan kemiringan besar (curam).

d. Terjunan (drop) : adalah saluran yang mempunyai kemiringan curam seperti got miring tetapi perubahan tingginya terjadi pada jarak yang lebih pendek dari got miring.

e. Gorong – gorong (culvert) : yaitu saluran tertutup yang mengalirkan air tidak penuh yang dipakai terutama untuk membawa aliran melintas di bawah jalan raya, tanggul, jalan kereta api, dan runway.

(Anggrahini, 1997)

Box culvert yang digunakan dalam penelitian ini termasuk saluran terbuka karena merupakan aliran tidak penuh. Box culvert juga termasuk kedalam jenis saluran buatan (artificial channels).

(31)

10 2.4. Hukum Kontinuitas Hukum kontinuitas : Q = V.A (2.2) Dengan : Q = Debit aliran (m3/s) V = Kecepatan aliran (m/s) A = Luas penampang basah (m2) (Anggrahini, 1997)

Dalam penelitian ini, hukum kontinuitas digunakan untuk menentukan debit aliran berdasarkan kecepatan aliran yang didapatkan dari lapangan.

2.5. Aliran Berubah Dengan Cepat

Dikatakan aliran tetap berubah dengan cepat bila kedalaman aliran berubah dengan cepat pada jarak yang pendek di arah panjang saluran. Perubahan ini dikenal dengan gejala lokal. Terdapat dua tipe gejala lokal, yaitu terjunan dan loncatan air. Aliran berubah dengan cepat dapat dibagi menjadi :

- Aliran diperlambat dengan cepat, seperti aliran yang terjadi pada perlebaran tiba – tiba atau pada loncatan air.

- Aliran dipercepat dengan cepat, seperti aliran melalui pelimpah ambang pendek atau pelimpah ambang lebar.

(Anggrahini, 1997)

Penelitian ini termasuk pada aliran diperlambat dengan cepat karena adanya perubahan lebar dan kedalaman saluran tiba – tiba.

2.6. Persamaan Carnot Untuk Aliran Diperlambat.

Persamaan Carnot menyatakan besarnya kehilangan energi di dalam aliran yang mengalami perlebaran tiba – tiba. Perlebaran tersebut dapat terjadi di penampang horizontal maupun di penampang vertikal.

(32)

11

Gambar 2.1. Perlebaran di Arah Vertikal dari Suatu Aliran

Pada Gambar 2.1, karena Δh kecil sekali dibanding dengan h2, maka dapat

diabaikan, sehingga keseimbangan antara penampang 1 dan penampang 2 dapat dinyatakan sebagai berikut :

Δ HL =

(u 1− u 2)2

2g

(2.3)

Dengan :

ΔHL = Kehilangan energi, dalam m.

𝑢 = Kecepatan rata – rata (m/s) g = Percepatan gravitasi (m/s2)

Persamaan (2.3) juga dapat digunakan untuk suatu aliran di dalam suatu saluran berpenampang persegi empat dan dasar horizontal dengan lebar yang berubah tiba – tiba dari B1 menjadi B2 seperti pada Gambar 2.2.

(33)

12

Gambar 2.2. Suatu Saluran dengan Perlebaran Horizontal Tiba - Tiba (Anggrahini, 1997)

Penelitian ini menggunakan konsep aliran diperlambat agar sedimen yang ada di saluran dapat terkumpul di tempat yang telah dilebarkan atau didalamkan secara tiba – tiba di antara saluran tersebut.

2.7. Energi Spesifik

Untuk saluran dengan kemiringan kecil dan pembagian kecepatan dianggap seragam, jumlah tinggi energi pada suatu penampang yang terletak pada suatu garis arus dinyatakan dengan :

E = h + 𝑢 22𝑔 (2.4)

Karena menggunakan persamaan kontinuitas (2.2), maka persamaan (2.4) menjadi : E = h + 2𝑔𝐴2𝑄2 (2.5) Dengan : E = Energi spesifik h = Tinggi energi (m) Q = Debit aliran (m3/s)

(34)

13

g = Percepatan gravitasi (m/s2) A = Luas penampang (m2)

𝑢 = Kecepatan rata – rata aliran (m/s)

Pada debit yang sama, apabila kedalaman aliran lebih rendah daripada kedalaman kritis (h < hc), maka kecepatan aliran akan menjadi lebih besar

daripada kecepatan kritis (u > uc), hal ini yang disebut aliran super kritis.

Sebaliknya, pada debit yang sama juga, apabila kedalaman aliran lebih tinggi daripada kedalaman kritis (h > hc) maka kecepatan aliran menjadi lebih kecil

daripada kecepatan kritis (u < uc) dan aliran ini disebut aliran sub kritis. Aliran

kritis adalah keadaan aliran dimana energi spesifiknya adalah minimum. (Anggrahini, 1997)

Persamaan penentuan kedalaman kritis adalah sebagai berikut :

𝑢2 2𝑔 = 𝐷 2 dimana D = 𝐴 𝑇 (2.6) Dengan : u2 = Kecepatan (m/s) g = Gaya gravitasi (m/s2) D = Kedalaman hidrolis (m)

A = Luas penampang basah saluran (m2) T = Lebar puncak saluran (m)

Untuk memiringkan kecil dari perhitungan kedalaman kritis, dapat menggunakan 1.4 kali dari kedalaman tepi (yc = 1,4 yo), dimana terletak diantara 3

yc sampai 4 yc di belakang tepi saluran.

(Imam, 2002)

2.8. Pengaturan Aliran

Pengaturan aliran dapat dilakukan dengan pembuatan penyempitan pada saluran baik penyempitan di arah vertikal maupun penyempitan di arah horizontal (pengurangan lebar saluran). Penjelasannya adalah sebagai berikut :

2.8.1. Penyempitan saluran di arah vertikal

Pengaturan aliran dengan cara penyempitan di arah vertikal ini dapat dilakukan dengan merubah elevasi dasar saluran atau meletakkan

(35)

14

pelimpah / bendung atau meletakkan pintu pengatur pada saluran. Penempatan penyempitan ini ternyata bergantung kepada kondisi aliran awalnya apakah aliran sub kritis atau saluran kritis atau aliran super kritis. 2.8.2. Pengaturan aliran dengan penyempitan penampang saluran

Pengaturan aliran dengan cara penyempitan penampang saluran dimaksud untuk mendapatkan penampang kritis pada bagian saluran yang menyempit. Bagian saluran yang menyempit dinamakan tenggorokan (throat). Di tenggorokan ini aliran lebih cepat daripada aliran di saluran sehinga diharapkan tidak terjadi pengendapan.

(Anggrahini, 1997)

Penelitian ini menggunakan konsep pengaturan aliran untuk mengangkut sedimen di saluran box culvert awal, dimana lebar dan kedalamannya lebih kecil daripada tempat yang dilebarkan atau didalamkan secara tiba – tiba.

2.9. Pengukuran Aliran

Dengan dasar teoritis aliran kritis, telah dikembangkan berbagai bentuk alat pengukur aliran baik yang dikembangkan dari prinsip perubahan penampang di arah vertikal (perubahan elevasi dasar saluran) atau yang dikembangkan dari prinsip penyempitan penampang saluran.

Penggunaan prinsip penyempitan penampang di arah vertikal maupun penggunaan prinsip penyempitan penampang saluran juga mempunyai kelemahan, yaitu terjadinya pengendapan. Walaupun di bagian penyempitan terjadi kecepatan aliran yang lebih tinggi daripada kecepatan aliran di salurannya, namun apabila jumlah material (sedimen) yang dibawa aliran cukup besar, akan dapat mengendap di bagian perlebaran.

(Anggrahini, 1997)

Kelemahan inilah yang sengaja dilakukan di penelitian ini, memperbesar lebar atau membuat kedalaman yang lebih dalam terhadap saluran box culvert, sehingga terjadi pengendapan.

Pada program SSIIM, persamaan yang digunakan untuk mendeskripsikan kecepatan aliran adalah Persamaan Navier – Stokes. Persamaan ini berasal dari dasar dalam keseimbangan cairan dengan volume air yang kecil pada suatu aliran

(36)

15

laminar. Untuk aliran turbulen, sebelum masuk dalam persamaan ini, umumnya menggunakan angka Reynold terlebih dahulu.

Gambar 2.3. Rangkaian Waktu Kecepatan Aliran Pada Lokasi Tertentu Dalam Aliran Turbulen.

Kecepatan aliran ini terbagi ke dalam nilai kecepatan rata – rata U, dimana berubah – ubah naik turun senilai u. Kedua variabel ini langsung dimasukkan ke dalam Persamaan Navier – Stokes pada aliran laminar, dan setelah melakukan beberapa manipulasi dan penyederhanaan terlebih dahulu pada aliran turbulen, maka keluarlah Persamaan (2.7).

(2.7)

Dengan : P = Tekanan

= Kronecker delta = 1 bila i=j, dan bernilai 0 bila i≠j

Namun, Persamaan (2.7) masih meninggalkan permasalahan dalam menyelesaikan persamaan tekanannya. Oleh karena itu, dengan adanya pendekatan volume kontrol, maka metode yang sering digunakan adalah Metode SIMPLE. Ide utama dari Metode SIMPLE ini adalah untuk memberikan suatu nilai dari suatu tekanan sehingga dapat menghasilkan suatu persamaan koreksi pada tekanan. Pada persamaan SIMPLE, ada notasi khusus yang digunakan didalamnya, yaitu notasi * untuk yang masih harus dikoreksi atau bermasalah dan notasi „ untuk koreksinya, sedangkan variabel yang sudah terkoreksi tidak bernotasi. Prosesnya dapat dilihat pada Persamaan (2.8) dan Persamaan (2.9).

(37)

16 P = P* + P‟ (2.8) Uk = Uk* + Uk‟ (2.9) Dengan : P = Tekanan U = Kecepatan (Olsen, 1999) 2.10. Kantong Lumpur

Gambar 2.4. Kantong Lumpur

Gambar 2.4 adalah gambar suatu aliran yang melalui suatu saluran kantong lumpur. Dari Gambar 2.4 dimensi – dimensi L (panjang) dan B (lebar) dari kantong lumpur dapat diturunkan. Partikel sedimen yang masuk ke aliran dari titik A, dengan kecepatan jatuh partikel (w) dan kecepatan air (v) harus mencapai dasar di titik C. Hal ini mengakibatkan partikel selama waktu (H/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan atau berpindah secara horizontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v. Oleh karena itu, muncullah persamaan berikut ini : 𝐻 𝑤 = 𝐿 𝑣 (2.10) dengan, v = 𝑄 𝐻𝐵 (2.11) Dengan :

H = Kedalaman aliran saluran (m)

(38)

17

L = Panjang kantong lumpur (m) v = Kecepatan aliran air (m/dtk) Q = Debit saluran (m3/dtk) B = Lebar kantong lumpur (m)

Dari Persamaan (2.10) dan (2.11), menghasilkan persamaan : LB = 𝑄

𝑤 (2.12)

(Standart Perencanaan Irigasi, 1986)

Perumusan kantong lumpur ini dijadikan sebagai dasar dalam penentuan panjang perubahan lebar dan kedalaman dalam penelitian ini, dengan mengabaikan faktor – faktor yang mengganggu, seperti turbulensi air, pengendapan yang terhalang, dan bahan layang sangat banyak.

2.11. Kekasaran Saluran

Angka kekasaran (ks) yang digunakan pada Program SSIIM 1 sama

dengan diameter butiran pada dasar saluran, dimana dalam penelitian ini menggunakan d50 dan d90.

2.12. Angkutan Sedimen

Klasifikasi angkutan sedimen adalah sebagai berikut :

Bed load

Material Dasar

Angkutan sedimen Suspended load

Wash load

Gambar 2.5. Klasifikasi Angkutan Sedimen (Walter, 1998)

Dari klasifikasi yang terlampir pada Gambar 2.5, seharusnya wash load juga termasuk ke dalam angkutan sedimen, namun karena partikelnya kecil sehingga partikelnya hanya melalui saluran bersama dengan alirannya tanpa menghasilkan endapan dan tidak memerlukan kapasitas transportasi aliran agar dapat membawanya ke tempat keluarnya saluran. Oleh karena itu, pada penelitian

(39)

18

ini, wash load dianggap tidak ikut dalam perhitungan oleh program SSIIM. Jenis sedimen yang dimasukkan hanyalah bed load dan suspended load.

Bed load adalah partikel sedimen yang selalu tinggal di dasar saluran,

bergeraknya dengan cara bergulir atau dengan loncatan – loncatan kecil. Tipe sedimennya relatif besar. Suspended load adalah partikel sedimen yang lebih kecil daripada bed load karena partikelnya hanya sesekali menyentuh dasar saluran seperti pada waktu melakukan lompatan untuk berpindah. Gabungan dari bed load dan suspended load dinamakan bed material load. Untuk lebih memahami, Gambar 2.6 menjelaskannya melalui sebuah gambar.

Gambar 2.6. Skema Angkutan Sedimen (Walter, 1998)

Pada SSIIM, ada dua proses utama pada angkutan sedimen yang perlu diperhatikan, yaitu konveksi dan difusi. Pada proses konveksi, pengangkutan sedimennya berdasarkan kecepatan aliran rata – rata dan kecepatan jatuh sedimen. Persamaan untuk menghitung gaya aliran yang melalui sebuah luasan pada angkutan sedimentasi adalah sebagai berikut :

F = c * U * A (2.15)

Dengan, F = Gaya aliran

c = rata – rata konsentrasi sedimen di area sekitar U = kecepatan rata – rata sedimen

A = suatu luasan

Dari persamaan (2.15), maka kecepatan sedimen merupakan penjumlahan dari kecepatan air dan kecepatan jatuh sedimen.

(40)

19

Pada aliran turbulen,

(2.16) Walaupun cara konveksi ini lebih dominan, namun ada kalanya cara difusi mengambil peranan penting, seperti pada waktu adanya turbulensi pada suatu aliran dan dapat mengurangi pengendapan sedimentasi.

Salah satu permasalahan yang paling menantang adalah menentukan syarat batas pada konsentrasi sedimen di dasar saluran. Untuk perhitungan umum, sedimentasi harus mampu mengendap dan terangkat, yang dimana bergantung pada tegangan geser dasar saluran, ukuran diameter distribusi partikel sedimen, masuk dan keluarnya sedimen dari suatu tempat, serta kemampuan sedimen untuk tererosi. Hal ini dapat dselesaikan dalam dua cara :

a. Menentukan tempat dimana sedimen dapat tererosi.

b. Pendekatan konsentrasi pada sel – sel terdekat dari dasar saluran.

Program SSIIM menggunakan syarat batas b. Teori yang digunakan pertama kali adalah teori dari Einstein (1950) kemudian dilanjutkan dengan teori Toffalletti dan distribusi yang terakhir adalah dari teori Van Rijn (1987). Persamaan Van Rijn adalah sebagai berikut :

(2.17)

Dengan :

a = Jarak dari titik konsentrasi sedimen ke dasar saluran

T = (τ-τc)/τ (2.18)

Dengan :

τ = Tegangan geser τc = Tegangan geser kritis

(2.19)

(41)

20

ρs = Massa jenis sedimen

ρw = Masa jenis air

v = Kecepatan aliran (Olsen, 1999)

2.13. Kecepatan Jatuh

Kecepatan jatuh yang digunakan dalam program SSIIM adalah dengan menggunakan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 2.7. Kecepatan jatuh sedimen pada grafik tertulis kecepatan endap (w). Kecepatan endap ini dapat diperoleh dari diameter ayakan sedimen yang ditarik garis tegak lurus melalui Faktor Bentuk.

Pada penelitian ini, F.B. (Faktor Bentuk) yang digunakan adalah 0.7 karena diasumsikan merupakan pasir alamiah.

Gambar 2.7. Grafik Hubungan Diameter Ayakan Dengan Kecepatan Jatuhnya (Standar Perencanaan Irigasi, 1986)

(42)

21

2.14. Diagram Shield

Parameter shield adalah sebagai berikut : 𝜃 = 𝜓 = 𝑢∗ 2 ∆.𝑔.𝑑 (2.20) 𝑅𝑒 = 𝑢∗.𝑑 𝑣 (2.21) Dengan : Re = Bilangan Reynolds u* = Kecepatan geser (m/s) u* = 𝑔. 𝑅. 𝑆 (2.22) S = Kemiringan saluran

d = Diameter butiran sedimen (m) R = Jari – jari hidraulik (m) v = Viskositas (m2/s) g = Gravitasi (m/s2)

Δ = (ρs – ρ)/ρ (2.23)

Hasil dari persamaan (2.20) dan (2.21) dimasukkan ke dalam diagram shield dengan 𝑅𝑒 pada sumbu x dan 𝜓 pada sumbu y. Hasil dari diagram shield

adalah dapat mengetahui apakah butiran sedimennya bergerak atau tidak. Bila tegangan geser lebih kecil daripada tegangan geser kritis, maka sedimen tersebut mengendap. Hal ini yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Gambar 2.8 adalah gambar diagram shield, sedangkan Gambar 2.9 adalah gambar grafik shield. Grafik shield digunakan untuk mencari tegangan kritisnya.

(43)

22

Gambar 2.8. Diagram Shield (Berg, J. van den dan Vries, M. de, 1994)

2.15. Mengukur Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran dapat diukur dengan 2 metode, yaitu : a. Metode Apung

Rumus yang digunakan untuk pengukuran kecepatan pada metode apung adalah pada Persamaan (2.24)

U = Up x k (2.24) Dengan : U = Kecepatan aliran (m/dtk) Up = Kecepatan pelampung (m/dtk) k = Koefisien pelampung = 1 – 0.116 (( 1−∝) – 0.1) (2.25)

Dimana α adalah kedalaman pelampung yang tenggelam dibagi dengan kedalaman air.

(44)

23

b. Metode Current-Meter

Metode ini tidak dapat hanya dilakukan pada 1 titik. Cara menggunakan alatnya adalah, alat current-meter nya diturunkan masuk ke dalam air sampai mencapai dasar. Setelah mencapai dasar diangkat kembali kepermukaan dengan kecepatan yang sama seperti masuknya tadi. Titik – titik yang harus dilalui dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Titik = Titik Pengukuran Kecepatan Aliran

Sumber : Eka, 2008

Kecepatan aliran didapatkan berdasarkan jumlah putaran baling – balingnya per waktu putarnya, dimana dapat juga menggunakan rumus pada Persamaan (2.26).

U = a 𝑁

𝑡 + b (2.26)

Dengan :

N = Jumlah putaran baling – baling t = Waktu putaran baling – baling

a dan b adalah nilai kalibrasi alat current-meter. (Eka, 2008)

Penelitian ini menggunakan Metode Apung untuk mendapatkan kecepatan aliran di lapangan.

(45)

24

2.16. Konsentrasi Sedimen

Nilai kandungan sedimen dapat diperoleh berdasarkan hasil perkalian konsentrasi sedimen dengan debit aliran. Persamaannya dapat dilihat pada persamaan (2.27).

Qs = k Cs Qw (2.27)

Dengan :

Qs = Debit sedimen (ton/hari)

Cs = Konsentrasi sedimen (mg/l atau ppm) Qw = Debit (m3/dt)

k = Faktor konversi, yaitu 0.0864

Untuk mendapatkan Cs dalam satuan mg/l, maka nilai konsentrasi sedimen yang bersatuan ppm harus dikalikan dengan faktor konversi (c) seperti yang tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Faktor Konversi c

(https://widyawarta.wordpress.com/2010/07/03/pengukuran-kadar-sedimen-suspensi/)

(46)

25

2.17. State of the Art

Penelitian sebelumnya yang menjadi dasar penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pada penelitian Kusnan, dengan judul “Evaluasi Kejadian Sedimentasi di Kali Surabaya, sebagai Data Penunjang Untuk Mengantisipasi Terjadinya Banjir di Kota Surabaya”, membahas juga mengenai angkutan sedimen dan menganalisa pola aliran sungai yang terjadi di Kali Surabaya untuk mengetahui karakteristik dari sedimennya. Begitu juga halnya dengan penelitian ini, akan menganalisa pola aliran sungai untuk menganalisa sedimennya. Namun yang diteliti adalah perubahan kecepatan aliran pada saluran box culvert. Semua analisa ini dengan bantuan program Simulation

of Sediment Movements In Water Intakes with Multiblock Option 1

(SSIIM 1).

b. Pada penelitian Aris Munandar dan Terunajaya, dengan judul “Analisis Laju Angkutan Sedimen Bagi Perhitungan Kantong Lumpur Pada D.I. Perkotaan Kabupaten Batu Bara”, membahas mengenai pembilasan kantong lumpur pada sungai daerah irigasi karena telah terhambat oleh sedimen yang menumpuk. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan menganalisa perubahan lebar dan kedalaman pada saluran box culvert agar mendesak sedimen yang ada untuk berkumpul di tempat yang diinginkan sehingga memudahkan untuk pembersihan sedimentasi yang mengendap pada saluran box culvert.

c. Pada penelitian Imam Suprayogi dan Anton Ariyanto (2010), dengan judul “Pendekatan Model Matematika Satu Dimensi pada Saluran Pengendap Pasir”, membahas mengenai analisa angkutan sedimen dengan menggunakan bantuan program Borland Delphi 5. Pada penelitian ini, analisa angkutan sedimen akan menggunakan bantuan program Simulation

of Sediment Movements In Water Intakes with Multiblock Option 1 (SSIIM

1).

d. Pada penelitian N.R.B. Olsen (1994), dengan judul “SSIIM – a

three-dimensional numerical model for simulation of water and sediment flow”,

(47)

26

contoh simulasi yang dapat dan telah menggunakan program ini. Program

Simulation of Sediment Movements In Water Intakes with Multiblock

Option (SSIIM) ini dibuat agar adanya kemungkinan untuk menentukan

aliran partikel sedimen dalam sebuah geometri yang komplek, dimana sering kali akan menemukan permasalahan dalam model fisik bila partikel sedimennya terlalu kecil. Salah satu contoh simulasi yang dilakukan adalah menyimulasikan pengendapan sedimen didalam waduk. Dalam penelitian ini, program SSIIM ini akan membantu menyimulasikan pengendapan sedimen dalam saluran box culvert, dimana ukuran lebar dan kedalaman saluran lebih sederhana daripada waduk.

(48)

27

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Flow Chart Penelitian

Mulai

Tinjauan Pustaka

Pengumpulan Data di Lapangan

Kecepatan Aliran Diameter Sedimen

A Kalibrasi Kecepatan Aliran

Data Input :

Dimensi Box Culvert Panjang Saluran Box Culvert Debit Aliran

Kemiringan Saluran Box Culvert Kekasaran Saluran Box Culvert Diameter Sedimen

Kecepatan Jatuh Sedimen

Panjang Kolam Pengendapan Sedimen

(49)

28

3.2. Rancangan Penelitian

Pengumpulan data yang diambil di lapangan adalah diameter sedimen dan kecepatan aliran yang terjadi pada saluran box culvert. Saluran box culvert yang diambil sedimennya adalah salah satu dari saluran box culvert yang ada di Banyu Urip, di Semolowaru, atau di Menur. Setelah melakukan pengambilan data lapangan, dilakukan kalibrasi. Sampel sedimennya di oven kemudian diayak agar mendapatkan diameter – diameternya.

Variasi Lebar Saluran : B2 = 1,1xB1

B2 = 1,3xB1

B2 = 1,5xB1

B2 = 1,8xB1

B2 = 2xB1

Variasi Kedalaman Saluran : h2 = 1,1xh1 h2 = 1,3xh1 h2 = 1,5xh1 h2 = 1,8xh1 h2 = 2xh1 A

Analisa Diagram Kecepatan Aliran dari Program SSIIM 1

Analisa Diagram Tegangan Geser dari Program SSIIM 1

Analisa Diagram Konsentrasi Sedimen dari Program SSIIM 1

Kesimpulan dan Saran

(50)

29

Selanjutnya, data masukan untuk simulasi pada program SSIIM, adalah sebagai berikut :

a. Dimensi box culvert

Dimensi box culvert yang akan dipakai pada simulasi di kedua program bantu akan dipilih dari salah satu dimensi – dimensi yang ada pada brosur PT. Lisa Concrete.

Tabel 3.1. Dimensi Saluran Box Culvert PT. Lisa Concrete Indonesia.

Sumber : Brosur PT. Lisa Concrete Indonesia

Gambar 3.1. Ukuran Box Culvert PT. Lisa Concrete Indonesia.

b. Panjang saluran box culvert

(51)

30

c. Debit aliran

Debit aliran yang digunakan berdasarkan dari hasil pengambilan kecepatan aliran di lapangan.

d. Kekasaran saluran box culvert

Kekasaran saluran box culvert diperoleh dari persamaan Van Rijn yang telah dijelaskan pada Bab 2.

e. Diameter Sedimen

Diameter sedimen yang digunakan adalah d50 dan d90, dimana mengacu pada persamaan Van Rijn.

f. Kecepatan jatuh sedimen

Kecepatan jatuh sedimen didapatkan berdasarkan nilai dari d50 dan d90. g. Panjang kolam pengendapan sedimen

Panjang kolam pengendapan sedimen menggunakan perhitungan seperti dalam pembuatan kantong lumpur.

Variasi lebar dan kedalaman saluran box culvert pada pemodelan di program SSIIM 1 adalah sebagai berikut :

Gambar 3.2. Variasi B2 = 1,1xB1

(52)

31

Gambar 3.4. Variasi B2 = 1,5xB1

Gambar 3.5. Variasi B2 = 1,8xB1

(53)

32

Gambar 3.7. Variasi h2 = 1,1xh1

Gambar 3.8. Variasi h2 = 1,3xh1

(54)

33

Gambar 3.10. Variasi h2 = 1,8xh1

(55)

34

Setelah melakukan simulasi pada program SSIIM 1, akan dilakukan analisa diagram terhadap perubahan kecepatan aliran, tegangan geser, dan konsentrasi sedimennya. Untuk analisa kecepatan aliran, akan diperhatikan pola alirannya. Sedangkan untuk analisa tegangan geser, selain diperhatikan pola tegangan gesernya, juga akan dianalisa terhadap tegangan geser kritisnya. Sama halnya terhadap analisa konsentrasi sedimennya, akan diperhatikan pola konsentrasi sedimennya di sepanjang saluran.

Pada akhir penelitian, akan diberikan kesimpulan dan saran – saran yang mungkin dapat digunakan di lapangan dalam pengelolaan sedimentasi pada saluran box culvert.

(56)

35

BAB 4

ANALISA DAN HASIL

4.1. Pengumpulan Data di Lapangan 4.1.1. Diameter Sedimen

Diameter sedimen yang digunakan dalam penelitian ini, diambil dari sampel sedimen pada box culvert Jalan Banyu Urip. Pengambilan sampel sedimen ini dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2017. Penelitian sampel sedimen ini dilakukan di Laboratorium Keairan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Hasil dari penelitian sampel sedimen ini yang akan mewakili sedimen yang di lapangan.

Gambar 4.1. Sampel Sedimen

Beberapa langkah yang dilakukan setelah pengambilan sampel sedimen di lapangan hingga menghasilkan diameter sedimen adalah sebagai berikut :

1. Pengovenan sedimen yang mengendap

Sampel sedimen yang telah diambil, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, diletakkan pada wadah pemanggang, kemudian dimasukkan ke dalam oven. Pengovenan yang dilakukan ini memakan waktu hingga 4 hari. Tujuan dari pengovenan ini agar sedimen basah yang ada menjadi kering sehingga dapat

(57)

36

dilakukan proses selanjutnya. Gambar 4.2 adalah gambar pengovenan sampel sedimen. Sedimen yang diambil terletak pada dasar saluran.

Gambar 4.2. Pengovenan Sampel Sedimen

2. Penimbangan sedimen yang mengendap

Setelah selesai melakukan pengovenan sampel sedimen dan sedimen tersebut menjadi kering dapat dilakukan penimbangan massa, seperti yang terlihat pada Gambar 4.3.

(58)

37

3. Pengayakan sedimen yang mengendap

Sampel sedimen yang telah ditimbang tersebut kemudian dimasukkan kedalam ayakan sedimen, seperti terlihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Ayakan Sedimen

Setelah melakukan proses ayakan, dilakukan penimbangan kembali pada tiap – tiap layer ayakan sedimen, dan hasilnya terlihat pada Tabel 4.1.

(59)

38

Tabel 4.1. Hasil Ayakan Sedimen

(60)

39

Dari grafik yang terlihat pada Gambar 4.6, sedimen yang berada pada saluran box culvert Jalan Banyu Urip mengandung 99% pasir dan 1% lumpur.

4. Berat jenis sedimen yang mengendap

Dari sampel sedimen tersebut juga dapat diketahui berat jenis sedimennya. Perhitungannya menggunakan tabung piknometer. Tabung piknometer yang digunakan adalah tabung piknometer nomer 2.

Gambar 4.7. Tabung Piknometer Berisi Sampel Sedimen Dan Air

Langkah pertama adalah mengisi tabung piknometer tersebut dengan air hingga batas yang telah ditentukan, kemudian ditimbang. Selanjutnya, tabung tersebut diberi sedikit sampel sedimen lalu dibiarkan hingga sedimen tersebut tercampur dan meresap dengan air, kemudian ditimbang. Tinggi air dan sedimen yang dimasukkan juga setinggi batas yang telah ditentukan. Dari hasil timbangan ini akan menghasilkan Gs, berat jenis sedimen. Tabel 4.2. adalah hasil perhitungan berat jenis sedimen (Gs).

(61)

40

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Berat Jenis Sedimen (Gs)

5. Penimbangan sedimen melayang

Setelah melakukan penelitian untuk sedimen mengendap, dilanjutkan dengan penelitian sedimen melayang. Langkah awalnya adalah penimbangan botol yang berisi sampel sedimen melayang tersebut, seperti yang terlihat pada Gambar 4.8.

(62)

41

6. Pemisahan air dan sedimen melayang

Setelah ditimbang, dilakukan pemisahan sedimen dan air yang ada. Pemisahan sedimen pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan kertas saringan. Kertas saringan yang digunakan, ditimbang terlebih karena sekaligus menjadi wadah sedimen melayang tersebut.

Gambar 4.9. Penimbangan Kertas Saringan

(63)

42

7. Pengovenan sedimen melayang

Setelah sedimen dan air tersebut terpisah, sedimen yang tertinggal di kertas saringan dimasukkan ke dalam oven beserta kertas saringannya selama ± 3 menit. Setelah kering, tiap – tiap kertas saringan dan sedimen tersebut ditimbang satu per satu untuk mendapatkan ppm nya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Gambar 4.11. Sedimen Melayang Yang Telah Dioven

(64)

43

Diameter yang didapatkan dari hasil pengambilan sampel di lapangan inilah yang akan dimasukkan kedalam simulasi program SSIIM 1. Berdasarkan pada grafik distribusi ukuran butiran yang terlihat pada Gambar 4.6, maka didapatkan nilai :

d50 = 0.8 mm d90 = 4 mm

Kedua diameter yang dipilih tersebut, d50 dan d90, merujuk pada perhitungan perumusan Van Rijn 1987 yang menjadi dasar perhitungan sedimen yang digunakan pada program SSIIM 1.

4.1.2. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran yang didapatkan di lapangan digunakan sebagai dasar penentuan debit yang digunakan pada simulasi program SSIIM 1. Beberapa langkah yang dilakukan untuk mendapatkan kecepatan aliran di lapangan adalah sebagai berikut :

1. Metode Apung (Pelampung Pengukur Debit)

Pengukuran kecepatan aliran di lapangan menggunakan Metode Apung. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Bola pelampung + tali

b. Meteran untuk mengukur jarak tertentu c. Stopwatch.

Bola pelampung diikat oleh sebuah tali sepanjang jarak yang diinginkan, dimana dalam penelitian ini sejarak 2 meter. Kemudian bola pelampung yang telah terikat dengan tali tersebut dilepaskan di saluran dan perhitungan waktu dimulai. Waktu selesai bila bola pelampung tersebut telah mencapai panjang yang diinginkan.

(65)

44

Gambar 4.12. Pengukuran Kecepatan Aliran Pada Box Culvert Banyu Urip

Gambar 4.13. Pengukur Waktu Pengambilan Kecepatan Aliran

Hasil yang didapatkan dari pengukuran kecepatan aliran di lapangan adalah sebagai berikut :

- Kedalaman air = 20 cm - Jarak pelampung = 2 m - Waktu tempuh = 39 detik

Dari hasil pengambilan, maka dengan menggunakan rumus kecepatan, maka didapatkan kecepatan alirannya adalah sebagai berikut :

(66)

45 V =𝑆 𝑡 V = 2 39 V = 0.0513 m/s 2. Kalibrasi

Hasil kecepatan yang didapatkan dari pengukuran lapangan dikalibrasikan dengan perumusan yang telah dijelaskan pada Bab 2, sebagai berikut :

Kedalaman air = 20 cm

Kedalaman pelampung yang tenggelam = 8 cm Kecepatan pelampung = 2

39= 0.0513 m/s

α = kedalaman pelampung yang tenggelam

kedalaman air = 8 20 = 0.4 k = 1 – 0.116 (( 1−∝) – 0.1) = 1 – 0.116 (( 1 − 0.4) – 0.1) = 1.0262 U = Up x k = 0.0513 x 1.0262 = 0.0526 m/s

4.2. Data Input Pada Program SSIIM 1

Data input yang harus dipersiapkan sebelum memulai program SSIIM 1 adalah sebagai berikut :

1. Dimensi box culvert

Pada penelitian ini, dimensi box culvert yang digunakan dalam simulasi adalah 2 buah box culvert ukuran 4000/5000 yang bersebelahan dan diasumsikan tidak ada penyekat / kaki box culvert pada tengah – tengah saluran. Dari dimensi box culvert inilah maka B = 8 meter dan h = 5 meter.

2. Panjang saluran box culvert

(67)

46

3. Debit aliran

Debit aliran yang digunakan berdasarkan hasil dari pengukuran kecepatan aliran di lapangan. Kecepatan aliran yang didapatkan di lapangan adalah 0.0513 m/s. Lebar saluran box culvert yang disimulasikan adalah 8 m, sedangkan tinggi airnya adalah 0.8 m. Dengan menggunakan rumus kontinuitas, maka : Luasannya : A = B x t A = 8 x 0.8 A = 6.4 m2 Debitnya : Q = V x A Q = 0.0513 x 6.4 Q = 0.328 m3/s

Dari hasil perhitungan, maka debit yang digunakan adalah 0.328 m3/s.

4. Kemiringan saluran box culvert

Saluran box culvert yang disimulasikan memiliki kemiringan 0.000001.

5. Kekasaran saluran box culvert

Kekasaran saluran box culvert yang disimulasikan berdasarkan d90 = 4 mm, sehingga yang digunakan adalah 4 mm = 0.004 m.

6. Diameter sedimen dan kecepatan jatuhnya

Pada program SSIIM, diameter yang digunakan adalah d50 dan d90. Dari hasil pengayakan diameter sedimen pada poin 4.1.1, maka hasilnya adalah sebagai berikut :

d50 = 0.8 mm d90 = 4 mm

(68)

47

Berdasarkan grafik hubungan diameter dengan kecepatan jatuhnya, yang terlihat pada Gambar 2.6, maka didapatkan kecepatan jatuh tiap diameter adalah sebagai berikut :

d50  w = 0.09 m/s d90  w = 0.3 m/s.

7. Panjang kolam pengendapan sedimen

Panjang (L) dari tempat kumpulnya sedimen yang diinginkan berdasarkan dari pembuatan kantong lumpur. Diameter yang digunakan untuk perhitungan adalah d50 dan d90. Berdasarkan Persamaan (2.12), maka didapatkan :

d50 : d90 : LB = 𝑄 𝑤 LB = 𝑄 𝑤 L = 𝑄 𝑤𝐵 L = 𝑄 𝑤𝐵 = 0.328 0.09𝑥8 = 0.328 0.3𝑥8 = 0.456 m = 0.137 m

Berdasarkan hasil perhitungan, maka panjang minimum kolam pengendapan sedimen adalah 0.456 m. Pada simulasi penelitian ini, panjang kolam pengendapan sedimennya adalah 10 m. 10 m > 0.456 m  ok.

Setelah menyiapkan data input untuk program SSIIM 1, maka dimulailah penggunaan program ini. Langkah – langkah pemasukan data nya adalah sebagai berikut :

1. Masukan jumlah grid yang diinginkan

Gambar 4.14 adalah tabel data masukan dari program SSIIM 1 sebelum memulai semuanya. Data yang dimasukkan adalah panjang saluran, lebar saluran, kedalaman saluran, jumlah grid yang diinginkan kearah memanjang dan melintang. Gambar 4.14 merupakan data masukan

(69)

48

pada saluran kondisi awal, yaitu pada lebar 8 m dan kedalaman salurannya adalah 5 m.

Gambar 4.14. Data Masukan Program SSIIM 1

2. Lakukan pengeditan grid

Setelah memasukan data awal, selanjutnya perlu untuk mengganti atau mengubah grid yang telah dibuat ke kondisi yang akan disimulasikan, dengan memilih GridEditor pada menu pilihan View, seperti yang terlihat pada Gambar 4.15.

Gambar

Gambar 1.1 Sedimen Pada Saluran Banyu Urip.
Gambar 1.2 Kondisi Saluran Box Culvert Banyu Urip.
Gambar 1.4. Mainhole Yang Digunakan Pekerja Pada Waktu Pembersihan  Sedimen Dalam Box Culvert
Gambar 1.5. Hasil Pembersihan Sedimen Dalam Box Culvert
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen terhadap vaksin Flubio, dan untuk mengetahui faktor

Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka permasalahan dan pertanyaan yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkisar pada apa yang telah diuraikan

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2OO8 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Kabupaten Buol Tahun

Menugaskan kepada mahasiswa untuk melakukan pengamatan dan melaporkan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis PUIL, 1987, (Peraturan Umum

Apabila semua pelaksana sekolah sudah mempunyai budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin yang tinggi, maka implementasi TQM dapat secara nyata berjalan dan akan menjadikan

Siswa melakukan finishing pada pembuatan kerajinan bahan lunak alam yang dibuatnya secara benar 2.Siswa mengamati produk kemasan yang cocok untuk produk kerajinan yang dibuatnya

Hal menarik dari sebaran lamun di perairan Teluk Toli-Toli yaitu rata-rata persentase tutupan lamun 68,6 % lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi di perairan Tanjung

Jadi dengan Wine ini, pengguna bisa menginstal aplikasi berbasis Windows di Linux Enaknya, paket Wine di Zorin OS ini sudah pula dilengkapi dengan ‘PlayOnLinux‟