• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Isu tanggung jawab sosial (social corporate responsibility) adalah suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Isu tanggung jawab sosial (social corporate responsibility) adalah suatu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu tanggung jawab sosial (social corporate responsibility) adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan. Oleh karena itu berkaitan pula dengan moralitas, yaitu sebagai standar bagi individu atau sekelompok mengenai benar dan salah, baik dan buruk. Sebab etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat.1

Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih konfrehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. Paling kurang sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.2

Pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang

berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral

1

Bismar Nasution, Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Makalah, Disampaikan pada “Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Perspektif Hak Asasi Manusia”, Diselenggarakan Oleh Komisi Hak Asasi Manusia Riau Pekanbaru Tanggal 23 Februari 2008, Lihat Manuel G. Velasquez, “Business Ethics Consepts And Cares”, (London : Prentice Hall International, 2002), hal. 8-13.

2 Ibid.

(2)

perusahaan di sini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat.

Kedua, perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola

sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Demikian pula, sampai tingkat tertentu, masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga profesional bagi perusahaan yang sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut. Karena itu, keterlibatan sosial merupakan balas jasa terhadap masyarakat.

Ketiga, dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial,

perusahaan memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.

Keempat, dengan keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan

sosial yang lebih baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini pada gilirannya akan membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan tersebut, dan dapat menciptakan iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan menguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial juga akhirnya punya dampak yang positif dan menguntungkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut di tengah masyarakat tersebut.

(3)

CSR pada dasarnya harus lebih ditujuan pada bagaimana seharusnya perusahaan berperilaku terhadap stakeholder mereka seperti antara lain pekerja, konsumen, masyarakat luas bahkan generasi mendatang dibandingkan dengan apa yang disumbangkan perusahaan secara langsung. Dengan kata lain, besar kecilnya sumbangan bukan masalah utama CSR.3

Corporate Social Responsibility (CSR) secara sederhana dapat diartikan

bagaimana sebuah perusahaan mengelola proses usaha yang dijalankan untuk menghasilkan pengaruh positif di masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah memberi timbal balik usaha terhadap masyarakat. Menurut Lord Home dan Richard Watts:

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berprilaku secara etis dan berkontribusi kepada pengembangan ekonomi dengan tetap meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluargamereka, begitu juga halnya dngan masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan.4

Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dipahami sebagai komitmen

usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas.5

3

Zulkarnain Sitompul, “Corperate Social Responsibility”, Makalah, Disampaikan pada Semianr tentang Pengalaman Pengalaman Implementasi CRS (Succes Story CSR), diselenggarakan oleh Pascasarjana Universitas Medan Area, Medan, 21 April 2012.

4

Amin Widjaja, Business Ethics & Coprorate Social Responsibility (CSR), (Jakarta: Harvarindo, 2008) hal. 22.

5

Bambang Rudito, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains., 2007), hal. 207.

(4)

Dengan demikian, Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antara stakeholders (pihak-pihak lain yang berkepentingan). Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya komunitas, juga komunitas setempat (lokal). Kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antara stakeholders (pihak-pihak lain yang berkepentingan). Konsep kedermawanan perusahaan (corporate

philanthropy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep

tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan

stakeholders (pihak-pihak lain yang berkepentingan) lainnya.6

Pihak yang harus melaksanakan kewajiban CSR adalah perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan subjek hukum, dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab hukum dan juga mempunyai tanggung jawab moral, di mana tanggung jawab moral ini dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu wajar apabila pelaku bisnis diharapkan agar berperilaku seperti yang ditanamkan dan diharapkan oleh stakeholder.7

6

Bambang Rudito, Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di

Indonesia, (Bandung, Rekayasa Sains, 2007), hal. 207.

7

Soeharto Prawirokusumo, “Perilaku Bisnis Modern Tinjauan Pada Etika Bisnis-Tanggung Jawab Sosial”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 4- Tahun 2003, hal. 81.

(5)

Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Sedangkan yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perusahaan yang tidak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.8

Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. Bentuk hukum seperti Perseroan Terbatas ini juga dikenal di Negara- negara lain, seperti : di Malaysia yang disebut Sendirian Berhad (SDN BHD), di Singapura disebut Private

Limited (Pte Ltd), di Jepang disebut Kabushiki Kaisa, di Inggris disebut Registered Companies, di Belanda disebut Naamloze Vennotschap (NV), dan di Perancis disebut Societes A Responsabilite Limite (SARL).9

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sendiri sebagaimana diketahui telah tercantum dalam Undang- Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Perusahaan ini lah dituntut selain melakukan kegiatan bisnis agar pula ada operanannya dalam usaha melestarikan lingkungan serta memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar wilayah perseroan. Dengan perkataan lain perusahaan mempunyai kewajiban dalam melakukan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

8

Handri Rahardjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2009), hal. 90.

9

Ahmad Yani & Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2000) , hal. 1.

(6)

Pasal 74 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, perusahaan terutama yang bergerak dalam bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak serta berbasis sumber daya alam berkewajiban untuk melaksanakan Corporate Social Responsibility. Walaupun sebenarnya CSR bersifat sukarela. Dalam UU PT tersebut definisi CSR lebih menitikberatkan kepada pengembangan komunitas (community development).10

Pasal 74 UU 40 Tahun 2007 “Setiap perusahaan yang melaksanakan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam manusia wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. CSR dapat didefenisikan sebagai tanggung jawab moral perusahaan terhadap para strategic stakeholdernya, terutama komunitas dan masyarakat di sekitar wilayah kerjadan operasinya. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah mengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menganggap suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya.

Di tengah masyarakat yang semakin kritis dan peduli terhadap keberlangsungan lingkungan dalam jangka panjang CSR menjadi suatu keharusan bagi perusahaan. Apalagi sebenarnya perusahaan sendiri pun memperoleh manfaat dari CSR ini, yang terutama yaitu mengenai manajemen reputasi perusahaan. CSR

10

A.B. Susanto, A Strategic Management Approach Corporate Social Responsibility, (Jakarta, The Jakarta Consulting Group, 2007), hal. 7.

(7)

yang awalnya hanya sebagai suatu kegiatan filantropik sudah menjadi suatu strategi perusahaan.11

Indonesia memiliki keterbatasan modal dalam negeri dan minim akan penguasaan teknologi dan keterbatasan akses pasar, sehingga penanaman modal asing sangat diperlukan. Penanaman modal asing dapat memperluas potensi negara tuan rumah untuk memproduksi barang setempat guna menggantikan barang impor dan meningkatkan pendapatan pajak, selain itu penanaman modal sebagai sarana pemulihan ekonomi dapat menjadi suatu hubungan ekonomi internasional, penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu Negara, perusahaan dan masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan atau kepentingannya. Negara penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah dana, teknologi, dan keahlian bagi kepentingan pembangunan dalam bentuk penanaman modal. Di pihak lain, investor sebagai penanam modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana, pasar, jaminan keamanan, dan kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar keuntungan yang dapat diperoleh.12

11

Ibid, hal. 8.

12

Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Malang: Banyumedia Publishing, 2004), hal. 1-2.

(8)

Suatu perusahaan menanamkan modalnya di suatu negara mempunyai motif mencari keuntungan.13 Pihak asing memilih untuk berinvestasi atau melakukan transaksi ekonomi di negara tertentu apabila di negara tersebut terdapat hukum ekonomi yang menunjang, tidak menghambat atau tidak menimbulkan resiko dan kepastian yang besar terhadap investasi. Para investor akan datang ke suatu Negara apabila dirasakan negara tersebut dalam situasi kondusif dan untuk dapat mewujudkan sistem hukum yang mendukung iklim investasi dibutuhkan aturan yang jelas dari izin usaha sampai dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan penegakan supremasi hukum (rule of law).14

Dari pola perusahaan dalam melaksanakan CSR kepada komunitas. Pola sekedar memberikan donasi sosial atau membentuk kegiatan ekonomi bagi lingkungan di sekitar perusahaan tidaklah cukup. Maka sewajarnya perusahaan meninggalkan program dan kebijakan CSR yang sekedar memberikan layanan sosial yang paternalistis. Layanan paternalistis, walaupun diakui terkadang berguna dalam jangka pendek, pada akhirnya cenderung menimbulkan sikap ketergantungan. Perlu dilakukan pembangunan kapasitas bagi komunitas sehingga diharapkan masyarakat dapat mencari, menciptakan dan memanfaatkan peluang yang ada saat ini dan masa depan, karena pembangunan suatu daerah, bukan hanya menjadi tanggung jawab

13

Pancras J. Nagy, Country Risk, How to Asses, Quantify and Monitor (London: Euronomy Publications, 1979), hal. 54. Lihat Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia Pokok Bahasan (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hal. 1.

14

(9)

pemerintah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama, dan CSR terkait dengan peran strategis dari korporasi dalam menunjang pembangunan yang berbasis pada keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, maka perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap keberadaan masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di lingkungan perusahaan akan sangat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kegiatan perusahaan dan eksistensi perusahaan, sebab masyarakat merupakan penyedia tenaga kerja sekaligus sebagai pasar dari hasil produksi perusahaan. Masyarakat yang sejahtera dan memiliki kesetaraan sosial dan ekonomi akan mampu menyediakan tenaga kerja yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi. Pada saat yang sama, kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tersebut akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk-produk yang dipasarkan perusahaan.

Sekarang ini banyak perusahaan besar nasional maupun multinasional di Indonesia tidak hanya semata-mata meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dalam kegiatan bisnis yang mereka lakukan. Manajemen perusahaan menyadari perlunya memberikan kontribusi sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik yang memerlukannya.15

15

Elvinardo Ardianto & Dindin M. Machfudz, Efek Kedermawanan Pebisnis dan CSR, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), hal. 1

Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ini, kini namanya sudah sangat familiar dan populer, yaitu Corporate Social Responsibility (CSR),

(10)

dimana perusahaan selain membayar pajak dari hasil keuntungannya, juga memberi zakat dengan cara melakukan kegiatan CSR terhadap target publik.16

Jika dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu sendiri diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya memiliki tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral kepada banyak orang dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperlihatkan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya tanggungjawab dan kewajibanmoral para manajer perusahaan tidak hanya tertuju pada shareholders (pemegang saham) tetapi juga pada stakeholders (pemangku kepentingan) pada umumnya.17

Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah golden rules, yang mengajarkan agar seseorang atau sustu pihak memeperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka inginkan diperlakukan. Dengan begitu perusahaan yang

16

Ibid.

17

(11)

bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.18

Perusahaan yang melakukan CSR di Indonesia sendiri masih sangat sedikit, dan pemahaman mengenai CSR pun masih belum merata. Mewujudkan CSR memang tidak semudah dalam ucapan. Di Indonesia, konsep ini masih dianggap sebagai hal yang ideal. Hal ini diperkuat oleh penelitian Chambers dan kawan-kawan terhadap pelaksanaan CSR di tujuh Negara Asia, yakni India, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.19

Pengaturan tentang pelaksanaan Corperate Social Responsibility pernah dilakukan uji materil di Mahkamah Konstitusi. Para pengusaha di Indonesia yang terdiri dari 6 pihak diantaranya Kadin Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda

Dari masing-masing negara diambil 50 perusahaan yang berada pada peringkat atas berdasarkan pendapatan operasional untuk tahun 2002, lalu dikaji implementasi CSR-nya. Hasilnya, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah penetrasi pelaksanaan CSR dan derajat keterlibatan komunitasnya. Namun demikian, berbagai perusahaan di Indonesia berupaya untuk bisa menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. PT. Tirta Investama adalah salah satu perusahaan yang berkantor pusat di Bekasi dan memiliki berkontribusi dalam meningkatkan kualitas masyarakat di lingkungan perusahaannya melalui penerapan Corporate Social Responsibility.

18

Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Seminar Sehari “A Promise of Gold

Rating : Sustainable CSR” Tanggal 23 Agustus 2006, lihat www.menlh.go.id. diakses tanggal 23 Mei

2012.

19

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR, (Gresik: Fascho Publishing, 2007), hal. 72.

(12)

Indonesia (HIPMI), Ikatan Wanita Pengusaha Muda Indonesia (IWAPI), PT Lili Panma, PT Apac Centra Centertex Tbk, serta PT Kreasi Tiga Pilar mengajukan permohonan uji materi Pasal 74 UU No.40/2007. Para pemohon berpendapat Pasal 74 UU Perseroan Terbatas tersebut bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat 1, 28 I Ayat 2, dan Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945, pada frasa ‘efisiensi berkeadilan’.

Pasalnya, menurut pemohon, hal ini dinilai mengakibatkan ketidakpastian hukum dan membuat dunia usaha atau perseroan Indonesia menjadi tidak efisien, menurunkan daya saing, serta perlakuan diskriminatif, yang pada akhirnya dianggap mengancam hak konstitusi para pemohon seperti yang tercantum pada Pasal 28 D Ayat 1, Pasal 28 I Ayat 2, dan pasal 33 Ayat 4 UUD 1945. Pemberlakuan kewajiban CSR kepada perusahaan yang bergerak di bidang SDA merugikan. Sebab, perusahaan sudah dipungut pajak, sehingga jika masih harus diwajibkan untuk CSR jadinya akan menambah beban. Isi ketentuan Pasal 28 D Ayat 1, Pasal 28 I Ayat 2, dan pasal 33 Ayat 4 UUD 1945 yaitu:

1. Pasal 28D ayat (1):

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum

yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”;

2. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945:

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar

apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;

3. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945:

“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan

(13)

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Menurut para Pemohon kewajiban ”Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

(Corporate Social Responsibility)” bagi Perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal

74 dan Penjelasannya UU PT, akan menambah biaya produksi dan potensial mengurangi daya saing perusahaan. Sehingga tidak dapat menjalankan perusahaan secara optimal.

Hasilnya bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang SDA (Sumber Daya Alam) tetap diwajibkan untuk menganggarkan dana TSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) sesuai amanat UU No.40 Tahun 2007 Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan putusan Putusan Nomor 53/PUU-VI/200820

20

Pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 53/PUU-VI/2008 dalam perkara permohonan pengujian UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terhadap UUD Tahun 1945.

Bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) merupakan kebijakan negara yang menjadi tanggung jawab bersama untuk bekerjasama (to cooperate) antara negara, pelaku bisnis, perusahaan, dan masyarakat. Bukan sebaliknya untuk mencari lubang-lubang (loopholes) kelemahan terhadap ketentuan hukum yang kemudian dieksploitasi untuk menghindari ( to evade) tanggung jawab tersebut. TJSL merupakan affirmative regulation yang menurut argumentasi aliran hukum alam bukansaja menuntut untuk ditaati, tetapi menuntut kerja sama antara pemangku kepentingan. Walaupun pernah dilakukan uji materil

(14)

terhadap Pasal 74 UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun Mahkamah Konsititusi tetap kukuhkan kewajiban CSR.

CSR juga sebagai salah satu komitmen dari PT. Tirta Investama. PT. Tirta Investama yang didirikan padal tanggal 23 Februari 1973 oleh Tirta Utama yang merupakan perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pertama di Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Nama aqua berasal dari kata latin yang berarti air. Pada awalnya produk aqua diarahkan untuk masyarakat golongan menengah ke atas, namun seiring perkembangannya, produk ini akhirnya dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tanggal 24 September 1998, Aqua

Group menggandeng salah satu produsen raksasa AMDK, yaitu Group Danone yang

berpusat di Paris. Masuknya Danone ke Aqua Group dilakukan melalui PT. Tirta Investama yang merupakan holding company Aqua Group.

PT Tirta Investama melakukan kegiatan CSR sejak tahap perencanaan investasi. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan keseriusan itikad baik PT Tirta

Investama terhadap masyarakat untuk turut serta melakukan pemberdayaan

masyarakat di daerahnya sesuai dengan ketentuan yang diamanahkan oleh perundang-undangan yang berlaku. Tulisan ini mencoba untuk mengamati dan menganalisis pelaksanaan CSR perusahaan tersebut di lingkungan masyarakat dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga akan diperoleh gambaran secara jelas tentang bentuk pelaksanaan pengaturan tentang CSR dalam perusahaan tersebut.

Telah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa program Corporate Social

(15)

efek yang positif bagi masyarakat, tetapi apakah Corporate Social Responsibility benar-benart dilakukan oleh PT Tirta Investama bagi masyarakat disekitarnya atupun lingkungannya? Atas dasar itulah penulis bermaksud untuk mengetahui apakah kegiatan Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh PT Tirta Investama ini membawa efek langsung terhadap masyarakat disekitarnya atupun lingkungannya. Dari uraian alasan diatas maka penulis mengganggap penting untuk menulis

penelitian yang berjudul “PENERAPAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY TERHADAP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI INDONESIA (STUDI PADA PT TIRTA INVESTAMA)”

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pengaturan CSR dalam perundang-undangan di Indonesia telah memberikan kepastian hukum bagi perusahaan dalam melaksanakan kewajiban CSR?

2. Bagaimanakah pelaksanaan kewajiban CSR pada PT. Tirta Investama dan apakah pelaksanaan CSR tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?

(16)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan kepastian hukum pengaturan kewajiban CSR dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan kewajiban CSR pada PT. Tirta Investama dan menganalisis kesesuaian CSR tersebut dengan peraturan perundang-undangan sehingga dapat disimpulkan kepastian hukum dalam pengaturan CSR dengan melihat pelaksanaan CSR dan peraturan CSR.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perusahan secara khusus di Indonesia

2. Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan masukan bagi pemerintah atau badan legislatif dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan.

b. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penerapan CSR di lingkungan perusahaan

(17)

c. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi penting bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial di lingkungan masyarakatnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkunan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia (Studi Pada PT. Tirta Investama)”, belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama. Dengan demikian penelitan ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Menurut data yang ada berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil judul penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) telah ada yang meneliti mengenai tanggung jawab sosial yaitu:

1. Siti Zaleha (067003039): “Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. INALUM Divisi PLTA. Siguragura terhadap Pengembangan Sosio Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir”. Penelitian ini membahas permasalahn tentang format dan konsep CSR yang telah diimplementasikan oleh PT. Inalum (Divisi PLTA), peran CSR terhadap peningkatan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Kecamatan

(18)

Pintu Pohan Meranti, dan hubungan CSR terhadap perkembangan pasar lokal di Kecamatan Pintupohan Meranti

2. Edi Syahputra (067005088): “Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Masyarakat Lingkungan PTPN IV (Studi Pada Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun)”. Penelitian ini membahas permasalahan tentang pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan BUMN, implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun, dan dampak implementasi

Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV

Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun

Berdasarkan uraian pembahasan atas penelitian tersebut di atas, jelas bahwa permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut di atas.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara

(19)

bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.21

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal – hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya. 26

Di dalam penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.22

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.23

Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill.

21

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253

22

Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Ghalia, 1982), hal. 37.

