• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hakekatnya adalah pembangunan Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hakekatnya adalah pembangunan Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan modal bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Globalisasi yang marak dikampanyekan dalam semua lini sebagai tantangan maupun ancaman juga merambah wilayah kesehatan yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum. Seiring dengan kemajuan di berbagai bidang, maka bidang kesehatan dituntut pula untuk mampu berkembang mengikuti perubahan zaman. Mengadakan perubahan memiliki tujuan untuk mampu memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas (Prasetya, 2006).

Reorientasi tujuan organisasi layanan kesehatan dan reposisi hubungan pasien-dokter dan/ atau profesi layanan kesehatan agar semakin terfokus pada kepentingan pasien (Pohan, 2007). Salah satunya adalah penggunaan obat yang aman dan tepat untuk pasien.

Berkembangnya jumlah rumah sakit di Jogjakarta menjadikan masyarakat Jogjakarta memiliki banyak pilihan untuk menentukan rumah sakit mana yang akan mereka pilih. Masyarakat akan memilih rumah sakit yang mereka pandang memberikan kepuasan yang maksimal bagi mereka. Oleh karenanya diharapkan

(2)

setiap rumah sakit hendaknya berorientasi pada kepuasan pasien untuk dapat bersaing dengan rumah sakit lain (Lestari dkk., 2008). Kepuasan pasien berkaitan erat dengan kualitas layanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit.

Pendekatan yang tepat untuk menilai kualitas layanan suatu perusahaan, adalah dengan mengukur persepsi konsumen tentang kualitas (Parasuraman, dkk., 1988). Dalam hal ini yang disebut sebagai perusahaan adalah rumah sakit, dan konsumen adalah pasien. Persepsi kualitas adalah penilaian konsumen tentang wujud keunggulan keseluruhan pelayanan.

Servqual (service quality) merupakan alat yang efektif untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan dengan mengukur kelima dimensi dari kepuasan pelanggan (Hapsari, 2008). Kelima dimensi tersebut adalah keandalan, kepastian, berwujud, daya tanggap, dan empati.

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping dalam hal ini merupakan salah satu rumah sakit swasta yang menghadapi kompetisi ketat dalam mempertahankan kualitasnya sebanding dengan incomenya. Untuk bisa berkembang dengan baik, rumah sakit harus memperhatikan kepuasan pelanggannya. Salah satunya yang akan sangat berpengaruh pada income rumah sakit adalah pada pasien bedah rawat inap. Biaya yang besar dari perawatan bedah akan memengaruhi harapan pasien untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang memuaskan.

Seringkali antara layanan yang cost effective tidak sejalan dengan persepsi pasien tentang pelayanan yang bermutu. Bagi sebagian pasien, mutu dapat berarti obat yang mahal, pemeriksaan yang canggih, dan penanganan oleh spesialis. Jadi

(3)

pertimbangan cost effective bukan menjadi ukuran mutu (Pohan, 2007). Perbedaan kelas dalam bangsal rawat inap seringkali memengaruhi pasien dalam menentukan pilihannya berdasarkan persepsi akan mutu pelayanan.

Pentingnya penelitian yang dilakukan di rumah sakit ini untuk mengetahui tolak ukur kepuasan pasien dilihat dari sisi operasional yaitu pelayanan obat yang mempengaruhi brand image (citra) jasa pelayanan kesehatan pada pola pikir konsumen yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan pasien.

B. Perumusan Masalah

1. Sejauh mana tingkat kepuasan pasien bedah rawat inap terhadap pelayanan obat yang diberikan oleh RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien bedah rawat inap pada kelas II dan III di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?

3. Apakah kualitas pelayanan obat yang ditinjau dari dimensi berwujud, keandalan, daya tanggap, kepastian, dan empati secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan pasien?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat kepuasan pasien sebagai pengguna layanan rawat inap terhadap kualitas pelayanan obat di bangsal bedah RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

(4)

2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh tingkat kepuasan pasien yang signifikan terhadap kualitas pelayanan obat ditinjau dari dimensi berwujud, keandalan, daya tanggap, kepastian dan empati di bangsal bedah RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

3. Membandingkan tingkat kepuasan pasien bedah di bangsal kelas II dan III RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

D. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan

Kepuasan adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa. (Anonim, 2013a)

Kepuasan pelanggan bergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai, relatif terhadap harapan pembeli. Jika kinerja produk jauh lebih rendah dari harapan pelanggan, pembeli tidak terpuaskan. Jika kinerja sesuai dengan harapan, pembeli terpuaskan. Jika kinerja melebihi yang diharapkan, pembeli lebih senang (Kotler & Armstrong, 2001).

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan,

(5)

2007). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan terpenuhi.

Terdapat lima penentu kualitas pelayanan jasa. Kelimanya disajikan secara berturut berdasarkan nilai pentingnya menurut pelanggan yaitu (Parasuraman, 1988) :

a. Keandalan

Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat.

b. Kepastian

Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

c. Berwujud

Penampilan fasilitas fisik, peralatan,personil dan materi komunikasi. d. Daya tanggap

Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasadengan cepat.

e. Empati

(6)

2. Mutu layanan

Dalam pelayanan kesehatan peningkatan kualitas mutu pelayanan diperlukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien, petugas profesi kesehatan, manajer kesehatan maupun pemilik institusi kesehatan. Beberapa pengertian tentang mutu dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Wijono, 1997):

a. Penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi.

b. Kualitas pelayanan sebagai suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan pasien sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan dan kerugian yang semuanya itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian-bagian.

Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walau demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh teka-teki. Suatu hal yang kita yakini adalah mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Oleh karena itu, institusi-institusi perlu mengembangkan sistem mutunya agar dapat membuktikan

(7)

kepada publik bahwa mereka dapat memberikan layanan yang bermutu. Mutu khususnya dalam konteks Total Quality Management (TQM) adalah hal yang berbeda. Mutu bukan sekedar inisiatif lain. Mutu merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan (Sallis, 2005).

Terdapat perbedaan-perbedaan dimensi mutu yang dilihat dari aspek pasien, petugas kesehatan dan manajer. Bagi pasien dan masyarakat, kualitas pelayanan berarti suatu empati, respek dan konsern atau tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Bagi petugas kesehatan, kualitas pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu yang tepat untuk meningkatkan derajad kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, kualitas peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik. Bagi yayasan pemilik rumah sakit, kualitas dapat berarti apabila memiliki tenaga profesional yang berkualitas dan cukup. Pada umumnya para manajer dan pemilik institusi mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tiadanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya (Wijono, 1997).

Perbedaan dimensi mutu dapat diatasi dengan menyepakati bahwa mutu pelayanan kesehatan dikaitkan dengan kehendak untuk memenuhi

(8)

kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan sehingga kesehatan para pemakai jasa tersebut tetap terpelihara. Makin sempurna pemenuhan kebutuhan dan tuntutan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan pada perkembangan selanjutnya dikaitkan dengan aspek kepuasan. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Hakekat dasar mutu pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (health needs and demands), yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat memenuhi rasa puas

(client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Makin sempurna kepuasan maka makin baik pula mutu pelayanan kesehatan (Azwar, 1994)

Pada umumnya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara: a. Meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan,

perlengkapan dan material.

b. Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam pelayanan.

(9)

Terdapat 3 pendekatan evaluasi (penilaian) mutu, yaitu (Rahmawati, 2009) :

a. Struktur

1) Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnyadi fasilitas kesehatan.

2) Struktur sama dengan input

3) Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari: 4) Jumlah, besarnya input

5) Mutu struktur atau mutu input 6) Besarnya anggaran atau biaya 7) Kewajaran

b. Proses

1) Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien.

2) Proses mencangkup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.

3) Baik tidaknya proses dapat diukur dari : 4) Relevan tidaknya proses itu bagi pasien 5) Fleksibilitas dan efektifitas

(10)

6) Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya

7) Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan c. Outcomes

1) Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap pasien.

2) Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.

3) Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.

4) Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional pasien.

3. Rumah sakit

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

Sekarang ini rumah sakit adalah suatu lembaga komunitas yang merupakan instrumen masyarakat yang merupakan titik fokus untuk mengkoordinasi dan menghantarkan pelayanan penderita pada komunitasnya.

(11)

Berdasarkan hal tersebut, rumah sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Di luar tiga dasar pokok manusia (pangan, sandang, naungan), rumah sakit telah menjadi suatu instrument yang perlu untuk mengadakan unsur dasar keempat, yaitu kelangsungan hidup dan kesehatan rumah sakit berlaku sebagai suatu instrument utama yang dengannya, profesi kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada orang-orang dari komunitas. Disebabkan meningkatnya kerumitan pelayanan kesehatan, diagnosis, pencegahan, dan terapi, maka diperlukan personel terlatih, fasilitas dan alat digabung menjadi apa yang dikenal sebagai rumah sakit, untuk memberikan pelayanan bermutu yang diharapkan, diminta, dan patut diperoleh masyarakat. Pelayanan kesehatan sudah ditetapkan menjadi hak semua orang.

Tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan (Siregar dan Amalia, 2004).

(12)

4. Pelayanan rawat inap

Pelayanan penderita rawat tinggal adalah pelayanan yang diberikan kepada penderita sakit yang secara fisik tinggal di ruang perwatan RS. Berdasarkan lama tinggal, RS terdiri dari RS perawatan jangka pendek dan jangka panjang. RS perawatan jangka pendek adalah RS yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari. Sedangkan RS perawatan jangka panjang adalah RS yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. RS umum pada umumnya adalah RS perawatan jangka pendek karena penderita yang dirawat adalah penderita kesakitan akut yang biasanya pulih dalam kurang dari 30 hari (Siregar dan Amalia, 2004).

Rumah Sakit setidaknya punya lima fungsi, antara lain (Roamer cit. Aditama, 2003) :

a. Adanya pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapeutiknya. Berbagai jenis spesialisasi baik bedah maupun non bedah. Pelayanan rawat inap juga meliputi pelayanan keperawatan, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi dan berbagai pelayanan diagnostik dan terapeutik lainnya.

b. Rumah sakit harus memiliki perawatan rawat jalan

c. Rumah sakit memiliki tugas untuk melakukan pendidikan dan latihan. d. Melakukan penelitian dibidang kedokteran dan kesehatan.

e. Memiliki tanggung jawab untuk program pencegahan penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi disekitarnya.

(13)

Penderita rawat tinggal atau rawat inap di suatu rumah sakit pada umumnya dapat berasal dari (Siregar dan Amalia, 2004) :

a. Rujukan Puskesmas, Rumah sakit lain, dari keluarga atau praktek dokter. b. Poliklinik Rumah Sakit, setelah dokter memeriksanya dan menganggap

bahwa penderita perlu dirawat tinggal di rumah sakit tersebut.

c. Unit rawat darurat, apabila penderita mengalami kesakitan yang parah, yang memerlukan rawatan lanjut dari rumah sakit tersebut.

5. Sistem pelayanan Distribusi Obat Pasien Rawat Inap

Ada beberapa macam sistem distribusi obat kepada pasien rawat inap yang lazim digunakan, antara lain (Siregar dan Amalia, 2004):

a. Patient prescription (individual prescription)

Pada pendistribusian obat menggunakan sistem patient prescription (individual prescription), dokter menuliskan resep yang selanjutnya

dibawa oleh perawat atau keluarga pasien ke farmasis. Kemudian farmasis akan menyiapkan obat untuk kebutuhan 2-5 hari dan selanjutnya perawat yang akan membagi-bagikan kepada pasien di ruangan-ruangan.

b. Sistem Floorstock

Sistem floorstock mengharuskan farmasis menyediakan obat-obatan yang diperlukan di tiap-tiap ruangan sesuai dengan kebutuhan ruangan

(14)

tersebut. Selanjutnya perawatlah yang menyiapkan obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien.

c. Sistem Unit Dose Dispensing

Dalam model unit dose dispensing system, farmasis mencatat obat-obat yang diperlukan pada tiap pasien kemudian menyiapkan dalam kemasan untuk satu kali minum per pasien. Obat-obat yang telah dikemas dalam single dose dikirim ke bangsal untuk jangka waktu pemakaian 24 jam. Terdapat sistem sentralisasi dan desentralisasi pada sistem distribusi obat secara unit dose dispensing. Sistem sentralisasi unit dose dalam pelayanannya, obat dipusatkan pada suatu tempat tertentu di rumah sakit tersebut. Sementara sistem desentralisasi unit dose dalam pelaksanaannya terdiri atas dua atau lebih lokasi farmasi

yang disebut sebagai satelit.

6. Profil PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta a. Identitas

1) Nama : RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II 2) Pemilik : Persarikatan Muhammadiyah.

3) Alamat : Jl. Wates KM 5,5 Gamping, Sleman – 55294 4) No Telp. : 0274 6499706.

5) Faximile : 0274 6499727.

(15)

b. Sejarah Rumah Sakit

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II merupakan pengembangan dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Ahmad Dahlan 20 Yogyakarta. Pada tanggal 16 Juni 2010 Rumah Sakit mendapatkan ijin operasional sementara nomer 503/0299a/DKS/2010.

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II adalah milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Persyarikatan Muhammadiyah, diakui pemerintah mengenai sebagai badan hukum Nomor: I-A/8.a/1588/1993, tertanggal 15 Desember 1993.

Sebagai bagian pengembangan, sejarah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II tidak bisa lepas dari sejarah berdirinya RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Ahmad Dahlan 20 Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta awalnya didirikan berupa klinik pada tanggal 15 Februari 1923 dengan lokasi pertama di kampung Jagang Notoprajan No.72 Yogyakarta.Awalnya bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa‟. Pendirian pertama atas inisiatif H.M. Sudjak yang didukung sepenuhnya oleh K.H. Ahmad Dahlan. Seiring dengan waktu, nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat).

(16)

c. Falsafah Visi, Misi dan Tujuan. 1) Falsafah:

RS (Rumah Sakit) PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah adalah perwujudan dari amal shalih sebagai sarana ibadah yang dilandasi iman dan taqwa kepada Allah SWT 2) Visi

Menjadi rumah sakit Islam rujukan terpercaya dengan kualitas pelayanan dan pendidikan kesehatan yang Islami, aman profesional, cepat, nyaman dan bermutu

3) Misi:

a) Mewujudkan derajad kesehatan yang optimal bagi semua lapisan masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan, pencegahan, pengobatan, pemulihan kesehatan secara menyeluruh sesuai dengan peraturan/ketentuan perundang-undangan.

b) Mewujudkan peningkatan mutu bagi tenaga kesehatan melalui sarana pelatihan dan pendidikan yang diselenggarakan secara profesional dan sesuai tuntunan ajaran Islam.

c) Mewujudkan da‟wah Islam, amar ma‟ruf nahi munkar melalui pelayanan kesehatan dengan senantiasa menjaga tali silaturrahim, sebagai bagian dari da‟wah Muhammadiyah.

(17)

4) Tujuan:

Pertumbuhan dan perkembangan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang mampu mendukung tersedianya sarana dan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi bagi kebutuhan semua lapisan masyarakat (Anonim, 2013a).

d. Pelayanan Rawat Inap 1) Kelas VIP

Fasilitas kelas VIP yaitu AC, 1 tempat tidur, TV, kamar mandi, sofa, tempat tidur penunggu, kulkas, bedside cabinet, dan lemari. Harga per malam: Rp 275.000,00.

2) Kelas I

Fasilitas kelas 1 yaitu AC, 1 tempat tidur, TV, kamar mandi, bed penunggu, kulkas, bedside cabinet, lemar, 2 kursi dan 1 meja. Harga per malam: Rp 250.000,00

3) Kelas II

Fasilitas kelas II yaitu AC, 2 tempat tidur, kamar mandi, 2 bedside cabinet, dan 2 kursi. Harga per malam: Rp 175.000,00

4) Kelas III

Fasilitas di kelas III terdiri dari 5 tempat tidur, 1 kamar mandi, 5 bedside cabinet, dan 5 kursi. Harga per malam: Rp 100.000,00

(18)

7. Kuesioner

Kuesioner adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.

Berdasarkan bentuk pertanyaannya kuesioner dapat dibedakan menjadi:

a. Kuesioner dengan pertanyaan bebas

Kuesioner dengan pertanyaan bebas disebut juga kuesioner tidak terstruktur. Jawaban responden terhadap tiap pertanyaan kuesioner bentuk tersebut dapat diberikan secara bebas atau menurut pendapat sendiri, berupa uraian tentang informasi yang diminta pada setiap pertanyaan.

b. Kuesioner dengan pertanyaan terikat

Kuesioner dengan pertanyaan terikat disebut juga kuesioner terstruktur. Jawaban responden dalam kuesioner bentuk tersebut terikat pada sejumlah alternatif yang disediakan sebagai kemungkinan jawaban yang dapat dipilih. Kuesioner bentuk tersebut terdiri dari: 1) Kuesioner dengan pertanyaan tertutup

Setiap kuesioner telah tersedia alternatif jawaban yang harus dipilih salah satu jawaban yang paling tepat. Berdasarkan jumlah pilihan yang tersedia maka dikenal bentuk force choice item, pertanyaan yang hanya memberikan dua alternatif

(19)

jawaban untuk dipilih. Bentuk lain yang disebut multiple choices item berupa petanyaan yang memberikan lebih dari dua

alternatif jawaban yang dipilih. 2) Kuesioner dengan pertanyaan terbuka

Dalam bentuk multiple choice item ada kemungkinan responden memberikan jawaban yang lain dari alternatif jawaban yang tersedia sehingga disediakan ruangan terbatas berupa titik-titik sebanyak dua atau tiga baris.

c. Kuesioner dengan jawaban singkat

Bentuk mirip dengan kuesioner dengan pertanyaan bebas, tetapi karena sifat jawaban singkat dan tertentu maka bentuknya tidak banyak berbeda dengan kuesioner dengan pertanyaan terikat (Nawawi,2012).

E. Validitas dan Reliabilitas

Kriteria validitas dan reliabilitas menentukan layak tidaknya suatu kuesioner sebagai alat uji dalam penelitian. Uji validitas (uji kesahihan butir) adalah alat untuk menguji apakah tiap-tiap butir benar-benar telah mengungkapkan faktor atau indikator yang ingin diselidiki. Semakin tinggi validitas suatu alat ukur, semakin tepat alat ukur tersebut mengenai sasaran.

(20)

Pengujian validitas memakai teknik korelasi “product moment” (Azwar, 2012): 𝑟𝑥𝑦 = 𝑁 𝑋𝑌 − ( 𝑋)( 𝑌) 𝑁 𝑋2− 𝑋 2 𝑁 𝑌2− 𝑌 2 Keterangan : rxy = koefisien korelasi

X = skor butir dalam faktor

Y = jumlah skor semua butir dalam faktor N = jumlah sampel atau responden

Validitas suatu kuesioner apabila dapat menampilkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pada penelitian ini pengujian validitas untuk mencari korelasi atau hubungan antara suatu variabel dengan faktor-faktor yang telah diasumsikan mengukur variabel tersebut (Santoso, 2000).

Valid tidaknya suatu butir pertanyaan diketahui dengan membandingkan harga koefisien korelasi total-terkoreksi atau dengan menggunakan angka r hasil korelasi pearson yang diperoleh dengan bantuan program SPSS, terhadap koefisien korelasi yang terdapat pada tabel (Santoso, 2000). Suatu butir pertanyaan dikatakan valid apabila memiliki harga koefisien korelasi total-terkoreksi atau nilai r lebih besar daripada koefisien korelasi tabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel apabila kuesioner memberikan hasil yang reprodusibel yang berarti relatif sama pada setiap pengukuran.

(21)

Pengukuran reliabilitas ini pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Santoso, 2000) :

1. Ukur ulang (repeated measure), pengujian dilakukan beberapa kali dengan materi yang sama, diselingi interval waktu tertentu, untuk melihat konsistensi jawaban responden.

2. Ukur sekali (one shot) pengujian dilakukan sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil pertanyaan lain.

Pada penelitian ini pengukuran reliabilitas dilakukan dengan metode ukur sekali (one shot). Secara matematis pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran koefisien alpha (𝛼) dari Cronbach. Rumus korelasi Alpha dapat ditulis sebagai berikut (Santoso, 2000) :

Rumus: 𝑟𝑛 = 𝑚 𝑚 −1 𝑣𝑦−𝑣𝑥 𝑣𝑦 = 𝑚 𝑚 −1 1 − 𝑣𝑥 𝑣𝑦 Keterangan : vx = variasi butir-butir

vy = variasi total (faktor)

m = jumlah butir

Derajad bebas db untuk uji signifikansi rtt tersebut dapat ditulis dengan

rumus:

db = N-2

(22)

Nilai alpha (𝛼) yang diperoleh dibandingkan terhadap nilai koefisien korelasi tabel.Apabila nilai alpha yang diperoleh positif dan lebih besar daripada koefisien korelasi tabel, maka item tersebut dikatakan reliabel (andal).

F. Keterangan Empiris

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif non eksperimental yaitu memaparkan objek atau keandalan yang terjadi di lapangan tanpa intervensi peneliti. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan keterangan empiris yang diharapkan yaitu: 1. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap bangsal bedah terhadap

pelayanan obat.

2. Ada tidaknya perbedaan tingkat kepuasan antara pasien rawat inap kelas II dan kelas III.

3. Mengetahui pengaruh signifikan lima dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan secara simultan.

Referensi

Dokumen terkait

Menganalisa hubungan caring perawat dalam pemberian informasi dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Purwokerto.. Bagi Rumah Sakit

Terdapat 5 alasan pentingnya obat dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, yaitu obat merupakan komponen kesehatan yang dapat menyelamatkan nyawa dan meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan obat golongan kortikosteroid pada pasien asma dewasa di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang

Pelayanan gizi di rumah sakit akan dikatakan bermutu jika dapat memenuhi kepuasan konsumen dengan mengikuti Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (kemkes RI, 2008) pada

Dengan adanya billing sistem ini rumah sakit juga dapat memperoleh informasi mengenai jumlah kunjungan pasien dan jumlah pendapatan yang diperoleh rumah sakit dari

Bertitik tolak pada uraian dalam latar belakang, bahwa masalah sebenarnya penyebab terjadinya konflik internal pada sebuah rumah sakit milik yayasan yaitu Rumah

Oleh karena itu, rumah sakit harus bisa mengerti apa yang diinginkan oleh konsumen (pasien) agar nantinya konsumen merasa puas dengan pelayanan yang ada.

Merancang signage yang efektif dan informatif untuk Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan guna memudahkan pasien dan pengunjung dalam mencapai lokasi pelayanan dan