• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh :"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV 01.07.01

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008

SKRIPSI

Oleh :

RANI N.F NAINGGOLAN NIM. 051000098

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV 01.07.01

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RANI N.F NAINGGOLAN NIM. 051000098

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV 01.07.01

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

RANI N.F NAINGGOLAN NIM. 051000098

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 05 Oktober 2009 dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Nerseri Barus, MPH drh. Rasmaliah, M.Kes

NIP. 194508171973022001 NIP. 195908181985032002

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH Drs. Jemadi, M.Kes NIP. 194904171979021001 NIP.196404041992031005

Medan, Oktober 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP.195310181982032001

(4)

ABSTRAK

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta kasus demam tifoid dengan Case Fatality Rate (CFR) 3,5%. Pada tahun 2005 proporsi penderita demam tifoid rawat inap di rumah sakit di Indonesia 3,15%. Proporsi penderita demam tifoid tahun 2008 rawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01. Pematangsiantar 4,6%.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008.

Ditemukan proporsi penderita demam tifoid berdasarkan waktu (bulan) tertinggi adalah pada bulan Januari 11,7%. Kecenderungan kunjungan penderita demam tifoid di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar berdasarkan data tahun 2008 menunjukkan penurunan dengan persamaan garis y =12,084-0,003x. Proporsi tertinggi penderita demam tifoid berdasarkan sosiodemografi ditemukan pada kelompok umur 21-30 tahun 21,4%, dengan proporsi laki-laki 12,4% dan perempuan 9,0%. Umur termuda = 1 tahun 3,45%, tertua 75 tahun 0,68%, sex ratio 137,7%, Batak 50,3%, Islam 61,4%, Pendidikan Menengah (SLTP/SLTA) 54,5%, Pelajar/Mahasiswa 34,5%, tidak kawin 60,0%, tempat asal Kota Pematangsiantar 97,9%, gejala subjektif Demam 100%, uji Widal (+) 53,7%, tanpa komplikasi 91,5%, jenis komplikasi Pneumonia 77,8%, lama rawatan rata-rata 4,33 hari, pulang berobat jalan 48,3%, meninggal dunia 2 orang (CFR 1,4%).

Uji chi-square tidak ada perbedaan bermakna proporsi umur (p=1,000), lama rawatan rata-rata (p=0,248), keadaan sewaktu pulang (p=0,445) berdasarkan status komplikasi.

Bagi pihak rumah sakit agar meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita demam tifoid untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi dan kematian dan dengan tepat dalam menegakkan diagnosa demam tifoid dengan uji Widal dengan mengikuti prosedur standar (SPO).

Kata Kunci: Demam Tifoid, Karakteristik Penderita, RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar

(5)

ABSTRACT

Based on the World Health Organization (WHO) report on 2003, there is 17 million typhoid fever cases with Case Fatality Rate (CFR) 3.5%. On 2005, there is 3.15% typhoid fever patients hospitalized in Indonesian hospital. The proportion of typhoid fever patients hospitalized in Tentara TK-IV 01.07.01 Hospital Pematangsiantar on 2008 is 4.6%.

This was a descriptive research with case series design that purposed to know the characteristics of typhoid fever patients in Tentara TK-IV 01.07.01 Hospital Pematangsiantar on 2008.

The proportion of people with typhoid fever patients by the time (month) was highest in January, 11.7%. Tendency of typhoid fever patients visit in Tentara TK-IV 01.07.01 Hospital Pematangsiantar decrease with the equation mark with lines the y =12.084-0.003x on 2008. The highest sociodemografi proportion are aged 21-30 year old 21.4%, male 12.4% and female 9.0%. The youngest at age 1 year 3.45% and, the oldest at 75 year 0.68%, sex ratio of 137.7%, Batak ethnic 50.3%, Moeslem 61.4%, Elementary-Senior High School 54.5%, students/collager 34.5%, unmarried 60.0%, lived in Pematangsiantar 97.9%, subjective symptoms of fever 100%, Widal test (+) 53.7%, without complications 91.5%, with complications pneumonia 77.8%, average length of stay 4.33 days, out patient with clinical recovery 48.3%, died 2 persons (CFR 1.4%).

There is no significant difference in Chi-square test of age (p=1,000), average length of stay (p=0,248) and the status of patient when getting home (p=0,445) and complication status.

Tentara TK-IV 01.07.01 Hospital Pematangsiantar suggested to improve health services for patients with typhoid fever to prevent complications and death, and to do the right diagnosis typhoid fever by Widal test with Standard Prosedur (SOP).

Keywords: Typhoid Fever, the characteristic of patients, Tentara TK-IV 01.07.01. Hospital Pematangsiantar

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : RANI. N.F NAINGGOLAN

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar/29 Nopember 1986

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Saudara : 4 Bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Balige II No.67/83 Pematangsiantar

Riwayat Pendidikan : 1. 1992-1998 : SD Latihan YPHKBP Pematangsiantar 2. 1998-2001 : SLTP Negeri 3 Pematangsiantar 3. 2001-2004 : SMA Negeri 3 Pematangsiantar 4. 2005-2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Pencipta Segala Yang Ada, yang menjadikan segala sesuatunya indah pada waktunya. Atas kasih dan penyertaanNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

“Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01. Pematangsiantar Tahun 2008”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi Strata 1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof, Dr. Dra Ida Yustina, Msi selaku dosen Pembimbing Akademik penulis di FKM USU.

3. Bapak Prof, dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku Ketua Departemen Epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Prof, dr. Nerseri Barus, MPH dan Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku

dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

(8)

5. Bapak Prof, dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi.

6. Seluruh dosen pengajar dn pegawai staf akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Kesehatan Masyarakat. 7. Direktur Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01. Pematangsiantar yang telah

memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.

8. Kedua orangtuaku yang tersayang dan terkasih, Bapak dr. R.B. Nainggolan (Alm) dan Mama M.br. Hutapea, terima kasih atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayangnya yang begitu berharga kepada penulis.

9. Kakakku Febriyanti Nainggolan dan abangku Binsar Nainggolan dan Erwin Nainggolan dan seluruh keluarga besarku yang lainnya terima kasih atas doa, motivasi yang diberikan.

10. Teman-teman peminatan Epidemiologi FKM-USU: Melfa Butar-butar, Eka, Yanti, Siska, Melfa Htglg, Maria, Rolina, Ecy, Roinda, Merry K, Mery Purba, Miranti, Tati, Wance, Vina, Nita, Citra, Yuni, Melinda, Dewi dan yang lainnya, terima kasih atas doa, bantuan, semangat dan kebersamaannya.

11. Teman-teman terkasih, Nessy, Nana, Mitha, Vae, Emme, Erik, Sandro, Desnal, Hendra, Yenthi, Decy, Margaret, Melda, K’Melda, K’Eka, Fourgelina dan yang lainnya terima kasih atas persahabatan, doa, bantuan dan semangatnya kepada penulis.

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Doxa to Theo panton heneken

Medan, Oktober 2009 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ...i

ABSTRAK ...iia ABSTRACT ...iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...xii

BAB 1. PENDAHULUAN ...1 1.1.Latar Belakang ...1 1.2. Perumusan Masalah ...4 1.3. Tujuan Penelitian ...4 1.3.1. Tujuan Umum ...4 1.3.2. Tujuan Khusus ...5 1.4.Manfaat Penelitian ...6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...7

2.1. Definisi Demam Tifoid ...7

2.2. Infectious Agent ...7

2.3. Patogenesis ...8

2.4. Masa Inkubasi ...9

2.5. Epidemiologi Demam Tifoid ...9

2.5.1. Distribusi Frekuensi ...9

2.5.2. Determinan ...11

2.6. Sumber Penularan ...12

2.6.1. Penderita Demam Tifoid ...12

2.6.2. Carrier Demam Tifoid ...13

2.6.3. Makanan Dan Minuman Yang Terkontaminasi ...13

2.7. Komplikasi ...15 2.7.1. Komplikasi Intestinal ...16 2.7.2. Komplikasi Ekstra-Intestinal ...16 2.8. Pencegahan ...17 2.8.1. Pencegahan Primer ...17 2.8.2. Pencegahan Sekunder ...18 2.8.3. Pencegahan Tersier ...24

BAB 3. KERANGKA KONSEP ...25

3.1. Kerangka Konsep ...25

(11)

BAB 4. METODE PENELITIAN ...30

4.1. Jenis Penelitian ...30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...30

4.2.1. Lokasi Penelitian ...30

4.2.2. Waktu Penelitian ...30

4.3. Populasi dan Sampel ...30

4.3.1. Populasi ...30

4.3.2. Sampel ...31

4.4. Metode Pengumpulan Data ...31

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ...31

BAB 5. HASIL PENELITIAN ...32

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

5.1.1. Pelayanan Medis ... 33

5.1.2. Penunjang Umum ... 33

5.2. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Waktu (Bulan) Tahun 2008 ... 34

5.3. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) ... 35

5.4. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi ... 36

5.5. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif (Symptom) ... 38

5.6. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Objektif (Sign) ... 39

5.7. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi ... 41

5.8. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi ... 44

5.9. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid ... 45

5.10. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 46

5.11. Analisa Statistik ... 49

5.11.1.Umur Berdasarkan Status Komplikasi ... 49

5.11.2.Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Status Komplikasi ... 50

5.11.3.Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status Komplikasi ... 51

BAB 6. PEMBAHASAN ... 52

6.1. Distribusi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Waktu (Bulan) Tahun 2008 ... 52

6.2. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) ... 54

6.3. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Suku ... 55

6.4. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Agama ... 56

6.5. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pendidikan ... 57

6.6. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pekerjaan ... 58

6.7. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Perkawinan ... 59

(12)

6.9. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan

Gejala Subjektif (Symptom) ... 61

6.10. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Objektif (Sign) ... 63

6.11. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi ... 65

6.12. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi ... 66

6.13. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid ... 67

6.14. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 68

6.15. Analisa Statistik ... 69

6.15.1. Umur Berdasarkan Status Komplikasi ... 69

6.15.2. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi ... 71

6.15.3. Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status Komplikasi ... 72

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

7.1. Kesimpulan ... 74

7.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Waktu

(Bulan) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Tahun 2008 .... ... 34 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan

Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Tahun 2008 ... 35 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan

Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Tempat Asal) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Tahun 2008 ... 37 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala

Subjektif (Symptom) di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar

Tahun 2008 ... 39 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Darah Tepi di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 39 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Darah Tepi Tercatat di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 40 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Hasil

Pemeriksaan Serologis di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 40 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Hasil

Pemeriksaan Serologis Tercatat di RS. Tentara TK-IV 01.07.01

Pematangsiantar Tahun 2008 ... 41 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status

Komplikasi di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 41 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status

Komplikasi Tercatat di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 42

(14)

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang

Mempunyai Komplikasi Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 42

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang Mempunyai Komplikasi Berdasarkan Sosiodemografi di RS. Tentara

TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 43

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 45 Tabel 5.14. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di

RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 45 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 46 Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang

Meninggal Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RS. Tentara

TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 47 Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang

Meninggal Berdasarkan Sosiodemografi di RS. Tentara

TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 47 Tabel 5.18. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Status Komplikasi Pada

Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01. Pematangsiantar Tahun 2008 ... 49 Tabel 5.19. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Status Komplikasi Pada

Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01. Pematangsiantar Tahun 2008 ... 50 Tabel 5.20. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status

Komplikasi Pada Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Waktu (Bulan) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 52 Gambar 6.2. Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Umur dan

Jenis Kelamin Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 54 Gambar 6.3. Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Suku Rawat

Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 55 Gambar 6.4. Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Agama Rawat

Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 56 Gambar 6.5. Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pendidikan

Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 57 Gambar 6.6. Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pekerjaan

Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 58 Gambar 6.7. Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status

Perkawinan Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 59 Gambar 6.8. Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Tempat Asal

Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 60 Gambar 6.9. Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif

(Symptom) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01

Pematangsiantar Tahun 2008 ... 61 Gambar 6.10. Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Objektif

Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 63 Gambar 6.11. Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status

Komplikasi Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 65

(16)

Gambar 6.12. Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 66 Gambar 6.13. Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 68 Gambar 6.14. Diagram Bar Umur Berdasarkan Status Komplikasi Penderita

Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 69 Gambar 6.15. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid

Berdasarkan Status Komplikasi Rawat Inap di RS. Tentara

TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 ... 71 Gambar 6.16. Diagram Bar Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status

Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yang dirumuskan dalam Indonesia sehat 2010 adalah masyarakat, bangsa dan negara yang memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Salah satu upaya pembangunan kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah melalui Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan serta mengurangi akibat buruk dari penyakit menular.1

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di sebagian besar negara berkembang di dunia termasuk Indonesia.2 Demam tifoid merupakan penyakit yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah.3 Demam tifoid endemis di Indonesia dan termasuk kelompok penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang semua orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.4

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyakit demam tifoid terus menjadi masalah yang disebabkan beberapa faktor yaitu, adanya strain

Salmonella typhi yang resisten terhadap antibiotik, masalah pada identifikasi dan

(18)

dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah.3

Kasus demam tifoid di dunia pada tahun1995 sebanyak 16-21 juta kasus per tahun, dengan angka kematian 600-700 ribu penderita per tahun.5 Dari laporan World

Health Organization (WHO) pada tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid

per tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai 600.000 kematian dengan Case

Fatality Rate (CFR = 3,5 %). Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis

berkisar antara 45 per 100.000 penduduk per tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk per tahun.6 Tahun 2003 insidens rate demam tifoid di Bangladesh 2.000 per 100.000 penduduk per tahun.7 Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3 per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per 100.000 penduduk, dan di Asia 274 per 100.000 penduduk.8

Insidens rate demam tifoid di Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 1995 rata-rata 1.000 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid tertinggi di Papua New Guinea sekitar 1.208 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita.5 Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10%.9 Tingginya insidens rate penyakit demam tifoid di negara berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi lingkungan di negara yang bersangkutan.10

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS), pada tahun 2000 demam tifoid menempati urutan kedelapan dari 10

(19)

penyakit utama penyebab kematian umum di Indonesia dengan Proportional

Mortality Ratio (PMR) 4,3%. Menurut hasil Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah

Sakit (SP2RS), pada tahun 1999 demam tifoid menempati urutan ketujuh dengan PMR 12,9% dari 10 penyakit penyebab kematian semua penderita rawat inap di Rumah Sakit Umum di Indonesia, dan tahun 2000 menduduki urutan ketiga dengan PMR 73,9%.11 Menurut Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2004, dari 29 jenis penyakit menular yang diamati, demam tifoid menempati urutan kesembilan dengan insidens rate 460 per 100.000 penduduk pada tahun 2001, urutan ketujuh dengan insidens rate 420 per 100.000 penduduk pada tahun 2002 dan menempati urutan kesembilan dengan insidens rate 940 per 100.000 penduduk pada tahun 2003.12

Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2005 demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01%13

Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak., di Paseh (Jawa Barat) tahun 1993, insidens rate demam tifoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun.14 Menurut laporan Subdin Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2006, demam tifoid menempati urutan kedua dari seluruh pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Pemerintah yaitu 587 kasus dengan proporsi 11,70%. Urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah

(20)

kasus 1.874 dengan proporsi 37,35%, urutan ketiga ditempati oleh ISPA dengan jumlah kasus 561 dengan proporsi 11,18%, urutan keempat ditempati oleh Tb. Paru dengan jumlah kasus 407 dengan proporsi 8,11%.15

Berdasarkan data yang diperoleh dari survei pendahuluan di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar, jumlah penderita demam tifoid yang dirawat inap pada tahun 2005 adalah 35 penderita dari 2.365 pasien rawat inap (1,4%), pada tahun 2006 adalah 211 penderita dari 1.445 pasien rawat inap (14,6%), tahun 2007 adalah 172 penderita dari 2.505 pasien rawat inap (6,8%) dan pada tahun 2008 adalah 145 penderita dari 3.134 pasien rawat inap (4,6%). Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008.

(21)

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan waktu (bulan) Tahun 2008.

b. Untuk mengetahui trend kunjungan penderita demam tifoid berdasarkan data per bulan (Januari-Desember) Tahun 2008.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut sosio demografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tempat asal).

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut gejala subjektif (symptom) saat masuk rumah sakit.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut gejala objektif ( hasil pemeriksaan darah tepi dan hasil pemeriksaan serologis) . f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut status

komplikasi.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut jenis komplikasi.

h. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita demam tifoid.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut keadaan sewaktu pulang.

j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan status komplikasi. k. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan status

(22)

l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi keadaan sewaktu pulang berdasarkan status komplikasi.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai informasi dan masukan bagi pihak RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tentang karakteristik penderita demam tifoid.

1.4.2. Menambah wawasan penulis mengenai demam tifoid dan penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU serta sebagai referensi yang berguna untuk peneliti lain yang erat kaitannya dengan penyakit demam tifoid.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus Peyer di distal ileum. Batasan serupa dikemukakan oleh Butler (1991), yaitu suatu infeksi bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan demam berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, dan splenomegali serta kadang-kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus.3

Piere Louis (1829) memberikan nama demam tifoid ini dengan typhos, yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti asap/kabut, karena umumnya penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.7

2.2. Infectious Agent

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi yang berhasil ditemukan pertama kali oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884.2 Kuman ini

merupakan basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Kuman ini dapat hidup dengan baik pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah.7

Salmonella typhi mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu

antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagela) dan antigen Vi yang merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O

(24)

antigen terhadap fagositosis. Ketiga antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.7,16

Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif.. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan tinja. Namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60º C (140º F) selama 15 menit 17

2.3. Patogenesis

Salmonella tpyhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersama

makanan/minuman yang tercemar oleh kuman Salmonella tpyhi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi masuk ke dalam usus halus dan selanjutnya berkembang biak dan kuman tersebut akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan melalui duktus torasikus kuman akan masuk ke dalam peredaran darah melalui aliran limfe dan menimbulkan bakteremia. Selanjutnya kuman menyebar ke seluruh tubuh dalam sistem retikuloendotelial yaitu hati dan limfa, kemudian kuman berkembang biak dan masuk ke peredaran darah kembali. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa usus dan kandung empedu.18

(25)

Kelainan yang terjadi pada demam tifoid, kumannya menyerang pada daerah usus ileum bagian distal, di mana pada minggu pertama dapat terjadi hiperflasi plak Peyer, kemudian pada minggu kedua dapat terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plak Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat meninggalkan sikatrik yang memudahkan terjadi pendarahan hingga perforasi. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.19,20

2.4. Masa Inkubasi

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 10-14 hari. Masa inkubasi bergantung pada jumlah masuknya kuman dan keadaan tubuh penderita. 21,22

2.5. Epidemiologi Demam Tifoid 2.5.1. Distribusi Frekuensi

a. Orang

Penyakit demam tifoid dapat terjadi pada semua lapisan masyarakat dan golongan umur. Menurut Juwono (1996), di daerah endemik insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak dan usia remaja.23 Sebanyak 77% dari penderita demam

tifiod di Indonesia terdapat pada usia 3-19 tahun, sedangkan di Amerika Selatan insidensi demam tifoid tertinggi pada usia 5-19 tahun dan pada orang dewasa > 35 tahun.6 Penyakit demam tifoid ini ditemukan juga pada anak usia 3 tahun, kenyataan ini merupakan informasi baru karena selama ini dianggap bahwa demam tifoid sering terdapat pada anak yang berumur 5-9 tahun dan orang dewasa.14

(26)

b. Tempat

Demam tifoid terdapat di seluruh dunia, tetapi lebih sering dijumpai di negara-negara sedang berkembang. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang kurang baik.23 Kasus demam tifoid di negara berkembang dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidens rate yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit.17 Di negara maju, dimana keadaan

sosio-ekonomi dan sanitasi lingkungan sudah baik, insidens penyakit demam tifoid sangat rendah sekali. Sistem pencatatan laporan penyakit yang sudah teratur dan sempurna, sangat memudahkan mengetahui besarnya insidens penyakit demam tifoid pada negara yang bersangkutan.23

Berdasarkan hasil penelitian Crump, J.A., dkk (2000), Asia Selatan dan Asia Tenggara menempati urutan pertama sebagai daerah dengan insidens rate demam tifoid tertinggi (> 100 per 100.000 penduduk per tahun), diikuti oleh Afrika, Amerika Latin, Karbia, Ocean di urutan kedua (10-100 per 100.000 penduduk per tahun).8

c. Waktu

Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Tidak ada kesesuaian pendapat mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah kasus demam tifoid. 23

Pada tahun 1990 penduduk kota Surabaya yang dirawat di rumah sakit karena menderita demam tifoid rata-rata 90 – 110 penderita tiap bulan.2 Di RS Harapan Pematangsiantar terdapat 66 penderita tahun 2003 dari 2.619 pasien rawat inap (2,5%), terdapat 89 penderita tahun 2004 dari 2.753 pasien rawat inap (3,2%).24

(27)

2.5.2. Determinan a. Host/Pejamu

a.1. Umur

Faktor umur merupakan determinan penting yang menentukan manifestasi klinis demam tifoid. Pengaruh umur pada insiden berhubungan dengan mekanisme imun seluler dan humoral, frekuensi kontaminasi fecal oral yang lebih sering.3 Demam tifoid dapat terjadi pada setiap kelompok umur, tetapi lebih sering terjadi pada usia 3 – 19 tahun.25 Menurut penelitian Simanjuntak, C.H., dkk (1989) terdapat 77% penderita demam tifoid pada umur 3-19 tahun dan tertinggi pada umur 10-15 tahun dengan insidens rate 687,9 per 100.000 penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.14

a.2. Jenis Kelamin

Resiko relatif morbiditas akibat penyakit demam tifoid pada laki-laki 2 sampai 3 kali lebih besar dibandingkan perempuan.25 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lili Musnelina, dkk., di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta pada tahun 2001-2002, dari 182 responden demam tifoid yang diperiksa, demam tifoid lebih banyak diderita oleh laki-laki (55,49%) daripada perempuan (44,51%).26

a.3. Keasaman Lambung

Bila keasaman lambung meningkat misalnya karena penggunaan antasid dalam waktu lama akan meningkatkan kepekaan seseorang terhadap infeksi dengan strain Salmonella yang resisten.3

(28)

b. Agen

Semakin besar Salmonella typhi yang tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis, semakin pendek masa inkubasi tetapi tidak merubah sindroma klinik yang timbul. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit adalah sebanyak 105-106 organisme. Akan tetapi peneliti lain mengatakan bahwa bila yang tertelan sebesar 109 organisme dapat bersifat fatal.3

c. Lingkungan

Negara sedang berkembang dengan sumber air dan sistem pembuangan limbah yang kurang memadai, dengan higiene dan sanitasi yang buruk, merupakan daerah endemis demam tifoid. Kasus demam tifoid yang terjadi di daerah endemik 95% merupakan kasus yang dirawat secara poliklinis.3

Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R tahun 1998 dengan desain Kasus Kontrol menyatakan bahwa faktor risiko penderita demam tifoid di RSUD Dr. Soetomo, yaitu higiene perorangan yang kurang, mempunyai risiko 20,8 kali lebih besar untuk terkena demam tifoid (OR=20,8; 95% CI:2,1-199,8) dan kualitas air minum yang tercemar berisiko sebesar 6,4 kali untuk terjadinya penyakit demam tifoid (OR=6,4; 95% CI:1,7-24,2).27

2.6. Sumber Penularan

2.6.1. Penderita Demam Tifoid

Sumber penularan yang utama adalah penderita demam tifoid, dimana individu tersebut dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam

(29)

fesesnya dan feses inilah yang merupakan sumber pencemar untuk makanan dan minuman baik secara langsung melalui tangan penderita maupun melalui lalat sebagai vektor mekanik.7

2.6.2. Carrier Demam Tifoid

Berbeda dengan penyakit infeksi lain, penderita demam tifoid walaupun sudah dinyatakan sembuh, mereka masih dapat menularkan penyakitnya ke orang lain. Bakteri Salmonella dapat bersembunyi di kantung empedu dan bakteri ini diekskresikan melalui tinja atau air seni tanpa menunjukkan gejala klinis (carrier).

Carrier ini dapat berlangsung cukup lama, bahkan ada yang sampai satu tahun atau

bahkan bisa seumur hidup.5

Di antara demam tifoid yang sembuh klinis, pada 20% di antaranya masih ditemukan kuman Salmonella typhi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1 tahun.18 Dikenal ada 2 tipe carrier demam tifoid yaitu :

a. Carrier Convalescent (baru sembuh klinis), yaitu penderita yang sedang dalam masa penyembuhan masih mengeluarkan basil tifoid dalam tinjanya sampai 6 bulan sejak terinfeksi.

b. Carrier chronis (menahun) yaitu penderita telah sembuh, tetapi masih mengandung dan mengeluarkan organisme Salmonella typhi dalam tinjanya sampai lebih dari satu tahun.28

(30)

2.6.3. Makanan dan Minuman Yang Terkontaminasi

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh tinja dan urin dari penderita atau carrier.29 Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah buang air kecil. Di beberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan.30 Air susu dan bahan makanan lain yang tidak dimasak dengan baik, seperti es krim, keju, pudding dapat menjadi sumber infeksi. Daging ikan yang hidup di air yang tercemar kuman tifoid juga dapat sebagai sumber infeksi.2

(31)

Bagan Penularan Demam Tifoid :30

2.7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian yaitu komplikasi pada usus halus (intestinal) dan komplikasi di luar usus halus (ekstra-intestinal).23

Tinja/urin penderita atau carrier

Vektor Makanan dan minuman Sakit Meninggal Air Cuci tangan yang

kurang bersih

Termakan/tertelan oleh manusia sehat

Kuman Salmonella typhi berkembang biak dalam tubuh

Munculnya gejala

(32)

2.7.1. Komplikasi Intestinal

Komplikasi intestinal atau komplikasi dalam usus halus terdiri dari : perdarahan usus, perforasi usus dan peritonitis.

a. Perdarahan usus: Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.17

b. Perforasi usus: Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.16,18

c. Peritonitis: Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.16

2.7.2. Komplikasi Ekstra-Intestinal 23

Komplikasi ekstra - intestinal atau komplikasi di luar usus halus terdiri dari : a. Komplikasi Kardiovaskular: Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis),

(33)

b. Komplikasi Darah: Anemia hemolitik, Trombositopenia dan atau

Disseminated intravascular coagulation (DIC) dan Sindrom uremia

hemolitik.

c. Komplikasi Paru: Pneumonia, Bronkitis Empiema dan Pleuritis. d. Komplikasi Hepar dan Kandung empedu: Hepatitis dan Kolesistitis. e. Komplikasi Ginjal: Glomerulonefritis, Pielonefritis dan Perinefritis. f. Komplikasi Tulang: Osteomielitis, Periostitis, Spondilitis dan Artritis.

g. Komplikasi Neuropsikiatrik: Delirium, Meningismus, Meningitis, Polineuritis Perifer, Sindrom Guillain-Barre, Psikosis dan Sindrom Katatonia.

2.8. Pencegahan

2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer ditujukan pada orang sehat untuk menekan faktor resiko dengan usaha peningkatan dan pencegahan khusus terhadap penyakit demam tifoid, berupa :

a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan minuman. (Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

b. Melakukan pengawasan higiene makanan dan minuman dengan merebus air dan memperpanjang waktu memasak agar Salmonella typhi mati.

c. Membuang kotoran pada jamban yang saniter dan yang tidak terjangkau oleh lalat.

(34)

d. Memberantas lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biak mereka dengan sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik.

e. Menerapkan standar kebersihan pada waktu menyiapkan dan menangani makanan.

f. Melakukan pasteurisasi terhadap susu dan produk susu.30

2.8.2. Pencegahan Sekunder

Ditujukan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan.31 Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah demam tifoid yang diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspek), yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah meluasnya penyakit.29

a. Diagnosis Dini

a.1. Gejala Klinis

Gejala-gejala demam tifoid yang muncul bervariasi, tergantung pada beratnya penyakit, lamanya sakit, dan adekuatnya obat yang diminum. Gambaran penyakit bervariasi dan penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit khas dengan komplikasi dan kematian.2

Pada minggu pertama biasanya hanya memberikan gejala seperti pada umumnya penyakit akut lainnya, seperti demam, mual, muntah, nyeri kepala, pusing, pening, diare atau konstipasi, nyeri otot, nafsu makan kurang/anoreksia, serta perasaan tidak enak di perut. Pada minggu pertama ini suhu tubuh mengalami peningkatan yang nyata.2,22

(35)

Pada minggu kedua, kuman dari peredaran darah masuk lagi kembali ke usus. Membuat luka pada usus yang kalau melanjut nantinya akan menyebabkan perforasi yang fatal akibatnya. Lidah penderita khas dimana bagian tengahnya kotor (coated

tongue), tepi dan ujungnya merah tetapi jarang disertai tremor.2,17 Pada pemeriksaan

lain akan dijumpai terjadinya pembesaran hati (hepatomegali), lien (splenomegali) serta peristaltik usus yang meningkat (meteorismus). Jika tidak terawat secara baik maka penderita dapat mengalami gangguan mental dan kesadarannya. Pada akhir minggu kedua kuman-kuman akan masuk ke dalam organ-organ lainnya, yang memungkinkan kuman dapat keluar bersama air kencing/urine.

Pada minggu ketiga adalah minggu penyembuhan/relapsi atau masa

convalescent. Jika terawat dengan baik maka panasnya akan turun, tetapi jika tidak

terawat maka disini dapat terjadi perforasi usus dan pasien dapat meninggal. Pada minggu ketiga inilah yang sering membuat keluarga penderita terlena, karena berpikir penderita demam tifoid telah sembuh, akan tetapi yang terjadi kemunduran kesehatan pasien. Maka perawatan pada minggu ketiga ini harus lebih intensif.2

a.2. Pemeriksaan Laboratorium a.2.1 Pemeriksaan Bakteriologis

Dapat dilakukan pembiakan dari berbagai bahan, yaitu darah, sumsum tulang belakang, cairan empedu, feses, urine, dan rose spot. Pemeriksaan biakan dipengaruhi oleh waktu saat pengambilan dan jenis bahan, pengobatan sebelumnya, serta teknik pemeriksaan. Hasil biakan darah yang negatif belum menyingkirkan diagnosa demam tifoid.23

(36)

Biakan darah dilakukan pada masa 7-10 hari pertama akan memberikan hasil positif 80%. Hasil biakan sumsum tulang memberikan hasil positif jauh lebih tinggi dari biakan darah tepi, meskipun sudah mendapat antibiotik beberapa hari. Biakan cairan empedu biasanya digunakan untuk mencari carrier.

Biakan feses akan lebih sering memberikan hasil positif pada minggu ketiga. Biakan feses yang positif dengan gejala klinis yang khas demam tifoid, dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa. Biakan urine dapat digunakan sebagai deteksi carrier

a.2.2. Pemeriksaan Darah Tepi

Diagnosis demam tifoid melalui pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan gambaran leucopenia, limfositosis relative dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Di samping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis.16

a.2.3. Pemeriksaan Widal

Uji Widal merupakan uji aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.23

Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam tifoid.

