• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

Pada Bab II ini, saya akan membahas tentang etnografi1 umum masyarakat2 Pakpak secara umum, serta menggambarkan tentang lokasi penelitian yang saya teliti. Di sini akan saya jelaskan beberapa hal, seperti bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan, serta kesenian yang terdapat di daerah lokasi yang saya teliti.

Etnik3 Pakpak adalah salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1Dalam konteks studi disiplin antropologi dan juga etnomusikologi, yang dimaksud dengan etnografi adalah sebuah karya antropologi yang isinya berupa deskripsi mengenai kebudayaan satu suku bangsa (etnik). Jenis karya etnografi adalah karangan penting dan mengandung bahan pokok dari kajian antropologis. Namun demikian dalam kenyataannya, karena di dunia ini terdapat berbagai suku bangsa yang jumlahnya kecil (ratusan saja) dan ada yang besar sampai jutaan, maka seorang ahli antropologi (antropolog) yang mendeskripsikan sebuah etnografi, tentu saja tidak bisa mencakup keseluruhan dari suku bangsa yang besar jumlahnya. Oleh itu, pakar antropologi biasanya membatasi jumlah atau lokasi suku bangsa yang ditelitinya. Dalam melakukan penelitian terhadap nangen nandorbin ini, penulis tidak mendeskripsikan keseluruhan etnik Pakpak yang berada di kawasan Sumatera Utara dan Aceh, namun sesuai dengan batasan kajian ini, hanya akan forkus terhadap etnografi etnik Pakpak yang terdapat di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara.

2Masyarakat (society) adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Lihat Koentjaraningrat (1974:11). Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin, yang dimaksud masyarakat adalah: "... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative,"--yang ertinya: "kelompok manusia yang terbesar, yang secara umum memiliki adat istiadat, tradisi, sikap, dan rasa bersatu, yang merupakan kesatuan tingkah laku mereka." Lebih jauh lihat J.L. Gillin dan J.P. Gillin (1954:139).

3Etnik atau etnik adalah unsur serapan dari bahasa Inggris ethnic. Di dalam bahasa Indonesia kata ini selalu ditulis dengan etnik, yang maknanya adalah sama dengan suku atau suku bangsa. Di dalam Kamus besar bahasa Inddonesia (KBBI versi luar jaringan/luring) yang dimaksud dengan etnik adalah di dalam ilmu antropologi adalah bertalian dengan kelompok

(2)

1. Kabupaten Dairi ibu kotanya Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibu kotanya Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibu kotanya Salak yang terdiri dari 8 Kecamatan dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah Keppas.

4. Kota Subulussalam ibu kotanya Subulussalam yang terdiri dari 5 Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Boang.

5. Kabupaten Tapanuli Tengah ibu kotanya Pandan yang terdiri dari 6 Kecamatan dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat Tanah Pakpak (Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus, Barus Utara, Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibu kotanya Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu : Kec. Pakkat, Kec. Parlilitan dan Kec. Tara Bintang dan masih termasuk ke dalam Suak Kelasen.

Luas wilayah tanah Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari 52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Dengan demikian etnik ini didasari oleg faktor genealogis serta kebudayaan (terutama unsur religi, bahasa, dan adat). Sebuah kelompok etnik dipandang memiliki nenek moyang atau keturunan yang sama.

(3)

Tabel 2.1

Luas Wilayah Budaya Etnik Pakpak di Sumatera Utara dan Aceh

Sumber: Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat (2015)

Selanjutnya tanah hak ulayat Pakpak berbatasan sebagai berikut. (a) Sebelah Utara berbatasan dengan Aceh Tenggara dan Aceh Selatan, (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Karo,

(c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara, dan (d) Sebelah Barat berbatasan dengan Tapanuli Tengah.

No Kabupaten/Kecamatan Luas

1 Kabupaten Dairi 1.927,8 Km2

2 Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Madya Subulussalam

375,8 Km2

3 Kabupaten Pakpak Bharat 1.221,3 Km2

4 Kabupaten Barus 84,83 Km2

5 Kecamatan Sosor Gadong 143,18 Km2

6 Kecamatan Andam Dewi 122,42 Km2

7 Kecamatan Manduamas 99,55 Km2

8 Kecamatan Sirandorung 87,82 Km2

9 Kecamatan Pakkat 459,140 Km2

10 Kecamatan Parlilitan 598,70 Km2

11 Kecamatan Tara Bintang 277,30 Km2

(4)

2.2 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi Pakpak

Lokasi penelitian yang penulis ambil terletak di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan salah satu daerah/wilayah bermukimnya suku Pakpak yang disebut dengan Suak Pakpak Simsim dan Keppas. Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebuah kabupaten yang berada di perbatasan Dairi dan Aceh, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Dairi.

Kabupaten Pakpak Bharat terletak di Pesisir Pantai Barat Sumatera dengan luas wilayah 2.187 Km2 terletak di 2 02’27’30”Lintang Utara /9704’-97 45” 00” Bujur Timur yang berbatasan langsung dengan Kota Subulussalam di sebelah Utara, Samudera Indonesia di sebelah Selatan provinsi Sumatera Utara di sebelah Timur dan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan di sebelah Barat.

Kabupaten Pakpak Barat terbagi dalam 8 Kecamatan, yaitu sebagai berikut:

(1) Kecamatan Salak, (2) KecamatanTinada, (3) Kecamatan Sipagindar, (4) Kecamatan Kerajaan, (5) Kecamatan Siempat Rube,

(6) Kecamatan PGGS (Pergenteng-genteng sengkut), (7) Kecamatan Sitellu tali urang jehe,

(5)

2.3 Penduduk Pakpak di Desa Sukaramai

Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Desa Sukaramai, Pakpak-Barat, tahun 2015 maka jumlah keseluruhan penduduk desa adalah 1.599 jiwa, yang terdiri dari 817 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 782 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak 35 orang dibandingkan perempuan. Dari total 1.599 jiwa penduduk

Desa Sukaramai ini, terdapat sebanyak 343 keluarga. Umumnya sistem pengelolaan keluarga adalah berbasis pada keluarga inti, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Namun ada juga yang menerapkan sistem keluarga batih atau extended family, yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, dan kerabat dekatnya seperti nenek, kakek, paman, kemenakan, dan lainnya.

Berikut ini adalah data penduduk Desa Sukaramai berdasarkan jenis kelamin dan jumlah keluarga

Tabel 2.2

Penduduk Desa Sukaramai Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 817 Jiwa

Perempuan 782 Jiwa

Jumlah Total 1599 Jiwa

Jumlah Kepala Keluarga 343 Jiwa

(6)

Kemudian data kependudukan lainnya adalah tingkat pendidikan penduduk di Desa Sukaramai. Dari tabel berikut ini dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Sukaramai telah sadar akan pentingnya pendidikan dalam rangka menjawab tantangan sosial, yaitu mencari pekerjaan berdasarkan ilmu formal yang diperoleh. Ini dapat dibuktikan bahwa sebahagian besar usia sekolah adalah bersekolah, yaitu usia 7 sampai 18 tahun sebanyak 21 orang. Kemudian tamatan Sekolah Dasar sebanyak 125 orang, tamatan Sekolah Menengah Pertama dan sederajat 111 orang, tamat SMA dan sederajat 75 orang. Bahkan tamatan Perguruan Tinggi (baik dari D1, D2, D3, dan S1) mencapai total 30 orang. Jadi angka ini cukup menggembirakan dalam konteks pendidikan masyarakat Desa Sukaramai. Tingkat pendidikan tersebut tentu perlu juga diimbangi dengan rasa memiliki dan menghayati kebudayaan tradisinya, termasuk melestarikan nangen nandorbin secara bersama-sama.

Tabel 2.3

Data Pendidikan Penduduk Desa Sukaramai Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Usia Keterangan Pendidikan Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

3-5 Tahun Belum masuk TK 2 2

3-6 Tahun Sedang TK 30 34

7-18 Tahun Yang tidak pernah

sekolah

(7)

7-18 Tahun Yang sedang bersekolah

120 121

18-56 Tahun Yang tidak pernah

bersekolah

2 3

18-56 Tahun Yang pernah SD

tetapi tidak tamat

15 20

18-56 Tahun Tamat

SD/Sederajat

125 125

12-56 Tahun Tidak tamat SMP 11 12

18-56 Tahun Tidak tamat SMP 12 15

18-56 Tahun Tamat SMP/

Sederajat

110 111

18-56 Tahun Tamat SMA /

Sederajat 75 75 18-56 Tahun Tamat D1/Sederajat 2 3 18-56 Tahun Tamat D2 / Sederajat 5 5 18-56 Tahun Tamat D3 / Sederajat 2 1 18-56 Tahun Tamat S1 / Sederajat 20 21 Total 551558

(8)

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan

Pada mulanya masyarakat Pakpak di desa Sukaramai masih menganut animisme dan dinamisme. Mereka percaya akan adanya kekuatan yang berasal dari luar dirinya sendiri. Mereka percaya kepada roh-roh nenek moyang maupun kepada benda-benda alam yang dianggap mempunyai kekuatan gaib. Sistem religi yang seperti itu percaya kepada dewa-dewa juga.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pada masa sekarang masyarakat Pakpak menganut berbagai agama besar dunia, terutama agama-agama samawi,4 yaitu: Kristen dan Islam. Antara umat beragama ini di dalam kebudayaan Pakpak terjadi toleransi, yang saling menghargai perbedaan-perbedaan yang hidup bersama di dalam satu wilayah budaya, yaitu budaya Pakpak.

2.4.1 Kepercayaan Kepada Dewa-dewa

Dahulu suku Pakpak mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitimempa/ Simenembenasa si lot yang artinya yang “menciptakan yang ada di dunia ini.” Debata Guru atau Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi. Selain itu masyarakat Pakpak awal, mempercayai makhluk-makhluk gaib sebagai berikut ini.

4Agama samawi adalah merujuk kepada tiga agama di dunia ini yaitu: Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga-tiga agama ini berinduk dari ajaran-ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketiganya memandang bahwa ajaran-ajaran yang sampai kepada mereka adalah berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut Yahweh di dalam agama Yahudi, Tuhan Bapa dalam Kristen, dan Allah Subhanahu Watala dalam Islam. Istilah samawi berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah langit. Dengan demikian istilah ini merujuk kepada agama yang diturunkan Tuhan melalui wahyu-Nya yang diturunkan kepada umat manusia melalui Nabi-nabi-Nya.

(9)

1. Beraspati Tanoh

Diberi simbol dengan gambar Cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus permisi kepada Beraspati Tanoh.

2. Tunggung Ni Kuta

Tunggung ni kuta ini diyakini mempunyai peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Karena itu, maka tunggung nikuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut:

a. Lapihen, yaitu terbuat dari kulit kayu yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra maupun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan. Tentang ramalan-ramalan tersebut, orang yang membaca harus jujur dan beretika baik serta tujuan untuk kepentingan umum.

b. Naring, yaitu wadah berisi ramuan untuk pelindung kampung.Apabila suatu kampung mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda suara gemuruh atau siulan agar masyarakat dapat mengantisipasi gangguan tersebut.

c. Pengulu Balang, yaitu sejenis patung yang terbuat dari batu. Pengulu balang dapat memberikan bunyi (suara gemuruh) sebagai tanda gangguan, bala, musuh, dan penyakit yang mengancam sebuah desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas untuk mengusir penjahat yang datang.

(10)

e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat mengganggu kehidupan manusia sekaligus dapat melindungi manusia apabila diberikan sesajian.

f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang (1) meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan yang gelap.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh. i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan

danau.

j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau, dan air.

2.4.2 Kepercayaan kepada Roh

Etnik Pakpak sebelum datangnya Kristen dan Islam, percaya kepada roh-roh, yang diklasifikasikan dan diistilahkan sebagai berikut ini.

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meninggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang. b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara

turun-temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu sinambela, yaitu roh orang yang meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain secara lintas dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba.

(11)

Biasanya begu laus adalah roh orang yang meninggal dunia secara mendadak.

Selain kepercayan-kepercayaan di atas, masyarakat Pakpak juga mempunyai beberapa kegiatan ritual yang berhubungan dengan kehidupan mereka yaitu sebagai berikut,

a. Meraleng Tendi

Meraleng tendi adalah ritual yang dilakukan ketika seseorang terkejut karena mendengar suara keras dan keadaan dimana seseorang sedang terancam suatu bahaya. Dengan keadaan seperti ini, maka tendi(rohnya) akan pergi meninggalkan raganya. Untuk menjemput tendi (roh) yang pergi tersebut, maka diadakanlah upacarameraleng tendi. Biasanya diadakan dengan membawa sesajen seperti : ayam merah atau ayam putih yang diberikan kepada roh nenek moyang yang sudah meninggal. Sesajen tersebut dibawa ke tempat pemakaman nenek moyang tersebut atau sesuai dengan petunjuk datu atau dukun.

b. Tolak Bala Atau Pelaus Persilihi Urat-Urat Ambat

Apabila seseorang merasa nasibnya sangat malang/sial dan mendapat mimpi-mimpi buruk, maka ia akan berusaha untuk menghindarkannya. Usaha untuk hal itu disebut dengan tolak bala atau pelaus persilihi uraturat ambat. Upacara ini dilakukan dengan cara mengambil ramuan atau bahan berupa akar kayu yang melintang di jalan atau arahnya memotong jalan. Akar ini dipahat atau dibentuk berbentuk patung manusia yang diberi tudung kain dan disemburi dengan sirih. Kemudian disediakan makanan berupa ikan yang bentuknya lurus atau dalam bahasa Pakpak disebut Nurung ncayur(sejenis ikan

(12)

jurung) serta dilengkapi dengan nasi kuning. Selanjutnya, akar yang sudah dibentuk seperti patung tadi diletakkan di atas niru (tampi) kemudian diletakkan di persimpangan jalan. Hal ini bermakna“ Inilah sebagai pengganti badan semoga jauhlah bahaya dan datanglah keselamatan.” Kepercayaan-kepercayaan di atas sudah jarang dilaksanakan atau ditemukan pada masyarakat Pakpak yang ada di Aceh Singkil sejak masuknya agama. Masyarakat Pakpak di sana sebagian besar sudah memeluk agama yang tetap, yaitu agama yang sudah diakui oleh Pemerintah. Sebagian besar masyarakat Pakpak yang ada di sana beragama Islam, Kristen Protestan, dan sebagian kecil beragama Kristen Khatolik.

2.5 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sudah ada suatu ikatan yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Sistem tersebut selalu ada dalam upacara-upacara adat termasuk juga dalam upacara kematian.

2.5.1 Sulang Silima

Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kulakula, dengan sebeltek situaan/anak yang paling tua, dengan sebeltek siditengah atau anak tengah dan dengan sebeltek siampun-ampun/anak yang paling kecil, serta anak berru. Sulang silima dalam masyarakat Pakpak adalah kelompok besar dalam kekerabatan masyarakat Pakpak. Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulang/jambar dari daging-daging tertentu dari seekor hewan seperti kerbau, lembu atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat masyarakat Pakpak.

(13)

Pembagian daging atau jambar ini disesuaikan dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat.

a. Kula-kula, merupakan salah satu unsur yang paling pentingdalam sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak. Kula-kula adalah kelompok/ pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting termasuk juga dalam upacara kematian.

b. Dengan sebeltek adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan dengan sebeltek Dalam sebuah acara adat, dengan sebeltek dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan dengan sebeltek ini dapat disebabkan karena adanya hubungan pertalian darah, sesubklen/semarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara, dan memiliki suami yang bersaudara.

(14)

c. Anak berru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil anak dara Dalam sebuah acara adat, anak berru lah yang bertanggung jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat.

Sedangkan situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga. Kelima kelompok di atas mempunyai pembagian sulang yang berbeda, yaitu sebagai berikut.

1. Kula-kula (pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang per-punca niadep.

2. Situaan (orang tertua yang menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang).

3. Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan mendapat sulang per-tulantengah.

4. Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga) akan mendapat sulang per-ekur-ekur.

5. Anak berru (pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu.

Biasanya penerimaan perjambaren anak berru disertai dengan takal peggu yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta. Anak berru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung. Apabila di antara keluarga tersebut

(15)

akan mengadakan pesta, maka ketiga kelompok abang beradik (situaan, siditengah dan siampun-ampun) akan menerima pembagian (perjambaren) yakni : isang-isang (dagu), tulan tengah (tulang bagian tengah) dan ekur-ekur (ekor). Penerimaan jambar ini boleh bertukar-tukar sesama keluarga tersebut, dengan rincian sebagai berikut. Misalnya: Situaan nomor satu (1); Siditengah nomor (2); dan Siampun-ampun nomor tiga (3). Apabila siditengah yang berpesta, maka urutan menjadi 2.3.1 sedangkan apabila siampun-ampun (bungsu) yang menjadi sukut (yang berpesta) maka penerimaan perjambaren berubah menjadi 3.1.2. Kula-kula dan anak berru tetap menerima puncaniadep atau tulan tengah dan betekken atau takal peggu.

2.6 Mata Pencaharian

Pada umumnya, mata pencaharian penduduk di desa Sukaramai adalah bertani. Melihat kondisi tanah yang subur serta sangat mendukung untuk bercocok tanam, maka tidak heran jika mayoritas penduduk di sana bermata pencaharian sebagai petani.

Adapun jenis tanaman yang yang ditanam adalah padi, baik di sawah atau di darat, sayur-sayuran, karet dan yang paling mendominasi adalah tanaman kelapa sawit. Sebagian besar lahan pertanian ditanami dengan tanaman kelapa sawit dan merupakan sumber penghasilan atau pendapatan terbesar bagi penduduk di sana. Selain bertani, mata pencaharian lainnya adalah berdagang, buruh pabrik, dan ada juga sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta.

(16)

2.7 Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di desa Sukaramai adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk di sana adalah suku Pakpak sehingga dalam kehidupan sehari-hari penduduk disana menggunakan bahasa Pakpak begitu juga dalam acara adat. Terdapat juga sebagian kecil suku lain seperti suku Jawa, Karo, Nias, dan Toba yang datang ke desa tersebut, tetapi setelah tinggal beberapa lama di sana, maka mereka mengerti dan fasih menggunakan bahasa Pakpak. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia yang digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah, Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), dan kantor kelurahan.

Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat pakpak, yaitu sebagai berikut.

(1) Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.

(2) Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi narrative songs atau lamenta dalam istilah etnomusikologi—yang disebut tangis milangi (bahasa tutur tangis).

(3) Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan di hutan.

(4) Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh dikatakan di tengah-tengah kampung karena dianggap tidak sopan.

(5 ) Rebun (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh guru (Naiborhu, 2006)

(17)

2.8 Kesenian 2.8.1 Seni Musik

Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajian dan cara memainkannya. Berdasarkan bentuk penyajiannya, alat-alat musik tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu Gotchi dan Oning-oningen. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrumen musik tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: sipaluun, sisempulen dan sipiltiken.

Instrumen Musik Berdasarkan Bentuk Penyajian Gotchi ialah instrumen musik yang disajikan dalam bentuk seperangkat (ansambel) yang terdiri dari: Genderangsisibah, genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul, gung, dan kalondang.

Genderang sisibah adalah seperangkat gendang satu sisi yang terdiri dari sembilan buah gendang yang berbentuk konis. Dalam adat, instrumen ini disebut si raja gumeruhguh yaitu sesuai dengan suara yang dihasilkannya dan situasi yang diiringinya karena ramai dan besarnya acara itu. Masing-masing nama dari

kesembilan gendang dari ukuran terbesar hingga ukuran terkecil adalah sebagai berikut:

a. Gendang I, Si Raja Gumeruhguh(suara bergemuruh) dengan pola ritmis menginang-inangi atau mengindungi(induk).

b. Gendang II, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritem menjujuri atau mendonggil-donggili (mengagungkan, mentakbiri, menghantarkan).

(18)

c. Gendang III s/d VII, Si Raja Menak-menak dengan pola ritmis benna kayu sebagai pembawa ritmis melodis (menenangkan ataumenentramkan).

d. Gendang VII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi (menyeimbangkan).

e. Gendang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabil sondat (menghalang-halangi).

Dalam bentuk seperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersamasama dengan gung sada rabaan (seperangkat gung yang terdiri dari empat buah, yaitu panggora (penyeru), poi (yang menyahut), tapudep (pemberi semangat) dan pong-pong (yang menetapkan). Instrumen lain yang dipakai adalah sarune (double reed oboe) dan cilat-cilat (simbal concussion). Dalam penyajiannya, ansambel ini hanya dipakai pada jenis upacara sukacita (kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang si lima yaitu seperangkatan gendang satu sisi berbentuk konis yang terdiri dari lima buah gendang. Kelima gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang pada bilangan ganjil saja diurut dari gendang terbesar, yaitu gendang I, III, V, VII dan IX. Adapun nama-nama gendang berdasarkan urutan dari gendang terbesar hungga gendang terkecil adalah sebagai berikut.

a. Gendang I, Si Raja Gumeruhguh dengan pola ritmis menginang-inangi (induk yang bergemuruh).

b. Gendang III, Si Raja Dumerendeng dengan pola ritmis menjujuri atau mendonggil-donggili (menghantarkan atau meneruskan).

(19)

c. Gendang V, Si Raja Menak-menak dengan pola ritmis mendua-duai (menentramkan).

d. Gendang VII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis mendua-duai (meramaikan).

e. Gendang IX, Si Raja Mengampuh dengan pola ritmis menganaki(menyahuti, mengikuti).

Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, sarune dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam genderang sisibah. Ansambel ini digunakan pada upacara dukacita (kerja njahat) saja, seperti upacara kematian, mengokal tulan (menggali tulang-belulang) pada tingkatan upacara terbesar dan tertinggi secara adat. Selanjutnya terdapat ensambel gendang sidua-dua. Ansambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head two barrel drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang gendang inangna(gendang induk, gendang ibu) yaitu gendang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan) yaitu gendang terkecil. Instrumen lain yang terdapat dalam ansambel ini adalah

empat buah gong (gung sada rabaan) dan sepasang

cilat-cilat(simbal).Ansambel gendang ini digunakan untuk upacara ritual, seperti mengusir roh pengganggu di hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian (mendegger uruk) dan hiburan saja seperti upacara penobatan raja atau untuk mengiringitarian pencak.

Ada pula alat musik gerantung adalah nama yang diberikan kepada instrumen musik sejenis gong ceper (gong tanpa pencu yang termasuk ke dalam flat gongs idiophones yang terdiri dari 4 atau 5 buah gerantung.

(20)

Instrumen ini biasa dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan dan biasa dipakai pada acara peresmian bale (balai desa), bages jojong (rumah adat) dan pada peresmian perkawinan raja atau keturunannya. Instrumen ini juga digunakan sebagai landasan berpijak bagi kedua mempelai pada saat akan memasuki rumah adat. Menurut pandangan masyarakat Pakpak, instrumen ini merupakan simbol kekayaan dan kemakmuran yang hanya dimilki oleh orang tertentu saja, Kemudian alat-alat musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong (idiophones) berpencu yang terdiri dari 5, 7 atau 9 buah gong. Disusun berbaris di atas sebuah rak seperti kenong pada tradisi gamelan Jawa. Dalam penggunaannya, instrumen ini berperan sebagai pembawa melodi dan secara ansambel dimainkan bersama-sama dengan gung sada rabaan.

Ada pula alat musik gung (gong idiophones) terdiri dari empat buah yang tidak dapat berdiri secara sendiri-sendiri yang artinya dalam penggunaannya harus sekaligus empat buah. Oleh karena itu, gong ini disebut sada rabaan(empat buah gong yang dimainkan secara bersamaan).

Keempat instrumen ini diberi nama sebagai berikut.

a. Gung I (panggora), gung terbesar yang berperan sebagai penyeru atau yang memberikan seruan.

b. Gung II (poi), gung terbesar kedua yang berperan sebagai penyahut atau yang memberi sahutan.

c. Gung III (tapudep), gung terbesar ketiga yang berperan sebagai menimpali, menengahi atau memberikan jawaban (aksentuasi ritmis)antara gong pertama dan gong kedua sekaligus pengontrol atas gungpanggora dan poi.

(21)

d. Gung III (pongpong), gung terkecil yang berperan sebagai pemegang tempo (memongpongi) atau pengatur kecepatan lagu sekaligus sebagai penjaga kestabilan dari lagu yang dimainkan. Kalondang (xylophones) adalah alat musik yang terbuat dari bilahan kayu berjumlah sembilan buah. Dimainkan secara bersama-sama dengan pong-pong (gong kecil), cilat-cilat (simbal) dan lobat(bamboos recorder). Alat musik ini biasanya digunakan sebagai pengiring tarian (tatak) hiburan dengan membawakan lagu-lagu tertentu yang sifatnya gembira, seperti: ende-ende muat kopi (nyanyian memetik kopi), ende-ende kitobis ( nyanyian mengambil rebung bambu) yang menggambarkan kegembiraan pada saat memetik kopi dan mengambil rebung bambu.

2.8.2 Musik Vokal

Masyarakat Pakpak memberi nama ende-ende (baca: nde-nde) terhadap semua jenis musik vokalnya. Ada beerapa jenis musik vokal yang terdapat pada masyarakat pakpak yang dibedakan berdasarkan fungsi dan penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut.

(i) Tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut tangis milangi karena hal-hal mengharukan yang terdapat di dalam hati penyajinya akan dituturkan-tuturkan (Pakpak: ibilang-bilangken, milangi) dengan gaya menangis (Pakpak : tangis).

Ada beberapa jenis tangis milangi yang terdapat pada masyarakat Pakpak, yaitu sebagai berikut.

(22)

a. Tangis si jahe adalah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis (female song) menjelang pernikahannya. Teksnya berisi tentang ungkapan kesedihan karena harus berpisah dengan anggota keluarganya. Gadis tersebut tentunya akan meninggalkan keluarganya untuk bergabung dengan keluarga suaminya. Selain itu, teks teks nyanyian ini juga berisi tentang semua hal menyedihkan yang mungkin akan dialaminya di lingkungan keluarga suaminya. Walaupun dinyanyikan dengan gaya menangis, namun maksud utama dari tangis ini ialah agar orang yang ditangisi merasa terharu dan selanjutnya akan memberikan petuah-petuah atau nasehat dan berupa materi kepada si gadis yang akan menikah tersebut. Nasehat yang diberikan umumnya adalah tentang petunjuk hidup berumah tangga dan semua hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bersuami-istri. Nyanyian ini disajikan dengan menggunakan melodi yang berulang-ulang (repetitif) dengan teks yang berubah-ubah.

b. Tangis anak melumang, tangis ini disajikan oleh pria maupun wanita dari semua tingkat usia. Isi teksnya adalah ungkapan kesedihan ketika terkenang kepada orang tua yang sudah meninggal dunia. Perpisahan akibat kematian dan penderitaan yang dialami si anak atas sepeninggal orangtua tersebut adalah isi dari teks nyanyian ini. Biasanya nyanyian ini disajikan pada saat-saat tertentu, seperti ketika berada di hutan, di ladang, di sawah atau tempat-tempat sepi lainnya. Nyanyian ini juga lebih mengutamakan teks daripada melodi. Teksnya berubah-ubah dengan pengulangan-pengulangan melodi yang sama.

(23)

c. Tangis simate adalah nyanyian ratapan (lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia. Disajikan pada saat si mati tersebut masih berada di hadapan orang yang menangis sebelum dikebumikan. Teksnya berisi tentang hal-hal atau perilaku yang paling berkesan dari si mati semasa hidupnya, kebaikan dan kelebihan-kelebihannya serta kemungkinan kesukaran hidup yang akan dihadapi keluarga atas sepeninggal orang yang meninggal tersebut. Melalui tangis ini pula orang-orang yang melayat dapat lebih mengetahui dan mengenal sifat-sifat dari orang yang meninggal tersebut dan yang lebih utama lagi adalah bahwa melalui nyanyian ini para pelayat akan di bawa ke dalam suasana duka yang mendalam melalui gaya tangis simate tersebut sehingga dengan demikian pelayat akan tergerak bersatu ke dalam suatu perasaan sepenanggung sependeritaan. Nyanyian ini adalah nyanyian strofik yang mengutamakan teks daripada melodi. Teks yang disajikan berubah-ubah dengan pengulangan-pengulangan melodi yang sama.

(ii) Ende-ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan anak yang dinyanyikan oleh si pendedah (pengasuh) baik kaum pria maupaun wanita untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain. Jenisnya terdiri dari orih-orih, oah-oa, dan cido-cido. Ketiga jenis nyanyian ini menggunakan teks yang selalu berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).

(iii) Orih-orih ialah nyanyian untuk menidurkan anak yang dinyanyikan oleh si pendedah (pengasuh) orangtua atau kakak baik pria maupun wanita. Si anak digendong sambil i orih-orihken (sambil menina bobokkan si anak

(24)

dalam gendongan) dengan nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat, harapan, cita-cita maupun sebagai curahan kasih sayang terhadap si anak tersebut.

(iv) Oah-oah sering juga disebut kodeng-kodeng, yaitu jenis nyanyian yang teksturnya sama dengan orih-orih. Yang membedakannya ialah cara dalam menina bobokkan si anak. Jika orih-orih disajikan sambil menggendong si anak, maka oah-oah disajikan sambil mengayun si anak pada ayunan yang digantungkan pada sebatang kayu di rumah maupun di pantar (gubuk, dangau) yang terdapat di ladang atau di sawah.

(v) Cido-cido adalah nyanyian untuk mengajak si anak bermain. Tujuannya ialah untuk menghibur dengan membuat gerakan-gerakan yang lucu sehingga si anak menjadi tertawa dan merasa senang. Gerakan-gerakan tersebut biasanya ditampilkan pada akhir frasa lagu. Si anak digoyang-goyang, diangkat tinggi-tinggi, dicolek atau disenyumi yang menimbulkan rasa senang, geli atau lucu sehingga si anak menjadi tertawa. Teks lagu yang disajikan umumnya berisi tentang nasehat, petuah-petuah maupun harapan-harapan agar kelak si anak menjadi orang yang berguna dan berbakti pada keluarga.

(vi) Nangen ialah nyanyian yang disajikan pada waktu mersukut-sukuten. Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita tersebut disampaikan dengan gaya bernyanyi. Ucapan tokoh tokoh yang terdapat dalam cerita yang dinyanyikan itulah yang disebut nangen, sedangkan rangkaian ceritanya disebut sukut-sukuten. Apabilaseluruh rangkaian cerita dan ucapan para tokoh cerita disampaikan dengan gaya bertutur, maka

(25)

kegiatan ini disebut dengan sukut-sukuten (bercerita), sedangkan cerita yang menyertakan dalam penyampaiannya disebut sukut-sukuten pake nangen. Namun, pada umumnya sukut sukuten yang menarik haruslah berisi nangen. Kegiatan mersukut-sukuten biasanya dilakukan oleh para tua-tua yang sudah lanjut usia. Cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang pedoman-pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita. Tokoh yang baik menjadi panutan sedangkan tokoh yang jahat dihindari. Pencerita (persukut-sukuten) haruslah seorang yang cukup ahli menciptakan karakter tokoh-tokoh melalui warna suara nangen yang berbeda-beda satu sama lainnya sehingga menarik untukdinikmati.Adapun sukut-sukuten yang cukup dikenal oleh masyarakat Pakpak adalah Nandorbin, Sitagandera, Nan Tampuk Mas, Manuk-manuk Si Raja Bayon, Si buah mburle dan lain sebagainya.

(vii) Ende-ende Mardembas adalah bentuk nyanyian permainan di kalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat terang bulan purnama. Mereka menari membentuk lingkaran, membuat lompatan-lompatan kecil secara bersama-sama sambil bergandengan tangan dan melantunkan lagu-lagu secara chorus (koor) maupun solo chorus (nyanyian solo yang disambut oleh koor). Pada malam hari kelompok perempuan dewasa sedang menumbuk padi, maka biasanya pada saat itulah anak-anak melakukan kegiatan mardembas. Isi teksnya adalah menggambarkan keindahan alam serta kesuburan tanah Pakpak yang

(26)

dinyanyikan dengan pengulangan melodi (repetitif) dimana teksnya berubah-ubah sesuai pesan yang disampaikanya.

(viii) Ende-ende Memuro Rohi, nyanyian ini termasuk ke dalam jenis work song, yaitu nyanyian yang disajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di ladang atau di sawah tersebut. Kegiatan muro (menjaga padi) ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan ketter dan gumpar yang dilambai-lambaikan ke tengah ladang padi sambil menyanyikan ende-ende memuro rohi. Jenis-jenis kesenian di atas, baik seni musik maupun musik vokal sudah jarang dtemukan. Seni musik tradisional tersebut sudah digantikan dengan alat musik keyboard dalam upacara-upacara adat, baik upacara perkawinan maupun upacara kematian. Begitu juga dengan musik vokal yang sudah sangat jarang ditemukan, namum masih ada beberapa musik vokal yang masih ditemukan seperti tangis simate dan tangis anak melumang.

Selanjutnya di dalam kebudayaan masyarakat pakpak ini terdapat alat musik yang khas yang disebut dengan ketter dan gumbar, yaitu mengekspresikan kebudayaan masarakat agraris, khususnya berkaitan dengan bercocok tanam padi. Ketter dan gumpar adalah alat yang terbuat dari bambu dan pada bambu tersebut digantungkan kain bekas yang dilambaikan ke tengah sawah untuk mengusir burung. Fungsi utama alat ini tentu saja menghalau burung, namun tetap dapat dikaji melalui disiplin etnomusikologi, yaitu studi musik dalam kebudayaan. Alat ini dapat digolongkan kepada fungsinya sebagai alat pendukung budaya pertanian.

(27)

Dari kajian etnografis etnik Pakpak ini, dan kaitannya dengan penelitian nangen nandorbin, maka dapat diuraikan beberapa hal sebagai berikut. Bahwasanya masyarakat Pakpak, baik itu di Desa Sukaramai atau secara umum di Kabupaten Pakpak Bharat dan juga Kabupaten Dairi, memiliki wujud dan unsur kebudayaannya yang khas. Kebudayaan masyarakat Pakpak ini merupakan hasil dari kontinuitas dan perubahan dalam ruang dan waktu yang mereka lalui. Di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak tergambar dengan jelas unsur-unsur animisme, yang kemudian bertransformasi ke era agama-agama besar yang datang ke kawasan ini, sampai kemudian memasuki zaman globalisasi.

Selain itu kebudayaan masyarakat Pakpak sampai sekarang ini masih kuat mengekspresikan masyarakat agraris, artinya masih bertumpu kepada kehidupan alam sekitar dengan cara bertani, beternak, mengambil hasil-hasil hutan, dan suasana pedesaan. Mereka adalah masyarakat agraris yang sangat bergantung kepada alam lingkungan sekitar dalam konteks memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, walau secara global, kini semua manusia berada dalam arus globalisasi. Jadi keseluruhan keadaan ini, turut menentukan arah kebudayaan masyarakat Pakpak, termasuk memungsikan keseniannya, salah satu di ataranya adalah nangen nandorbin. Ini merupakan lagu yang sangat penuh dengan nilai-nilai dan norma-norma budaya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam hal ini adalah bagaimana persepsi pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) terhadap

(1) Sub Bagian teknis administrasi pembangunan mempunyai tugas mengumpulkan bahan program tahunan pembangunan, mengkoordinasikan penyusunan pedoman dan petunjuk

Dengan diumumkannya PEMENANG kepada peserta lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, apabila masih terdapat kesalahan di dalam penetapan pemenang

Lemahnya kinerja ekspor dipengaruhi permintaan global yang lemah dan harga komoditas yang terus turun..... 62 Outlook NPI ..T eka a Capital Ouflo s Masih

[r]

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Pekerjaan Jasa Konsultansi Pengawas pekerjaan renovasi

Adapun masa sanggah dilaksanakan mulai hari Selasa, 07 Juli 2015 sampai dengan hari Kamis, 9 Juli 2015, sanggahan dapat disampaikan kepada Ketua Pokja Pelelangan Sederhana

Sesuai dengan ketentuan pasal 203 Undang undang No 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa “Pada saat Undang undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang undang Nomor 23 Tahun