• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata Wikipedia berasal dari kata wiki (Hawai) yang artinya adalah cepat dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata Wikipedia berasal dari kata wiki (Hawai) yang artinya adalah cepat dan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Wikipedia dan Informasi

Kata Wikipedia berasal dari kata wiki (Hawai) yang artinya adalah cepat dan ensiklopedia yaitu buku (atau serangkaian buku) yang menghimpun keterangan atau uraian tentang berbagai hal dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang disusun menurut abjad atau menurut lingkungan ilmu (Kamus besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: 2005). Wikipedia di sini berarti ensiklopedia isi bebas berdasarkan model terbuka untuk diedit melalui jaringan internet yang tersambung yang menghimpun keterangan atau uraian tentang segala hal dan ilmu pengetahuan yang dapat diakses dengan cepat oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja. Dengan kata lain Wikipedia adalah sebuah teknologi untuk menciptakan jaringan-jaringan kolaboratif yang ditulis secara kolaboratif oleh kelompok sukarelawan secara internasional. Setiap orang yang mengakses internet dapat menulis dan membuat perubahan-perubahan terhadap artikel-artikel Wikipedia.

Wikipedia diciptakan pada tahun 2010 dan sejak itu Wikipedia terus berkembang dengan pesat dan menjadi salah satu dari jaringan referensi yang terbesar dan mendapat 65 juta pengunjung setiap bulannya pada tahun 2009. Terdapat lebih dari 85.000 kontributor aktif yang mengerjakan lebih dari 14 juta artikel-artikel dalam lebih dari 260 bahasa. Saat ini saja sudah terdapat 3.186.388 artikel dalam bahasa Inggris. Setiap hari ratusan ribu pengunjung dari seluruh dunia secara bersama-sama mengedit puluhan ribu artikel dan mengkreasi ribuan artikel baru untuk menambah pengetahuan-pengetahuan yang dikelola oleh ensiklopedia Wikipedia.

(2)

Berikut ini merupakan ciri-ciri, informasi dan keterangan-keterangan yang berkaitan dengan Wikipedia:

(1) Setiap tulisannya dinilai dari kualitas tulisan, bukan dari keahlian atau kualifikasi dari pengguna. Ini dikarenakan adanya kemauan Wikipedia untuk merangkup

pengetahuan yang ada dan benar dari semua sumber, tapi tidak termasuk penelitian yang murni dan ide-ide pribadi.

(2) Setiap orang dari segala usia, latar sosial dan budaya dapat menulis artikel

Wikipedia. Kebanyakan artikel diedit oleh semua orang yang mengakses internet hanya dengan mengklik “edit this page” yang ada pada bagian atas dari setiap halaman yang dapat diedit. Semua orang boleh menambah informasi, saling membagi referensi atau citations dengan syarat mereka menaati ketentuan-ketentuan mengedit Wikipedia dan memenuhi standar yang sesuai. Tulisan atau informasi di bawah standar atau

menimbulkan perselisihan akan dibuang.

(3) Penulisnya tak perlu khawatir akan merusak Wikipedia secara tidak sengaja

sewaktu menambah atau mengembangkan informasi karena editor yang lain senantiasa ada untuk memberi masukan atau mengoreksi kesalahan-kesalahan yang fatal dan perangkat lunak Wikipedia dirancang untuk memungkinkan pengembalian perubahan dari kesalahan mengedit.

(4) Wikipedia adalah kolaborasi aktif yang ada dan sangat luas, sehingga membuatnya berbeda dari sumber-sumber referensi tertulis di kertas. Artikel-artikel yang lama cenderung lebih mudah dipahami dan stabil, sementara artikel-artikel yang lebih baru bisa terdapat informasi yang kurang tepat, isinya tidak ditulis secara ensiklopedik atau ditulis untuk mengacaukan.

(3)

(5) Pengguna Wikipedia perlu mewaspadai informasi yang tidak tepat dan menghindari informasi salah yang baru ditambahkan dan belum dihapus. Namun karena Wikipedia terus-menerus diedit, direvisi, ditingkatkan dengan kreasi atau pembaharuan dari artikel-artikel sesuai kejadian-kejadian yang terjadi dalam hitungan jam, menit, bahkan detik, ia tetap memiliki keunggulan dibanding ensiklopedia dalam bentuk buku yang hanya dapat diperbaharui dalam hitungan bulan atau tahun. Dengan kata lain,

ensiklopedia tertulis pasti ketinggalan dari ensiklopedia on line dan informasi atau pengetahuan baru yang muncul dalam hitungan minggu bahkan bulan belum dapat dipastikan terdapat di ensiklopedia tertulis itu.

(6) Fungsi dari Wikipedia yang dapat dimanfaatkan diantaranya: sebagai bahan untuk penelitian, sumber informasi, sumber pengetahuan dan media untuk saling membagi pengetahuan yang mendunia secara on line yang sangat praktis tanpa batas waktu maupun tempat, penyedia data yang up to date dan lengkap serta gratis.

(7) Kualitas dari artikel-artikel Wikipedia dikelompokkan dengan menggunakan istilah featured artikel yang berjumlah lebih dari 2.000 artikel dan good artikel yang berjumlah 7.000 artikel berdasarkan data bulan Februari 2010. Artikel dapat dicari dengan

menggunakan search yang ada pada kotak search di sebelah kiri dari layar.

Selain ensiklopedia, Wikipedia juga memiliki projek lain yakni: Wikinews (sumber berita bebas), Wiktionary (kamus dan thesaurus), Wikibooks (buku teks dan manual), Wikiquote (koleksi kutipan), Wikisource (naskah sumber bebas), Wikispecies (direktori spesies), Wikiversity (materi belajar bebas), Meta-Wiki (koordinasi proyek Wikimedia), MediaWiki (koordinasi MediaWiki), Wikimedia Foundation (humas Wikimedia

(4)

oleh komunitas yang terpisah dan selalu mencakup informasi dan artikel-artikel yang sulit didapat melalui sumber-sumber umum lain.

2.2 Pengertian Terjemahan

Istilah terjemahan memiliki beberapa arti yakni yang pertama adalah subjek dari suatu kajian, kedua adalah produk dalam bentuk teks yang sudah diterjemahkan dan yang ketiga adalah kegiatan menghasilkan suatu terjemahan. Oleh Jakobson (1971:261), terjemahan itu dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu:

A. Intra lingual translation (terjemahan dalam bahasa yang sama), yaitu

menerjemahkan teks sumber ke teks target dalam bahasa yang sama. Terjemahan seperti ini sering disebut dengan parafrase atau menggunakan kata-kata lain untuk menyatakan pesan yang sama.

B. Inter lingual translation (terjemahan antar bahasa), yaitu menerjemahkan teks sumber ke teks target dalam bahasa yang berbeda. Misalnya teks sumbernya dalam bahasa Inggris, teks targetnya dalam bahasa Indonesia.

C. Inter semiotik translation (terjemahan sistem lambang/non-verbal) yaitu

menerjemahkan suatu lambang/ tanda /gambar yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan, dengan kata-kata atau secara verbal. Misalnya huruf “P” yang dicoret sebagai tanda-tanda lalu lintas yang dipasang di pinggir jalan diterjemahkan dengan tidak boleh memarkirkan kendaraan di area itu.

Dalam praktek, terjemahan itu diartikan dengan menerjemahkan suatu bahasa ke bahasa lainnya. Hal ini didukung oleh pendapat dari Catford yang dikutip dari buku Mary Snell-Hornby (1965:20) “Translating is the replacement of tekstual material in one language (source language) by equivalent textual material in another language (target language).” dalam bahasa Indonesianya berbunyi “terjemahan adalah penggantian dari

(5)

bahan tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) ke bahan tekstual yang ekuivalen dalam bahasa lainnya (bahasa target)”.

Menurut Nida dan Taber (1969:12) “Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” dalam bahasa Indonesia berbunyi “terjemah an itu melibatkan usaha menghasilkan kembali ke dalam bahasa si penerima, pesan dari bahasa sumber yang ekuivalen, se-alami, se-dekat mungkin dengan bahasa sumbernya, dari segi arti dan style.”

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa fenomena terjemahan itu pada dasarnya adalah pengalihan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memperhatikan ekuivalensinya.

2.2.1 Tahap-tahapan Terjemahan.

Dalam proses pengalihan atau menerjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa target terdapat tahap-tahapan seperti yang dikemukakan oleh Nida dan Taber (1969:33) bahwa ada tiga tahapan: tahap pertama yaitu menganalisis (analysis) teks bahasa sumber, tahap kedua yaitu mengalihkan (transfer) teks bahasa sumber ke bahasa sasaran dan tahap ketiga yaitu menyusun atau menyempurnakan kembali (restructuring) apa yang sudah dialihkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Berikut adalah skemanya:

A (source language) B (target language)

(analysis) (restructuring)

X (transfer) Y

(6)

Tahap-tahapan yang dikemukakan Larson dalam bukunya yang berjudul “Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language Equivalence” yang diterjemahkan oleh Kencanawati Taniran ke bahasa Indonesia dengan judul “Penerjemahan Berdasarkan Makna: Pedoman untuk pemadanan Antarbahasa” (1998:3) yaitu:

(1) mempelajari leksikon, sruktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber,

(2) menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya, (3) mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan

leksikon dan sruktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya.

Berikut adalah skema tahap-tahapannya:

Gambar 2. Skema tahap-tahapan terjemahan Larson

Dari skema Larson dapat dilihat bahwa pada umumnya tahapannya sama dengan yang dikemukakan oleh Nida dan Taber yakni menganalisis termasuk memahami teks bahasa sumber, kemudian mentranfernya ke bahasa target, dan tahap terakhir adalah memyempurnakan bahasa target dengan menyusun/mengungkapkannya kembali agar

BAHASA SUMBER Teks yang akan

diterjemahkan BAHASA SASARAN Terjemahan MAKNA Penafsiran makna Pengungkapan kembali maknanya

(7)

mencapai ekuivalensi dari terjemahannya. Tetapi dalam hal ini Larson lebih menekankan pada penerjemahan/ekuivalensi makna.

2.2.2 Metodologi Penganalisaan Terjemahan

Terjemahan melibatkan teks, baik teks sumber maupun teks target yang mesti dianalisis dalam tahap menerjemahkan (lihat skema terjemahan Nida dan Taber serta Larson) untuk mendapatkan hasil terjemahan yang diinginkan. Demikian pula dalam menganalisis suatu terjemahan baik teks sumber maupun teks target mesti dianalisis, untuk itu metode pendekatan dalam penganalisaan itu adalah mutlak. Metode pendekatan dalam penganalisaan teks terjemahan itu adalah :

A. Pendekatan top-down (teks – kalimat – klausa/frasa - kata) yaitu penganalisaan teks yang diawali dengan pemahaman teks secara keseluruhan kemudian bergerak ke unit yang lebih kecil.

B. Pendekatan bottom-up (kata – frasa/klausa – kalimat - teks) yaitu penganalisaan teks yang diawali dengan pemahaman dari unit yang kecil (kata) kemudian bergerak ke unit yang lebih besar.

Snell-Hornby (1988:69) menyarankan pendekatan top-down dalam analisis teks atau disebutnya dengan istilah the macro to the micro level, dari text to sign, demikian juga dalam model dari proses penerjemahan Hatim dan Mason (ibid, Baker 1992:6) yang mengadopsi pendekatan sama dengan tipe teks dan konteks sebagai awal dari pembahasan permasalahan-permasalahan dan strategi-strategi dalam terjemahan. Tetapi Baker (1992:6) menyarankan pendekatan bottom-up dengan argumentasi bahwa walaupun teks itu adalah unit yang memiliki arti, bukannya unit bentuk, tetapi arti itu dipahami melalui bentuk dan tanpa memahami arti dari bentuk-bentuk individunya, seseorang tidak dapat menginterpretasikan arti dari keseluruhan teks. Namun demikian

(8)

beliau mengakui bahwa menerjemahkan kata-kata dan frasa-frasa di luar dari konteks itu merupakan latihan yang tidak menjanjikan keberhasilan, sama halnya dengan memaksakan pemahaman keseluruhan teks tanpa pemahaman bagaimana sebenarnya masing-masing kata, frasa, dan struktur gramatikal mempengaruhi dan membentuk keseluruhan arti dari teks.

Dengan demikian baik pendekatan top-down maupun bottom-up memilki kekuatannya masing-masing dalam upaya menganalisa dan memahami teks. Tetapi dapat disimpulkan bahwa ada baiknya menerapkan yang pertama bagi penerjemah awal yang bukan linguis terlatih atau untuk tujuan pengajaran ataupun penganalisaan teks terjemahan sehingga tahap-tahapannya lebih mudah diikuti.

2.3 Ekuivalensi dalam Terjemahan

Terjemahan sebagai hasil dari proses menerjemah memilki target yang harus dicapai, target itu lazim dikenal dengan istilah ekuivalensi. Istilah ini digunakan oleh Catford juga Nida dan Taber dalam mendefinisikan terjemahan. Menurut Catford (ibid, Hornby (1965:20) “terjemahan adalah penggantian dari bahan tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) ke bahan tekstual yang ekuivalen dalam bahasa lainnya (bahasa target)” , menurut Nida dan Taber (1969:12) “terjemahan itu melibatkan usaha menghasilkan kembali ke dalam bahasa si penerima, pesan dari bahasa sumber yang ekuivalen se-alami mungkin dan se-dekat mungkin dengan bahasa sumbernya, dari segi arti dan style.”

Dalam bahasa Indonesia istilah ini juga dikenal dengan ‘padanan’. Para penerjemah menggunakan istilah ekuivalensi sebagai parameter untuk menilai terjemahannya. Begitu pentingnya pencapaian ekuivalensi ini dalam terjemahan, sehingga sejak tahun 1959 istilah ini sudah didiskusikan oleh Jacobson dalam paper-nya “On Linguistic

(9)

Aspect of translation” (1959/2000) melalui pembahasan linguistic meaning and equivalence. Menurutnya, secara umum tidak ada ekuivalensi penuh antar kode unit-unit, dengan memberi contoh kata cheese yang merupakan kode unit dalam bahasa Inggris tidak sama dengan syr dalam bahasa Rusia. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa penerjemah mengkodekan dan mengalihkan pesan yang diterimanya dari sumber lain. Maka terjemahan itu melibatkan dua pesan yang ekuivalen dalam dua kode yang berbeda.

Catford (1965:27) mengemukakan konsep ekuivalensi yang lebih umum dan lebih abstrak dibanding yang dikemukakan oleh Jacobson dengan “textual equivalence” yang didefinisikannya dengan segala target teks atau bagian teks yang diteliti dengan metode pencapaian ekuivalensi berdasarkan otoritas dari narasumber atau penerjemah bilingual yang berkompetensi, untuk mendapatkan ekuivalensi dari teks sumber yang diberikan atau bagian dari teks. Sedemikian besar perhatian dan pentingnya konsep ekuivalensi dalam terjemahan ini bagi para ahli penerjemah, tersirat dalam kutipan yang ditegaskan Snell-Hornby (1988: 15) “What all linguistically oriented schools of translation theory have in common however, is the central concept of translation equivalence …”. Yang dapat diartikan dengan ‘namun demikian, yang secara umum diakui sekolah-sekolah yang berorientasi pada linguistik mengenai teori terjemahan adalah konsep utama tentang ekuivalensi terjemahan’.

Berikut adalah ekuivalensi yang dikemukakan oleh beberapa ahli (Wikipedia, diakses Febuari 2010) diantaranya:

A. Eugene Nida mengemukakan dua jenis ekuivalensi yakni:

(1) Formal equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada pesan yang sedekat mungkin dengan bahasa

(10)

sumbernya. Terjemahan ini memperhatikan bentuk gramatikal dan fungsi/pesan yang disampaikan teks sumber.

(2) Dynamic equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada kesamaan pesan yang disampaikan teks sumber dengan pesan yang diterima dari teks target. Terjemahan ini lebih

mengutamakan keluwesan bahasa dan fungsi/pesan dari pada bentuk gramatika teks.

B. Koller yang dikutip dari Munday (2001: 47) mengemukakan lima jenis ekuivalensi yakni:

(1) Denotative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada extralinguistic content atau ada yang

menyebutnya dengan ‘content invariance’ dari suatu teks.

(2) Connotative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada pilihan-pilihan leksikal yang berdekatan sinonimnya atau ada yang menyebutnya dengan ‘stylistic equivalence’.

(3) Text-normative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada tipe teks yang memilki penyajian yang berbeda.

(4) Pragmatic equivalence / communicative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada penerima dari teks atau penerima pesan. Istilah ini dikenal dengan dynamic equivalen-nya Nida. (5) Formal equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada bentuk dan estetika teks, termasuk permainan kata dan

(11)

ciri stilistik individu dari teks sumber. Ada yang menyebutnya dengan “expressive equivalence”.

C. Venuti (Wikipedia, diakses Febuari 2010)mengemukakan dua jenis ekuivalensi yakni:

(1) Ekuivalen yang memihak pada bahasa sumber, foreignizing yaitu menerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dengan lebih memperhatikan/ mempertahankan keaslian dari gramatika dan pesan teks sumber daripada teks target. Terjemahan ini lebih mengutamakan style bahasa sumbernya.

(2) Ekuivalen yang memihak pada bahasa target, domesticating yaitu menerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dengan lebih memperhatikan gramatika, style dan penyampaian pada teks targetnya daripada teks sumbernya. Terjemahan ini lebih mengutamakan keterbacaan dari pembaca teks target.

D. Mona Baker (1992) mengemukakan jenis ekuivalensi berdasarkan tingkatan-tingkatannya yakni:

(1) Equivalence in word level yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk mendapatkan ekuivalensi kata melalui kajian makna dari kata-kata dalam teks. (2) Equivalence above word level yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk

mendapatkan ekuivalensi melalui kajian kombinasi kata-kata dan frasa-frasa. (3) Grammatical equivalence yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk

(12)

(4) Textual equivalence yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk mendapatkan ekuivalensi tekstual melalui kajian dari peran susunan kata dalam menyampaikan pesan–pesan di tingkat teks.

(5) Pragmatic equivalence yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk mendapatkan ekuivalensi melalui kajian yang memperhatikan bagaimana teks-teks itu digunakan dalam situasi komunikasi yang melibatkan penulis, pembaca, dan konteks budaya.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya keseragaman dalam pengunaan istilah ekuivalensi dalam terjemahan tetapi criteria ekuivalensi itu sangat tergantung kepada fokus dari kajian yang ditargetkan. Bell (1991: 6) mengatakan bahwa untuk mendapatkan ekuivalensi ideal yang murni itu merupakan impian belaka. Terdapat perbedaan antar bahasa dalam bentuk kode-kode unit, bentuk aturan dalam menyusun struktur gramatika ungkapan-ungkapan bahasa dan bentuk-bentuk ini memiliki arti yang berbeda.

2.4 Aspek Semantik dalam Terjemahan

Semantik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang makna kata dan kalimat. Menurut Kambartel dan George yang dikutip dari Pateda (2001:7), semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman manusia, sedangkan Verhaar (1983: 124) mengatakan semantik berarti teori makna atau teori arti.

Secara alamiah, seseorang yang melihat/membaca suatu ‘teks‘, akan secara otomatis berusaha untuk memahaminya dan mencari arti dari teks itu sehingga dapat menyampaikan kembali apa sebenarnya ‘teks‘ yang dilihat/dibacanya itu dan

(13)

dapat menerjemahkannya. “Arti“ inilah yang dilibatkan baik penerjemah maupun pembaca terjemahan dalam memaknai dan menilai suatu terjemahan.

Berikut adalah 4 tipe arti yang dikemukakan oleh Cruise (ibid, Baker 1992:13) (1 ) Propositional meaning yaitu arti yang muncul dari hubungan antara

kata/ujaran dan rujukannya dalam dunia nyata atau khayal. (contoh: kemeja memiliki arti ‘pakaian yang dikenakan pada bagian atas tubuh’, kaus kaki memiliki arti ‘pakaian yang dikenakan pada bagian bawah tubuh ); kedua kata ini tidak sama dalam arti proposisional sehingga kata ‘kaus kaki‘ tidak tepat digunakan untuk merujuk ke kata ‘kemeja‘ dalam situasi biasa, tetapi ‘baju kaus‘ dapat digunakan untuk merujuk ke kata ‘kemeja‘ karena kedua kata ini merupakan pakaian yang dikenakan pada bagian atas tubuh.

(2) Expressive meaning yaitu arti yang dihubungkan dengan perasaan atau sikap pembicara dari pada dengan kata apa atau ucapan apa rujukannya. (contoh: ‘Jangan emosi’ dan ‘Jangan marah’ artinya tidak terdapat pada arti proposisionalnya (perasaan tidak senang) tapi pada ungkapan ‘ marah’ yang menyatakan adanya tindakan pembicaranya.

(3) Presupposed meaning yaitu arti yang muncul dari batasan-batasan yang ada. (contoh: ‘rajin’ menyatakan akan rujukan pada manusia , ‘rusak’ menyatakan akan rujukan pada benda ).

(4) Evoked meaning yaitu arti yang muncul dari variasi dialek dan variasi bahasa yang dianggap sesuai untuk situasi tertentu. Contoh: ‘lift’ digunakan masyarakat Amerika, ‘elevator’ digunakan masyarakat Inggris.

Di antara semua tipe arti yang dijelaskan di atas, hanya arti proposisional yang selalu ditantang oleh pembaca, pendengar atau penerjemah dalam menilai suatu

(14)

ucapan atau teks karena hanya arti proposisional inilah yang dapat dikaitkan dengan benar atau salahnya suatu ucapan atau teks. Sedangkan yang lainnya memberikan kontribusi yang begitu tepatnya pada suatu ucapan ataupun teks dan biasanya sulit untuk dianalisis. ( Baker 1992:17).

Bell dalam bukunya “Translation and Translating: Theory and Practice” menyatakan bahwa proposisi adalah “the unit of meaning which constitutes the subject matter of a sentence” (Bell 1991:107); yang di-indonesiakan sebagai suatu unit dari arti yang merupakan pokok (subject matter) dari kalimat yang terkandung dalam suatu kalimat. Bell juga mengatakan bahwa arti dari suatu ujaran yang disampaikan dalam bentuk pernyataan pasti ada proposisi yang dimasukkan pembicara dalam menjelaskan suatu kejadian.

2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Kajian pustaka yang dapat menjadi ajuan dalam penulisan tesis ini adalah artikel dengan judul “Equivalence” yang ditulis oleh Marouane Zakhir, seorang penerjemah di University of Soultan Moulay Slimane, Morocco. Ia membahas tentang teori yang berhubungan dengan pandangan ekuivalensi menurut beberapa ahli seperti Nida, Newmark, Jacobson, Bayar, dan penyangkalnya seperti Vander Broek, Mehrach dan Van Leuven. Dalam artikel itu Zakhir mengajukan degrees of equivalence mulai dari optimum translation, near-optimum translation, partial translation, weaker and stronger versions, poor translation, mistranslation dan zero equivalence sebagai kriteria untuk menentukan kualitas dari terjemahan.

Artikel lainnya yaitu “Translation Quality Assessment: The Examination of a Literary Text by Baker’s Taxonomy” yang ditulis oleh Javad Heidary dan Asghar Haghani, keduanya adalah mahasiswa Magisrter konsentrasi terjemahan dari Fars

(15)

Science and Research University di Shiraz, Iran. Mereka mengevaluasi terjemahan dari teks sastra yakni “Ante-Gone” karangan Sophocles yang diterjemahkan oleh Alidade dan Davidic dari bahasa Inggris ke bahasa Persian dengan menerapkan ekuivalensi yang diteorikan oleh Baker. Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa terjemahan karya sastra tersebut tidak memuaskan karena kesalahan terjemahan mencapai 48% dan dalam level ekuivalensi menunjukkan kualitas yang rendah.

Kontribusi dari kedua artikel tersebut dalam tesis ini adalah bahwa dalam menilai suatu terjemahan diperlukan parameter yang bertolak pada ekuivalensi, dimana ekuivalensi yang memiliki range/tingkatanlah yang sesuai untuk diterapkan dalam berbagai genre teks.

2.6 Teori yang Relevan dengan Penelitian

Teori terjemahan yang diterapkan dalam tulisan ini adalah teori terjemahan inter lingual yang berkaitan dengan terjemahan antar bahasa (bahasa Inggris ke bahasa Indonesia) karena data dari teks sumber dalam tesis ini adalah dalam bahasa Inggris dan data teks target dalam bahasa Indonesia.

Ekuivalensi yang diterapkan dalam tesis ini bertitik tolak pada ekuivalensi yang dikemukakan oleh Mona Baker dan disesuaikan dengan keperluan dalam mengkaji permasalahan yang dimunculkan dalam tulisan ini yakni:

(1) Equivalence in word level (ekuivalensi tingkat kata)

(2) Equivalence above word level (ekuivalensi tingkat kalimat) (3) Textual equivalence (ekuivalensi tekstual)

Teori tentang arti yang diterapkan dalam tesis ini adalah teori dari Bell dan Cruise khususnya propositional meaning (arti proposisional), selanjutnya digunakan arti proposisional, karena hanya dari arti proposisional inilah dapat dievaluasi apakah suatu

(16)

terjemahan itu benar atau salah (Baker 1992: 17). Arti proposisional inilah yang merupakan kriteria untuk penentuan ekuivalensi dari TT dengan TS.

Alasan pemilihan teori Mona Baker sebagai titik tolak dalam penganalisaan teks terjemahan adalah :

(1) Teorinya khusus untuk penerapan dalam terjemahan. (2) Teorinya praktis untuk diterapkan.

(3) Teorinya sesuai untuk diterapkan dalam permasalahan yang dibahas.

(4) Mona Baker telah puluhan tahun berpengalaman dalam bidang terjemahan baik sebagai penerjemah atau pengajar teori maupun praktek terjemahan sebelum nenerbitkan bukunya “In Other Words” (Baker 1992).

Metode penganalisaan terjemahan yang diterapkan dalam pemahaman teks adalah pendekatan top-down (teks – kalimat – klausa/frasa - kata) yaitu penganalisaan suatu terjemahan yang diawali dengan pemahaman teks secara keseluruhan kemudian bergerak ke unit yang lebih kecil. Cara pemahaman teks secara keseluruhan yang diterapkan adalah seperti yang dikemukakan oleh Bell (1991:107) dengan mengajukan pertanyaan berkenaan dengan teks yaitu:

What? untuk mengetahui pesan yang terdapat dalam teks; Why? Berorientasi pada maksud dari penyampai teks; When? Berkaitan dengan waktu komunikasi;

How? Merujuk pada cara penyampaian teks;

Where? Berkaitan dengan tempat penyampaian teks;

dan who? Merujuk pada yang terlibat dalam penyampaian teks; Cara ini untuk selanjutnya disingkat dengan 5W-1H.

(17)

Metode penganalisaan terjemahan yang diterapkan dalam penganalisaan teks adalah pendekatan bottom-up (kata – frasa/klausa – kalimat - teks) yaitu penganalisaan suatu terjemahan yang diawali dengan penganalisaan dari unit yang kecil (kata) kemudian bergerak ke unit yang lebih besar. Pada tahap penganalisaa kalimat dalam TS dan TT untuk memudahkan penentuan arti propositional, kalimat diidentifikasi menurut fungsi dari bagian-bagian kalimat: subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Menurut Putrayasa (2006:64), subjek (S) adalah sesuatu yang dianggap berdiri sendiri, dan tentangnya diberitakan sesuatu; predikat (P) adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu; objek (O) adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif; pelengkap (Pel) memiliki kemiripan dengan objek dan sering dicampuradukkan, pelengkap menduduki tempat setelah verba; keterangan (K) merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya, di akhir, awal dan bahkan di tengah kalimat, konstituen keterangan berupa frase nominal, frase preposisional, atau frase adverbial.

Mengapa kedua metode tersebut diterapkan dalam tesis ini, bukannya satu? Analoginya dapat digambarkan dengan adanya suatu kasus (sama dengan teks dalam terjemahan) yang harus diselidiki. Kasus terdiri dari kejadian-kejadian atau peristiwa- peristiwa yang saling terkait satu dengan lainnya (kata-kata ataupun kalimat-kalimat dalam teks). Dalam memahami suatu kasus, keseluruhan kejadian-kejadian atau peristiwa- peristiwa yang saling terkait haruslah dilihat sebagai satu kesatuan, baru kemudian bergerak ke masing-masing kejadian atau peristiwa. Tetapi dalam menyelidiki kasus haruslah dimulai dari satu kejadian demi satu kejadian baru ditingkatkan dan dikaitkan dengan yang lainnya dan seterusnya.

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu penelitian dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder.Data

◉ Memberikan informasi untuk mengkoordinasi seluruh proses bisnis yang terkait dengan pelanggan dalam hal penjualan, pemasaran, dan jasa untuk mengoptimalkan pendapatan dan

Sistem PSB yang berjalan pada SMP Negeri 53 Palembang pada saat ini, Di awal tahun pelajaran sekolah menerima surat petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa baru

Atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto yang terbesar pada Triwulan I-2010 adalah Sektor Industri Pengolahan sebesar Rp380,9

Aktivitas observasi dilakukan ketika peneliti melakukan pembelajaran, pengamat melaksanakan observasi untuk melihat seberapa jauh keefektifan perencanaan pembelajaran ketika

Nearest Neighbor adalah pendekatan untuk mencari kasus dengan menghitung kedekatan antara kasus baru dengan kasus lama, yaitu berdasarkan pada pencocokan bobot dari

Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan

Ferm entasi daging te lah m enjadi subjek pene litian intensif selam a dekade terakhir, dim ana konse kuensi dari aktivitas enzim proteolitik m enyebabkan adanya