(37)

Akibat infeksi Salmonella typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:

Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman), Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman), Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

Untuk membuat diagosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.17 Pemeriksaan Widal harus dilakukan minimal 2 kali dan jika kenaikan titer lebih dari 4 kali dalam 1 minggu, maka demam tifoid dianggap positif.32

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal :23 i. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita, yaitu:

Keadaan umum, saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit, pengobatan dini dengan antibiotik, penyakit-penyakit tertentu, obat-obat imunosupresif atau kortikosteroid, vaksinasi dengan kotipa atau tipa, infeksi klinis atau subklinis oleh salmonella sebelumnya, reaksi anamnestik.

ii. Faktor-faktor teknis, yaitu :

Aglutinasi silang, konsentrasi suspensi antigen, strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

(38)

a.2.4. Pemeriksaan Elisa (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

Metode ELISA yang digunakan untuk diagnosis penyakit demam tifoid memakai fase padat yang dilapisi dengan sediaan Protein Membran Luar (PML)

Salmonella typhi sebagai antigen. Serum penderita yang diduga mengandung antibodi

Salmonell typhi dimasukkan ke dalam cekungan dan diinkubasikan sehingga terjadi

ikatan kompleks antigen antibodi. Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi lebih cepat daripada kultur darah. Penderita yang secara klinik didiagnosis sebagai demam tifoid yang memberikan hasil positif palsu, dengan metode ini memberikan hasil positif. Hal ini disebabkan karena penderita kemungkinan besar telah terinfeksi oleh

Salmonell typhi, tetapi organisme tidak dapat tumbuh pada spesimen darah. Oleh

karena itu, ELISA sebagai metode deteksi dengan menggunakan PML Salmonell

typhi tampaknya merupakan salah satu pemeriksaan yang berguna dalam menegakkan

diagnosis demam tifoid pada daerah endemis. ELISA dapat digunakan bersama-sama kultur darah untuk mendapatkan diagnosis dini demam tifoid terutama pada penderita yang mendapat pengobatan sebelum pengambilan spesimen darah, yang mungkin memberikan hasil pemeriksaan kultur darah negatif.33

b. Pengobatan Penyakit Demam Tifoid

Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian, yaitu perawatan, diet dan obat. b.1 Perawatan

Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk

(39)

mencegah terjadinya komplikasi pedarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi penderita dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Penderita dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk meghindari komplikasi pneumonia hipostatik atau dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan. 23

b.2. Diet

Makanan yang diberi kepada penderita demam tifoid harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang.16,34

Pemberian jenis makanan yang lembek seperti bubur saring, bubur kasar bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena perlukaan pada usus memerlukan istirahat.2,23

b.3. Obat-obatan

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi sebelum adanya obat-obatan antimikroba (10-15%), tetapi sejak adanya obat antimikroba maka angka kematian menurun secara drastis (1-4%).2 Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain ialah kloramfenikol, tiamfenikol,

(40)

Pengobatan pada penderita demam tifoid biasanya diberikan kloramfenikol atau

kotrimoksazol. Di Indonesia kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit

demam tifoid. Obat ini sangat efektif untuk segera menurunkan demam. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus.23

2.8.3. Pencegahan Tersier

Ditujukan untuk membatasi atau menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan.31

Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit tifoid, sebaiknya tetap menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi dan lingkungan, memberikan kebutuhan nutrisi yang memenuhi syarat kesehatan, tetap harus istirahat dan mendapatkan perawatan yang intensif walaupun telah dinyatakan sembuh, sehingga daya tahan tubuh pulih kembali dan dapat terhindar dari infeksi ulang tifoid.33

(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:

Karakteristik Penderita Demam Tifoid

1. Sosiodemografi Umur Jenis kelamin Suku Agama Pendidikan Pekerjaan Status perkawinan Tempat asal

2. Gejala subjektif (symptom) 3. Gejala objektif

4. Status komplikasi 5. Jenis komplikasi 6. Lama rawatan rata-rata 7. Keadaan sewaktu pulang

3.2. Definisi Operasional

a. Penderita demam tifoid adalah pasien yang dinyatakan menderita demam tifoid berdasarkan diagnosa dokter RS. Tentara TK –IV 01.07.01 Pematangsiantar yang dicatat di kartu status.

b. Umur adalah usia penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis pada kartu status.

(42)

Untuk analisis statistik, kategori umur yang digunakan adalah : 1. ≤ 20 tahun

2. > 20 tahun

c. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita demam tifoid sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status, dikategorikan atas :

1. Laki-Laki

2. Perempuan

d. Suku adalah etnis yang melekat pada diri penderita demam tifoid sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status, yang dikategorikan atas:

1. Batak 2. Jawa 3. Tionghoa 4. Minang 5. Melayu 6. Suku lainnya

e. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh penderita demam tifoid yang tercatat pada kartu status, dikategorikan atas :

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Hindu

f. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir penderita demam tifoid yang tertulis pada kartu status dan dikategorikan atas :

1. Tidak sekolah

2. Pendidikan Dasar (SD)

3. Pendidikan Menengah (SLTP/SLTA)

(43)

g. Pekerjaan adalah aktivitas utama penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis pada kartu status yang dikategorikan atas :

1. PNS/TNI-POLRI

2. Karyawan/Pegawai swasta 3. Wiraswasta

4. Pelajar/Mahasiswa 5. Ibu Rumah Tangga

6. Lain-lain (Belum sekolah, pengangguran)

h. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan penderita demam sesuai dengan yang tertulis di kartu status yang dikategorikan menjadi :

1. Kawin 2. Tidak Kawin

i. Tempat asal adalah tempat tinggal penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yang dikategorikan atas :

1. Kota Pematangsiantar 2. Luar Kota Pematangsiantar

j. Gejala subjektif adalah jenis keluhan yang dirasakan oleh penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yang dikategorikan menjadi :2

1. Demam 2. Mual 3. Muntah 4. Sakit kepala 5. Diare 6. Konstipasi 7. Lidah tifoid 8. Nyeri otot 9. Anoreksia

(44)

k. Gejala objektif adalah gejala yang tampak pada penderita demam tifoid berdasarkan hasil pemeriksaan dokter dan laboratorium yang dikategorikan menjadi :

1. Hasil pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, trombositopenia, eosinofilia, anemia.

2. Hasil pemeriksaan serologis : Uji Widal (+), uji widal (-)

l. Status komplikasi adalah ada tidaknya penyulit yang timbul pada penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yang dikategorikan menjadi :

1. Ada komplilkasi 2. Tidak ada komplikasi

m. Jenis komplikasi adalah adanya penyakit lainnya yang bersifat memperberat penyakit demam tifoid, sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dikategorikan atas :16,23,27

1. Anemia 2. Pneumonia 3. Peritonitis

n. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita menjalani perawatan di rumah sakit, dihitung sejak tanggal mulai dirawat sampai dengan tanggal keluar seperti tercatat di kartu status.

o. Keadaan sewaktu pulang adalah keadaan penderita demam tifoid sesuai dengan yang tercatat di kartu status yang dikategorikan menjadi :

(45)

1. Sembuh Klinis

2. Pulang berobat jalan (PBJ)

3. Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 4. Meninggal dunia (MD)

(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series.

4.2. Lokasi dan waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar. Pemilihan lokasi ini atas dasar pertimbangan bahwa di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tersedia data penderita demam tifoid yang dibutuhkan. Selain itu belum pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Januari 2009 sampai dengan Oktober 2009.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita demam tifoid yang rawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008 yang dicatat dalam kartu status dengan jumlah 145 data penderita.

(47)

4.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah seluruh data penderita demam tifoid yang rawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008. Besar sampel yang dibutuhkan adalah sama dengan populasi (total sampling) yaitu sebesar 145 data penderita demam tifoid.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan memakai data sekunder yang diperoleh dari pencatatan kartu status (rekam medik) penderita demam tifoid yang dirawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008 kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang diperlukan.

4.5. Pengolahan Dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan komputer. Data univariat dijelaskan secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan uji

chi-square dan t-test dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar terletak di Jalan Gunung Simanuk – manuk no. 6 Pematangsiantar dengan luas wilayah 24.000 m2. Rumah Sakit ini merupakan milik TNI. AD yang didirikan pada tahun 1949. Pada awalnya Rumah Sakit ini didirikan dengan nama “Hospital Militer” dan sebagai Kepala Rumah Sakit Mayor CDM dr. Suroyo, kemudian pada tahun 1951 dirubah menjadi “Rumah Sakit Tentara” dengan Kepala Rumah Sakit dr. Sajiman. Pada tahun 1952 sebutan Rumah Sakit Tentara dirubah menjadi “Tempat Perawatan Tentara (TPT)” dengan Kepala Rumah Sakit Letnan Kolonel CDM dr. Imam. Pada tahun 1960 Rumah Sakit ini kembali dirubah namanya menjadi “Rumah Sakit-II Pematangsiantar” dan sebagai Kepala Rumah Sakit dr. Pujiasari Harnopijati, pada tahun 1986 Rumah Sakit ini berganti nama menjadi “Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.03 Pematangsiantar” dengan Kepala Rumah Sakit dr. T.J. Purba. Pada tahun 2007 Rumah Sakit ini kembali berganti nama menjadi “Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar” dengan Kepala Rumah Sakit dr. Mhd, Nasir Tarigan.

(49)

5.1.1. Pelayanan Medis

Rumah sakit ini dilengkapi dengan berbagai prasarana yang terdiri dari Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalansi Gawat Darurat,Instalansi Bedah.

Poli spesialis penyakit dalam Rumah Sakit melayani penyakit yang berkaitan dengan penyakit kardiologi, obstetri dan gynekologi, saraf, THT, jiwa, gigi dan mulut, paru-paru, gizi, mata, kulit dan kelamin. Dokter di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.02 Pematangsiantar ada sebanyak 11 orang, dimana dokter umum ada 8 orang dan dokter spesialis 3 orang (Bedah, Kandungan, Gigi). Pelayanan di RS Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar menerima pasien anggota (TNI-AD, PNS, keluarga) dan partik (umum). Sumber biaya pasien untuk berobat berasal dari Askes dan biaya sendiri.

5.1.2. Penunjang Umum

Penunjang umum yang terdapat di rumah sakit ini terdiri dari administrasi, jaringan komputer, telepon, sumber air, sumber listrik, laboratorium, taman dan parkir, instalasi gizi, instalasi farmasi, dan fasilitas umum lainnya.

(50)

5.2. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Waktu (Bulan) Tahun 2008

Proporsi penderita demam tifiod yang dirawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar berdasarkan bulan pada Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Waktu (Bulan) Tahun 2008 Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Tahun 2008 No. Bulan f % 1 Januari 17 11,7 2 Pebruari 8 5,6 3 Maret 9 6,2 4 April 12 8,3 5 Mei 16 11,0 6 Juni 16 11,0 7 Juli 5 3,4 8 Agustus 8 5,6 9 September 16 11,0 10 Oktober 13 9,0 11 Nopember 15 10,3 12 Desember 10 6,9 Total 145 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita demam tifoid rawat inap di RS.Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008 berdasarkan bulan adalah bulan Januari 11,7% dan terendah pada bulan Juli 3,4%.

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa frekuensi kasus tahun 2008 menurun

sebanyak 17 – 10 = 7 kasus, dengan simple ratio penurunan 10

17 = 1,7 kali, serta persentase penurunan sebesar

10 10 17−

(51)

Trend atau kecendrungan penderita demam tifoid berdasarkan data per bulan tahun 2008 berada pada persamaan garis y =12,084-0,003x

5.3. Proporsi Penderita Demam Tifoid Sosiodemografi (Umur dan Jenis

Kelamin)

Umur termuda =1 tahun berjumlah 5 orang (3,45%), umur tertua = 75 tahun berjumlah 1 orang (0,68%). Proporsi penderita demam tifoid yang dirawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Tahun 2008

No Umur

(Tahun)

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan f % f % f % 1 1-<5 10 6,8 7 4,8 17 11,7 2 5-10 17 11,7 11 7,6 28 19,3 3 11-20 11 7,6 15 10,4 26 17,9 4 21-30 18 12,4 13 9,0 31 21,4 5 31-40 13 9,0 6 4,1 19 13,1 6 41-50 13 9,0 7 4,8 20 13,8 7 51-60 2 1,4 1 0,7 3 2,1 8 61-70 0 0 0 0 0 0 9 71-75 0 0 1 0,7 1 0,7 Jumlah 84 57,9 61 42,1 145 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa penderita demam tifoid yang tertinggi berumur 21-30 tahun 21,4% dengan proporsi laki-laki 12,4% dan perempuan

(52)

9,0%. Sex ratio = 61 84

x 1 = 1,4:1 (137,7%) artinya laki-laki penderita demam tifoid

lebih banyak daripada perempuan.

5.4. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Tempat Asal)

Proporsi penderita demam tifoid yang dirawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01. Pematangsiantar Tahun 2008 berdasarkan sosiodemografi dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

(53)

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Tempat Asal) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Tahun 2008 No Sosiodemografi Karakteristik Jumlah f % 1. Suku : Batak Jawa Tionghoa Minang Melayu Suku lainnya 73 65 1 2 1 3 50,3 44,8 0,7 1,4 0,7 2,1 Jumlah 145 100 2. Agama : Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Hindu 89 47 8 1 61,4 32,4 5,5 0,7 Jumlah 145 100 3. Pendidikan : Tidak Sekolah Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi Tidak tercatat 20 23 79 11 12 13,8 15,8 54,5 7,6 8,3 Jumlah 145 100 4. Pekerjaan : PNS/ TNI - POLRI Karyawan/Pegawai Swasta Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Lain-lain 43 4 12 50 11 25 29,7 2,8 8,3 34,5 7,6 17,1 Jumlah 145 100 5. Status Perkawinan : Kawin Tidak Kawin 58 87 40,0 60,0 Jumlah 145 100 6. Tempat Asal : Kota Pematangsiantar

Luar Kota Pematangsiantar 142 3 97,9 2,1

(54)

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat dilihat distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan sosiodemografi (suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan tempat asal) adalah sebagai berikut :

Proporsi suku yang tertinggi Batak 50,3%, dan yang terendah Tionghoa dan Melayu 0,7%.

Proporsi agama yang tertinggi Islam 61,4% dan yang terendah adalah Hindu 0,7%.

Proporsi pendidikan yang tertinggi adalah Pendidikan Menengah yaitu 54,5%, dan yang terendah adalah Pendidikan Tinggi yaitu 7,6%.

Proporsi pekerjaan yang tertinggi adalah Pelajar/Mahasiswa yaitu 34,5%, dan yang terendah adalah Karyawan/Pegawai Swasta yaitu 2,8%.

Proporsi tempat tinggal yang tertinggi adalah dari Kota Pematangsiantar yaitu 97,9% dan dari Luar Kota Pematangsiantar 2,1%.

5.5. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif

(Symptom)

Proporsi penderita demam tifoid yang dirawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Tahun 2008 berdasarkan gejala subjektif dapat dilihat pada tabel 5.4:

(55)

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif (Symptom) di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

No. Gejala Subjektif (n = 145) f %

1 Demam 145 100,0 2 Mual 57 39,3 3 Muntah 56 38,6 4 Diare 43 29,7 5 Sakit kepala 34 23,4 6 Nyeri otot 15 10,3 7 Konstipasi 11 7,6 8 Lidah tifoid 3 2,1 9 Anoreksia 1 0,7

Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa gejala subjektif (symptom) tertinggi adalah demam 100% dan terendah adalah anoreksia 0,7%.

5.6. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Objektif (Hasil Pemeriksaan Darah Tepi dan Hasil Pemeriksaan Serologis)

Proporsi penderita demam tifoid yang dirawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 berdasarkan gejala objektif dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Darah Tepi di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

No. Hasil Pemeriksaan Darah Tepi f %

1 Tercatat 129 89,0

2 Tidak Tercatat 16 11,0

Jumlah 145 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat hasil pemeriksaan darah tepi tercatat 89,0% dan tidak tercatat 11,0%.

(56)

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan hasil pemeriksan darah tepi tercatat yang dirawat inap di RS. Tentara TK- IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Darah Tepi Tercatat di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

No. Hasil Pemeriksaan Darah Tepi Tercatat

(n=129) f % 1 Leukopenia 58 45,0 2 Trombositopenia 44 34,0 3 Limfositosis 33 25,6 4 Anemia 21 16,3 5 Eosinofilia 12 9,3

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi berdasarkan hasil pemeriksaan darah tepi tercatat adalah leukopenia 45%.

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologis di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

No. Hasil Pemeriksaan Serologis f %

1 Tercatat 123 84,8

2 Tidak Tercatat 22 15,2

Jumlah 145 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat hasil pemeriksaan serologis tercatat 84,8%.

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan hasil pemeriksaan serologis tercatat yang dirawat inap di RS. Tentara TK –IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 5.8 :

(57)

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologis Tercatat di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

No. Hasil Pemeriksaan Serologis Tercatat (n=123) f %

1 Uji Widal (+) 66 53,7

2 Uji Widal (-) 57 46,3

Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi hasil pemeriksaan serologis tercatat 53,7% dengan titer O ≥ 1/200 adalah uji widal (+).

5.7. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi

Proporsi penderita demam tifoid yang dirawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 berdasarkan status komplikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

No Status Komplikasi Jumlah

f %

1 Tercatat 106 73,1

2 Tidak Tercatat 39 26,9

Jumlah 145 100

Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa jumlah status komplikasi tercatat 73,1% dan tidak tercatat 26,9%.

(58)

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Tercatat di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008

No Status Komplikasi f Jumlah %

1 Ada komplikasi 9 8,5

2 Tanpa komplikasi 97 91,5

Jumlah 106 100

Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita demam tifoid rawat inap di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008 berdasarkan status komplikasi tertinggi adalah penderita tanpa komplikasi (91,5%).

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang Mempunyai Komplikasi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RS. Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar Tahun 2008 No (Tahun) Umur Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan f % f % f % 1 1-<5 0 0 1 11,1 1 11,1 2 5-10 2 22,2 0 0 2 22,2 3 11-20 0 0 1 11,1 1 11,1 4 21-30 1 11,1 2 22,2 3 33,3 5 41-50 1 11,1 0 0 1 11,1 6 71-75 0 0 1 11,1 1 11,1 Jumlah 4 44,4 5 55,6 9 100

Gambar

Tabel 5.1.  Distribusi  Proporsi  Penderita Demam Tifoid Berdasarkan  Waktu (Bulan) Tahun 2008 Rawat Inap di RS
Tabel 5.2.  Distribusi  Proporsi  Penderita Demam Tifoid Berdasarkan  Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Rawat Inap di RS
Tabel 5.3.  Distribusi  Proporsi  Penderita Demam Tifoid Berdasarkan  Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Status  Perkawinan, Tempat Asal) Rawat Inap di RS
Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil  Pemeriksaan Serologis di RS
+7

Referensi

Dokumen terkait

This study was aimed to carry out water- kefir fermentation for 27 hours to evaluate the affects of temperature on chemical properties changes of water-kefir

[r]

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan metode kooperatif TAI (Team Assisted Individualization) pada mata pelajaran Matematika dalam pokok materi operasi

Tingkat kolonisasi CMA menjadi sangat rendah pada anakan ramin yang tumbuh secara alam di bawah naungan dengan intensitas cahaya kurang dari 1670 lux dan di tempat yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan asing terhadap kinerja pada bank di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber

Hasil analisis peragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kambing kacang memiliki bobot dan persentase jaringan ikat sangat nyata lebih rendah (P&lt;0.01)

PEKERJAAN VOLUME PELAKSANAAN PEMILIHAN PENYEDIA SATUAN KERJA NAMA KODE PELAKSANAAN PEKERJAAN LOKASI. Dit Tahti Jasa Lainnya

[r]