23

(20)

Jeremy Bentham dalam karya tulisannya An Introduction to Principles of Morals and

Legislation.24

Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu.25 Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos =

tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.26

Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan mempertimbagkan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (The

greatest good for the greatest number) artinya bahwa hal yang benar didefenisikan

sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilis berarti

IKA

24

Ian Saphiro, Asas dan Moral dalam Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006), hal. 13. Jeremy Bentham (1748-1832) karyanya Introduction to the Principles of Morals and Legislation, pertama kali diterbitkan pada tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus classicus) tradisi

utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata latin utilitis yang berarti .manfaat.. Dictum Bentham yang

selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

25

Ibid, hal. 14.

26

(21)

manfaat) sering disebut juga aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.27

Menurut utilitarisme suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar (the greatest good for the

greatest number), dengan perkataan lain kalau memaksimalkan manfaat.28

Hal itu dapat dipahami dari bila perusahaan melakukan kegiatan bisnis demi mencari keuntungan dan juga ikut memikirkan kebaikan, kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat dengan ikut melakukan berbagai kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat. Kegiatan sosial tersebut sangat beragam, misalnya menyumbangkan dan untuk membangun rumah ibadah, membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat, seperti listrik, air, jalan, tempat rekreasi, melakukan penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran atau ikut membersihkan sungai dari polusi, melakukan pelatihan cuma-cuma bagi pemuda yang tinggal di sekitar perusahaan, memberi beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu ekonominya, dan seterusnya.29

Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar artinya paling memajukan

27

Erni R. Ernawan, Op. Cit., hal. 93

28

K. Bertens, “Pengantar Etika Bisnis”, (Yogyakarta : Kanisus, 2000), hal. 238.

29

A. Sonny Keraf, “Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya”, (Yogyakarta : Kanisus, 2002), hal. 123

(22)

kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.30

Teori hukum yang berasal dari Jeremy Bentham yang menerapkan salah satu prinsip dari aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum, yaitu: manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk undang-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut di atas, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greates happiness for the greatest number).31

Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan egoistis. Dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup misalnya Jadi yang diutamakan dalam teori Jeremy Bentham adalah mewujudkan kebahagian yang sebesar-besarnya.

30

K. Bertens, Loc.cit.

31

Lili Rasjidi, Ira Tania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 61.

(23)

merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan (Suistanable Development) menjadi tanggung jawab moral individu atau perusahaan.32

Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan pemikiran ekonomis. Misalnya teori ini cukup dekat dengan Cost-benefit analysis (Analisis biaya manfaat) yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Keputusan diambil pada manfaat terbesar dibanding biayanya. Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa bisa mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil.33

Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini dalam bukunya utilitarianism yangditerbitkan pada tahun 1861 John Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran

32

Ibid, hal. 66.

33

Manuel G Velazquez, Etika Bisnis: Konsep dan Kasus (Edisi Ke-5), diterjemahkan oleh Ana Purwaningsih, Kurnianto, dan Totok Budi Santoso, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005), hal. 80.

(24)

aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi kebahagiaan yang mengijinkan kesenangan heterogen dalam berbagai bidang kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan utilitarianisme eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu kebahagiaan.34

Menurut John Stuart Mill, sumber dari kesadaran keadilan itu bukan terletak pada kegunaan, melainkan pada rangsangan untuk mempertahankan diri dan

perasaan simpati:

35

”Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual , melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat dari keadilan, dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia”.

Selain teori utilitarianisme tesis ini juga menggunakan teori keadilan. Teori ini dikemukakan oleh John Rawls. Di dalam bukunya yang berjudul A Theory of

Justice, beliau menyaratkan dua prinsip keadilan sosial yang sangat mempengaruhi

pemikiran abad ke-20 yaitu prinsip- prinsip sebagai berikut:36

34

Ibid.

35

Ibid., hal. 61.

36

John Rawls, A Theory of Justice, (London: Harvard University Press, 1971), hal. 23-24 Lihat K. Bertens, Op. Cit., hal. 295

(25)

1. Paling utama adalah prinsip kebebasan yang sama (equal liberty) yakni setiap orang memiliki hak atas kebebasan individual (Liberty) yang sama dengan hak orang lainnya.

2. Prinsip kesempatan yang sama (equal oppurtunity). Dalam hal ini, ketidakadilan ekonomi dalam masyarakat harus diatur untuk melindungi pihak yang tidak beruntung dengan jalan memberi kesempatan yang sama bagi semua orang dengan persyaratan yang adil.

Selain teori keadilan menurut yang diungkapkan oleh John Rawls. Teori keadilan lain diungkapkan oleh W. Friedman. Menurt W. Friedman suatu Undang-Undang atau peraturan menurut W. Friedman haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi itu, kalau tidak ada kedudukan sosial, kemajuan dalam hidup dicapai bukan hanya atas dasar reputasi melainkan karena kapasitas, kelas-kelas dalam masyarakat bukan faktor yang menentukan sosial saja.37

Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu apa saja yang menjadi kebutuhan mereka. Dengan kata lain dunia bisnis harus seimbang dengan kehidupan lingkungan yang bermutu. CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan yang dimaksudkan adalah kegiatan-kegiatan yang

37

W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kritis atas Teori-Teori Hukum

diterjemahkan dari buku aslinya legal Teori Oleh Muhammad Arifin, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(26)

dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.38

Untuk mendukung teori utilitas dan keadilan di atas, maka penelitian ini juga menggunakan konsep stakeholder theory sebagai pisau analisis. Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik (shareholders), tetapi bergeser menjadi lebih luas, yaitu sampai pada ranah sosial kemasyarakatan (stakeholders). Berdasarkan asumsi dasar dari teori stakeholder, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Adapun citra (image) negatif yang akan terbentuk jika perusahaan tidak memerhatikan stakeholders-nya. Setelah melakukan segala proses manajemen Public Relations untuk aktivitas program CSR, maka akan terjadi feedback (tanggapan balik) dari publik yang bersangkutan dengan program CSR yang dilaksanakan. Tanggapan balik yang diberikan oleh publik akan membentuk citra perusahaan (corporate image). Image

Konsep CSR sudah mulai dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya yang paling klasik, CSR dapat dipersepsikan sebagai suatu ideologi yang bersifat amal (charity) dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan tersebut. Ada juga sebagian besar yang mengidentikkan CSR dengan Community Development (CD). CSR berbeda dengan CD dari segi historis keberadaan diantara keduanya.

38

O. P. Simorangkir, Etika: Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta: Rineka Cipta, September 2003), hal. 55.

(27)

positif dari para pemangku kepentingan (stakeholders) dapat dirasakan, serta membantu dalam pembangunan berkelanjutan.39

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangakalan pendapat; Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational

definition.40 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.41

Dalam penelitian hukum kerangka konsepsional diperoleh dari peraturan perundang-undangan atau melalui usaha untuk membentuk pengertian-pengertian hukum. Apabila kerangka konsepsional tersebut diambil dari peraturan perundang-undangan tertentu maka biasanya kerangka konsepsional tersebut sekaligus merumuskan defenisi-defenisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.42

Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.43

39

Ibid

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali masih

40

Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPs USU), hal. 35.

41

Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), hal. 3.

42

M. Solly Lubis, Op. Cit., hal. 80.

43

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 7.

(28)

bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.44

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

1. Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.45

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan/ Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.46

44

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1988), hal. 133.

45

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1huruf a.

46

(29)

3. Community development (CD) adalah suatu cara untuk memperkuat warga masyarakat untuk mendidik mereka melalui pengalaman yang terarah agar mampu melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan sendiri untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka sendiri pula.

4. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempuyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan manusia tersebut.47

5. Pemangku kepentingan (stakeholder) adalah segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya.

Masyarakat dalam penelitian ini diartikan sebagai masyarakat yang berada di sekitar tempat kedudukan atau lokasi usaha PT. Tirta Investama.

48

6. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya

47

Paul B. Horton dan C. Hunt dalam Ridwan Effendy dan Elly Malihah, Pendidikan

Lingkungan Sosial, Budaya, dan Teknologi, (Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek, 2007), hal. 46.

48

Pemangku Kepentingan, http://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan. Diakses tanggal 7 Maret 2012.

(30)

alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Spesifikasi Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.49 Penelitian hukum normatif yaitu difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Penelitian ini bersifat yuridis-normatif. Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau badan hukum yang lain.50

Bahan utama yang dipakai untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,51

49

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Banyumedia, 2007), hal. 295.

bahan

50

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 13.

51

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 142, bahan hukum primer yang berupa perundang-undangan, yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar karena semua peraturan dibawahnya baik isi maupun jiwanya tidak boleh bertentangan dengan UUD tersebut.

(31)

hukum sekunder,52 dan bahan hukum tersier.53

Bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang terkait, yaitu:

Ketiga bahan hukum ini merupakan data sekunder.

a. Bahan hukum primer, yakni dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang,54 Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mmpunyai otoritas55

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil-hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, dan sebagainya.

yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

c. Bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum.

52

Ibid., bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.

53

Ibid.,hal. 143. Disamping sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, peneliti hukum juga dapat menggunakan bahan-bahan non-hukum apabila dipandang perlu.

54

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.

55

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 1999), hal. 142.

(32)

Penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan field research untuk memperoleh data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari informan, laporan-laporan perusahaan, dan lain-lain yang relevan dengan objek telaah penelitian ini.56 Oleh karena itu, penelitian ini juga didukung dengan data wawancara dengan pihak-pihak terkait mengenai penerapan

corporate social responsibility terhadap pemberdayaan masyarakat di lingkungan PT.

Tirta Investama.

2. Teknik dan alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data digunakan teknik-teknik pengumpula data sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan, dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen untuk mengumpulkan bahan hukum primer yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan, dan bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum.

56

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982) hal. 24.

(33)

b. Teknik wawancara, dilakukan secara terarah dan mendalam tentang aspek hukum tanggung jawab penerapan corporate social responsibility terhadap pemberdayaan masyarakat di lingkungan PT. Tirta Investama.

Wawancara dilakukan dengan mewancarai :

1) dr. Kustiwan selaku pejabat koordinator CSR di PT Tirta Investama. 2) Ir. Agung Widodo, M.MT selaku manajer support engineering di PT.

Tirta Investama.

3. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan dirasa telah cukup lengkap, maka tahap selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif, dimana setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan, penganalisisan dan pengkonstruksian data secara menyeluruh, sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara deskriptif.57

Analisis secara deskriftif ini, ditujukan untuk mendiskripsikan secara utuh dan menyeluruh dengan dukungan data yang akurat tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah CSR di Indonesia dan mendiskripsikan

sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan, diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

57

M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 133.

(34)

pelaksanaan kewajiban CSR oleh PT. Tirta Investama terhadap pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.58 Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikumpulkan dan kemudian diedit dengan mengelompokan, menyusun secara sistematis, dan analisis secara kualitatif selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif ke induktif.59

58

Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2002), hal. 103.

59

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 114-115.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penyakit kulit yang terjadi ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang menggunakan sungai sebagai sumber

Rizal (2015) melakukan penelitian pengaruh penempatan baffle blocks tipe cekung parabolik dan setengah lingkaran pada bendung dengan kolam olak solid roller bucket terhadap

Berdasarkan data yang diperoleh, mengenai tingkat depresi pada lansia menunjukan bahwa dari 96 responden hampir seluruhnya (79%) tidak ada depresi sebanyak 76

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah (a) Bagaimana Pelaksanaan Keputusan Pesamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) terkait

Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk pekerjaan klerikal akan berbeda

Oleh karena itu, jurusan Bahasa Inggris Universitas Bali Dwipa memberikan solusi dengan memberikan pembelajaran secara daring (online), tentang cara mempermudah

(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan