• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitain Terdahulu - BAB II AN NAZZAM AL BAQILANI TS'19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitain Terdahulu - BAB II AN NAZZAM AL BAQILANI TS'19"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitain Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal ataupun literatur terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian

Metode Yang

Diterapkan Hasil Penelitian 1. Mahesa Anggi

Pinandita, 2017 Pengaruh Limbah Karet Ban Sebagai Campuran Aspal Terhadap Karakteristik Marshall Pada Jenis Perkerasan

Lapis Tipis Aspal

Pasir (LATASIR)

Kelas B

Ban dipotong - potong hingga lolos saringan nomor 30. Pencampuran dilakukan pada LATASIR kelas B. Pengujian menggunakan Marshall.

Hasil uji karakteristik

Marshall dari 6 variasi sampel didapatkan hasil terbaik pada kadar ban bekas 3% dengan nilai VIM 4,242%, nilai VMA 23,92%, nilai VFA 80,62%, nilai rerata

Stabilitas Marshall

1094,33 kg, nilai rerata Kelelehan (Flow) 2,82 mm, dan nilai rerata

Marshall Quotient (MQ) 388,13 kg/mm.

2. Manages Purbo Negoro, 2015 Pengaruh Bahan Ganti Campuran Aspal Menggunakan Ban diolah hingga leleh. Pencampuran dilakukan pada

Hasil uji karakteristik

(2)

Karet Ban Bekas Terhadap Karakteristik Aspal Menggunakan Metode Uji Marshall Lapis Pondasi Pasir Aspal (LPPA). Pengujian Marshall.

variasi sempel dengan nilai VIM 5,849%, VMA 18,18%, VFA 74,86%,

Stabilitas rerata 1041,33 kg, Kelelehan (Flow)

3,245 mm, dan nilai rerata Marshall Quotient

321,1 kg/mm 3. Bagus

Subaganata, S.T.,M.T., Vol 2 edisi Mei 2012 Pengaruh Penambahan Serbuk Ban Bekas Terhadap Kinerja Campuran Aspal

Panas Jenis Hot

Rolled Sheet (HRS) Ban diolah menjadi serbuk dengan cara diparut. Pencampuran dilakukan pada HRS.

Kadar aspal optimal (6,5%) pada campuran HRS berdasarkan

Marshall, serbuk ban bekas dengan nilai 3,5% dapat menghasilkan

Stabilitas 1576,722 Kg,

Flow 4,067 mm, rongga udara 3,056%, rongga terisi aspal 80,746 % dan hasil bagi Marshall 3,801 KN/mm.

4. Fernanda Wisnu Hanggara, 2018

Pengaruh

Penambahan

Karet Ban Bekas

Terhadap Karakteristik Aspal Penetrasi 80/100 Ban diolah hingga leleh. Pengujian karakteristik aspal.

Semakin besar kadar karet ban bekas maka semakin kecil nilai

Daktilitasnya, semakin besar nilai Titik

(3)

B. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah suatu pencampuran bahan material yang diikat menjadi satu kesatuan konstruksi yang digunakan untuk menerima beban lalu lintas. Agregat yang dipakai anatara lain batu pecah, batu kali, batu belah, pasir, dan filler. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain aspal dan semen. Bedarsarkan bahan pengikatnya, berikut macam - macam konstruksi perkerasan jalan, yaitu antara lain:

1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavements)

Mengadopsi model makadam dengan bahan penutup (surfacing) dari campuran aspal dan agregat, perkerasan ini umumnya menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Bahan konstruksi perkerasan lentur terdiri atas agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras. Konstruksi perkerasn ini umumnya terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan tanah asli (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase), lapisan pondasi atau pondasi atas (base), dan lapisan permukaan atau penutup (surface).

2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavements)

Konstruksi perkerasan yang umumnya menggunakan semen

(4)

3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavements)

Merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat juga berupa perkerasan kaku diatas perkerasan lentur ataupun sebaliknya.

C. Lapisan Aspal Beton (LASTON)

Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri

dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu

tertentu. Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus

dan filler, sedangkan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis

aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan

80/100 yang seragam, tidak mengandung air bila dipanaskan sampai suhu

175°C tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang

ditetapkan. Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk

mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada

perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang

terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi

(5)

Tabel 2.2 Ketentuam Sifat - Sifat Campuran Lapisan Aspal Beton (LASTON)

Sifat - Sifat Campuran Spesifikasi

Lapisan Aspal Beton (LASTON)

Satuan Lapisan Aus Lapisan

Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar

Kadar Aspal Efektif Min 5,1 4,3 4,3 4 4 3,5 %

Penyerapan Aspal Max 1,2 %

Jumlah Tumbukan Perbidang - 75 112 -

Rongga Dalam Campuran (VIM)

Min 3

%

Max 5

Rongga Dalam Agregat

(VMA) Min 15 14 13 %

Rongga Terisi Aspal (VFA) Min 65 63 60 %

Stabilitas Marshall Min 800 1800 Kg

Pelelehan Min 2 4,5 mm

Marshall Quotient Min 250 300 Kg/mm

Stabilitas Marshall Sisa Setelah Perendaman Selama 24 Jam

Min 90 C

Rongga Dalam Campuran

Pada Kepadatan Membel Min 2 %

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Spesifikasi Khusus, Divisi 6 Seksi 6.3 Revisi 3, 2010

Ada tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh aspal beton

sebagai berikut :

1. Tahan terhadap tekanan (Stability)

Tahan tehadap tekanan adalah kemampuan dari suatu perkerasan

jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap

seperti gelombang, alur dan bleeding. Jalan yang melayani volume lalu

lintas yang tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan

suatu perkerasan jalan dengan stabilitas yang tinggi. Faktor yang dapat

mempengaruhi nilai stabilitas aspal beton adalah gesekan internal dan

(6)

2. Keawetan (Durability)

Keawetan adalah kemampuan beton aspal untuk menerima repetisi

beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda

kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh

cuaca dan iklim, seperti udara, air atau perubahan temperatur. Durabilitas

beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya

pori dalam campuran, kemampatan dan kedap airnya campuran. Semakin

tebal film aspal akan mengakibatkan mudah terjadi bleeding yang akan

menyebabkan jalan semakin licin.

3. Kelenturan (Flexibility)

Kelenturan adalah kemapuan dari beton aspal untuk menyesuaikan

diri akibat penurunan (konsolidasi atau settlement) dan pergerakan dari

pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat

repetisi beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah

timbunan yang dibuat diatas tanah asli. Flexibilitas dapat ditingkatkan

dengan mempergunakan agregat yang bergradasi terbuka dengan kadar

aspal yang tinggi.

4. Ketahanan terhadap kelelehan (Fatigue Resistance)

Ketahanan terhadap kelelehan adalah suatu kemampuan dari beton

aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa

(7)

5. Kekesatan atau tahanan geser (Skid Resistance)

Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton

aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda

kendaraan sehingga roda kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Selain

itu agregat yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang

kasar, tetapi juga harus mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak

mudah menjadi licin akibat repetisi kendaraan.

6. Kedar air (Impermeable)

Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat

dimasuki oleh air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan

udara dapat menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan aspal, dan

pengelupasan film atau selimut aspal dari permukaan agregat. Tingkat

Impermebilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat

Durabilitasnya.

7. Mudah dilaksanakan (Workability)

Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah

dihamparkan dan dipampatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat

kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas

aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur gradasi serta kondisi

agregat.

D. Aspal

Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive),

(8)

juga disebut butimen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai lapisan permukaan lapis perkerasan lentur. Aspal berasal dari alam (aspal buton) atau dari minyak bumi (aspal yang berasal dari minyak bumi), aspal diklasifikasikan menjadi aspal padat dan aspal cair. (https://id.m.wikipedia.org)

Aspal adalah materaial yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat aspal merupakan material pembentuk lapisan perkerasan jalan. (Sukirman, 2003)

Dalam perkerasan beraspal, pembagian jenis aspal keras berdasarkan nilai penetrasi (Penetration Grade), nilai viskositas (Viscosity Grade) atau temperatur maksimum dan minimum perkerasan rencana (Performance Grade). Berdasarkan nilai penetrasinya aspal dibagi menjadi beberapa macam penetrasi untuk keperluan perkerasan jalan, antara lain :

1. Aspal dengan penetrasi antara 40/50 2. Aspal dengan penetrasi antara 60/70 3. Aspal dengan penetrasi antara 80/100 4. Aspal dengan penetrasi antara 120/150 5. Aspal dengan penetrasi antara 200/300

(9)

dingin atau dengan volume lalu lintas yang rendah. Indonesia pada umumnya menggunakan aspal dengan penetrasi (60/70 dan 80/100) karena Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, lembab, curah hujan yang tinggi tiap tahun, dan kepadatan volume lalu lintas yang sangat tinggi.

E. Agregat

Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran agregat aspal yang berupa berbagai jenis butiran - butiran atau pecahan yang termasuk dalamnya adalah pasir, kerikil, batu pecah atau kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran aspal buatan. Proporsi agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler)

didasarkan kepada spesifikasi dan gradasi yang tersedia. Jumlah agregat dalam campuran aspal biasanya 90% sampai 95% dari berat, atau 75% sampai 85% dari volume.

Tabel 2.3 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

Ukuran Ayakan (mm)

% Berat yang lolos terhadap total agregat dalam campuran

LATASIR (SS) LATASTON (HRS) LASTON (AC)

Gradasi senjang

3 Gradasi semi

senjang2

kelas A Kelas B wc Base WC Base WC BC Base

37,5 100

25 100 90 - 100

19 100 100 100 100 100 100 100 90 - 100 76 - 90 12,5 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 75 - 90 60 - 78 9,5 90 - 100 75 - 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 77 - 90 66 - 82 52 - 71

4,75 53 - 69 46 - 64 35 - 54

2,36 75 - 100 50 - 723 35 - 553 50 - 62 32 - 44 33 - 53 30 - 49 23 - 41

1,18 21 - 40 18 - 38 13 - 30

0,600 35 - 60 15 - 35 20 - 45 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 - 22 0,300 15 - 35 5 - 35 9 - 22 7 - 20 6 - 15

0,150 6 - 15 5 - 13 4 - 10

0,075 10 - 15 8 - 13 6 - 10 2 - 9 6 - 10 4 - 8 4 - 9 4 - 8 3 - 7

(10)

Agregat dapat diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi secara alami adalah pasir, kerikil, dan batuan. Kebanyakan agregat memerlukan beberapa proses seperti dipecah dan dicuci sebelum agregat tersebut bisa digunakan dalam campuran aspal, karena dapat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan. Agregat dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Agregat Halus

Agregat halus merupakan suatu bahan yang digunakan untuk campuran aspal, agregat halus dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alam dari batu - batuan atau berupa pasir yang dihasilkan dari alat - alat pemecah batu (stone crusser). Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan #8 dan tertahan #200, agregat halus juga harus bersih dari lumpur dan bukan bahan organik. Fungsi utama agregat halus adalah sebagai berikut :

a. Mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan (interlicking) dan gesekan antar partikel. b. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling

mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara agregat kasar.

(11)

Tabel 2.4 Spesifikasi Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan

Syarat SNI Agregat Halus Zona 2

ASTM mm

3/8" 9,5 100

No. 4 4,75 90 - 100

No. 8 2,36 75 - 100

No. 16 1,18 55 - 90

No. 30 0,59 35 - 59

No. 50 0,279 8 - 30

No. 100 0,149 0 - 10

Sumber : Praktikum Pemeriksaan Bahan 2. Agregat Kasar

Agregat kasar merupakan suatu bahan yang digunakan untuk campuran aspal, agregat kasar dapat berupa kerikil atau splite sebagai hasil disintegrasi alam dari batu - batuan atau berupa batuan yang dihasilkan dari alat - alat pemecah batu (stone crusser). Agregat kasar bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirannya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butirnya dan fraksi yang tertahan pasa saringan #8. Fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. Memberikan stabilitas dalam campuran panas aspal, sebagai pengisi volume mortal sehingga campuran menjadi ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan.

(12)

Tabel 2.5 Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar Ukuran Saringan

Syarat SNI Agregat Kasar Ukuran 1/2

ASTM mm

3/4" 19 100

1/2" 12,5 90 - 100

3/8" 9,5 40 - 70

No. 4 4,75 0 - 15

No. 8 2,36 0 - 5

Sumber : Praktikum Pemeriksaan Bahan 3. Bahan Pengisi (Filler)

Filler adalah material yang lolos saringan #200 dan termasuk kapur hidrat, abu terbang, abu batu, dan portland semen. Filler dapat berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu pada suatu batas yang menguntungkan.

(13)

Tabel 2.6 Persyaratan Pemeriksaan Agregat dan Filler

No Pengujian Metode Syarat Satuan

Agregat Kasar

1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 ≤ 3 %

2 Berat jenis bulk SNI 03-1969-1990 ≥ 2.5 gr/cc

3 Berat Jenis semu SNI 03-1969-1990 - -

4 Berat jenis effektif SNI 03-1969-1990 - -

5 Keausan / Los angeles abration test SNI 03-2417-1991 ≤ 30 %

Agregat Halus

1 Penyerapan air SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %

2 Berat jenis bulk SNI 03-1970-1990 ≥ 2.5 gr/cc

3 Berat jenis semu SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %

4 Berat jenis effektif SNI 03-1970-1990 -

Filler

1 Berat jenis SNI 15-2531-1991 ≥ 1 gr/cc

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Spesifikasi Khusus, Divisi 6 Seksi 6.3 Revisi 3, 2010

F. Karet Ban

Pada tahun 1845 Thompson dan Dunlop menciptakan ban atau pada waktu itu disebut ban hidup alias ban berongga udara. Sehingga Thompson dan Dunlop disebut bapak ban. Dengan perkembangan teknologi Charles Kingston Welch menemukan ban dalam, sementara William Erskine Bartlett menemukan ban luar.

Ban adalah bagian penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang disebabkan oleh tidak teraturnya permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan.

(14)

menahan beban secara seimbang sehingga ketika kendaraan dipacu dengan cepat di jalan yang licin, kendaraan tetap nyaman dan tidak slip, namun para produsen tidak memikirkan limbah ban bekas, sehingga sampai saat ini hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan sandal, tempat sampah dan sebagainya.

Bagian - bagian yang ada pada ban :

1. Tread adalah bagian telapak ban yang berfungsi untuk melindungi ban dari benturan, tusukan objek dari luar yang dapat merusak ban.

2. Breaker dan Belt adalah bagian lapisan benang (pada ban biasa terbuat dari tektil, ban radial terbuat dari kawat) yang diletakan antara Tread dan

Casing. Berfungsi untuk melindungi dan meredam benturan pada Tread

agar tidak lansung diserap oleh Casing.

3. Casing adalah lapisan benang pembentuk ban dan merupakan rangka dari ban yang menampung udara bertekanan tinggi agar dapat menyangga ban. 4. Bead adalah bundelan kawat yang disatukan oleh karet yang keras dan

berfungsi seperti angkur yang melekat pada Velg.

(15)

G. Marshall Test

Rencana campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T 245-90. Prinsip ini didasari oleh metode Marshall untuk memeriksa stabilitas dan kelelehan (Flow), serta analisi kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter.

Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau Flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991.

Secara garis besar pengujian Marshall meliputi persiapan benda uji, penentuan berat jenis Bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan kelelehan (Flow), dan perhitungan sifat Volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Jumlah benda uji yang disiapkan. 2. Persiapan agregat yang akan digunakan.

3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan. 4. Persiapan pencampuran aspal beton.

(16)

Dua parameter penting yang ditentukan pengujian ini adalah beban maksimum yang dapat dipikul briket sampel sebelum hancur disebut Marshall Stability dan jumlah akumulasi deformasi briket sampel sebelum hancur yang disebut Marshall Flow. Dan juga turunan dari keduanya yang merupakan perbandingan antara Marshall Stability dan Marshall Flow disebut sebagai

Marshall Quotient, yang merupakan nilai kekakuan berkembang (Pseudo Stiffness), yang menunjukan ketahan campuran terhadap deformasi permanen. Parameter lainnya yang penting dalam metode Marshall adalah analisi Void

yang terdiri dari Density, Void In The Mix (VIM), Void In Minerak Aggregate

(VMA), Void Filled With Asphalt (VFA) yang dilakukan pada kondisi standar (2x75) tumbukan.

H. Analisis Perhitungan 1. Void In The Mix (VIM)

Void In The Mix (VIM) adalah persentase rongga udara terhadap volume total campuran setelah dipadatkan. Nilai VIM dihitung dengan menggunakan rumus :

VIM = (100 𝑋 𝐺𝑚𝑚 − 𝐺𝑚𝑏

𝐺𝑚𝑚 ) % ... 3.1

2. Void In Mineral Aggregate (VMA)

Void In Mineral Aggregate (VMA) adalah banyaknya pori diantara butir - butir agregat di dalam beton aspal padat, dinyatakan dalam prosentase. VMA dihitung dengan menggunakan rumus :

(17)

3. Void Filled With Asphalt (VFA)

Void Filled With Asphalt (VFA) adalah volume pori aspal padat yang terisi oleh aspal volume film atau selimut beton. VFA adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk di dalam aspal yang terabsorbsi oleh masing- masing butir agregat. Jadi aspal yang mengisi VFA adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir - butir agregat di dalam aspal padat, atau VFA merupakan presentase volume aspal padat yang menjadi film atau selimut beton.

Nilai ini menunjukan persentase rongga campuran yang berisi aspal, nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, yaitu pada saat rongga telah penuh. Artinya rongga dalam campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang mengisi rongga adalah persen kadar aspal maksimum.VFA dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

VFA = (100 (𝑉𝑀𝐴 − 𝑉𝐼𝑀)

𝑉𝑀𝐴 ) % ... 3.3 Keterangan :

VIM = Volume pori dalam aspal padat, % dari volume bulk aspal padat

VMA = Volume pori antara agregat di dalam aspal padat, % dari volume bulk aspal padat

VFA = Volume pori antara butir agregat yang terisi aspal = % dari VMA

(18)

Gmb = Berat jenis bulk dari aspal padat

Gsb = Berat jenis bulk dari agregat pembentuk aspal padat

Ps = Kadar agregat, % terhadap berat aspal

4. Marshall Quotient (MQ)

MQ = 𝑀𝑆

𝑀𝐹 ... 3.4 Keterangan :

MS = Stabilitas Marshall

MF = Marshall Flow (Kelelehan)

5. Kadar Aspal Yang Terabsorpsi Kedalam Pori Agregat (Pba)

Banyaknya aspal yang terabsorpsi kedalam pori butir - butir agregat yang dinyatakan sebagai presentase dari berat campuran agregat.

Pba = 100 𝐺𝑠𝑒−𝐺𝑠𝑏

𝐺𝑠𝑏−𝐺𝑠𝑒 𝐺𝑏 ... 3.5 Keterangan :

Pba = penyerapan aspal

Gse = berat jenis efektik agregat

Gsb = berat jenis curah agregat atau berat jenis bulk dari agregat

Gb = berat jenis aspal

6. Kadar Aspal Efektif Yang Menyelimuti Agregat (Pbe)

Jumlah aspal yang dimasukan ke dalam campuran aspal padat dikurangi bagian yang terabsorpsi kedalam pori setiap butir agregat, dinyatakan sebagai presentase terhadap berat aspal padat.

Pbe = Pb− 𝑃𝑏𝑎

(19)

Keterangan :

Pbe = Kadar aspal efaktif yang menyelimuti butir - butir agregat, persen

terhadap berat total campuran

Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran

Ps = persen agregat terhadap total campuran

Pba = penyerapan aspal, % terhadap berat agregat

7. Berat Jenis Efektif Agregat Campuran (Gse)

Gse = 100 − 𝑃𝑎100 𝐺𝑚𝑚 − 𝑃𝑎𝐺𝑎

... 3.7

Keterangan :

Gse = Berat jenis efektif dari agregat pembentuk aspal padat

Gmm = Berat maksimum dari aspal yang belum dipadatkan

Pa = Kadar aspal terhadap berat aspal padat

Ga = Berat jenis aspal

Nilai Gse umumnya konstan untuk agregat campuran, karena

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Ketentuam Sifat - Sifat Campuran Lapisan Aspal Beton (LASTON)
Tabel 2.3 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal
Tabel 2.4 Spesifikasi Gradasi Agregat Halus
+3

Referensi

Dokumen terkait

akan membuat mahasiswa mampu mengelola proses konseling dan menjalankan teknik-teknik yang sudah dikuasainya dengan baik sehingga akan bermuara pada.. keberhasilan

Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada kasus Ir Jakub Budiman yang digugat oleh Bank Permata karena tidak mampu dalam pembayaran hutangnya, dimana Bank

Untuk penjualan smartphone Xiaomi di jaringan took ritelnya, perusahaan telah melakukan pembahasan intensif, sebab pihak Xiaomi juga belum memiliki kan- tor perwakilan

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat Tugas Akhir ini

dalam ini dengan penerapan sertifikasi ISO 9001:2008 yang merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk sistem manajemen mutu, yang bertujuan menjamin

Dengan teknik mind mapping ( peta pikiran) siswa dapat menentukan kata kunci atau melihat gambar dapat mudah mengingat materi yang berkaitan dengan gambar atau kata kunci yang

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka diharapkan para penderita HIV/AIDS memiliki kepribadian hardiness dalam menghadapi masalah