• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KULIT CEKER AYAM YANG DISAMAK DENGAN KOMBINASI KROM DAN MIMOSA SERTA EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK KULIT CEKER AYAM YANG DISAMAK DENGAN KOMBINASI KROM DAN MIMOSA SERTA EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KULIT CEKER AYAM YANG DISAMAK

DENGAN KOMBINASI KROM DAN MIMOSA SERTA

EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.)

SAHID MAS WIJAYA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kulit Ceker Ayam yang Disamak dengan Kombinasi Krom dan Mimosa serta Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014 Sahid Mas Wijaya NIM D14100061

(4)

ABSTRAK

SAHID MAS WIJAYA. Karakteristik Kulit Ceker Ayam yang Disamak dengan Kombinasi Krom dan Mimosa serta Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.). Dibimbing oleh MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.

Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak yang stabil dan tidak mudah membusuk. Penyamakan dapat dilakukan pada kulit ceker ayam karena memiliki kandungan protein yang tidak jauh berbeda dengan kulit ternak pada umumnya yaitu sekitar 23%. Penggunaan krom yang berbahaya dapat ditanggulangi dengan bahan penyamak nabati berupa tanin yang berasal dari tumbuhan dan bersifat ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kulit ceker ayam yang disamak dengan kombinasi krom dan mimosa serta ekstrak daun jambu biji. Peubah yang diamati terdiri atas kuat tarik, kemuluran dan kuat sobek dengan pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang berbeda berpengaruh terhadap kekuatan tarik, namun tidak berpengaruh terhadap kemuluran dan kekuatan sobek kulit samak. Krom dan mimosa tetap memberikan pengaruh pada proses penyamakan, namun penambahan ekstrak daun jambu biji sebanyak 10% menunjukan kemampuan optimal dalam membantu meningkatkan kekuatan tarik kulit samak.

Kata kunci: ceker ayam, daun jambu biji, penyamakan

ABSTRACT

SAHID MAS WIJAYA. Characteristics of Leather Derived from Chicken Claw Skin Tanned Combine with Chrome, Mimosa and Guava Leaf Extract (Psidium guajava Linn.). Supervised by MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.

Tanning is the process of converting protein rawhide into leather which stable and not easily decompose. Tanning can be performed on the skin of chicken claw because it has a protein content that is not different from the protein skin of cattle about 23%. The use of chromium can be overcome with vegetable tanning materials that derived from plants and environmentally friendly. The purpose of this study was to determine the characteristics of the tanned skin of chicken claw with a combination of chrome, mimosa and guava leaf extract. Observed variables consisted of tensile strength, elongation, and tear endurance with repetition performed 3 times. The results showed that the concentration of guava leaf extract different effect on tensile strength, but has no effect on elongation and tear endurance of leather. Chrome and mimosa still give effect to the tanning process, but the addition of guava leaf extract as much as 10% showed optimum ability to help increase the tensile endurance of leather.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

KARAKTERISTIK KULIT CEKER AYAM YANG DISAMAK

DENGAN KOMBINASI KROM DAN MIMOSA SERTA

(6)
(7)

Judul Skripsi: Karakteristik Kulit Ceker Ayam yang Disamak dengan Kombinasi Krom dan Mimosa serta Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.)

Nama : Sahid Mas Wijaya NIM : D14100061

Disetujui oleh

Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc Pembimbing I

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Karakteristik Kulit Ceker Ayam yang Disamak dengan Kombinasi Krom, Mimosa, dan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.). Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya yang beriman hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik kulit ceker ayam yang disamak dengan krom dan mimosa serta ekstrak daun jambu biji. Selama ini penyamakan kulit pada umumnya masih menggunakan bahan penyamak krom yang berbahaya karena tergolong sebagai limbah B3. Penelitian ini diharapkan dapat menanggulangi penggunaan krom yang berbahaya dengan bahan penyamak nabati yang berasal dari tumbuhan dan bersifat ramah lingkungan, dengan demikian penelitian ini dapat memberikan informasi bagi industri kulit di Indonesia untuk menurunkan dampak negatif kegiatan penyamakan kulit.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Mochammad Sriduresta Soenarno SPt MSc selaku pembimbing skripsi, Ibu Dr. Tuti Suryati SPt MSi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih pula kepada Dwi Febriyanti dan Ulfa Dwi Jayanti atas bantuan dan bimbingannya saat penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya. Selain itu, terima kasih kepada teman kelompok penelitian (Yusuf Jafar Rizali, Abdul Halim) serta teman-teman, khususnya IPTP 47 atas bantuan dan dukungannya. Terima kasih kepada keluarga besar UKM Futsal IPB yang memberikan saya ilmu dan pengalaman yang sangat berharga selama menjadi mahasiswa di IPB. Terima kasih kepada pelatih Agus Supriatna SE yang selalu memberikan semangat untuk terus berjuang pantang menyerah menghadapi masalah. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kekuatan Tarik 9

Kemuluran 11

Kekuatan Sobek 12

SIMPULAN DAN SARAN Error! Bookmark not defined.14

DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.14

LAMPIRAN Error! Bookmark not defined.15

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 2

Diagram alir proses penyamakan kulit ceker ayam dengan modifikasi pada tahap penyamakan

Struktur ikatan silang krom dengan kolagen

6 10 3 4 Coordination Saline bonding 12 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam kekuatan tarik kulit 15

2 Hasil uji Tukey kekuatan tarik kulit 16

3 Hasil analisis ragam kemuluran kulit 16

4 Hasil analisis ragam kekuatan sobek kulit 16

5 Ceker ayam, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian (a) Ceker ayam, (b) timbangan digital, (c) pisau, (d) tang, (e) Bahan kimia 16

6 Hasil penyamakan kulit ceker ayam (tiga perlakuan dengan Menggunakan tiga pengulangan) 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri penyamakan kulit merupakan agroindustri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit samak dengan krom sebagai bahan penyamak. Sebagaimana diketahui, bahwa industri penyamakan kulit selain memberi nilai tambah pada kualitas kulit mentah juga dapat membahayakan lingkungan. Proses industri ini menghasilkan limbah yang mengganggu kelestarian lingkungan hidup terutama lingkungan perairan. Hal ini dikarenakan penyamakan kulit memanfaatkan krom yang termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagai bahan penyamak. Krom termasuk jenis logam berat dan bersifat karsinogen (penyebab kanker), salah satunya bila terhirup dapat menimbulkan kerusakan tulang hidung. Apabila limbah cairan yang mengandung krom dibuang ke lingkungan berair maka perairan tersebut akan tercemar, sehingga ekosistem yang ada di dalam perairan akan terganggu bahkan rusak.

Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit samak yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam kegunaan (Purnomo 1992). Proses ini mengubah jaringan (serabut) kolagen menjadi tenunan yang tersamak sehingga tahan terhadap pembusukan (Covington 1997). Penyamakan dapat dilakukan pada kulit ceker ayam. Ceker ayam (shank) merupakan salah satu organ tubuh ternak ayam yang memiliki beberapa komponen seperti kulit, tulang, otot dan kolagen. Hasil ikutan ternak ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan baku penyamakan kulit. Kulit ceker ayam memiliki kandungan protein sekitar 23%, hal ini tidak jauh berbeda dengan kulit ternak pada umumnya sehingga dapat disamak (Purnomo 1992). Kulit ceker ayam merupakan salah satu bagian tubuh ayam yang belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga nilai ekonomisnya akan bertambah apabila kulit tersebut disamak dan dijadikan kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi.

Penggunaan krom yang berbahaya dapat ditanggulangi dengan bahan penyamak nabati yang berasal dari tumbuhan dan bersifat ramah lingkungan. Kandungan pada tumbuhan yang dapat dijadikan bahan penyamak adalah tanin. Purnomo (1992) menjelaskan bahwa untuk mengetahui suatu tumbuhan mengandung tanin atau tidak, maka dapat dilakukan dengan cara digigit. Apabila terasa sepat, maka tumbuhan tersebut mengandung tanin. Pada penelitian ini digunakan bahan penyamak nabati dari tanaman jambu biji, khususnya pada bagian daun yang mengandung senyawa tanin cukup tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakteristik kulit ceker ayam yang disamak dengan kombinasi bahan penyamak krom dan mimosa serta ekstrak daun jambu biji.

(12)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas proses penyamakan kulit ceker ayam menggunakan krom, mimosa dan ekstrak daun jambu biji serta pengujian kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek dari kulit yang disamak.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Maret sampai Juni 2014. Pelaksanaan penyamakan kulit ceker ayam dengan krom dan mimosa serta ekstrak daun jambu biji dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Ikutan Ternak dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian sifat fisik kulit dilaksanakan di Unit Industri Kerajinan Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penyamakan kulit ini adalah kulit ceker ayam, krom dan mimosa serta ekstrak daun jambu biji. Bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan meliputi air bersih, soda api (NaOH), antiseptik, kapur, natrium sulfida, amonium sulfat (ZA), asam sulfat, teepol, oropon, garam dapur, asam formiat, krom (chromosal B), natrium bikarbonat, cat dasar, minyak TRO, asam formiat, dan anti jamur.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah botol plastik, tongkat pengaduk berbahan kayu, alat pengaduk, tang, pisau, botol kaca dan timbangan digital.

Prosedur

Ekstraksi Daun Jambu Biji

Pembuatan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) menggunakan metode ekstraksi cara dingin dengan cara maserasi dan memakai etanol 70% sebagai pelarut. Daun jambu biji yang sudah dibuat halus dimasukkan ke dalam gelas piala besar dan diberi etanol hingga terendam. Pelarut dilebihkan setinggi kurang lebih 2.5 cm di atas permukaan serbuk.

Proses maserasi diawali dengan pengadukan selama 3 jam, dilanjutkan dengan penyaringan ampas menggunakan kapas. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak, hal ini ditandai dengan warna pelarut yang jernih. Filtrat dikumpulkan kemudian disaring dengan

(13)

3 menggunakan kertas saring, tahap berikutnya etanol diuapkan hingga didapat ekstrak etanol yang kental.

Pengulitan Ceker Ayam

Proses pengulitan diawali dengan pencucian ceker ayam hingga bersih tanpa dilakukan pembuangan sisik. Tiga jari ceker dipotong tepat pada pangkal jari dan disisakan hanya jari tengah (yang paling panjang). Kulit kaki bagian belakang diiris dengan pisau dari bonggol atas hingga pangkal jari yang paling panjang. Kulit bagian bonggol dikelupas sekitar 2 cm ke bawah lalu dijepit dengan mengunakan tang, tulang bagian bonggol juga dijepit dengan menggunakan tang. Masing-masing tang dipegang dengan tangan yang berbeda, kemudian secara berlawanan arah ditarik secepatnya hingga kulit pada ujung jari ikut terkelupas. Daging yang ikut bersama kulit dibuang dengan menggunakan pisau.

Proses Penyamakan

Proses penyamakan kulit kaki ayam dalam penelitian ini dilakukan sesuai Purnomo (1992) dengan dimodifikasi pada tahap penyamakan (tanning). Bahan penyamak dibedakan setiap perlakuan, yaitu bahan penyamak mineral (krom) dan bahan penyamak nabati (mimosa dan ekstrak daun jambu biji). Perlakuan pertama adalah kombinasi bahan penyamak dengan 70% krom, 20% mimosa dan 10% ekstrak daun jambu biji. Perlakuan kedua adalah kombinasi bahan penyamak dengan 60% krom, 20% mimosa dan 20% ekstrak daun jambu biji. Perlakuan ketiga dalah kombinasi bahan penyamak dengan 50% krom, 20% mimosa dan 30% ekstrak daun jambu biji. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Persentase setiap kombinasi bahan penyamak dihitung dari bobot krom awal yaitu 8% dari bobot bloten (kulit ceker yang sudah melewati tahap pembuangan sisik dan daging).

Penimbangan. Kulit ceker ayam dicuci hingga bersih sehingga tidak ada kotoran

dan sisa-sisa garam yang melekat. Kulit ditimbang dan hasil penimbangan digunakan sebagai dasar perhitungan persentase bahan kimia pada proses perendaman dan pengapuran.

Perendaman. Proses perendaman bertujuan untuk mengembalikan kandungan air

yang hilang selama pengulitan dan pengawetan awal kulit mentah, serta membersihkan kulit dari residu bahan-bahan kimia yang digunakan selama pengawetan. Perendaman diawali dengan melarutkan antiseptik dalam air, lalu ditambahkan soda api dan diaduk secara merata hingga pH mencapai 9-10. Setelah itu dilakukan penambahan soda api 0.1%-0.25% bila pH yang diinginkan belum tercapai. Kulit dimasukkan ke dalam larutan hingga terendam dan diaduk selama 30 menit. Apabila telah diaduk, kulit direndam selama 18 jam (semalaman) dan dicuci dengan air mengalir selama 10-15 menit.

Pengapuran. Proses pengapuran bertujuan untuk melarutkan unsur atau

komponen yang terdapat pada kulit yang tidak diperlukan dan dapat mengganggu proses penyamakan seperti lemak natural (alami), protein bukan serat, dan sakarida-sakarida yang terdapat di antara serat (Purnomo 2002). Selain itu

(14)

4

pengapuran dapat membengkakkan kulit agar sisa daging yang melekat pada kulit lebih mudah hilang (Purnomo 1991). Pengapuran diawali dengan melarutkan natrium sulfida ke dalam air panas dengan perbandingan 1:10 diaduk. Larutan natrium sulfida tersebut dimasukkan ke dalam air yang sudah disediakan dan diaduk hingga merata. Kapur ditambahkan dan diaduk hingga larut dalam air, kemudian kulit dimasukkan dan diaduk selama 30 menit, lalu didiamkan selama 1 jam. Pengadukan dilakukan kembali selama 30 menit, lalu didiamkan selama 2 jam. Kegiatan tersebut diulangi 5 kali lalu kulit direndam selama 18 jam (semalaman). Seluruh kulit diusahakan terendam dalam air dan pH cairan rata-rata 11-12, pada pagi hari kulit dicuci dengan air mengalir sampai bersih.

Pembuangan Sisik dan Daging. Setelah selesai pengapuran, kulit dibalik agar

sisik yang ada di bagian telapak dan jari kaki dapat dihilangkan. Kulit bagian jari digunting hingga seluruh kulit kaki ayam menjadi lembaran. Sisik dihilangkan sampai bersih dengan cara diremas atau menggunakan sikat yang halus secara pelan-pelan sampai seluruh sisik bersih. Setelah sisik terbuang bersih, kulit kaki ayam dibalik (bagian daging di atas dan bagian rajah di bawah serta menempel pada papan) kemudian sisa daging dibersihkan menggunakan pisau buang daging. Tujuan utama proses pembuangan sisik dilakukan untuk menghilangkan sisik yang masih melekat pada kulit, sebab sisik tersebut tidak diperlukan (Purnomo 1992). Sedangkan pembuangan daging adalah menghilangkan sisa-sisa daging yang masih melekat pada kulit dan menghilangkan lapisan subkutis (lapisan antara daging dan kutis) agar tidak menghalangi masuknya zat penyamak selama proses penyamakan (Purnomo 1992).

Penimbangan Kulit Bloten. Setelah proses buang sisik dan buang daging, kulit

dicuci hingga bersih lalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat bloten sebagai dasar perhitungan penggunaan bahan kimia untuk proses selanjutnya.

Pembuangan Kapur. Amonium sulfat (ZA) sebanyak 3% dari bobot bloten

dilarutkan ke dalam air 200% dari bobot bloten dan diaduk hingga rata. Kulit dimasukkan ke dalam larutan tersebut dan diaduk selama 1 jam. Asam sulfat dilarutkan menggunakan air dengan perbandingan 1:10, lalu dimasukkan secara bertahap selama 3 kali dengan interval waktu 15 menit. Kulit diaduk hingga 2 jam, lalu direndam selama 5-7 jam, setelah kulit diperiksa dan dianggap cukup maka kulit bisa masuk pada proses selanjutnya. Proses buang kapur bertujuan untuk menghilangkan sisa kapur yang tertinggal baik yang terikat pada serat kulit atau yang bebas, agar tidak bereaksi dengan bahan-bahan kimia yang akan digunakan dalam proses selanjutnya (Purnomo 2002).

Pembuangan Lemak. Teepol sebanyak 0.5% dilarutkan dalam 100% air

berdasarkan bobot bloten, setelah itu diaduk hingga larut dan merata. Kulit dimasukkan ke dalam larutan dan diaduk selama 20 menit. Setelah itu air dibuang dan dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Proses ini dianggap cukup apabila pada kedua permukaan kulit (bagian rajah dan bagian daging) sudah tidak berminyak saat dipegang.

(15)

5

Pengikisan Protein. Kulit dicuci hingga bersih dengan air mengalir. Oropon

sebanyak 1% dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi 100% air hangat (40°C) dan diaduk hingga larut. Kulit dimasukkan dan diaduk selama 2 jam, lalu direndam selama 1 malam dalam larutan Oropon. Pagi hari air dibuang dan kulit dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Proses pengikisan protein bertujuan untuk menghilangkan sebagian dari protein kulit yang tidak terpakai seperti globular protein yang terdapat di antara serat kulit dan elastin. Pengikisan protein menggunakan enzym proteolitik yang mampu menguraikan protein. Dengan demikian akan banyak ruang kosong di antara serat-serat kulit, sehingga kulit samakan menjadi lebih lunak dan lemas (Purnomo 1992).

Pengasaman. Garam sebanyak 10% dilarutkan dalam 100% air berdasarkan

bobot bloten, lalu kulit dimasukkan ke dalam larutan dan diaduk selama 15 menit. Asam formiat 0.75% dan asam sulfat 0.5% masing-masing diencerkan ke dalam air dengan perbandingan 1:10, kemudian dimasukkan secara bertahap selama 3 kali dengan interval waktu 15 menit dan diaduk selama 4 jam. Proses pengasaman dianggap cukup bila pH kulit sudah mencapai 2.5 – 3.0. Pengasaman bertujuan untuk menyiapkan kulit dalam kondisi asam (pH 2.5-3.0). Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan zat penyamak krom yang mempunyai pH 2.5-3.0 sehingga proses penyamakan dapat berjalan dengan lancar.

Penyamakan. Bahan penyamak dibedakan setiap perlakuan, yaitu bahan

penyamak mineral (krom) dan bahan penyamak nabati (mimosa dan ekstrak daun jambu biji). Perlakuan pertama adalah kombinasi bahan penyamak dengan 70% krom, 20% mimosa dan 10% ekstrak daun jambu biji. Perlakuan kedua adalah kombinasi bahan penyamak dengan 60% krom, 20% mimosa dan 20% ekstrak daun jambu biji. Perlakuan ketiga dalah kombinasi bahan penyamak dengan 50% krom, 20% mimosa dan 30% ekstrak daun jambu biji. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Persentase setiap kombinasi bahan penyamak dihitung dari bobot krom awal yaitu 8% dari bobot bloten (kulit ceker yang sudah melewati tahap pembuangan sisik dan daging).

Cara penyamakan jenis penyamakan kombinasi adalah sebagai berikut yang pada tahap berikutnya dilanjutkan dengan penyamakan ulang (retanning). Krom dicampurkan dengan air dan kulit, lalu diaduk selama 4 jam terus-menerus. Tahap berikutnya yaitu penambahan natrium bikarbonat yang sudah diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:3. Penambahan natrium bikarbonat dibagi menjadi 3 kali dengan interval 15 menit, lalu diaduk terus-menerus sampai kulit masak. Uji kemasakan kulit dilakukan setiap 1 jam setelah pemasukan soda yang terakhir. Apabila sudah masak, kulit diangkat dari cairan tersebut dan diangin-anginkan selama satu malam.

Netralisasi. Natrium formiat dimasukkan ke dalam air dan diaduk hingga rata.

Kulit dimasukkan dan diaduk selama 45 menit, kemudian natrium bikarboat ditambahkan dan diaduk selama 1 jam. Tahap selanjutnya yaitu pemeriksaan pH hingga mencapai 5.5.

(16)

6

Penyamakan Ulang (Retanning). Mimosa dicampurkan dengan air, lalu kulit

dimasukkan dan diaduk selama 1 jam. Tahap berikutnya yaitu penambahan cat dasar yang sudah diencerkan menggunakan air panas dan diaduk selama 1 jam. Minyak sulfat diencerkan dengan air panas lalu dimasukan dan diaduk selama 1.5 jam. Asam oksalat diencerkan dengan air 1:10 dimasukkan dan diaduk selama 1 jam. Asam Formiat diencerkan dengan air 1:10 dimasukkan bersama dengan anti jamur, kemudian diaduk hingga cairan sisa berwarna bening.

Pengeringan. Kulit dikeringkan menggunakan suhu ruang selama sekitar 6 jam

dan tidak terkena langsung oleh sinar matahari.

Pelemasan. Kulit yang sudah kering dilembabkan terlebih dulu dengan kain

basah selama sekitar 2 jam, lalu dilemaskan dengan digesekkan pada ujung benda tumpul.

Finishing. Setelah dilemaskan kulit digosok searah dengan arah jatuhnya sisik menggunakan dasar botol atau kulit kerang hingga halus dan mengkilap.

Gambar 1 Diagram alir proses penyamakan kulit ceker ayam dengan modifikasi pada tahap penyamakan.

Sumber : Purnomo (1992)

Pengujian Kekuatan Tarik (SNI 06-1795-1990)

Menurut SNI 06-1795-1990, uji kekuatan tarik diawali dengan pembuatan cuplikan kulit berukuran 11 x 3 cm menggunakan cutter. Kulit diukur ketebalannya di tiga tempat sepanjang Lo, dari tiga ketebalan tersebut diambil ukuran ketebalan terkecil. Tahap berikutnya yaitu pengukuran lebar kulit dengan

Ekstraksi daun jambu biji Pengulitan kulit ceker ayam Penimbangan Perendaman Pengapuran (Liming) Buang sisik dan buang daging Penimbangan Pembuangan kapur (Deliming) Pembuangan lemak Pengikisan protein Pengasaman (Pickling) Penyamakan sesuai perlakuan Netralisasi Penyamakan ulang (Retanning) Pengeringan Pelemasan Finishing 60% krom : 20% mimosa : 20% ekstrak 50% krom : 20% mimosa : 30% ekstrak 70% krom : 20% mimosa : 10% ekstrak

(17)

7 ketelitian 0.01 mm di tiga bagian kulit sepanjang wilayah Lo, kemudian diambil ukuran lebar yang terkecil. Cuplikan kulit dipasang pada mesin penjepit, lalu dilakukan penarikan hingga kulit menjadi putus.

Kekuatan Tarik = F maksimum

t × w kg cm−2

Keterangan:

F maksimum = beban maksimum yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit sampai putus

t = tebal contoh kulit

w = lebar contoh kulit

Lo = ukuran cuplikan kulit

Pengujian Kemuluran (SNI 06-1795-1990)

Menurut SNI 06-1795-1990, kekuatan regang diperoleh melalui perhitungan antara selisih panjang cuplikan akhir dan panjang cuplikan awal dibagi dengan panjang cuplikan awal yang selanjutnya dinyatakan dalam persen.

Kemuluran =Li − Lo

Lo × 100%

Keterangan:

Li = panjang contoh kulit setelah kulit ditarik sampai putus

Lo = panjang contoh kulit mula-mula pada jarak antara 2 penjepit

Pengujian Kekuatan Sobek (SNI 06-1794-1990)

Menurut SNI 06-1794-1990, uji kekuatan tarik diawali membuat cuplikan kulit dengan arah pemotongan sejajar dan tegak lurus dengan garis punggung, masing-masing 3 buah cuplikan. Cuplikan berukuran 10 x 2 cm, kemudian membuat lobang X dengan diameter 0.2 cm yang berjarak 2.5 cm dari E ke X, kemudian membuat irisan dari lobang X memanjang ke F sehingga cuplikan memanjang dan berbentuk lidah. Tebal cuplikan diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit. Diambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil dinyatakan sebagai tebal cuplikan, mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai cuplikan tersobek sempurna.

Kekuatan Sobek =G t kg cm−1 Keterangan: G = beban tarikan (kg); 1 kg = 9.8066 N t = tebal cuplikan (cm) Analisis Data

Data hasil pengujian kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian terdiri atas 4 perlakuan, setiap perlakuan menggunakan 3 ulangan sehingga penelitian

(18)

8

terdiri atas 12 unit percobaan. Hasil yang diperoleh apabila menunjukkan pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji Tukey.

Perlakuan:

P0 = Krom 100% (kontrol)

P1 = Krom 70%, mimosa 20%, dan ekstrak daun jambu biji 10% P2 = Krom 60%, mimosa 20%, dan ekstrak daun jambu biji 20% P3 = Krom 50%, mimosa 20%, dan ekstrak daun jambu biji 30%

Persentase setiap kombinasi bahan penyamak dihitung dari bobot krom awal yaitu 8% dari bobot bloten (kulit ceker yang sudah melewati tahap pembuangan sisik dan daging). Model matematika rancangan acak lengkap menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Pi + Ɛij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan peubah uji (kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek) kulit ceker

ayam yang disamak pada perlakuan ke-i (0, 1, 2, dan 3) dan ulangan ke-j (1, 2, dan 3);

µ : Rataan nilai peubah uji (kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek) kulit ceker ayam

yang disamak;

Pi : Pengaruh perlakuan penyamakan ke-i (0, 1, 2, dan 3);

Ɛij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan penyamakan ke-i (0, 1, 2 dan 3) pada ulangan

ke-j (1, 2, dan 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat fisik kulit samak merupakan sifat yang sangat mempengaruhi penggunaan kulit samak pada suatu produk. Kualitas fisik kulit samak yang baik akan meningkatkan kualitas produk. Beberapa kualitas fisik kulit samak diantaranya kekuatan sobek, kemuluran dan kekuatan sobek. Kemuluran kulit adalah pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus dibagi dengan panjang semula dan dinyatakan dalam persen. Kekuatan regang menunjukan kemampuan mulur kulit, semakin panjang ukuran kulit pada saat putus maka nilai kekuatan regang yang dihasilkan semakin besar. Kekuatan sobek menunjukan batas maksimum kekuatan kulit tersebut untuk dapat sobek.

Menurut Rumiyati dan Widodo (1990) kekuatan tarik kulit dipengaruhi oleh perubahan struktur kulit. Serabut-serabut kulit akan mengalami kontraksi dan kekuatan tariknya akan menjadi rendah, selanjutnya kekuatan tarik akan turun bila serabut-serabut kolagen mengalami pembengkakan yang disebabkan oleh air. Lollar (1978) menyatakan bahwa kekuatan tarik kulit samak yang tinggi akan diikuti oleh kemuluran yang rendah sampai batas tertentu. Kualitas fisik kulit samak dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Lollar (1978) menyatakan bahwa kekuatan tarik kulit samak yang tinggi akan diikuti oleh kemuluran yang rendah sampai batas tertentu. Kualitas fisik kulit samak dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

(19)

9 Tabel 1 Rataan nilai kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek kulit ceker

ayam sesuai perlakuan

Parameter Perlakuan kombinasi bahan penyamak

P0 P1 P2 P3 Kekuatan tarik (kg cm-2) 94.66 ± 4.67b 122.62 ± 8.02a 101.01 ± 10.89b 99.05 ± 3.56b Kemuluran (%) 32.40 ±11.76 46.40 ± 4.91 41.60 ±14.66 43.80 ± 3.82 Kekuatan sobek (kg cm-1) 14.55 ± 2.39 18.17 ± 1.25 19.85 ± 1.92 18.81 ± 2.42

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris parameter kekuatan tarik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). P0 = krom 100%, P1 = krom 70% : mimosa 20% : ekstrak daun jambu biji 10%, P2 = krom 60% : mimosa 20% : ekstrak daun

jambu biji 20%, P3 = krom 50% : mimosa 20% : ekstrak daun jambu biji 30%.

Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik kulit samak dalam penelitian ini berturut-turut adalah 94.66 kg cm-2 untuk full krom, 122.62 kg cm-2 untuk P1, 101.01 kg cm-2 untuk P2 dan 99.05 kg cm-2 untuk P3 (Tabel 1). Analisis keragaman (Lampiran 1) menunjukkan bahwa faktor penambahan ekstrak daun jambu biji dan konsentrasinya berpengaruh terhadap kekuatan tarik kulit samak (P<0.05). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kekuatan tarik kulit pada konsentrasi ekstrak 10% lebih besar daripada konsentrasi 20% dan 30%, sedangkan kekuatan tarik pada kombinasi ekstrak 20% dan 30% tidak berbeda (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan penyamak ekstrak daun jambu biji pada konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang optimal.

Serabut kolagen tersusun dalam berkas-berkas kolagen yang saling beranyaman. Sudut yang dibentuk oleh anyaman dan kepadatan serabut kolagen inilah yang menentukan tinggi rendahnya kekuatan tarik (Mann 1960). Kombinasi bahan penyamak P1 memiliki nilai lebih tinggi dibanding kombinasi lainnya, hal ini diduga karena pengaruh penggunaan krom yang masih tinggi dan kemampuan mimosa dalam mengendapkan protein sehingga menutup ruang antar serat kolagen yang tidak tertutup sepenuhnya oleh krom. Hal ini berhubungan dengan fungsi krom yang akan membentuk ikatan silang dengan kolagen kulit yaitu berupa ikatan koordinatif antara gugus OH dalam krom kompleks dengan gugus aktif (karboksil) kolagen sehingga membentuk struktur yang kuat (Fahidin dan Muslich 1999).

Thorstensen (1985) menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan reaksi dalam proses penyamakan krom yaitu pelarutan garam krom (Cr2(SO4)3) ke dalam air

sehingga terbentuk Cr(SO4OH), peningkatan daya fiksasi dengan menambahkan

Na2CO3 sehingga terjadi pergantian antara sulfat yang terikat dalam garam krom

oleh OH- (hidroksi), dan reaksi kation kromium dengan anion gugus karboksil dari asam amino protein. Zat penyamak krom dalam bentuk kromium sulfat basa (Cr(SO4OH)) berikatan dengan kolagen kulit dan membentuk ikatan silang

(20)

10

Gambar 2 Struktur ikatan silang krom dengan kolagen Sumber : Thorstensen (1985)

Mimosa sebagai bahan penyamak nabati juga memiliki pengaruh yang sama dengan krom meskipun konsentrasi penggunaannya sama di setiap kombinasi yaitu sebanyak 20%. Hal ini dikarenakan mimosa berasal dari ekstraksi kulit kayu akasia dengani kadar tanin cukup tinggi yaitu berkisar antara 18-51 persen dan merupakan salah satu bahan penyamak nabati yang paling baik (Heyne 1987). Tanin merupakan senyawa polifenol kompleks yang memiliki kemampuan untuk mengubah kulit hewan menjadi kulit samak (Browning 1967).

Perbedaan konsentrasi kombinasi bahan penyamak krom, mimosa dan ekstrak daun jambu biji yang mengandung tanin menyebabkan terjadinya perubahan struktur kulit dengan kualitas sifat fisik yang berbeda. Kombinasi P1 dengan nilai kekuatan tarik yang paling tinggi diduga terjadi akibat adanya kemampuan optimal interaksi antar bahan penyamak yang bersifat saling menyempurnakan. Hal ini sesuai dengan Ludvik (2000) yang menyatakan bahwa efisiensi proses penyamakan tergantung pada konsentrasi krom dalam larutan yang juga merupakan faktor penentu dalam penyebaran bahan penyamak.

Demikian juga dengan penggunaan konsentrasi ekstrak daun jambu biji pada setiap perlakuan, pada kombinasi P1 diduga penambahan ekstrak dengan hanya sebanyak 10% merupakan kemampuan optimal tanin membentuk ikatan dengan serabut kolagen kulit yang paling efisien. Hal ini sesuai dengan penelitian Nugraha (1999) yang menyatakan bahwa bahan penyamak pada konsentrasi tinggi mempunyai butiran molekul tanin yang besar dan daya penetrasinya rendah tetapi daya samaknya tinggi akibatnya hanya pada bagian permukaan kulit saja yang tersamak sedangkan bagian dalamnya tidak tersamak, sehingga kekuatan tarik menjadi rendah. Menurut O’ Flaherty et al (1978), tanin yang terikat oleh kulit pada proses penyamakan akan melapisi serat-serat kolagen yang terbelah pada saat proses pengapuran, sehingga serat-serat tersebut akan menjadi lebih kuat.

Faktor lain yang berpengaruh pada hasil kekuatan tarik kulit samak yaitu ketebalan kulit ceker ayam yang berbeda pada setiap perlakuan. Kulit ceker ayam pada perlakuan 1 diduga memiliki tingkat ketebalan yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya, meskipun tidak dilakukan pengukuran ketebalan kulit sebelum proses penyamakan. Hal ini sesuai dengan Suparno et al (2011) yang menyatakan bahwa kekuatan tarik kulit samak dipengaruhi oleh ketebalan dan lokasi pengambilan sampel. Kulit yang diambil pada bagian krupon akan memiliki

(21)

11 kekuatan tarik yang lebih baik bila dibandingkan dengan kulit yang diambil pada bagian bahu dan perut, karena kulit pada bagian krupon memiliki jaringan kolagen yang lebih kuat, rapat dan kompak (Suparno 2010).

Proses pengapuran yang dilakukan selama 18 jam juga menjadi faktor terhadap kekuatan tarik kulit, namun cenderung tidak mempengaruhi perbedaan nilai hasil penelitian antar perlakuan karena tidak ada yang dibedakan saat proses pengapuran. Hal ini sesuai dengan Judoamidjojo (1974) yang menyatakan bahwa apabila pengapuran dan pelumatan dilakukan dengan waktu yang cukup lama, maka serat-serat kolagen kulit akan semakin kecil dan tercerai berai sehingga kekuatan tarik pun menjadi menurun. Serat-serat kolagen akan terhidrolisa menjadi serat-serat yang lebih kecil akibat pemutusan ikatan hidrogen diantara cincin protein yang berdekatan (Judoamidjojo 1974).

Kemuluran

Berdasarkan kulit samak yang dihasilkan (Tabel 1), dapat dilihat bahwa kulit dengan perlakuan penambahan ekstrak sebanyak 10% cenderung memiliki nilai kemuluran lebih tinggi dibandingkan kulit dengan penambahan ekstrak 20% dan 30%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun jambu biji sebanyak 10% diduga memiliki kemampuan optimal dalam meningkatkan kemuluran kulit. Semakin tinggi konsentrasi bahan ekstrak daun jambu biji yang digunakan maka kemuluran semakin rendah. Hal ini sesuai dengan Purnomo (1985) yang menyatakan bahwa pada kulit yang disamak dengan menggunakan bahan penyamak nabati didapatkan kulit yang berisi, padat tetapi kaku sehingga kemulurannya rendah. Kombinasi P2 dan P3 menggunakan ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi yang semakin tinggi, sehingga diduga menyebabkan kulit samak yang dihasilkan semakin padat dan nilai kemulurannya semakin menurun.

Penggunaan mimosa pada kombinasi bahan penyamak diduga ikut mempengaruhi nilai kemuluran kulit samak meskipun konsentrasinya sama di setiap kombinasi. Rendahnya kemuluran yang didapatkan pada kulit yang disamak dengan mimosa adalah akibat dari meningkatnya ikatan serat-serat kulit oleh bahan penyamak mimosa dan berubahnya serat menjadi struktur kulit yang kompak. Struktur kulit yang kompak ini menghambat masuknya minyak sebagai bahan pelemas sehingga menyebabkan kulit menjadi kaku (Purnomo 1985).

Faktor lain yang ikut mempengaruhi perbedaan nilai kemuluran pada setiap kombinasi yaitu terjadi reduksi elastin pada saat dilakukan tahap pengapuran dan pengikisan protein, kemuluran kulit berkaitan dengan kelemasan atau elastisitas. Hal ini sesuai dengan Judoamidjojo (1974) yang menyatakan bahwa elastin merupakan protein fibrous yang membentuk serat-serat yang sangat elastis karena mempunyai rantai asam amino yang membentuk sudut. Sudut-sudut tersebut menjadi lurus pada saat mendapat tegangan dan akan kembali seperti semula apabila tegangan tersebut dilepaskan. Hilangnya elastin pada protein kulit dapat mengurangi elastisitas kulit. Kemuluran kulit juga dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat. Derajat kemuluran serta kelemasan juga dipengaruhi oleh proses penyelesaiannya seperti pementangan, pelemasan dan penghamplasan (Purnomo 1985). Hasil analisis keragaman (Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai kemuluran kulit ceker ayam dengan penambahan kombinasi konsentrasi ekstrak daun jambu biji tidak berbeda

(22)

12

nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai bahan penyamak nabati pengganti krom.

Menurut Lehninger (1997) pada umumnya bahan penyamak nabati berikatan dengan protein kulit dengan dua cara: (1) Co-ordination: didasarkan pada pengikatan hidrogen struktur fenolik tanin pada grup peptida protein kulit. (2) Saline bonding: ikatan antara tanin penyamak nabati dengan gugus amino protein kulit. Gambar 2 menunjukkan bahwa ikatan hidrogen terjadi antara O- yang terdapat pada fenolik dengan atom H pada kolagen atau H+ pada fenolik dengan atom N atau atom O pada kolagen. Ikatan hidrogen adalah ikatan antar molekul antara atom H dengan atom yang memiliki keeloktronegatifitasnya tinggi, (Lehninger 1997). Gambar 3 menunjukan ikatan garam terbentuk antara senyawa bermuatan negatif dengan senyawa bermuatan positif. (Lehninger 1997).

Gambar 3 Coordination Sumber : Lehninger (1997)

Gambar 4 Saline bonding Sumber : Lehninger (1997)

Kekuatan Sobek

Kekuatan sobek ekuivalen dengan kekuatan tarik, bila kekuatan tarik tinggi maka kekuatan sobeknya juga tinggi. Kekuatan sobek dipengaruhi oleh ketebalan kulit, kandungan dan kepadatan protein kolagen, besarnya sudut jalinan serabut kolagen dan tebalnya korium (Kanagy 1977). Secara deskriptif, dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa kekuatan sobek rata-rata terendah tedapat pada kombinasi P1 dengan nilai 18.17 kg cm-1, sedangkan kekuatan sobek rata-rata tertinggi berada pada kombinasi P2 dengan nilai 19.85 kg cm-1. Hal ini

(23)

13 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar ekstrak daun jambu biji, maka nilai kekuatan sobek pun meningkat. Hal ini sesuai dengan Fahidin (1977) yang menyatakan bahwa kulit yang disamak dengan menggunakan bahan penyamak dengan kadar tinggi akan memiliki ketahanan sobek yang tinggi.

Konsentrasi krom dalam kombinasi bahan penyamak diduga ikut berpengaruh pada nilai kekuatan sobek kulit. Hal ini sesuai dengan O’Flaherty et al (1978) yang menyatakan bahwa kadar krom yang berlebihan dalam kolagen justru akan menurunkan kekuatan fisik kulit samak seiring dengan bertambahnya jumlah krom yang terikat, sehingga rantai polipeptida terlalu banyak menerima bahan penyamak melebihi batas kemampuan muatan serabut kulit sehingga serabut kolagen terputus. Meningkatnya konsentrasi bahan penyamak krom pada penyamakan akan meningkatkan koordinasi kromium ke dalam gugus hidroksil asam amino penyusun kulit (O’Flaherty et al 1978).

Proses pengapuran dan pengikisan protein pada setiap kombinasi bahan penyamak juga ikut mempengaruhi perbedaan nilai kekuatan sobek yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Purnomo (1985) yang menyatakan bahwa kekuatan sobek kulit samak dipengaruhi oleh perubahan struktur kulit dan tingginya komposisi protein serat di dalam kulit. Serabut-serabut kulit akan mengalami kontraksi pada saat pengapuran dan pengikisan protein sehingga kekuatan sobeknya akan menjadi rendah, selanjutnya kekuatan sobek akan meningkat bila serabut-serabut kolagen berikatan dengan krom dalam kompleks krom.

Konsentrasi ekstrak yang rendah dalam kombinasi bahan penyamak P1 menyebabkan timbulnya endapan pada permukaan kulit dan pengikisan protein non kolagen yang tidak sempurna sehingga kulit menjadi kaku dan mudah sobek. Hal ini berhubungan dengan masih adanya protein non kolagen yang tersisa akibat pengikisan yang kurang kuat sehingga menghambat masuknya bahan penyamak ke dalam kulit (Sharphouse 1991). Sharphouse (1991) menyatakan bahwa tanin yang membentuk endapan pada permukaan dan di atas serat serat kolagen kulit akan mengakibatkan kepadatan kulit bertambah serta meningkatkan daya tahan kulit terhadap air dan kekakuan kulit sehingga kekuatan sobek menjadi rendah. Proses pengikisan protein non kolagen yang kurang sempurna menyebabkan pembukaan serabut kolagen terbatas, sehingga zat penyamak yang terikat akan berkurang dan mengakibatkan kulit tersamak yang dihasilkan menjadi keras, kaku dan rapuh (mudah sobek) dan mudah patah (Planmuller 1978).

Kulit ceker ayam meiliki struktur kulit yang tipis sehingga mempengaruhi nilai kekuatan sobek yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnomo (1992) yang menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi kekuatan sobek adalah tebal tipisnya kulit. Kulit yang tipis memiliki serat kolagen yang longgar sehingga mempunyai kekuatan sobek yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tebal.

Berdasarkan hasil analisis ragam dengan pengujian parametrik (Lampiran 4) menunjukkan bahwa P0, P1, P2 dan P3 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekuatan sobek, baik pada kontrol maupun di setiap perlakuan sehingga ekstrak daun jambu biji diasumsikan dapat menggantikan krom dalam proses penyamakan kulit.

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kombinasi ekstrak daun jambu biji dan mimosa memiliki potensi untuk dijadikan bahan penyamak nabati sehingga mengurangi penggunaan krom. Konsentrasi ekstrak daun jambu biji berpengaruh terhadap kekuatan Tarik. Penggunaan konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang optimal pada kekuatan tarik kulit samak adalah sebanyak 10%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh kombinasi bahan penyamak nabati dengan konsentrasi yang lebih tinggi terhadap kualitas fisik kulit samak. Meskipun penggunaan krom menghasilkan kualitas tinggi pada hasil kulit samak, namun harus tetap digantikan dengan kombinasi bahan penyamak lain yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Browning BL. 1967. Methode of Wood Chemistry. Vol I. New York (US) : Interscience Publ.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1990. Pengujian Kekuatan Sobek Lapisan Kulit (SNI 06-1794-1990). Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1990. Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit (SNI 06-1795-1990). Jakarta (ID): BSN.

Covington AD. 1997. Modern Tanning Chemistry. Chem. Soc. Rev. 26:111. Aachen (DE).

Fahidin. 1977. Pengolahan Hasil Ternak Unit Pengolahan Kulit. Bogor (ID): Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian Sekolah Pembangunan. Departemen Pertanian.

Fahidin, Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Bogor (ID) : Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia (terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta). Jakarta (ID) : Koperasi Karyawan Departemen Hutan. Judoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor (ID) :

Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kanagy JR. 1977. Physical and performance properties of leather. In The Chemistry and Technology of Leather Vol. 4. Ed. By O’Flaherty F, Roddy WT, Lollar RM. Florida (US) : Krieger Publishing Company.

Lehninger AL. 1997. Dasar-dasar Biokimia, Jilid I. Diterjemahkan oleh Thenawidjaya. Jakarta (ID) : Erlangga.

(25)

15

Lollar RM. 1978. Criteria Which Define Tannage In The Chemistry and Technology of Leather. Vol. II-Types of Tannage Editor By Fred O’Flaherty, W.T. Roddy, R.M. Lollar. Krieger R.E. Publishing Company. Huntington. New York (US).

Ludvik J. 2000. Chrome Management in Tanyard. United Nations industrial Development Organization (UNIDO). Viena, Austria (AT).

Mann I. 1960. Rural Tanning Tecnique. FAO. Roma (IT).

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab, Jilid 1. Bogor (ID) : IPB Pr.

Nugraha G. 1999. Pemanfaatan tanin dari kulit kayu akasia (Acacia mangium Wild) sebagai bahan penyamak nabati [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

O’Flaherty F, Roddy WT, Lollar RM. 1978. The Chemistry and Technology og Leather. Vol. I. New York (US) : Reinhold Publishing Co.

Planmuller J. 1978. Bating in The Chemistry and Technology of Leathe. Vol I. Ed. By Roddy and Robert E. Florida (US) : Krieger Publishing Co.

Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Yogyakarta (ID) : Akademi Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian.

Purnomo E. 1992. Dasar-dasar Teknologi Kulit 1. Yogyakarta (ID) : Penerbit Kanisius.

Purnomo E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Yogyakarta (ID) : Penerbit Kanisius.

Purnomo E. 2002. Penyamakan Kulit Ikan Pari. Yogyakarta (ID) : Penerbit Kanisius.

Rumiyati VSP, Widodo. 1990. Hubungan Antara Kekuatan Tarik Dengan Kemuluran Kulit Boks. HAKTKI. BBKKP. Yogyakarta (ID).

Sharphouse JH. 1991. Leather Technicians’s Hand Book. Leather Product Association. 9th. Thomas Street, London (UK).

Suparno O. 2010. Optimization of chamois leather tanning using rubber seed oil. JSLTC. 105(6):189-194.

Suparno O, Kartika IA, Mubarak S. 2011. An innovative new application of oxidizing agents to accelerate chamois leather tanning. JALCA. 106(12):360-366.

Thorstensen TC. 1985. Practical Leather Tecnology. Florida (US) : R.E. Krieger Publ.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam kekuatan tarik kulit

SK DB JK KT F P

Perlakuan 3 1 400.2 466.7 8.59 0.0007

Galat 8 434.90 54.40

(26)

16

Lampiran 2 Uji Tukey kekuatan tarik kulit

Perlakuan N Rata-rata Pengelompokan

1 3 122.617 A

2 3 101.007 B

3 3 99.053 B

0 3 94.663 B

Lampiran 3 Analisis ragam kemuluran kulit

SK DB JK KT F P

Perlakuan 3 333.90 111.3 1.140 0.391

Galat 8 784.20 98.00

Total 11 1 118.2 Lampiran 4 Analisis ragam kekuatan sobek kulit

SK DB JK KT F P

Perlakuan 3 47.650 15.883 3.78 0.059

Galat 8 33.599 4.200

Total 11 81.249

Lampiran 5 Ceker ayam, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian (a) Ceker ayam, (b) Timbangan digital, (c) pisau, (d) tang, (e) bahan kimia

(27)

17

(b) Timbangan digital (c) Pisau

(d)Tang (e) Bahan kimia

Lampiran 6 Hasil penyamakan kulit ceker ayam (3 perlakuan dengan menggunakan 3 pengulangan)

(28)

18

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah pada tanggal 27 Juni 1992 dari pasangan Siswoyo dan Siti Suhar Jati. Penulis merupakan anak ketiga dari 6 bersaudara yang terdiri dari 3 saudara perempuan dan 2 saudara laki-laki. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Taman Pagelaran tahun 2004, SMP Taruna Andigha Bogor tahun 2007 dan di SMA Negeri 2 Bogor tahun 2010. Penulis diterima di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2010.

Penulis pernah aktif sebagai pengurus Forum aktifitas mahasiswa muslim (FAMM) AL-AN’AM Fakultas Peternakan IPB 2011-2013 divisi Syiar dan UKM Futsal IPB 2010-2014 sebagai ketua divisi logistik. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan yaitu Seminar Qur’an dan Sains Peternakan (SQSP) 2012, IPB Futsal League 2012, Livestock Vaganza 2012, Hari Minum Susu 2014 dan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) mahasiswa Fakultas Peternakan IPB angkatan 50 tahun 2014. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Hasil Ikutan Ternak dan mata kuliah Ruminansia Kecil tahun 2014.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir proses penyamakan kulit ceker ayam dengan modifikasi                     pada tahap penyamakan
Gambar 2 Struktur ikatan silang krom dengan kolagen                                          Sumber : Thorstensen (1985)

Referensi

Dokumen terkait

Nilai yang dapat dipetik dari makna simbolis Sêkar Pralambang Jaman ini adalah orang yang memiliki pedoman dan prinsip dalam hidupnya serta selalu berpegang

Pada tabel 3 diatas dari hasil uji Mann- Whitney U menunjukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna frekuensi diare pada hari pertama antara kelompok yang diberi probiotik

Calon peserta Local Government Leadership Training Angkatan VIII BPSDMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2021 adalah para ASN yang telah masuk dalam8. database Talent Pool

arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen

As a result, we can use stress surface to compare the potential impact of stress on different outages as well as assess the impact of efforts to reduce stress surface over time..

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Manajemen laba, kepemilikan manajerial, komite audit, kualitas audit, ROE dan EPS tidak berpengaruh terhadap

Metode ini juga menjadi jawaban bagi orang dengan fungsi otak kanan yang lebih dominan untuk menghafal al Qur’an. Namun tidak ada gading yang tak

Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ; 1) Hasil pengujian menunjukkan brand image mempunyai pengaruh signifikan dan prositif terhadap