BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan dalam komunikasi. Bahasa
memiliki daya ekspresi informatif yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Dengan
bahasa manusia dapat menemukan kebutuhan mereka dengan cara berkomunikasi
antara satu dengan lainnya. Sebagai anggota masyarakat yang aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, manusia sangat bergantung pada penggunaan bahasa.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa “di mana ada masyarakat di situ ada
penggunaan bahasa.” Dengan kata lain, di mana aktivitas terjadi, di situ aktivitas
bahasa terjadi pula (Sudaryanto via situs www.jurnalingua.com).
Dalam komunikasi dan interaksi manusia, bahasa mempunyai peranan
yang sangat penting. Informasi apapun yang disampaikan, memerlukan bahasa.
Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi hanya dimiliki manusia. Kebutuhan
dunia komunikasi terhadap penggunaan bahasa telah memungkinkan sebuah
juga mempengaruhi aspek-aspek yang ada di dalam penggunaannya, tak
terkecuali dengan kosakata.
Kosakata merupakan salah satu unsur yang cukup penting di dalam
penggunaan suatu bahasa sebagai alat komunikasi. Sebuah kosakata yang
digunakan di dalam suatu komunikasi berfungsi untuk menyampaikan makna
yang ada di dalam pikiran dari pengguna bahasa. Dalam setiap bahasa banyak
sekali terdapat bermacam-macam bentuk kosakata. Salah satunya adalah kosakata
yang mempunyai bentuk berbeda, tapi mempunyai makna yang hampir sama yang
sering kita sebut dengan sinonim.
Sinonim adalah hubungan atau relasi persamaan makna (Wijana, 2008:28).
Dengan kata lain, bentuk kebahasaan yang satu memiliki kesamaan makna dengan
bentuk kebahasaan yang lain. Banyak sekali terdapat sinonim yang digunakan
dalam setiap komunikasi. Dalam bahasa Indonesia, contoh sinonim bisa dilihat
dari kata ayah yang bersinonim dengan bapak, papa, papi, dan babe.Kata melihat
bersinonim dengan kata memandang, menonton, memeriksa, mengintip, mengintai,
menengok, membesuk, dan sebagainya.
Wijana (2008:29) menyatakan bahwa meskipun kata-kata bersinonim
Kesinoniman yang menyeluruh (complete synonim) tidak pernah dijumpai.
Menurut Bloomfield, (melalui Wijana, 2008:29), setiap bentuk kebahasaan yang
memiliki struktur fonemis yang berbeda dapat dipastikan memiliki makna yang
berbeda, betapapun kecilnya.
Adapun yang dimaksud dengan kata-kata bersinonim total oleh
Bloomfield (via Wijana, 2008:29) adalah pasangan kata yang memiliki kesamaan
makna secara menyeluruh sehingga saling dapat menggantikan dalam seluruh
konteks pemakaian. Jadi, di dalam konteks apapun kata itu muncul, akan selalu
dapat digantikan oleh pasangan sinonimnya. Akan tetapi, pasangan kata-kata
semacam itu tidak pernah ditemui di dalam bahasa mana pun. Sebagai contoh,
Wijana membuktikan dengan sinonim kata ayah, bapak, dan papa yang ada di
dalam bahasa Indonesia. Ketiga kata ini memang dapat saling menggantikan
dalam konteks (1a), (1b), (1c), tetapi tidak dapat berperilaku serupa dalam (2a),
(2b), dan (2c).
a. ayah
(1) Kemarin b. bapak saya membeli mobil baru. c. papa
a. *Ayah-ayah
(2) b. Bapak-bapak
c. *Papa-papa
sekalian acara rapat akan dimulai. Untuk itu sebelumnya kita berdoa
menurut kepercayaan kita masing-masing agar pertemuan kita ini
mendapat bimbingan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Contoh (1) dan (2) di atas menunjukkan bahwa bapak memiliki komponen
makna yang lebih luas dibandingkan dengan ayah atau papa. Kata bapak dapat
mengacu kepada ‘orang laki-laki yang memiliki atau tidak memiliki hubungan
darah’, dan kata ini dapat digunakan dalam situasi formal. Sementara itu, kata
ayah dapat digunakan dalam situasi formal dan tidak formal, tetapi hanya
mengacu kepada ‘lelaki yang memiliki hubungan darah’. Kata papa hanya
digunakan untuk mengacu kepada orang laki-laki yang memiliki hubungan darah
dalam situasi pemakaian yang tidak formal. Kata ayah dan bapak dapat digunakan
untuk mengacu baik kepada yang berstatus sosial tinggi maupun rendah,
sedangkan papa hanya untuk orang yang memiliki status sosial tinggi (Wijana,
Ullman (via Wijana, 2008: 31-34) merangkum kemungkinan perbedaan
kata-kata bersinonim itu, sebagai berikut :
1. Makna salah satu anggota pasangan sinonim lebih umum daripada anggota pasangan lainnya.
2. Makna salah satu anggota pasangan sinonim lebih intensif dibandingkan pasangan kata lainnya.
3. Makna salah satu anggota pasangan sinonim lebih halus atau sopan dibandingkan dengan anggota pasangan lainnya.
4. Makna sebuah kata sinonimnya lebih literer (bersifat kesastraan) dibandingkan dengan pasangan sinonimnya.
5. Makna sebuah kata sinonimnya lebih kolokuial dibandingkan dengan pasangan sinonimnya.
6. Salah satu anggota pasangan sinonim maknanya lebih dialektal atau bersifat kedaerahan dibandingkan dengan anggota pasangan
yang lain.
7. Salah satu anggota pasangan sinonim merupakan kosakata bahasa anak-anak.
Dari tujuh macam kemungkinan itu, terlihat bahwa sebuah pasangan
sinonim memungkinkan menampakkan beberapa sisi perbedaan.
Di dalam komunikasi, pemilihan maupun penggunaan sinonim yang tidak
tepat seringkali membuat kesalah-pahaman antara peserta tutur yang satu dengan
yang lain. Tersedianya pilihan sinonim yang banyak untuk digunakan dalam suatu
komunikasi membuat seseorang harus cermat dalam memilih dan menggunakan
suatu sinonim agar dapat dipahami antar peserta tutur. Hal tersebut selalu saja
terjadi di dalam setiap komunikasi dalam bahasa-bahasa di dunia, tidak terkecuali
bahasa Jepang.
Bahasa Jepang memiliki jumlah sinonim yang sangat banyak dan sulit
dicari padanan katanya di dalam bahasa Indonesia. Menurut Mihara (2001:112)
bahwa sinonim terbagi atas tiga jenis yaitu :
1. Hoosetsu Kankei ‘suatu arti kata yang termasuk dalam arti lain’,
misalnya pada kata kyoushi dan sensei. Makna kata kyoushi
merupakan makna yang mempunyai cakupan makna yang lebih
sempit dari kata sensei, sedangkan kata sensei dapat berarti luas,
yaitu meliputi daigishi ‘anggota kongres’, isha ‘dokter’, dan juga
2. Shisateki Tokuchoo ‘kata yang sepadan dalam arti namun memiliki perbedaan’, misalnya pada kata noboru dan agaru. Kedua kata
tersebut memiliki makna yang sepadan, yaitu naik. Namun ada
perbedaan dalam penggunaannya.
3. Doogigo ‘kata yang mempunyai arti dan makna yang sepadan’,
misalnya pada kata takkyuu dan pinpon. Kedua kata tersebut
sama-sama mempunyai padanan kata ‘tenis meja’. Selain sama-sama
maknanya, kata tersebut juga mempunyai satu kesamaan
menyeluruh dari segi rasa atau nuansa. Sinonim ini biasanya
muncul karena faktor pengaruh terjemahan bahasa asing.
Banyaknya jumlah sinonim dalam bahasa Jepang tersebut mengakibatkan
pembelajar bahasa Jepang sering sekali merasa kesulitan dan melakukan
kesalahan dalam menggunakan kosakata yang bersinonim. Berdasarkan
pengalaman yang dialami oleh penulis, ketidaktepatan penggunaan dan pemilihan
kosakata yang bersinonim tersebut akan membuat lawan tutur menjadi
tersinggung atau bahkan tidak paham dengan apa yang kita maksudkan. Hal
Kata onna dan josei merupakan dua kata yang bersinonim. Dua kata
tersebut sering digunakan dalam komunikasi bahasa Jepang. Akan tetapi jika
dilihat maknanya, kedua kosakata tersebut mempunyai nuansa yang berbeda
ketika digunakan di dalam setiap konteks. Dalam suatu konteks makna kedua
kata tersebut dapat dianggap sama, sedangkan dalam konteks yang lain, makna
kedua kata yang bersinonim tersebut dapat dianggap tidak tepat oleh penutur.
Oleh karena terdapat perbedaan di dalam makna dan nuansanya, penulis ingin
meneliti apakah kata onna dan josei dapat menggantikan maknanya antara satu
dengan yang lainnya. Berikut ini contoh penggunaan kata-kata onna dan josei
yang merepresentasikan hal yang sama, tetapi berbeda konteks makna dan
nuansanya di dalam bahasa Jepang.
(3) Naze jochuu to shitashiku kuchi o kikanai koto ni shite iru no ka,
onna to iu mono o sagesunde iru no dewanakatta. (HS)
‘Alasan saya kenapa tidak berbicara dengan pembantu perempuan adalah bukan karena saya memandang rendah perempuan.’
(4) Sagesundari sonkei shitari suru ni ha, josei ni kan shite nan no
chishiki mo motte inai no de aru. (HS)
‘Saya tidak memiliki pengetahuan tentang makhluk bernama perempuan yang bisa membuat saya memandang rendah atau menghormati mereka.’
Dari contoh kalimat tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata onna dan
josei untuk objek yang mengacu pada hal yang sama, yaitu perempuan. Kata-kata
itu digunakan untuk menyampaikan suatu hal dalam menyampaikan suatu
informasi. Jika dilihat secara semantik, makna dan nuansa penggunaan kedua kata
tersebut berbeda, hal itu bisa dibuktikan dengan diuraikannya makna dan nuansa
yang menyertai kata tersebut digunakan.
Kata onna dan josei yang digunakan pada konteks wacana di atas
mempunyai perbedaan makna jika dilihat secara semantik. Kata onna dan josei
dalam bahasa Indonesia yang sepadan dengan kata perempuan dan kata wanita jika digunakan dalam suatu konteks mengandung makna acuan yang berbeda satu
sama lain. Selain makna, nuansa dari kata tersebut juga berbeda, kata onna dan
josei mempunyai perbedaan nuansa dalam tingkat kesopanan pemakaiannya.
Bahasa dipengaruhi keadaan sosial dan budaya di mana bahasa tersebut
berkembang, hal tersebut dapat menimbulkan makna-makna lain yang tidak
disadari sang penutur dalam menggunakan kata-kata tersebut (Suzuki, 1978:13).
Seringkali sejumlah kata mempunyai makna yang bermacam-macam jika dilihat
pelengkap yang ada di dalam bahasa yang mengikuti pembicaraan tersebut.
Makna dalam beberapa kata juga dapat berubah nuansanya.
Penggunaan kata-kata onna dan josei yang mengacu pada hal yang sama,
mempunyai makna dan nuansa yang berbeda jika digunakan dalam suatu
komunikasi. Oleh karena penggunaan kata onna dan josei yang mempunyai
perbedaan makna dan nuansa jika digunakan dalam berkomunikasi, maka perlu
dilakukan kajian yang mendalam mengenai penggunaan kedua kata yang
bersinonim tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan contoh kasus pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Pada situasi yang bagaimana penggunaan kata onna dan josei dapat saling menggantikan?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kata onna dan
josei?
3. Bagaimanakah penggunaan yang tepat dari kata onna dan josei
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dalam setiap situasi tutur dari penggunaan kata onna dan josei dalam bahasa Jepang berdasarkan
kajian semantik. Selain itu, lebih jauh lagi penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan situasi penggunaan kata onna dan josei yang dapat saling menggantikan.
2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kata
onna dan josei.
3. Mendeskripsikan penggunaan yang tepat dari kata onna dan josei
berdasarkan tingkat nuansa kesopanannya.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini mengenai makna kata onna dan josei
ditinjau dari kajian Semantik. Penelitian akan difokuskan pada makna dan
argumen-argumen maupun pelengkap yang menyertai penggunaan kata onna dan
josei.
1.5. Tinjauan Pustaka
onna dan josei. Berdasarkan penelusuran penulis melalui internet, di Jepang
sebagian besar jurnal penelitian baru sebatas membahas perbedaan kata josei dan
fujin, serta kata onna yang dihubungkan dengan gender wanita masa kini.
Sedangkan di Indonesia, penelitian mengenai kata onna hanya terbatas pada
penelitian bentuk kanji onna (perempuan). Penelitian tersebut adalah skripsi yang
dibuat oleh Arza Aibonotika (1998), mahasiswa sastra Jepang UGM yang
meneliti tentang arti dan makna kanji-kanji yang menggunakan bentuk onna yang
dianalisis dengan teori Semiotik Pierce. Analisisnya menitikberatkan pada makna
dari bentuk huruf kanji yang menggunakan kanji onna, bagaimana perubahan arti
yang timbul jika digabungkan dengan bentuk kanji yang lain, lalu apa saja yang
menimbulkan perubahan arti tersebut.
Selain dikaji melalui pendekatan semiotik, dalam penelitian lain yang
ditulis oleh Rismawati (2011), mahasiswa Sastra Jepang Binus Jakarta, kanji
dengan bushu onna juga dikaji mengenai hubungannya dengan kodrat dan
pekerjaan wanita.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini,
mempengaruhinya, serta bagaimana pemakaian yang tepat dari kata onna dan
josei berdasarkan tingkat kesopanannya.
1.6. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya,
diperlukan beberapa tahapan sistematis penelitian yang berurutan. Menurut
Sudaryanto (1993:9), dalam penelitian linguistik diperlukan beberapa
langkah-langkah yang digunakan untuk menjelaskan penelitian secara sistematis.
Langkah-langkah tersebut yaitu: penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis
data. Untuk mewujudkan upaya tersebut, diperlukan metode dan teknik untuk
setiap tahap, yakni metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis
data, serta metode dan teknik penyajian hasil analisis data.
Metode yang dimaksud adalah cara melakukan penelitian, adapun
pengertian teknik adalah cara menjalankan atau menerapkan metode dalam
penelitian (Sudaryanto, 1993:9). Penulis menggunakan langkah-langkah yang
dikemukakan oleh Sudaryanto, yaitu menganalisis komponen makna setiap kata
dalam pembicaraan sesuai dengan argumen-argumen maupun pelengkap yang
kata yang digunakan penutur dalam mengemukakan pernyataannnya berdasarkan
maksud tertentu.
Data diambil dari sumber tertulis melalui metode simak catat, yaitu
dengan mengambil contoh pemakaian kata onna dan josei di dalam kalimat yang
ada dalam novel Jinsei Annai karya Niwa Fumio yang terdapat dalam CD hyaku
satsu (kumpulan 100 novel), komik pendek yang berjudul Tear Drops, novel dari
Kawakami Hiromi dan cerita pendek yang terdapat di situs pdf novel, serta
artikel-artikel seperti Josei to Koosho (artikel mengenai standar penanganan
medis untuk perempuan) dan Josei Kokka Koomuin no Katsuyaku Jireishuu
(kumpulan wawancara pegawai perempuan di pemerintahan) yang menggunakan
kedua kata tersebut. Pengklasifikasian data dilakukan berdasarkan unsur-unsur
makna yang terdapat pada setiap kata. Data yang berjumlah dua puluh, kemudian
dianalisis dengan metode analisis teknik ganti dan teknik perluas, yaitu dengan
saling mengganti penggunaan kata onna dan josei di dalam kalimat, serta
menambahkan beberapa argumen seperti kata sifat dan kata keterangan. Selain
dengan teknik ganti dan teknik perluas, juga dianalisis dengan melihat
argumen-argumen yang menyertai penggunaan kata onna dan josei. Dalam hal ini terdapat
argumen-argumen yang ada di dalam kalimat. Data-data yang sudah dianalisis
tersebut kemudian diuji kevaliditasannya oleh native speaker. Hal itu bertujuan
supaya hasil-hasil dari analisis data tersebut valid.
1.7. Sistematika Penyajian
Dalam rencana penulisan skripsi ini terbagi menjadi empat bab yang
terdiri dari: Bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan
penelitian, ruang lingkup penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, dan
sistematika penyajian. Bab II tentang penjelasan dan beberapa pernyataan dalam
teori-teori Semantik dan komponen makna dalam sinonim (Landasan Teori). Bab
III analisis makna dan penggunaan dari masing-masing kata onna dan josei
berdasarkan aspek-aspek di dalam bahasa yang mengikuti penggunaan kata
tersebut. Bab IV penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang