• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dan tanpa batas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dan tanpa batas"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ekonomi abad ke-21, ditandai dengan globalisasi ekonomi yang merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara diseluruh dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dan tanpa batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Ditengah dinamika ekonomi global yang terus menerus berubah, Indonesia mengalami terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju kebangkrutan ekonomi.

Krisis ekonomi yang berawal dari tahun fiskal 1997/1998 di masa orde baru tersebut ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai pada minus 4%. Inti penurunan pertumbuhan ini adalah merosotnya produksi nasional secara rill. Artinya, secara nasional produksi yang menurun tersebut menyebabkan penurunan penghasilan yang ditandai dengan menurunnya daya beli masyarakat (Sjahrir, 1999 : 88).

Secara mikro ekonomi, krisis ekonomi dengan pertumbuhan minus 4%, inflasi yang amat tinggi, dan suku bunga yang meningkat, kesemuanya itu menghasilkan kemerosotan yang tajam pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Disamping itu nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, khususnya terhadap dolar AS yang

(2)

terdepresiasi hingga 350% mengakibatkan peningkatan rasio utang pada struktur modal perusahaan yang pada saat itu banyak melakukan pendanaan modal asing. Kondisi ini menunjukkan terjadinya penurunan profitabilitas sementara jumlah utang yang harus dibayar mengalami peningkatan.

Keadaan ini telah memberikan indikasi yang kuat terhadap industri manufaktur yang sempat dibanggakan itu mengalami kemerosotan produksi, karena ternyata industri ini sangat bergantung pada bahan baku impor. Sehingga industri manufaktur Indonesia tidak mampu bertahan ditengah terpaan krisis ekonomi. Sementara itu, sektor pertanian yang sempat diabaikan oleh pemerintah tidak mampu menopang keterpurukan industri manufaktur.

Dampak krisis ini masih terasa hingga saat ini, dimana perekonomian Indonesia masih mengalami kegoncangan. Hal ini menyebabkan bayak perusahaan mengalami jatuh bangun karena tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi terutama masalah keuangan yang kemudian mempengaruhi daya saingnya di pasar global. Menurut United Nation Industrial Development organization (UNIDO) yang mengembangkan Competitiveness Industrial Perpormance (CIP) yang kemudian diterapkan untuk mengukur peringkat daya saing sektor industri manufaktur. Pada periode 1980-2000 terhadap 93 negara yang diteliti kinerja industri manufaktur Indonesia dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama bersama-sama dengan beberapa negara-negara berkembang lain yang kebanyakan dari kawasan Asia Timur. Peringkat kinerja industri manufaktur Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini. Dimana di urutan ke-75 pada tahun 1980, menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990, dan

(3)

urutan ke-38 pada tahun 2000. Namun dibandingkan dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur, posisi Indonesia memang relatif terpuruk.

Tabel 1.1

Kinerja Industri Manufaktur Kawasan Asia Timur 1980-2000 (dalam peringkatnya dari 93 negara di dunia)

NO. Negara Tahun 2000 Tahun 1990 Tahun 1980

1 Singapura 1 1 2 2 Taiwan 9 15 18 3 Korea Selatan 10 18 23 4 Malaysia 15 23 40 5 Thailand 23 32 47 6 Cina 24 26 39 7 Filipina 25 43 42 8 Hongkong 27 20 16 9 Indonesaia 38 54 75 10 Fiji – Pasifik 68 61 52

11 Papua New Guinea 82 76 80

Sumber: UNIDO, Industri Developmen Report 2004, dalam Mubyarto.

Hasil yang diunggkapkan oleh UNIDO memang baru sampai pada tahun 2000. Tetapi memperhatikan kondisi perkembangan perekonomian dan terpuruknya kegiatan sektor produksi, kemungkinan besar peringkat sektor industri manufaktur di Indonesia kembali turun setelah tahun 2000. Memang perbaikan dalam kondisi ekonomi makro telah terjadi, tapi belum cukup membawa kearah pemulihan aktivitas sektor produksi, terutama manufaktur ketataran sebelum krisis apalagi mendongkrak peningkatan daya saingnya.

Meskipun permasalahan penurunan daya saing ini berawal sebelum krisis tahun 1997, perkembangan industri sangat terpuruk setelah krisis tahun 1997. Banyak pengamat mengindikasikan terjadinya ”deindustrialisasi”. Gejala ini ditunjukkan dengan mengamati perkembangan tingkat realisasi kapasitas produksi (utilisasi

(4)

kapasitas), jumlah perusahaan, dan indeks produksi yang terus mengalami penurunan.

Penyebab utama penomena tersebut adalah dampak dari krisis ekonomi Indonesia yang terjadi pada penghujung tahun 1997 yang telah memberi indikasi yang kuat terhadap kemerosotan sektor industri manufaktur. Menurut Mayangsari (2001:1) berdasarkan hasil penelitiannya terhadap perusahaan manufaktur di Indonesia bahwa salah satu penyebab meradangnya perusahaan-perusahaan di Indonesia pada saat terjadi krisis adalah pada umumnya perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modalnya tanpa pertimbangan sehingga aktivitas-aktivitas yang seharusnya didanai dengan utang jangka panjang justru didanai dengan utang jangka pendek demikian pula sebaliknya. Sehingga pada saat terjadi krisis moneter pada tahun 1997 banyak perusahaan yang collapse.

Kondisi diatas mungkin tidak berpengaruh pada kondisi normal sementara, pada masa resesi ekonomi yang terjadi sampai sekarang ini diperlukan suatu upaya habis-habisan untuk memperketat biaya, dan dimana perlu mengurangi biaya-biaya melalui tindakan-tindakan yang mungkin terasa drastis dalam kondisi yang normal. Disamping itu perlu pertimbangan-pertimbangan strategis dalam hal merencanakan pemenuhan dana yang tepat dan efisien bagi perusahaan. Dengan begitu efisiensi ekonomis akan menjadi bagian yang penting dari strategi survival perusahaan-perusahaan. Salah satu langkah kongkrit yang dapat dilakukan oleh perusahaan memperhatikan kondisi tersebut adalah melakukan perencanaan target struktur modal yang ideal. Adapaun struktur modal yang ideal dan selalu diupayakan untuk dicapai

(5)

disebut struktur modal optimal (optimal capital structure) yang menunjukkan jumlah utang yang optimal (Warsono, 2003:238).

Menurut teori struktur modal, porsi hutang yang optimal terjadi pada struktur modal yang optimal yaitu posisi dimana risiko yang ditanggung perusahaan akibat penggunaan hutang sama dengan return yang diterima dari penggunaan hutang tersebut. Apabila posisi struktur modal berada diatas target struktur modal yang optimal, maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan dan sebaliknya. Menurut Arifin (2005:77) struktur modal merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Tidak seperti debt ratio atau leverage ratio yang hanya menggambarkan rasio hutang dan ekuitas pada satu saat tertentu, struktur modal lebih menggambarkan target komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang pada suatu perusahaan.

Penentuan struktur modal bagi suatu perusahaan merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Tujuan pokok manajemen struktur modal adalah menciptakan suatu bauran atau kombinasi sumber pembelanjaan permanen sedemikian rupa, sehingga mampu memaksimumkan harga saham perusahaan. Dalam rangka untuk mencapai tujuan manajeman struktur modal mekanisme yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan bauran pembelanjaan sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan mencerminkan kemampuan manajemen pendanaan dalam menentukan target struktur modalnya (Warsono, 2003:238).

(6)

Menurut Keown (2000 : 443) tentang biaya modal rata-rata tertimbang bahwa, biaya modal dapat diminimumkan dengan menggunakan hutang dalam pendanaan, maka dividen sebagai bagian laba yang dihasilkan perusahaan dapat ditingkatkan. Hal ini akan memaksimumkan harga saham perusahaan di bursa. Pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar diterima dalam bentuk dividen.

Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan (trade-off) antara resiko dan tingkat pengembalian. Perusahaan yang menggunakan lebih banyak utang berarti memperbesar resiko yang ditanggung oleh pemegang saham serta memperbesar tingkat pengembalian investasi (Brigham, Eugene dan Joel F. Houston, 2001 : 5). Namun dalam (Gito Sudarmo 2002 : 211), dikatakan bahwa akibat yang menguntungkan dengan adanya modal asing umumnya lebih besar daripada bertambahnya risiko.

Salah satu isu penting yang dihadapai para manajer keuangan adalah hubungan antara sturktur modal dengan nilai perusahaan yang ditentukan oleh tingkat profitabilitas. Struktur modal adalah hasil atau akibat dari kebijakan pendanaan (financial decision) yang intinya memilih apakah akan menggunakan hutang atau ekuitas untuk mendanai perusahaan. Warsono (2003:37), mendefenisikan profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Teori struktur modal menyatakan bahwa upaya pendanaan perusahaan dalam menentukan struktur modal (bauran antara hutang dan ekuitas) bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.

(7)

Pemilihan struktur modal yang baik akan menigkatkan profitabilitas (Sartono, 2001:225). Tingkat profitabilitas secara normal diformulasikan dalam beberpa rasio, antara lain: Rasio Return On Investmen (ROI) atau sering disebut dengan Rasio On Asset (ROA), Rasio Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Operating Profit Margin (OPM), Gross Profit Margin (GPM) dan Rentabilitas Ekonomi (Earning Power).

Menggunakan hutang dalam struktur modal perusahaan harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Keuntungan penggunaan utang yaitu adanya manfaat perlindungan pajak dalam perhitungan pajak, dimana bunga hutang dikurangkan terlebih dahulu sehingga penggunaan utang mengakibatkan keringanan pajak untuk arus kas perusahaan. Disamping itu penggunaan hutang dapat memotivasi manajer untuk lebih disiplin karena adanya kewajiban untuk membayar hutang dan bunga hutang. Sedangkan kerugian penggunaan hutang berhubungan dengan timbulnya biaya keagenan dan biaya kebangkrutan yang meningkat seiring penambahan utang (Arifin, 2005:92).

Keown et,al (2000:560) menjelaskan bahwa menurut control hypothesis dari theory free cash flows bahwa semakin besar hutang maka manajemen harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga dari hutang tersebut dan juga untuk mengngsur pokok hutang. Sehingga dengan demikian penambahan hutang dapat memotivasi manajemen untuk lebih disiplin dan efisien.

Teory trade-off menunjukkan hubungan yang positif antara struktur modal dangan nilai perusahaan (profitabilitas) dalam asumsi manfaat pajak lebih besar dari

(8)

pada biaya keagenan dan biaya kebangkrutan. Karena pengurangan bunga hutang pada perhitungan pajak penghasilan kena pajak akan memperkecil proporsi beban pajak, sehingga porsi laba laba bersih setelah pajak menjadi lebih besar atau profitabilitas semakin tinggi.

Hasil penelitian terdahulu telah menemukan adanya pengaruh yang positif antara struktur modal dan profitabilitas. Paramu (2006), melakukan penelitian untuk menganalisis bagaimana karakteristik perusahaan (biaya hutang, biaya keagenan, resiko bisnis, ukuran perusahaan, kebijakan dividen, profitabilitas, kepemilikan internal dan kepemilikan eksternal) pada berbagai industri di indonesia mempengaruhi struktur modal. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa biaya hutang berpengaruh positif terhadap rasio hutang pada struktur modalnya, dimana dijelaskan bahwa profitabilitas perusahaan mengandung konsekuensi pajak secara proporsional, namun biaya hutang (cost of debt) akan mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan.

Mayangsari (2001) meneliti pengaruh struktur aset, tingkat pertumbuhan, besaran perusahaan, profitabilitas, operating leverage, devident payout ratio dan perubahan modal kerja terhadap sumber pendanaan eksternal yang ditunjukkan dengan tingkat leverage pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel besaran perusahaan, profitabilitas, struktur asset dan perubahan modal kerja berpengaruh positif terhadap pendanaan ekternal perusahaan. Penelitian ini menjelaskan bahwa semakin profitable suatu perusahaan semakin besar kemungkinan melakukan pendanaan dengan hutang.

(9)

Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas masih jarang dilakukan. Penelitian serupa dilakukan oleh Harahap (2003). Penelitian ini menunjukkan bahwa struktur modal dengan variabel Debt to Equity Ratio (DER) sangat berpengaruh terhadap profitabilitas dengan variabel Return On Equity (ROE) dengan tanda negatif pada koefisien regresi, yang menjelaskan bahwa kenaikan penggunaan hutang jangka panjang dalam stuktur modal mengakibatkan penurunan rentabilitas modal sendiri.

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitin adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini adalah berbentuk replikasi dari peneliti terdahulu dengan menambah variabel indikator yaitu Debt to Assets Ratio (DAR) pada variabel struktur modal yang sebelumnya tidak diteliti oleh peneliti terdahulu. Sehingga variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah struktur modal yang diindikasikan dengan Debt to Equity Ratio(DER) dan Debt to Assets Ratio (DAR) dan variabel profitabilitas yang diindikasikan dengan Return On Equity (ROE).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas yang dilakukan oleh Harahap (2003), menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai variabel indikator dari variabel struktur modal dan Return on Equity (ROE) sebagai variabel indikator dari variabel profitabilitas perusahaan.

(10)

Berdasarkan uraian serta permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi dengan judul “ Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Tbk di Bursa Efek Jakarta”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Apakah Debt to Assets Ratio (DAR) berpengaruh signifikan terhadap Return on Equity ( ROE) pada perusahaan Manufaktur Terbuka di Bursa Efek Jakarta.

b. Apakah Debt to Equity Ratio (DAR) berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Manufaktur Terbuka di Bursa Efek Jakarta.

c. Apakah Debt to Equity Ratio (DER) dan Debt to Assets Ratio (DAR) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Manufaktur Terbuka di Bursa Efek Jakarta.

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

(11)

1. Menguji pengaruh Debt to Assets Ratio (DER) terhadap Return on Equity ( ROE) pada perusahaan Manufaktur Terbuka di BEJ.

2. Menguji pengaruh Debt to Equity Ratio (DAR) terhadap Return on Equity ( ROE) pada perusahaan Manufaktur Terbuka di BEJ.

3. Menguji pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) dan Debt to Asset Ratio (DAR) secara bersama-sama terhadap Return on Equity ( ROE) pada perusahaan Manufaktur Terbuka di Bursa Efek Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi penulis, memberikan tambahan wawasan baru mengenai pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas.

2. Bagi para peneliti lanjutan, diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang berkaitan dengan pengaruh struktur modal dengan profitabilitas dengan ruang lingkup yang lebih luas, sehingga hasilnya menjadi lebih sempurna dan dapat diterapkan secara operasional dilapangan.

3. Bagi pihak lain, memberikan rekomendasi bagi praktisi bisnis tentang pentingnya mempertahankan struktur modal dalam rangka pencapaian kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang diharapakan dan memaksimumkan nilai perusahaan.

(12)

D. Batasan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan hasil yang dicapai tidak menyimpang dari tujuan yang ditetapkan maka diperlukan adanya suatu batasan masalah. Penulis menetapkan batasan masalah yaitu:

1. Struktur modal dengan Rasio Debt to Equity Ratio (DER), Debt to Asset Ratio (DAR) dan profitabilitas dengan rasio Return on Equity ( ROE). 2. Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur terbuka yang terdaftar

di Bursa Efek Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Furnitur dalam bentuk partisi ruangan ini sering kali diaplikasikan ke dalam konsep rumah modern yaitu dimana rumah modern tidak terlalu banyak mengandalkan tembok-tembok

mengkaji perubahan sosial ekonomi petani jeruk di desa

2 Tahun 2008 tetang Partai Politik, bahwa yang disebut partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara

Berpacu pada tabel 1 menunjukkan aspek interpretasi memperoleh rerata skor 2,38 berkategori cukup, aspek analisis memperoleh rerata 2,15 berkategori kurang baik,

Pen)akit pada ib seperti Pregnan2) Ind2ed <)pertension5PI< )ang apabila telah timbl ge/ala ke/ang dan dissl dengan koma akan men)ebabkan ganggan aliran

Rumusan dari pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kecerdasan emosional pada siswa kelas

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penggunaan dan kadar zat pengawet natrium benzoat pada produk saus tomat yang diperdagangkan di pasar tradisional (pasar

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tri Tunggal Maha Kudus, Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus karena atas berkat, hikmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat