BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitain Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal ataupun literatur terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Judul Penelitian
Metode Yang
Diterapkan Hasil Penelitian 1. Mahesa Anggi
Pinandita, 2017 Pengaruh Limbah Karet Ban Sebagai Campuran Aspal Terhadap Karakteristik Marshall Pada Jenis Perkerasan
Lapis Tipis Aspal
Pasir (LATASIR)
Kelas B
Ban dipotong - potong hingga lolos saringan nomor 30. Pencampuran dilakukan pada LATASIR kelas B. Pengujian menggunakan Marshall.
Hasil uji karakteristik
Marshall dari 6 variasi sampel didapatkan hasil terbaik pada kadar ban bekas 3% dengan nilai VIM 4,242%, nilai VMA 23,92%, nilai VFA 80,62%, nilai rerata
Stabilitas Marshall
1094,33 kg, nilai rerata Kelelehan (Flow) 2,82 mm, dan nilai rerata
Marshall Quotient (MQ) 388,13 kg/mm.
2. Manages Purbo Negoro, 2015 Pengaruh Bahan Ganti Campuran Aspal Menggunakan Ban diolah hingga leleh. Pencampuran dilakukan pada
Hasil uji karakteristik
Karet Ban Bekas Terhadap Karakteristik Aspal Menggunakan Metode Uji Marshall Lapis Pondasi Pasir Aspal (LPPA). Pengujian Marshall.
variasi sempel dengan nilai VIM 5,849%, VMA 18,18%, VFA 74,86%,
Stabilitas rerata 1041,33 kg, Kelelehan (Flow)
3,245 mm, dan nilai rerata Marshall Quotient
321,1 kg/mm 3. Bagus
Subaganata, S.T.,M.T., Vol 2 edisi Mei 2012 Pengaruh Penambahan Serbuk Ban Bekas Terhadap Kinerja Campuran Aspal
Panas Jenis Hot
Rolled Sheet (HRS) Ban diolah menjadi serbuk dengan cara diparut. Pencampuran dilakukan pada HRS.
Kadar aspal optimal (6,5%) pada campuran HRS berdasarkan
Marshall, serbuk ban bekas dengan nilai 3,5% dapat menghasilkan
Stabilitas 1576,722 Kg,
Flow 4,067 mm, rongga udara 3,056%, rongga terisi aspal 80,746 % dan hasil bagi Marshall 3,801 KN/mm.
4. Fernanda Wisnu Hanggara, 2018
Pengaruh
Penambahan
Karet Ban Bekas
Terhadap Karakteristik Aspal Penetrasi 80/100 Ban diolah hingga leleh. Pengujian karakteristik aspal.
Semakin besar kadar karet ban bekas maka semakin kecil nilai
Daktilitasnya, semakin besar nilai Titik
B. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah suatu pencampuran bahan material yang diikat menjadi satu kesatuan konstruksi yang digunakan untuk menerima beban lalu lintas. Agregat yang dipakai anatara lain batu pecah, batu kali, batu belah, pasir, dan filler. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain aspal dan semen. Bedarsarkan bahan pengikatnya, berikut macam - macam konstruksi perkerasan jalan, yaitu antara lain:
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavements)
Mengadopsi model makadam dengan bahan penutup (surfacing) dari campuran aspal dan agregat, perkerasan ini umumnya menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Bahan konstruksi perkerasan lentur terdiri atas agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras. Konstruksi perkerasn ini umumnya terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan tanah asli (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase), lapisan pondasi atau pondasi atas (base), dan lapisan permukaan atau penutup (surface).
2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavements)
Konstruksi perkerasan yang umumnya menggunakan semen
3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavements)
Merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat juga berupa perkerasan kaku diatas perkerasan lentur ataupun sebaliknya.
C. Lapisan Aspal Beton (LASTON)
Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri
dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)
dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu
tertentu. Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus
dan filler, sedangkan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis
aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan
80/100 yang seragam, tidak mengandung air bila dipanaskan sampai suhu
175°C tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang
ditetapkan. Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk
mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada
perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang
terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi
Tabel 2.2 Ketentuam Sifat - Sifat Campuran Lapisan Aspal Beton (LASTON)
Sifat - Sifat Campuran Spesifikasi
Lapisan Aspal Beton (LASTON)
Satuan Lapisan Aus Lapisan
Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar
Kadar Aspal Efektif Min 5,1 4,3 4,3 4 4 3,5 %
Penyerapan Aspal Max 1,2 %
Jumlah Tumbukan Perbidang - 75 112 -
Rongga Dalam Campuran (VIM)
Min 3
%
Max 5
Rongga Dalam Agregat
(VMA) Min 15 14 13 %
Rongga Terisi Aspal (VFA) Min 65 63 60 %
Stabilitas Marshall Min 800 1800 Kg
Pelelehan Min 2 4,5 mm
Marshall Quotient Min 250 300 Kg/mm
Stabilitas Marshall Sisa Setelah Perendaman Selama 24 Jam
Min 90 C
Rongga Dalam Campuran
Pada Kepadatan Membel Min 2 %
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Spesifikasi Khusus, Divisi 6 Seksi 6.3 Revisi 3, 2010
Ada tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh aspal beton
sebagai berikut :
1. Tahan terhadap tekanan (Stability)
Tahan tehadap tekanan adalah kemampuan dari suatu perkerasan
jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap
seperti gelombang, alur dan bleeding. Jalan yang melayani volume lalu
lintas yang tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan
suatu perkerasan jalan dengan stabilitas yang tinggi. Faktor yang dapat
mempengaruhi nilai stabilitas aspal beton adalah gesekan internal dan
2. Keawetan (Durability)
Keawetan adalah kemampuan beton aspal untuk menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda
kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh
cuaca dan iklim, seperti udara, air atau perubahan temperatur. Durabilitas
beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya
pori dalam campuran, kemampatan dan kedap airnya campuran. Semakin
tebal film aspal akan mengakibatkan mudah terjadi bleeding yang akan
menyebabkan jalan semakin licin.
3. Kelenturan (Flexibility)
Kelenturan adalah kemapuan dari beton aspal untuk menyesuaikan
diri akibat penurunan (konsolidasi atau settlement) dan pergerakan dari
pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat
repetisi beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah
timbunan yang dibuat diatas tanah asli. Flexibilitas dapat ditingkatkan
dengan mempergunakan agregat yang bergradasi terbuka dengan kadar
aspal yang tinggi.
4. Ketahanan terhadap kelelehan (Fatigue Resistance)
Ketahanan terhadap kelelehan adalah suatu kemampuan dari beton
aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa
5. Kekesatan atau tahanan geser (Skid Resistance)
Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton
aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda
kendaraan sehingga roda kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Selain
itu agregat yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang
kasar, tetapi juga harus mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak
mudah menjadi licin akibat repetisi kendaraan.
6. Kedar air (Impermeable)
Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat
dimasuki oleh air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan
udara dapat menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan aspal, dan
pengelupasan film atau selimut aspal dari permukaan agregat. Tingkat
Impermebilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat
Durabilitasnya.
7. Mudah dilaksanakan (Workability)
Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipampatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat
kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas
aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur gradasi serta kondisi
agregat.
D. Aspal
Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive),
juga disebut butimen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai lapisan permukaan lapis perkerasan lentur. Aspal berasal dari alam (aspal buton) atau dari minyak bumi (aspal yang berasal dari minyak bumi), aspal diklasifikasikan menjadi aspal padat dan aspal cair. (https://id.m.wikipedia.org)
Aspal adalah materaial yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat aspal merupakan material pembentuk lapisan perkerasan jalan. (Sukirman, 2003)
Dalam perkerasan beraspal, pembagian jenis aspal keras berdasarkan nilai penetrasi (Penetration Grade), nilai viskositas (Viscosity Grade) atau temperatur maksimum dan minimum perkerasan rencana (Performance Grade). Berdasarkan nilai penetrasinya aspal dibagi menjadi beberapa macam penetrasi untuk keperluan perkerasan jalan, antara lain :
1. Aspal dengan penetrasi antara 40/50 2. Aspal dengan penetrasi antara 60/70 3. Aspal dengan penetrasi antara 80/100 4. Aspal dengan penetrasi antara 120/150 5. Aspal dengan penetrasi antara 200/300
dingin atau dengan volume lalu lintas yang rendah. Indonesia pada umumnya menggunakan aspal dengan penetrasi (60/70 dan 80/100) karena Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, lembab, curah hujan yang tinggi tiap tahun, dan kepadatan volume lalu lintas yang sangat tinggi.
E. Agregat
Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran agregat aspal yang berupa berbagai jenis butiran - butiran atau pecahan yang termasuk dalamnya adalah pasir, kerikil, batu pecah atau kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran aspal buatan. Proporsi agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler)
didasarkan kepada spesifikasi dan gradasi yang tersedia. Jumlah agregat dalam campuran aspal biasanya 90% sampai 95% dari berat, atau 75% sampai 85% dari volume.
Tabel 2.3 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal
Ukuran Ayakan (mm)
% Berat yang lolos terhadap total agregat dalam campuran
LATASIR (SS) LATASTON (HRS) LASTON (AC)
Gradasi senjang
3 Gradasi semi
senjang2
kelas A Kelas B wc Base WC Base WC BC Base
37,5 100
25 100 90 - 100
19 100 100 100 100 100 100 100 90 - 100 76 - 90 12,5 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 75 - 90 60 - 78 9,5 90 - 100 75 - 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 77 - 90 66 - 82 52 - 71
4,75 53 - 69 46 - 64 35 - 54
2,36 75 - 100 50 - 723 35 - 553 50 - 62 32 - 44 33 - 53 30 - 49 23 - 41
1,18 21 - 40 18 - 38 13 - 30
0,600 35 - 60 15 - 35 20 - 45 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 - 22 0,300 15 - 35 5 - 35 9 - 22 7 - 20 6 - 15
0,150 6 - 15 5 - 13 4 - 10
0,075 10 - 15 8 - 13 6 - 10 2 - 9 6 - 10 4 - 8 4 - 9 4 - 8 3 - 7
Agregat dapat diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi secara alami adalah pasir, kerikil, dan batuan. Kebanyakan agregat memerlukan beberapa proses seperti dipecah dan dicuci sebelum agregat tersebut bisa digunakan dalam campuran aspal, karena dapat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan. Agregat dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Agregat Halus
Agregat halus merupakan suatu bahan yang digunakan untuk campuran aspal, agregat halus dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alam dari batu - batuan atau berupa pasir yang dihasilkan dari alat - alat pemecah batu (stone crusser). Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan #8 dan tertahan #200, agregat halus juga harus bersih dari lumpur dan bukan bahan organik. Fungsi utama agregat halus adalah sebagai berikut :
a. Mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan (interlicking) dan gesekan antar partikel. b. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling
mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara agregat kasar.
Tabel 2.4 Spesifikasi Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan
Syarat SNI Agregat Halus Zona 2
ASTM mm
3/8" 9,5 100
No. 4 4,75 90 - 100
No. 8 2,36 75 - 100
No. 16 1,18 55 - 90
No. 30 0,59 35 - 59
No. 50 0,279 8 - 30
No. 100 0,149 0 - 10
Sumber : Praktikum Pemeriksaan Bahan 2. Agregat Kasar
Agregat kasar merupakan suatu bahan yang digunakan untuk campuran aspal, agregat kasar dapat berupa kerikil atau splite sebagai hasil disintegrasi alam dari batu - batuan atau berupa batuan yang dihasilkan dari alat - alat pemecah batu (stone crusser). Agregat kasar bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirannya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butirnya dan fraksi yang tertahan pasa saringan #8. Fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut :
a. Memberikan stabilitas dalam campuran panas aspal, sebagai pengisi volume mortal sehingga campuran menjadi ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan.
Tabel 2.5 Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar Ukuran Saringan
Syarat SNI Agregat Kasar Ukuran 1/2
ASTM mm
3/4" 19 100
1/2" 12,5 90 - 100
3/8" 9,5 40 - 70
No. 4 4,75 0 - 15
No. 8 2,36 0 - 5
Sumber : Praktikum Pemeriksaan Bahan 3. Bahan Pengisi (Filler)
Filler adalah material yang lolos saringan #200 dan termasuk kapur hidrat, abu terbang, abu batu, dan portland semen. Filler dapat berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu pada suatu batas yang menguntungkan.
Tabel 2.6 Persyaratan Pemeriksaan Agregat dan Filler
No Pengujian Metode Syarat Satuan
Agregat Kasar
1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 ≤ 3 %
2 Berat jenis bulk SNI 03-1969-1990 ≥ 2.5 gr/cc
3 Berat Jenis semu SNI 03-1969-1990 - -
4 Berat jenis effektif SNI 03-1969-1990 - -
5 Keausan / Los angeles abration test SNI 03-2417-1991 ≤ 30 %
Agregat Halus
1 Penyerapan air SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %
2 Berat jenis bulk SNI 03-1970-1990 ≥ 2.5 gr/cc
3 Berat jenis semu SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %
4 Berat jenis effektif SNI 03-1970-1990 -
Filler
1 Berat jenis SNI 15-2531-1991 ≥ 1 gr/cc
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Spesifikasi Khusus, Divisi 6 Seksi 6.3 Revisi 3, 2010
F. Karet Ban
Pada tahun 1845 Thompson dan Dunlop menciptakan ban atau pada waktu itu disebut ban hidup alias ban berongga udara. Sehingga Thompson dan Dunlop disebut bapak ban. Dengan perkembangan teknologi Charles Kingston Welch menemukan ban dalam, sementara William Erskine Bartlett menemukan ban luar.
Ban adalah bagian penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang disebabkan oleh tidak teraturnya permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan.
menahan beban secara seimbang sehingga ketika kendaraan dipacu dengan cepat di jalan yang licin, kendaraan tetap nyaman dan tidak slip, namun para produsen tidak memikirkan limbah ban bekas, sehingga sampai saat ini hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan sandal, tempat sampah dan sebagainya.
Bagian - bagian yang ada pada ban :
1. Tread adalah bagian telapak ban yang berfungsi untuk melindungi ban dari benturan, tusukan objek dari luar yang dapat merusak ban.
2. Breaker dan Belt adalah bagian lapisan benang (pada ban biasa terbuat dari tektil, ban radial terbuat dari kawat) yang diletakan antara Tread dan
Casing. Berfungsi untuk melindungi dan meredam benturan pada Tread
agar tidak lansung diserap oleh Casing.
3. Casing adalah lapisan benang pembentuk ban dan merupakan rangka dari ban yang menampung udara bertekanan tinggi agar dapat menyangga ban. 4. Bead adalah bundelan kawat yang disatukan oleh karet yang keras dan
berfungsi seperti angkur yang melekat pada Velg.
G. Marshall Test
Rencana campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T 245-90. Prinsip ini didasari oleh metode Marshall untuk memeriksa stabilitas dan kelelehan (Flow), serta analisi kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter.
Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau Flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991.
Secara garis besar pengujian Marshall meliputi persiapan benda uji, penentuan berat jenis Bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan kelelehan (Flow), dan perhitungan sifat Volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Jumlah benda uji yang disiapkan. 2. Persiapan agregat yang akan digunakan.
3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan. 4. Persiapan pencampuran aspal beton.
Dua parameter penting yang ditentukan pengujian ini adalah beban maksimum yang dapat dipikul briket sampel sebelum hancur disebut Marshall Stability dan jumlah akumulasi deformasi briket sampel sebelum hancur yang disebut Marshall Flow. Dan juga turunan dari keduanya yang merupakan perbandingan antara Marshall Stability dan Marshall Flow disebut sebagai
Marshall Quotient, yang merupakan nilai kekakuan berkembang (Pseudo Stiffness), yang menunjukan ketahan campuran terhadap deformasi permanen. Parameter lainnya yang penting dalam metode Marshall adalah analisi Void
yang terdiri dari Density, Void In The Mix (VIM), Void In Minerak Aggregate
(VMA), Void Filled With Asphalt (VFA) yang dilakukan pada kondisi standar (2x75) tumbukan.
H. Analisis Perhitungan 1. Void In The Mix (VIM)
Void In The Mix (VIM) adalah persentase rongga udara terhadap volume total campuran setelah dipadatkan. Nilai VIM dihitung dengan menggunakan rumus :
VIM = (100 𝑋 𝐺𝑚𝑚 − 𝐺𝑚𝑏
𝐺𝑚𝑚 ) % ... 3.1
2. Void In Mineral Aggregate (VMA)
Void In Mineral Aggregate (VMA) adalah banyaknya pori diantara butir - butir agregat di dalam beton aspal padat, dinyatakan dalam prosentase. VMA dihitung dengan menggunakan rumus :
3. Void Filled With Asphalt (VFA)
Void Filled With Asphalt (VFA) adalah volume pori aspal padat yang terisi oleh aspal volume film atau selimut beton. VFA adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk di dalam aspal yang terabsorbsi oleh masing- masing butir agregat. Jadi aspal yang mengisi VFA adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir - butir agregat di dalam aspal padat, atau VFA merupakan presentase volume aspal padat yang menjadi film atau selimut beton.
Nilai ini menunjukan persentase rongga campuran yang berisi aspal, nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, yaitu pada saat rongga telah penuh. Artinya rongga dalam campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang mengisi rongga adalah persen kadar aspal maksimum.VFA dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
VFA = (100 (𝑉𝑀𝐴 − 𝑉𝐼𝑀)
𝑉𝑀𝐴 ) % ... 3.3 Keterangan :
VIM = Volume pori dalam aspal padat, % dari volume bulk aspal padat
VMA = Volume pori antara agregat di dalam aspal padat, % dari volume bulk aspal padat
VFA = Volume pori antara butir agregat yang terisi aspal = % dari VMA
Gmb = Berat jenis bulk dari aspal padat
Gsb = Berat jenis bulk dari agregat pembentuk aspal padat
Ps = Kadar agregat, % terhadap berat aspal
4. Marshall Quotient (MQ)
MQ = 𝑀𝑆
𝑀𝐹 ... 3.4 Keterangan :
MS = Stabilitas Marshall
MF = Marshall Flow (Kelelehan)
5. Kadar Aspal Yang Terabsorpsi Kedalam Pori Agregat (Pba)
Banyaknya aspal yang terabsorpsi kedalam pori butir - butir agregat yang dinyatakan sebagai presentase dari berat campuran agregat.
Pba = 100 𝐺𝑠𝑒−𝐺𝑠𝑏
𝐺𝑠𝑏−𝐺𝑠𝑒 𝐺𝑏 ... 3.5 Keterangan :
Pba = penyerapan aspal
Gse = berat jenis efektik agregat
Gsb = berat jenis curah agregat atau berat jenis bulk dari agregat
Gb = berat jenis aspal
6. Kadar Aspal Efektif Yang Menyelimuti Agregat (Pbe)
Jumlah aspal yang dimasukan ke dalam campuran aspal padat dikurangi bagian yang terabsorpsi kedalam pori setiap butir agregat, dinyatakan sebagai presentase terhadap berat aspal padat.
Pbe = Pb− 𝑃𝑏𝑎
Keterangan :
Pbe = Kadar aspal efaktif yang menyelimuti butir - butir agregat, persen
terhadap berat total campuran
Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran
Ps = persen agregat terhadap total campuran
Pba = penyerapan aspal, % terhadap berat agregat
7. Berat Jenis Efektif Agregat Campuran (Gse)
Gse = 100 − 𝑃𝑎100 𝐺𝑚𝑚 − 𝑃𝑎𝐺𝑎
... 3.7
Keterangan :
Gse = Berat jenis efektif dari agregat pembentuk aspal padat
Gmm = Berat maksimum dari aspal yang belum dipadatkan
Pa = Kadar aspal terhadap berat aspal padat
Ga = Berat jenis aspal
Nilai Gse umumnya konstan untuk agregat campuran, karena