• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEMBUNGKUS BAHAN OKSIDATOR ETILEN DALAM PENYIMPANAN PASCAPANEN PISANG RAJA BULU (Musa sp. AAB GROUP) ERIK MULYANA A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEMBUNGKUS BAHAN OKSIDATOR ETILEN DALAM PENYIMPANAN PASCAPANEN PISANG RAJA BULU (Musa sp. AAB GROUP) ERIK MULYANA A"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMBUNGKUS BAHAN OKSIDATOR ETILEN

DALAM PENYIMPANAN PASCAPANEN PISANG RAJA BULU

(

Musa

sp. AAB GROUP)

ERIK MULYANA

A24070139

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

ERIK MULYANA. Studi Pembungkus Bahan Oksidator Etilen Dalam Penyimpanan Pascapanen Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group). (Dibimbing oleh WINARSO D. WIDODO dan KRISANTINI).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kain kassa dan serat nilon sebagai pembungkus bahan oksidator etilen serta bobot bahan oksidator etilen (tanah liat + KMnO4) yang tepat untuk penyimpanan pascapanen pisang

Raja Bulu (Musa sp. AAB Group). Penelitian dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari 2011 sampai Maret 2011 yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas tujuh perlakuan yaitu P1: Kontrol (tanpa bahan pembungkus dan tanpa bahan oksidator etilen); P2: Kain kassa + 30 g bahan oksidator etilen (27.75 g tanah liat + 2.25 g KMnO4);

P3: Kain kassa + 60 g bahan oksidator etilen (55.5 g tanah liat + 4.5 g KMnO4);

P4: Kain kassa + 90 g bahan oksidator etilen (83.25 g tanah liat + 6.75 g KMnO4);

P5: Serat nilon + 30 g bahan oksidator etilen (27.75 g tanah liat + 2.25 g KMnO4);

P6: Serat nilon + 60 g bahan oksidator etilen (55.5 g tanah liat + 4.5 g KMnO4);

P7: Serat nilon + 90 g bahan oksidator etilen (83.25 g tanah liat + 6.75 g KMnO4).

Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan dua kali setengah sisir pisang. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang 27-300C, RH 90-95% selama 21 hari setelah perlakuan (HSP).

Peubah yang diamati meliputi: pengamatan non destruktif berupa umur simpan, susut bobot buah, dan pengukuran indeks skala warna kulit buah dilakukan pada 3, 6, 9, 12, 15, 18 dan 21 hari setelah perlakuan (HSP), sedangkan pengamatan destruktif berupa pengukuran kekerasan kulit buah, rasio daging buah dengan kulit buah, padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), dan kandungan vitamin C yang dilakukan pada 6, 12, dan 18 HSP.

(3)

Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa daya simpan buah terlama (14 hari penyimpanan) diperoleh pada perlakuan 2.25 g KMnO4 dalam serat nilon (P5) dan

masih layak dikonsumsi, namun tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan 6.75 g KMnO4 dalam kain kassa (P4) dan 4.50 g KMnO4 dalam kain kassa (P3).

Buah pisang dengan perlakuan kontrol (tanpa oksidator etilen) (P1) dan perlakuan 6.75 g KMnO4 dalam serat nilon (P7) tidak layak untuk konsumsi 9 hari

penyimpanan. Perlakuan pembungkus bahan oksidator etilen (tanah liat + KMnO4) dapat menurunkan susut bobot buah pisang pada 3, 6, 9 dan 12 HSP.

Setelah 12 hari penyimpanan, dari tiga perlakuan yang masih bertahan, perlakuan 2.25 g KMnO4 dalam serat nilon (P5) menunjukkan susut bobot yang terkecil.

Perlakuan pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi indeks skala warna kulit buah, rasio daging buah dengan kulit buah, bagian buah yang dapat dimakan (edible part), kekerasan kulit buah, PTT, ATT kecuali pada 12 HSP, rasio PTT dengan ATT kecuali pada 12 HSP, dan kandungan vitamin C. Perlakuan oksidator etilen dengan kedua macam bahan pembungkus dapat meningkatkan daya simpan buah 5 hari lebih lama dibandingkan kontrol. Dengan demikian penggunaan bahan pembungkus serat nilon dengan 30 g bahan oksidator etilen dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam penyimpanan buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group).

(4)

STUDI PEMBUNGKUS BAHAN OKSIDATOR ETILEN

DALAM PENYIMPANAN PASCAPANEN PISANG RAJA BULU

(

Musa

sp. AAB GROUP)

Skipsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ERIK MULYANA

A24070139

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul : STUDI PEMBUNGKUS BAHAN OKSIDATOR

ETILEN

DALAM

PENYIMPANAN

PASCA

PANEN PISANG RAJA BULU (

Musa

sp. AAB

Group)

Nama

: ERIK MULYANA

NIM

: A24070139

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS.) (Dr. Ir. Krisantini, MSc.) NIP: 19620831 198703 1 001 NIP: 19620110 198503 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura,

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.) NIP: 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 26 Maret 1989. Penulis merupakan anak kedua Bapak Sujana dan Ibu Ninih Hernih.

Pada tahun 2001 penulis lulus SD Negeri Pasawahan VI, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 11 Bandung. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 11 Bandung pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan program mayor-minor. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa mayor Agronomi dan Hortikultura dengan minor Kewirausahaan Agribisnis.

Selama perkuliahan, penulis aktif di berbagai kepanitiaan dan organisasi. Penulis adalah anggota dalam organisasi Internasional Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB periode 2007-2008 dan 2007-2008-2009. Penulis pernah menjadi pengurus HIMAGRON sebagai Ketua Divisi Kewirausahaan periode 2008-2010 dan Ketua Koperasi Agrohotplate periode 2009-2010. Penulis pernah ikut serta sebagai panitia dalam berbagai kegiatan seperti Farmer Field Days 2010, dan Festival Tanaman XXXI tahun 2010, dan juga pernah ikut serta sebagai peserta dan panitia dalam berbagai pelatihan. Selain itu, penulis pernah melakukan kerja magang liburan di PT Kurnia Strawberry tahun 2009 dan di Asosiasi Petani Pedagang Tanaman Hias Cihideung (APPHC) Lembang, Jawa Barat selama bulan Februari 2010.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Studi Pembungkus Bahan Oksidator Etilen Dalam Penyimpanan Pascapanen Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group)” dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada suri tauladan Rasullulah Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan rangkaian terima kasih antara lain, kepada:

1. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. dan Dr. Ir. Krisantini, MSc., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan bantuan selama masa penelitiaan hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Ir. Darda Efendi, MSi., sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan semangat dan nasehat akademik selama 3 tahun.

4. Kedua orang tua, Sujana dan Ninih Hernih tercinta, serta kakaku tersayang, Rini Yuliani dan suaminya Dandy Adityawarman yang selalu mendukung, membantu, menyemangati, memberi kekuatan dan do‟a yang tiada hentinya. 5. Keluarga Besar dari pihak Bapak dan Ibu, Keluarga Uwa Nanah, Uwa Tati, Bi

Yani, Bi Cucu, Mang Aceng, Mang Dadang, Teh Iis yang selalu memberikan dukungan dan do‟a yang tiada hentinya.

6. Beasiswa Eka Tjipta Foundation yang telah memberikan bantuan dan dukungan dana selama perkuliahan semester I-VIII.

7. Beasiswa riset Karya Salemba Empat yang telah memberikan bantuan dan dukungan dana penelitiaan.

8. Bapak Salman Rizky, Mbak Bungas, Mbak Lassih, Pak Agus yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

(8)

9. Chiqa Naida Graciosa, Wahyu Fikrinda, dan Devi Novi Astuti yang telah memberikan banyak inspirasi, pengalaman, ilmu, pelajaran, dan makna hidup yang luar biasa berartinya bagi kesuksesan hidup saya.

10.Wahyu Fikrinda, Nandya Imanda, Ima Fajar Ayu, dan Aria Muslim yang telah membantu dalam pelaksanaan hingga akhir penelitian.

11.AGH 44 Bersatu atas persahabatan yang tidak ternilai harganya. Wish all the best for us and make your dream comes true.

12.Rekan-rekan satu perjuangan divisi kewirausahaan dan koperasi Agrohotplate HIMAGRON periode 2008-2010, IAAS LC IPB periode 2007-2009.

13.Teman-teman se-kontrakan mulai dari Asrama TPB C1 lorong 4 dan 6, Wisma Bulan, Wisma My House, Wisma Jejaka dan kostan Perwira, yang telah mengisi hari-hariku menjadi lebih indah selama ini.

14.Semua pihak yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga penelitiaan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani dan Asal Usul Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) . 4

Teknik-Teknik Memperpanjang Umur Simpan dan Mutu Buah ... 5

Sifat-Sifat Etilen ... 7

Peranan Etilen Pada Pematangan Buah ... 8

Bahan Oksidator Etilen (Kalium Permanganat)... 10

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Umur Simpan ... 21

Susut Bobot ... 22

Warna Kulit Buah ... 23

Kekerasan Kulit Buah ... 24

Rasio Daging Buah dengan Kulit Buah dan Edible Part ... 25

Padatan Terlarut Total (PTT) ... 26

Asam Tertitrasi Total (ATT) ... 27

Kandungan Vitamin C ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Umur Simpan Buah Pisang Raja Bulu

(Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan... 21 2. Penyusutan Bobot Buah Pisang Raja Bulu

(Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan... 22 3. Perubahan Kekerasan Kulit Buah Pisang Raja Bulu

(Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan... 25 4. Perubahan Rasio Daging Buah dengan Kulit Buah dan

Bagian Buah yang Dapat Dimakan (Edible Part) Buah

Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan.. 26 5. Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Pisang Raja Bulu

(Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan... 27 6. Kandungan Asam Tertitrasi Total (ATT) Buah Pisang Raja Bulu

(Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan... 28 7. Rasio Padatan Terlarut Total (PTT) dengan

Asam Tertitrasi Total (ATT) Buah Pisang Raja Bulu

(Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan... 28 8. Kandungan Vitamin C Buah Pisang Raja Bulu

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bahan Percobaan ... 12

2. Alat Percobaan ... 13

3. Pembuatan Pasta Tanah Liat... 14

4. Pembuatan Bahan Oksidator Etilen ... 15

5. Persiapan Buah ... 16

6. Pengemasan dan Penyimpanan ... 17

7. Indeks Kematangan Skala Warna Kulit Buah Pisang ... 18

8. Perubahan Warna Kulit Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan... 23

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jumlah Kuadrat Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pembungkus Bahan Oksidator Etilen Terhadap

Umur Simpan Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group)... 37 2. Buah yang diakibatkan oleh Gejala Penyakit Antraknosa

pada 9 hari setelah perlakuan (HSP)... 38 3. Buah yang diakibatkan oleh Gejala Penyakit Crown

End Rot (Colletotrichum musae) pada 12 hari setelah

perlakuan (HSP)... 38 4. Rekapitulasi Jumlah Kuadrat Analisis Sidik Ragam Non

Destruktif Pembungkus Bahan Oksidator Etilen Buah

Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group)... 39 5. Perubahan Warna Kulit Buah Pisang Raja Bulu

(Musa sp. AAB Group) Pada Setiap Perlakuan... 40 6. Rekapitulasi Jumlah Kuadrat Analisis Sidik Ragam Parameter

Destruktif Pembungkus Bahan Oksidator Etilen Buah

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu komoditas utama produksi buah nasional. Pisang produksi Indonesia memasok kebutuhan tidak hanya pasar dalam negeri tetapi juga pasar internasional. Menurut data Badan Pusat Statistik (2009) volume produksi pisang dari tahun 2007 hingga tahun 2009 berturut-turut sebesar 5 454 226 ton, 5 741 351 ton, dan 6 373 533 ton, sedangkan menurut data Departemen Pertanian (2008) volume produksi ekspor pisang sejak tahun 2005 hingga tahun 2007 berturut-turut sebesar 3 647.04 ton, 4 443.19 ton, dan 2 367.15 ton. Potensi produksi pisang yang besar tersebut kurang dimanfaatkan untuk mengimbangi nilai ekspor karena sebagian besar produksi pisang Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, mutu pisang Indonesia belum memenuhi standar mutu yang berlaku pada negara tujuan ekspor. Berbagai jenis pisang dibudidayakan di Indonesia. Salah satu jenisnya adalah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group), yang merupakan jenis pisang raja yang berukuran sedang dan gemuk. Bentuk buah pisang Raja Bulu berbentuk silindris melengkung dengan pangkal buah agak bulat, dan berkulit tebal berwarna kuning berbintik cokelat. Daging buah sangat manis (PTT 28-30°Brix), berwarna kuning kemerahan, bertekstur lunak, dan tidak berbiji. Panjang buah antara 16-17 cm dengan bobot rata-rata 175-185 g. Setiap tandan memiliki 5-7 sisir dengan tiap-tiap sisir berisi 14-15 buah. Buah umumnya dipanen 10-12 bulan setelah tanam (PKBT, 2008). Pisang Raja Bulu merupakan jenis pisang unggul yang sudah dilepas oleh pemerintah. Ukuran buahnya cukup besar dengan diameter 3.2 cm dan bobot per tandan 12-16 kg. Daging buah yang telah matang berwarna kuning kemerahan dan bila dimakan terasa legit dan manis dengan aroma harum (Sobir, 2009).

Produk hortikultura termasuk pisang umumnya bersifat tidak tahan lama, mudah rusak, dan meruah (voluminous). Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat respirasi buah dan produksi etilen endogen selama proses pematangan buah, terutama pada lingkungan tropis yang bersuhu relatif hangat. Selama proses pematangan terjadi berbagai perubahan fisik maupun kimia. Perubahan secara

(14)

2

fisik yang menyebabkan turunnya mutu buah antara lain perubahan warna, tekstur, susut bobot, layu, dan keriput. Perubahan kimia yang terjadi yaitu perubahan komposisi karbohidrat, asam organik, serta aroma (Santoso dan Purwoko, 1995).

Untuk meningkatkan daya simpan buah diperlukan teknologi penyimpanan untuk mengatasi penurunan mutu buah agar kehilangan hasil pasca panen dapat dikurangi. Teknik sederhana yang dapat digunakan untuk memperlambat penurunan mutu buah pisang antara lain penggunaan campuran tanah liat dan KMnO4 sebagai bahan oksidator etilen. Perlakuan sebanyak 50 g

bahan oksidator etilen (46.25 g tanah liat + 3.75 g KMnO4) untuk setiap 1.03 kg

buah pisang Raja Bulu dapat dipertahankan 9 hari lebih lama dibandingkan kontrol serta memberikan pengaruh yang lebih baik dalam mempertahankan warna kulit buah dan mengurangi terjadinya susut bobot dibandingkan dengan bahan penyerap etilen 10 g dan 30 g (Kholidi, 2009). Teknik lain perlu dilakukan untuk pengembangan penelitian ke arah yang lebih praktis yaitu menggunakan bahan pembungkus oksidator etilen yang lebih efektif serta bobot bahan oksidator etilen (tanah liat + KMnO4) yang tepat untuk memperpanjang masa simpan atau

kesegaran buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group). Bahan pembungkus diperlukan agar bahan oksidator etilen tidak mengalami kontak langsung dengan buah pisang karena akan mempengaruhi kualitas produk.

Bahan penyerap pembungkus etilen yang digunakan sebaiknya memiliki densitas yang rendah, kemampuan penyerapan rendah, namun memiliki kapasitas retensi yang tinggi terhadap KMnO4 (Pantastico et al., 1989). Di samping itu,

bahan pembungkus oksidator etilen yang digunakan sebaiknya memiliki kualitas serat bahan yang baik, stabil, dan tidak bereaksi atau mempengaruhi perlakuan (Matcha, 2010). Bahan pembungkus oksidator etilen yang digunakan dalam penelitian ini ialah bahan kain kassa dan serat nilon. Bahan pembungkus ini dikombinasikan dengan KMnO4 dengan bobot 2.25 – 6.75 g menggunakan pisang

Raja Bulu (Musa sp. AAB Group). Kisaran bobot ini digunakan berdasarkan penelitian terdahulu (Kholidi, 2009) yang menyatakan bahwa 3.75 g KMnO4

dapat mempertahankan umur simpan buah pisang Raja Bulu 9 hari lebih lama dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan penyerap etilen.

(15)

3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas kain kassa dan serat nilon sebagai pembungkus bahan oksidator etilen, serta bobot bahan oksidator etilen (tanah liat + KMnO4) yang tepat untuk penyimpanan pasca panen pisang Raja

Bulu (Musa sp. AAB Group).

Hipotesis

1. Kain kassa dan serat nilon dapat digunakan sebagai pembungkus bahan oksidator etilen dalam penyimpanan pasca panen pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group).

2. Terdapat bobot optimum bahan oksidator etilen (tanah liat + KMnO4) untuk

memperpanjang umur simpan pasca panen pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group).

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Asal Usul Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group)

Pisang (Musa sp.) merupakan spesies yang berasal dari Asia Tenggara (Suyanti dan Ahmad, 1999). Menurut sejarah, pisang disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah oleh para penyebar agama Islam. Selanjutnya menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya adalah: Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang (Meylya, 2008).

Pisang termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, keluarga Musaceae. Pisang merupakan tanaman semak yang berbatang semu (pseudostem), tingginya bervariasi antara 1-4 meter, tergantung jenis. Daun pisang letaknya menyebar, lembaran daun berbentuk lanset memanjang dengan bagian bawahnya berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm. Daun pisang mudah sekali robek oleh hembusan angin yang kencang karena tidak mempunyai tulang-tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun. Batang sejati terletak di dalam tanah. Pada bagian atas batang sejati terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun dan akan membentuk buah pisang (jantung) sedangkan batang yang berdiri tegak di atas tanah yaitu batang semu (Suyanti dan Ahmad, 1999).

Berbagai jenis pisang memiliki kandungan gizi berbeda dalam komposisi nilai nutrisi. Pada setiap 100 g bagian buah matang yang dapat dimakan kira-kira terkandung: 70 g air, 1.2 g protein, 0.3 g lemak, 27 g karbohidrat, dan 0.5 g serat. Buah pisang kaya akan kalium (400 mg/100 g bobot) dan banyak digunakan dalam diet rendah lemak, kolesterol, dan garam. Pisang merupakan sumber bagi vitamin C dan vitamin B6, dengan sedikit sekali vitamin A, tiamina, riboflavin,

(17)

5

dan niasina. Nilai energi pisang matang berkisar antara 275 kJ dan 465 kJ/100 g (Verheij dan Coronel, 1997).

Berdasarkan cara mengkonsumsinya, pisang dapat digolongkan kedalam dua golongan besar yaitu pisang yang dikonsumsi segar atau banana (Musa sp.

var. sapientum) dan pisang yang dikonsumsi dengan diolah terlebih dahulu atau

plantain (Musa sp.var. typica). Pisang yang termasuk kedalam golongan banana

berasal dari tetua Musa acuminata. Contoh pisang yang masuk ke golongan ini yaitu pisang Raja, pisang Ambon, dan pisang Mas, sedangkan pisang dari golongan plantain berasal dari tetua Musa balbisiana. Contoh pisang yang masuk ke golongan ini yaitu pisang Kepok, pisang Tanduk, dan pisang Nangka (Samson, 1986). Pisang mempunyai genom triploid, termasuk pisang Raja Bulu. Salah satu genom tersebut yaitu jenis Musa sp. AAB Group. Jenis ini mempunyai nilai komersil dan biasanya diprioritaskan untuk konsumsi. Jenis genom lain yaitu

Musa sp. AAA Group. Contoh pisang yang tergolong genom tersebut yaitu pisang

cavendish (Simmond and Stover, 1987).

Pisang Raja Bulu atau dikenal dengan pisang Raja termasuk buah yang dapat digunakan sebagai buah meja dan bahan baku produk olahan atau campuran dalam pembuatan kue. Rasa daging buah manis dan aromanya kuat, namun kulit agak tebal sehingga bagian yang dapat dimakan (edible part) hanya 75%. Saat matang, warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning merata serta warna daging buah kuning kemerahan. Pisang Raja memiliki nilai jual yang tinggi terutama di pulau Jawa. Pisang ini cocok untuk diolah menjadi sari buah, dodol, dan sale (Prabawati et al., 2009).

Teknik-Teknik Memperpanjang Umur Simpan dan Mutu Buah Pisang

Memperpanjang daya simpan buah pisang berarti mempertahankan buah pisang tetap segar, sehat, dan berwarna hijau serta bertujuan untuk pengaturan distribusi atau pemasaran. Hal ini antara lain dicapai dengan memanipulasi kondisi lingkungan dengan cara memberikan suhu rendah yang sesuai (tidak menyebabkan chilling injury) dan mengendalikan komposisi udara lingkungan. Kondisi lingkungan dengan suhu rendah akan menekan aktivitas biologis buah, menekan pertumbuhan mikroorganisme perusak, menekan penguapan air dari

(18)

6

buah akibat pengurangan perbedaan suhu buah dengan suhu lingkungan, dan mempertahankan kelembaban tinggi pada ruang penyimpanan (Thompson, 1985). Upaya untuk memperpanjang masa simpan buah pisang telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa suhu penyimpanan sangat mempengaruhi pematangan, semakin rendah suhu penyimpanan maka semakin lama buah menjadi matang (Murtiningsih, 1998).

Kualitas (mutu) produk hortikultura sangat penting karena dapat mencerminkan nilai komoditi tersebut. Kualitas komoditi hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, atribut, sifat yang memberikan nilai terhadap komoditi sebagai makanan (buah dan sayuran), dan untuk kesenangan atau ornamental (Kader, 1992). Secara keseluruhan kualitas buah dipengaruhi oleh penampilan (ukuran, bentuk, warna, kilapan dan cacat), tekstur (kekerasan, kelembutan, dan serat), flavour (rasa dan aroma), nilai nutrisi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral), dan keamanannya yaitu keamanan dari kandungan senyawa toksik dan mikroba (Kader, 1992). Sedangkan menurut Santoso dan Purwoko (1995) kualitas buah dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan pra panen, pemanenan, perlakuan pasca panen dan interaksi dari berbagai faktor.

Kualitas (mutu) buah pisang ditentukan dari derajat ketuaan, kebersihan, bentuk, ada tidaknya buah dempet atau buah yang lepas, serta terkena hama atau penyakit. Pisang umumnya dipanen apabila pada sisir pertama dari tandan sudah terdapat 1-2 buah yang menguning. Pada saat itu pertumbuhan buah sudah mencapai atau mendekati maksimum. Sisir buah masih berwarna hijau, namun proses pematangan (ripening process) masih akan berlanjut sesudah proses pemetikan karena pisang termasuk kelompok klimakterik. Tingkat kematangan buah pisang ditandai dari warnanya. Menurut Kader (2008) derajat kekuningan kulit buah tersebut dinilai dengan angka antara 1 sampai 8. Nilai derajat kekuningan kulit buah tersebut adalah: (1) Hijau; (2) Hijau dengan sedikit kuning; (3) Hijau kekuningan; (4) Kuning lebih banyak dari hijau; (5) Kuning dengan ujung hijau; (6) Kuning penuh; (7) Kuning dengan sedikit bintik coklat; (8) Kuning dengan bercak coklat lebih luas.

(19)

7

Teknik yang telah digunakan untuk memperpanjang masa simpan, kesegaran buah, dan pencegahan senesen buah pisang antara lain pemanfaatan secara komersial termasuk penyimpanan pada atmosfir terkendali, atmosfir termodifikasi, penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan radiasi, dan penggunaan berbagai bahan kimia (Efendi, 2005).

Teknik penyimpanan suhu rendah merupakan teknik sederhana dan efektif dalam mempertahankan kesegaran buah. Suhu rendah menurunkan laju reaksi oksidasi selama respirasi. Secara umum kenaikan suhu penyimpanan sebesar 10o C akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar 2-2.5 kalinya (Kays, 1991). Penyimpanan pisang Raja Sereh dengan teknik MAS CO2 2-5%, O2 2-4% pada

suhu 14-15oC, dengan RH 85-95% + KMnO4 dapat memperpanjang umur simpan

sampai dengan 26 hari sementara pada suhu kamar umur simpan hanya bertahan 4 hari (Eliyasmi dalam Sholihati, 2004). Teknik penyimpanan lain yaitu pemberian KMnO4. Kalium permanganat merupakan salah satu bahan yang efektif untuk

menyerap etilen. Pisang „Klu Khai‟ yang disimpan dalam kemasan polietilen pada suhu 25oC dengan penyerap etilen KMnO4, masa simpannya lebih lama 6 hari bila

dibandingkan kontrol (Pantastico et al., 1989).

Sifat-Sifat Etilen

Etilen (C2H4) merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus

molekul CH2 = CH2. Dengan adanya ikatan rangkap ini, molekul etilen menjadi

aktif, dapat mengalami adisi, polimerisasi maupun oksidasi untuk berubah menjadi senyawa lain dan turunannya. Umumnya etilen digunakan sebagai bahan polimer, fiber, resin, anti beku dan surfaktan. Etilen dalam temperatur kamar berbentuk gas, tidak berwarna, berbau harum, larut dalam etil alkohol, eter, aseton dan benzen (Kirk dan Othmer (1994) dalam Susanta, 2009).

Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberelin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimakterik (Abidin, 1985).

(20)

8

Pengertian lain etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan (fitohormon) yang aktif dalam pematangan. Etilen tergolong hormon karena dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Proses pematangan juga diatur oleh hormon lain diantaranya auksin, sitokinin, giberelin, dan asam absisat. Auksin berperan dalam pembentukan etilen, tetapi auksin juga menghambat pematangan buah. Sitokinin dapat menghilangkan perombakan protein, giberelin menghambat perombakan klorofil dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzim penyusun karotenoid (Wattimena, 2010).

Peranan Etilen pada Pematangan Buah

Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi klimakterik. Etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu: (1) Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar. Hal ini mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat; (2) Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimaterik akibatnya terjadi peningkatan enzim-enzim respirasi (Wereing dan Philips, 1970).

Etilen adalah zat yang secara alami berperan sangat penting pada proses fisiologi pasca panen, baik yang bersifat menguntungkan maupun yang merugikan. Etilen berperan dalam mempercepat senesen dan menurunkan umur simpan atau kesegaran buah-buahan, memicu respirasi klimakterik, mempercepat dan menyeragamkan pemasakan (Kader, 1985; Kays, 1997 dalam Efendi, 2005).

Perlakuan pada buah dengan menggunakan etilen pada konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi proses pematangan buah. Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat, yaitu: warna, aroma, konsistensi, dan flavour (rasa dan bau) (Pantastico et al., 1989). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan mendukung buah-buahan enak untuk dimakan. Kecepatan pematangan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula (Fatkhomi, 2009).

(21)

9

Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Proses klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan kenaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat (Fatkhomi, 2009). Klimaterik diartikan

sebagai suatu keadaan autostimulation dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi (Hall, 1984).

Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah. Buah klimakterik adalah buah yang memiliki tingkat respirasi yang tinggi dan produksi etilen endogen yang cukup besar untuk pematangan buah, sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tingkat respirasi dan produksi etilennya rendah. Pisang termasuk buah klimakterik (Kader, 1992; Zimmerman,1961).

Perubahan warna buah dapat terjadi akibat proses-proses perombakan maupun proses sintetik, atau keduanya. Pisang berwarna kuning karena hilangnya klorofil tanpa atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Pelunakan buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada alpukat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzim-enzim antara lain enzim hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, dan selullose. Rasa atau flavour

adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri), dan terasanya pada lidah. Dalam proses pematangan terjadi peningkatan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, serta kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas pada buah (Pantastico et al., 1989).

Peranan etilen dalam pematangan buah dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah, sehingga dalam usaha penyimpanan buah-buahan produksi dan aktifitas etilen dikendalikan. Salah satu cara untuk mempercepat kematangan buah dan menyeragamkan kematangan buah yaitu dengan pemeraman etilen (Suyanti dan Ahmad, 1999).

(22)

10

Etilen adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan membran dari sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu, etilen dapat larut dan menembus kedalam membran mitokondria. Apabila mitokondria pada fase pra klimakterik direaksikan kemudian ditambah etilen, terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitokondria akan masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-enzim pematangan (Solomos dan Laties, 1976).

Bahan Oksidator Etilen (Kalium Permanganat)

Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan salah satu bahan oksidator

etilen. Dengan terserapnya etilen maka proses pemasakan atau pematangan buah dapat dihambat. Studi pada buah pisang Raja Bulu menunjukkan bahwa perlakuan dengan kalium permanganat dapat menunda kematangan dan kesegaran buah mencapai 21 hari pada suhu ruang. Kalium Permanganat (KMnO4) berfungsi

untuk mengoksidasi etilen menjadi CO2 dan H2O sehingga buah-buahan yang

dihasilkan selama proses pematangan buah dapat menahan laju respirasi buah (Sholihati, 2004).

Kalium permanganat merupakan penyerap etilen yang paling banyak digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Senyawa KMnO4 dapat

merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Keunggulan KMnO4 dibandingkan dengan penyerap etilen lain yaitu tidak menguap dan dapat

meminimalisasi kerusakan bahan kimia (Wills et al.,1989). Menurut Hein dalam

Diennazola (2008), senyawa KMnO4 merupakan oksidator kuat yang dapat

memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol, mangan (II) oksida dan KOH dengan reaksi sebagai berikut :

C2H4 + KMnO4 + H2O C2 H4(OH)2 + MnO2 + KOH

(Etilen) (Etilen Glikol) (Mangan (II) Oksida) Cara lain untuk menunda kematangan pisang Raja Bulu dalam bentuk tandan adalah menggunakan kantong plastik Polietilen (PE) dengan ketebalan 0.07 mm, tiap sisir diberi pellet penyerap etilen dengan 192 lubang jarum pada kantong. Pellet pengikat etilen yang terbuat dari campuran abu sekam dan tanah

(23)

11

liat 1:1 tersebut telah diresapi larutan KMnO4 jenuh (Sjaifullah dan Dondy, 1991).

Rocha, et al. (2009) melaporkan pengaruh penggunaan KMnO4 dengan

penyimpanan suhu dingin terhadap pascapanen pada pisang „Prata‟. Penyimpanan menggunakan kantong plastik Polietilen (PE) dengan suhu 16.5oC dan pemberian 0.25 dan 0.375 gr KMnO4/kg dapat memperpanjang daya simpan buah hingga 25

hari, sementara pada kontrol mengalami pemasakan lebih awal.

Menurut penelitian Sholihati (2004) kontak langsung antara KMnO4

dengan produk harus dihindari, karena bentuknya yang cair dapat merubah warna buah sehingga mempengaruhi penampilan produk. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang bahan pembawa tersebut. Selanjutnya Jannah (2008) melaporkan bahwa penggunaan zeolit dan ethylene-block komersial dapat memperpanjang umur simpan pisang Raja Bulu 7 hari lebih lama dibandingkan dengan kontrol.

Penggunaan pelet yang terbuat dari campuran tanah liat dan sekam dengan perbandingan 1:1 yang kemudian dicelupkan ke dalam KMnO4 20% dapat

memperlambat pematangan buah pisang (Lukum, 2009). Selanjutnya penggunaan campuran tanah liat dan KMnO4 sebagai bahan penyerap etilen dapat

memperpanjang umur simpan lebih lama dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan penyerap etilen (kontrol). Perlakuan bahan penyerap etilen sebanyak 50 g bahan oksidator etilen (46.25 g tanah liat + 3.75 g KMnO4) untuk setiap 1.03 kg

buah pisang Raja Bulu dapat dipertahankan 9 hari lebih lama dibandingkan kontrol serta mampu mempertahankan warna kulit buah dan mengurangi terjadinya susut bobot dibandingkan dengan bahan penyerap etilen 10 g dan 30 g (Kholidi, 2009).

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) dengan umur panen 100 hari setelah antesis (HSA) yang diperoleh dari pasar Ciampea, Bogor. Bahan yang digunakan untuk perlakuan antara lain kalium permanganat (KMnO4) sebagai bahan oksidator

etilen, tanah liat yang berasal dari Kp. Cikarawang sebagai bahan pembawa oksidator etilen, kain kassa dan serat nilon sebagai pembungkus bahan oksidator etilen yang selanjutnya disebut bahan pembungkus, bahan pengemas pisang yang berupa kotak kardus, plastik polietilen (PE) sebagai pembungkus pisang, silica gel sebanyak 5 g sebagai penyerap uap air, kertas koran sebagai bahan pengisi, bahan aktif Natrium Hipoklorit 5.25% (merk dagang : Bayclin) sebagai desinfektan, larutan phenoftalein 2-3 tetes, tepung kanji, larutan amilum 3-4 tetes, aquades, Iodine 0.01 N, dan NaOH 0.1 N.

Gambar 1. Bahan Percobaan; a. Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Pasar Ciampea, Bogor; b. Serbuk KMnO4; c. Tanah Liat; d. Kain Kassa; e. Serat Nilon; f. Silica Gel

(a) (b) (c)

(25)

13

Alat-alat yang digunakan terdiri dari oven untuk pengeringan pasta tanah liat dan bahan oksidator etilen, timbangan analitik untuk pengamatan susut bobot dan perbandingan daging buah dengan kulit buah, penetrometer untuk pengamatan kekerasan kulit buah, refraktometer untuk pengamatan padatan terlarut total, dan alat-alat titrasi untuk menguji asam tertitrasi total dan kandungan vitamin C.

Gambar 2. Alat Percobaan; a. Alat Pengering Oven; b. Timbangan Analitik; c. Penetrometer; d. Refraktrometer

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdiri dari tujuh perlakuan, yaitu:

P1 : Kontrol (tanpa bahan pembungkus dan tanpa bahan oksidator etilen)

P2 : Kain kassa + 30 g bahan oksidator etilen (27.75 g tanah liat + 2.25 g KMnO4)

P3 : Kain kassa + 60 g bahan oksidator etilen (55.5 g tanah liat + 4.5 g KMnO4)

P4 : Kain kassa + 90 g bahan oksidator etilen (83.25 g tanah liat + 6.75 g KMnO4)

P5 : Serat nilon + 30 g bahan oksidator etilen (27.75 g tanah liat + 2.25 g KMnO4)

P6 : Serat nilon + 60 g bahan oksidator etilen (55.5 g tanah liat + 4.5 g KMnO4)

P7 : Serat nilon + 90 g bahan oksidator etilen (83.25 g tanah liat + 6.75 g KMnO4)

Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + εij (i = 1,....p; j = 1,....r) Keterangan :

Yij = respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh galat perlakuan ke-i, ulangan ke-j

(26)

14

Percobaan terdiri dari persiapan, pengemasan dan penyimpanan, pengambilan sampel dan pengamatan. Percobaan terdiri dari tujuh perlakuan dengan setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan berupa dua kali setengah sisir pisang. Analisis ragam menggunakan uji F dan jika terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji beda nilai tengah dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Seluruh proses analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

Microsoft® Office Excel 2007 dan SAS System for Windows versi 9.13.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Pasta Tanah Liat

Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pembuatan pasta tanah liat dilakukan 3 hari sebelum perlakuan. Tanah liat diperoleh dari lahan petani Kp.Cikarawang, Dramaga, Bogor. Tanah liat yang diperoleh sebanyak 1.5 kg dibersihkan dari sisa akar-akar tanaman dan kotoran lainnya kemudian dihancurkan hingga berbentuk serbuk, diencerkan dengan 1L aquades kemudian diaduk rata. Campuran ini selanjutnya dimasukan ke loyang kue dan ditipiskan hingga merata serta dikeringkan dalam oven selama ± 24 jam dengan suhu sekitar 60oC.

+ = 

Gambar 3. Pembuatan Pasta Tanah Liat; a. Serbuk Tanah Liat; b. Aquades 1L; c. Campuran Tanah Liat dan Aquades; d. Pasta Tanah Liat

Pembuatan Bahan Oksidator Etilen

Pelaksanaan pembuatan bahan oksidator etilen dilakukan 2 hari sebelum perlakuan. Menurut penelitian Kholidi (2009), bahan oksidator etilen dibuat dengan 1 kg pasta tanah liat dengan larutan KMnO4 (75 g/100ml) kemudian hasil

campuran di keringkan selama ± 24 jam; setelah kering bahan tersebut di hancurkan sehingga berbentuk serbuk. Serbuk bahan tersebut kemudian

(27)

15

dibungkus dengan kantong kain kasa berukuran ± 5x5 cm. Bahan oksidator etilen yang dibutuhkan dalam penelitian ini dibuat dengan mencampur 1.1 kg pasta tanah liat yang telah dibuat sebelumnya dengan larutan KMnO4 (82.5 g/110ml).

Hasil campuran tersebut kemudian dikeringkan dengan oven selama ± 48 jam dengan suhu 80oC; setelah kering bahan tersebut dihancurkan hingga berbentuk serbuk. Serbuk bahan tersebut kemudian dibungkus dengan masing-masing kantong yaitu kain kassa dan serat nilon berukuran ± 15 x 12 cm. Banyaknya bahan yang dibungkus masing-masing kemasan sesuai dengan perlakuan bobot bahan oksidator etilen sebesar 30 g (27.75 g tanah liat + 2.25 g KMnO4), 60 g

(55.5 g tanah liat + 4.5 g KMnO4), dan 90 g (83.25 g tanah liat + 6.75 g KMnO4).

+ = 

Gambar 4. Pembuatan Bahan Oksidator Etilen; a. Pasta Tanah Liat; b. Larutan KMnO4; c.

Campuran Pasta Tanah Liat dan Larutan KMnO4; d. Serbuk Bahan Oksidator Etilen; e.

Serbuk Bahan Oksidator Etilen dalam Kain Kassa; f. Serbuk Bahan Oksidator Etilen dalam Serat Nilon

Persiapan Buah

Buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) yang digunakan diperoleh dengan tingkat kematangan ¾ penuh dari pasar Ciampea, Bogor dengan umur panen 100 hari setelah antesis (HSA). Buah pisang yang telah dipanen oleh petani dibawa ke pasar kemudian diangkut ke laboratorium untuk disisir. Penyisiran dilakukan terhadap tandan pisang yang memiliki tingkat ketuaan yang hampir sama. Sisir pisang tersebut kemudian disortasi untuk menentukan pisang yang

(a) (b) (c) (d)

(28)

16

layak digunakan dalam percobaan. Sisir pisang yang digunakan yaitu sisir pisang yang buahnya mempunyai kulit yang mulus tanpa luka serta dengan ukuran yang relatif seragam. Sisir pisang yang telah disortasi, kemudian dipotong menjadi dua kali setengah sisir (masing-masing ± 7 jari). Setelah dipotong kemudian pisang dibersihkan untuk menghilangkan kotoran yang menempel dengan mengencerkan bahan aktif Natrium Hipoklorit 5.25% (merk dagang : Bayclin) dengan konsentrasi larutan 10%, dikeringkan lalu dikemas dalam kotak kardus.

Gambar 5. Persiapan Buah; a. Buah Pisang Raja Bulu dari Pasar Ciampea, Bogor; b. Penyisiran dan Sortasi BuahPisang; c. Pemotongan Setengah Sisir Pisang; d. Pembersihan Buah oleh Bahan Aktif Natrium Hipoklorit 5.25%

Pengemasan dan Penyimpanan

Kemasan yang digunakan berupa kotak kardus berukuran 35x25x25 cm dan plastik polietilen (PE) pada ketebalan 0.07 mm. Pengemasan dilakukan dengan memasukkan pisang yang telah dibersihkan ke dalam plastik transparan beserta bahan oksidator etilen berupa campuran serbuk tanah liat dan KMnO4

serta silica gel sebanyak 5 g. Setiap plastik diisi dua kali setengah sisir pisang, tiap bungkus plastik merupakan satu perlakuan. Pisang kemudian dimasukkan kedalam kardus beserta dengan kertas koran. Setiap kardus terdiri dari tiga satuan atau ulangan percobaan. Kardus kemudian ditutup dengan menggunakan lakban. Penyimpanan dilakukan di atas meja dan pada suhu ruang dengan kisaran suhu 27-300C, RH 90-95%.

(b)

(29)

17

Gambar 6. Pengemasan dan Penyimpanan; a. Pengemasan Pisang ke dalam Plastik Transparan beserta Bahan Oksidator Etilen dan Silica Gel 5 g; b. Pengemasan dalam Kardus; c. Kardus yang Sudah Ditutup oleh Lakban; d. Penyimpanan Kardus Di atas Meja Laboratorium

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan yaitu menggunakan dua kali setengah sisir pisang. Pengamatan tersebut berupa pengamatan non destruktif dan pengamatan destruktif masing-masing setengah sisir (± 7 jari). Pengamatan non destruktif berupa umur simpan, susut bobot buah, dan pengukuran indeks skala warna kulit buah pada 3, 6, 9, 12, 15, 18 dan 21 hari setelah perlakuan (HSP) sedangkan pengamatan destruktif pada 6, 12, dan 18 hari setelah perlakuan (HSP) berupa pengukuran rasio daging buah dengan kulit buah dan bagian yang dapat dimakan (Edible Part), kekerasan kulit buah, Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitasi Total (ATT), dan kandungan Vitamin C.

Umur Simpan

Parameter yang digunakan untuk memperhitungkan umur simpan yaitu dengan cara melihat perubahan secara fisik buah pisang terutama perubahan indeks skala warna buah.

(a) (b)

(30)

18

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot buah dilakukan dengan membandingkan bobot pisang sebelum perlakuan dan pada saat pengamatan. Susut bobot buah diukur menggunakan timbangan analitik dengan satuan gram (g). Rumus yang digunakan adalah :

% Susut Bobot = Bobot awal – Bobot saat pengamatan x 100% Bobot awal

Indeks Skala Warna Kulit Buah

Indeks skala warna kulit buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) telah digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tahapan pematangan buah pisang. Indeks skala warna kulit buah pisang Raja Bulu diasumsikan sama dengan penyebaran warna hijau dan kuning dari cavendish. Menurut Kader (2008) derajat kekuningan kulit buah tersebut dinilai dengan angka antara 1 sampai 8.

Nilai derajat kekuningan kulit buah tersebut adalah:

1 : Hijau 5 : Kuning dengan ujung hijau 2 : Hijau dengan sedikit kuning 6 : Kuning penuh

3 : Hijau kekuningan 7 : Kuning dengan sedikit bintik coklat 4 : Kuning lebih banyak dari hijau 8: Kuning dengan bercak coklat lebih luas

(31)

19

Rasio daging buah dengan kulit buah dan bagian yang dapat dimakan (Edible Part)

Buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) yang digunakan untuk pengukuran rasio daging buah dengan kulit buah sebanyak satu jari. Pengukurannya diukur dengan menimbang bobot buah sebelum dikupas dan setelah buah dikupas. Bobot daging buah yang diperoleh dibagi dengan bobot kulit buah. Bagian buah yang dapat dimakan (edible part) dihitung dengan menggunakan rumus :

% edible part = Bobot Daging Buah x 100% Bobot Buah

Kekerasan Kulit Buah

Setelah menghitung rasio, buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) tersebut digunakan untuk kekerasan kulit buah. Kekerasan kulit buah diukur menggunakan penetrometer dengan satuan mm/50g/5detik. Pengukuran dilakukan pada buah pisang yang belum dikupas kulitnya. Buah pisang diletakkan sedemikian rupa hingga stabil. Jarum penetrometer ditusukan di tiga tempat yang berbeda, masing-masing tusukan dibagian ujung, tengah, dan pangkal. Ketiga data yang diperoleh kemudian diambil rata-ratanya.

Padatan Terlarut Total (PTT)

Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) diukur dengan menghancurkan daging buah pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group), kemudian diambil sarinya dengan menggunakan kain kassa. Sari buah yang telah diperoleh diteteskan pada lensa refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat pada alat (0Brix). Sebelum dan sesudah digunakan, lensa refraktometer dibersihkan dengan aquades untuk menghindari jamuran pada alat.

Asam Tertitrasi Total (ATT)

Kandungan Asam Tertitrasi Total (ATT) diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah oleh basa kuat yang digunakan. Pengukuran ATT dilakukan dengan menghancurkan bahan 25 gram daging buah, kemudian bahan ancuran tersebut

(32)

20

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tera lalu disaring. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml diberi 2-3 tetes indikator Phenolphtalein (PP) kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Kandungan ATT dapat dihitung dengan rumus :

Asam Tertitrasi Total (ml/100 g bahan) = ml NaOH 0.1 Nx fp x 100% Bobot contoh (g)

Fp : faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

Kandungan Vitamin C

Kandungan vitamin C diukur dengan titrasi menggunakan iodine dan menggunakan 3-4 tetes indikator larutan amilum dengan konsentrasi 1 gram/100 ml. Pembuatan larutan amilum: aquades 100 ml sebanyak 80 ml di didihkan kemudian dicampur dengan 20 ml aquades tersisa dengan tepung kanji sebanyak 1 gram. Kemudian, Pengukuran kandungan vitamin C dilakukan dengan menghancurkan bahan 25 gram daging buah, kemudian bahan ancuran tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tera lalu disaring. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml diberi 3-4 tetes indikator larutan amilum kemudian dititrasi dengan iodine. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru tua yang stabil. Kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus :

Vitamin C (mg/100g bahan) = ml Iodine 0.01 N x 0.88 x fp x 100% Bobot contoh (g)

Keterangan : 1 mg iodine 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat Fp : faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Simpan

Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam mempengaruhi umur simpan buah (Tabel 1).

Tabel 1. Umur Simpan Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan Umur Simpan (HSP) *)

P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 9d P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 11bcd

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 12abc

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 13ab

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 14a

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 10cd

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 9d

Keterangan: *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (tanpa oksidator etilen) (P1) dan perlakuan 6.75 g KMnO4 dalam serat nilon (P7) hanya mampu

mempertahankan buah pisang hingga 9 hari penyimpanan. Buah pisang pada kedua perlakuan menunjukkan adanya gejala serangan penyakit antraknosa berupa noda bintik-bintik merah kecoklatan diseluruh permukaan buah pisang, terutama pada bagian tengah dan ujung buah (Lampiran 2). Menurut Eckert (1975) dalam

Pantastico (1989), kebanyakan dari kerusakan-kerusakan pasca panen yang berat pada buah pisang adalah akibat pembusukan oleh jamur pada ujung tangkai buah, antraknosa, dan busuk tajuk. Gloesporium musarum sering menginfeksi luka-luka tangkai buah atau permukaan buah. Gejala ini disebut antraknosa.

Gejala penyakit lain yaitu Crown end rot muncul saat 12 hari penyimpanan di sekitar bonggol dan pangkal buah pisang (Lampiran 3). Menurut Turner dalam

Mitra (1997) Crown end rot dan antraknosa (Colletotrichum musae) merupakan patogen utama dalam pasca panen buah pisang.

(34)

22

Daya simpan buah terlama (14 hari penyimpanan) diperoleh pada perlakuan 2.25 g KMnO4 dalam serat nilon (P5) kemudian menyusul pada

perlakuan 6.75 g KMnO4 dalam kain kassa (P4), 4.50 g KMnO4 dalam kain kassa

(P3), 2.25 g KMnO4 dalam kain kassa (P2) dan 4.50 g KMnO4 dalam serat nilon

(P6) berturut-turut selama 13, 12, 11 dan 10 hari penyimpanan tidak terdapat perbedaan nyata antara P5 dengan P4 dan P3. Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa baik serat nilon maupun kain kassa dapat digunakan sebagai bahan pembungkus KMnO4 dengan pembawa berupa serbuk tanah liat untuk

memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu.

Susut Bobot

Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen sangat nyata menghambat penyusutan bobot buah pisang Raja Bulu pada 3 dan 6 HSP serta nyata pada 9 dan 12 HSP dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Lampiran 4). Bobot menyusut seiring dengan lamanya penyimpanan (Tabel 2).

Tabel 2. Penyusutan Bobot Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan 3 HSP 6 HSP Susut Bobot (%) *) 9 HSP 12 HSP P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 0.77d 1.63c 2.81b 4.04b P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 0.95cd 1.79c 2.69b 3.76b

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 1.63a 2.80a 3.77a 4.77ab

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 1.39ab 2.51ab 3.42ab 4.19b

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 1.04bcd 1.99bc 2.94b 3.85b

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 1.23abc 2.17abc 3.29ab 6.92b

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 1.54a 2.64ab 3.76a 6.27a Keterangan: *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada uji DMRT pada taraf 5%.

Awalnya (3-6 HSP) tampak perlakuan kontrol (P1) mengalami susut bobot terkecil, yaitu sebesar 0.77% pada 3 HSP - 1.63% pada 6 HSP (Tabel 2). Namun setelah 6 hari penyimpanan, perlakuan oksidator etilen dalam serat nilon P5 dan P6 memiliki susut bobot yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Setelah 12 hari penyimpanan, dari tiga perlakuan (P3-P5) yang masih bertahan, perlakuan P5 menunjukkan susut bobot yang terkecil, dan tidak terdapat perbedaan nyata dengan P3 dan P4.

(35)

23

Penyusutan bobot buah selama penyimpanan disebabkan hilangnya kandungan air dalam buah sewaktu terjadi proses transpirasi buah selama masa penyimpanan. Respirasi dan transpirasi terus berlangsung setelah buah dipanen dari pohonnya, karena buah terpisah dari pohonnya maka terjadi pemutusan sumber air, fotosintat dan mineral sehingga buah bergantung pada cadangan air dan makanan dalam buah untuk melakukan respirasi dan transpirasi. Kehilangan substrat akibat respirasi yang tidak tergantikan menyebabkan kerusakan pada buah mulai terjadi (Santoso dan Purwoko,1995).

Warna Kulit Buah

Perlakuan pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi indeks skala warna buah selama penyimpanan (Lampiran 4). Penggunaan bahan pembungkus tidak menunjukkan perbedaan dalam mempertahankan perubahan warna kulit buah dibandingkan kontrol hingga akhir penyimpanan (Gambar 8). Awalnya (3-6) HSP tampak perlakuan 4.5 g KMnO4 dalam kain kassa (P3) dapat

mempertahankan perubahan warna lebih baik, dan tidak terdapat perbedaan nyata dengan P2, P4-P7 (Gambar 8). Namun pada (9-12) HSP semua perlakuan menunjukkan skala warna kulit buah yang sama. Diduga semua perlakuan mampu mengoksidasi etilen dengan efektif. Hal ini berakibat terhambatnya proses pematangan sehingga warna buah masih belum berubah selama penyimpanan.

Gambar 8. Perubahan Warna Kulit Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Keterangan: *) perlakuan sama dengan keterangan perlakuan pada Tabel 1. 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 3 6 9 12 (S k ala)

Hari Setelah Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

(36)

24

Selama proses penyimpanan terdapat perubahan indeks warna kulit buah. Perubahan warna ini diukur dengan nilai derajat kekuningan kulit buah dengan skala 1-8 yang berturut-turut dimulai dari hijau, hijau dengan sedikit kuning, hijau kekuningan, kuning lebih banyak dari hijau, kuning dengan ujung hijau, kuning penuh, kuning dengan sedikit bintik coklat dan kuning dengan bercak coklat lebih luas (Kader, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan indeks skala warna kulit buah pisang pada setiap perlakuan (Lampiran 5). Hal ini ditunjukkan oleh nilai skala (1-3) yaitu dimulai dari hijau saat pengamatan awal, hijau dengan sedikit kuning hingga hijau kekuningan selanjutnya menjadi hijau kekuninghitaman (Lampiran 5). Menurut Simmonds (1989) selama proses pematangan warna kulit pisang akan mengalami perubahan dari hijau gelap menjadi hijau terang dan terakhir berwarna kuning. Hal tersebut terjadi karena klorofil mengalami degradasi disertai menurunnya konsentrasi klorofil dari 50-100 mg/kg pada kulit pisang hijau menjadi nol pada stadia matang penuh.

Kekerasan Kulit Buah

Pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi kekerasan kulit buah pisang selama penyimpanan (Lampiran 6). Penggunaan bahan pembungkus tidak menunjukkan perbedaan dalam mempertahankan kekerasan kulit buah dibandingkan kontrol (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa baik serat nilon maupun kain kassa dapat digunakan sebagai bahan pembungkus KMnO4

dengan pembawa berupa serbuk tanah liat untuk memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu.

Secara umum kekerasan kulit buah pisang terus berkurang seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini menandakan semakin masaknya buah maka buah sedang menuju tercapainya waktu senesen. Berkurangnya kekerasan kulit buah ditunjukkan oleh angka skala penetrometer yang semakin besar (Tabel 3).

(37)

25

Tabel 3. Perubahan Kekerasan Kulit Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan Kekerasan Kulit Buah (mm/50 g/5 detik) 6 HSP 12 HSP P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 32.40 69.43 P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 30.47 133.67

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 35.13 96.33

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 51.80 75.57

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 36.17 97.10

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 34.43 116.43

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 31.90 143.67

Menurut Pantastico et al. (1989), penurunan kekerasan buah disebabkan oleh bertambahnya jumlah zat-zat pektat selama perkembangan buah. Saat buah matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat sedangkan zat-zat pektat seluruhnya menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan pektin yang dilekatkan dalam dinding sel dan lamela tengah. Selanjutnya Sholihati (2004) menambahkan bahwa mekanisme penurunan kekerasan kulit buah terjadi sebagai akibat perombakan komponen penyusun dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin, asam pektinat dan asam pektat sehingga buah semakin melunak.

Rasio Daging Buah dengan Kulit Buah dan Bagian Buah yang Dapat Di makan (Edible Part)

Pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi rasio daging buah dengan kulit buah serta edible part selama penyimpanan (Lampiran 6). Penggunaan bahan pembungkus tidak menunjukkan perbedaan peningkatan rasio daging buah dengan kulit buah serta edible part buah dibandingkan dengan kontrol (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa baik serat nilon maupun kain kassa dapat digunakan sebagai bahan pembungkus KMnO4 dengan pembawa

berupa serbuk tanah liat untuk memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu.

Buah pisang pada awalnya mempunyai berat daging buah sangat rendah, sedangkan berat kulit buah sangat tinggi. Seiring dengan lamanya penyimpanan maka semakin masaknya buah pisang, berat daging buah semakin bertambah dan berat kulit buah semakin berkurang sehingga edible part buah pun semakin besar. Menurut Diennazola (2008), uji korelasi yang dilakukan antara rasio daging buah

(38)

26

dengan kulit buah terhadap edible part buah mempunyai korelasi positif. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh kandungan air daging buah yang semakin meningkat selama penyimpanan karena terjadinya perpindahan air dari kulit buah ke daging buah. Perpindahan air tersebut menyebabkan bobot kulit buah semakin berkurang dan bobot daging buah semakin bertambah.

Tabel 4. Perubahan Rasio Daging Buah dengan Kulit Buah dan Bagian Buah yang Dapat Dimakan (Edible Part) Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan Daging Buah/Kulit Buah Edible Part (%) 6 HSP 12 HSP 6 HSP 12 HSP P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 0.73 0.61 41.96 37.66 P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 0.78 0.73 43.66 41.19

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 0.75 0.72 42.75 41.53

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 0.89 1.01 46.99 50.05

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 0.87 0.83 46.52 45.08

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 0.81 0.77 44.60 43.13

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 0.90 0.73 47.44 41.06

Menurut Simmond (1966) dalam Pantastico (1989), pengurangan kulit buah disebabkan oleh selulosa dan hemiselulosa dalam kulit buah yang pada pemasakan dirubah menjadi zat pati. Selanjutnya Lodh (1971) dalam Pantastico (1989) menambahkan bahwa peningkatan rasio daging buah dengan kulit buah disebabkan oleh perubahan kandungan gula pada kedua jaringan. Kandungan gula dalam daging buah meningkat lebih cepat karena adanya tekanan osmotik yang meningkat sehingga daging buah menyerap air dari kulit buah yang mengakibatkan perubahan perbandingan berat daging buah dengan kulit buah.

Padatan Terlarut Total (PTT)

Pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi padatan terlarut total (PTT) selama penyimpanan (Lampiran 6). Penggunaan bahan pembungkus tidak menunjukkan perbedaan dalam mempertahankan padatan terlarut total (PTT) dibandingkan kontrol (Tabel 5). Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa baik serat nilon maupun kain kassa dapat digunakan sebagai bahan pembungkus KMnO4 dengan pembawa berupa serbuk tanah liat untuk memperpanjang daya

(39)

27

Secara umum nilai padatan terlarut total (PTT) mengalami penurunan pada semua perlakuan (Tabel 5). Nilai penurunan padatan terlarut total karena ketersediaan kandungan glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat di dalam buah pisang semakin berkurang. Menurut Kays (1991), penurunan kandungan gula terjadi akibat adanya proses peningkatan kandungan gula terlebih dahulu selama proses penyimpanan buah.

Tabel 5. Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Pisang Raja Bulu (Musa

sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan Padatan Terlarut Total (PTT) (

0Brix)

6 HSP 12 HSP P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 15.83 10.67 P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 16.00 10.83

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 14.67 12.33

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 16.67 13.83

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 16.83 11.12

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 16.50 13.33

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 17.33 12.50

Menurut Sholihati (2004) kandungan padatan terlarut total pada buah pisang adalah gula dan vitamin seperti vitamin A, B1, C. Menurut Lodh (1971)

dalam Pantastico et al. (1989), kadar gula total pada saat stadium awal pertumbuhan buah pisang termasuk jenis gula pereduksi dan nonpereduksi yang sangat rendah. Semakin lamanya penyimpanan serta ditandai peningkatan kemasakan maka kandungan gula total meningkat cepat dengan timbulnya glukosa dan fruktosa. Kenaikan gula ini dapat digunakan sebagai petunjuk kimia padatan terlarut total (PTT) selama pemasakan.

Asam Tertitrasi Total (ATT)

Pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi asam tertitrasi total (ATT) pada 6 HSP tetapi sangat nyata pada 12 HSP (Lampiran 6, Tabel 6). Hal ini diduga bahwa pada 12 HSP buah pisang mengalami proses pemasakan yang cepat.

Penggunaan bahan pembungkus tidak menunjukkan perbedaan dalam mempertahankan asam tertitrasi total (ATT) dibandingkan kontrol (Tabel 6). Pada 12 HSP perlakuan yang mengalami nilai ATT terendah terdapat pada perlakuan 4.5 g KMnO4 dalam kain kassa (P3), dan tidak terdapat perbedaan nyata dengan

(40)

28

P2. Hal ini diduga bahwa nilai ATT yang rendah menunjukkan asam yang terkandung di dalam buah semakin sedikit.

Secara umum asam tertitrasi total (ATT) mengalami penurunan pada semua perlakuan (Tabel 6). Menurut Pantastico et al (1989) menyatakan bahwa penurunan kandungan asam disebabkan oleh adanya asam yang direspirasikan atau dirubah menjadi gula.

Tabel 6. Kandungan Asam Tertitrasi Total (ATT) Buah Pisang Raja Bulu (Musa

sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan Asam Tertitrasi Total (ATT) (ml/100 gr bahan)*) 6 HSP 12 HSP P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 27.73 23.47a P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 21.87 17.60cd

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 23.47 16.00d

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 25.60 23.47a

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 23.47 20.27bc

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 26.67 20.27bc

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 27.20 20.80ab

Keterangan : *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%.

Selama proses pematangan kandungan asam organik buah meningkat. Kandungan asam organik yang tinggi mencapai batas maksimum saat kematangan penuh dan setelah itu akan menurun (Santoso dan Purwoko, 1995). Peningkatan keasaman selama proses pemasakan disebabkan oleh adanya biosintesis asam oksalat yang berlebihan pada saat buah masih hijau dan biosintesis asam malat yang dominan pada tingkat-tingkat kemasakan berikutnya (Wyman (1963) dalam

Pantastico, 1989).

Tabel 7. Rasio Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Asam Tertitrasi Total (ATT) Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan Rasio PTT / ATT *) 6 HSP 12 HSP P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 0.58 0.46c P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 0.73 0.62abc

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 0.65 0.77a

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 0.67 0.59abc

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 0.72 0.56bc

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 0.62 0.66ab

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 0.65 0.60abc

Keterangan : *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%.

(41)

29

Pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi rasio padatan terlarut total (PTT) dengan asam tertitrasi total (ATT) pada 6 hari setelah perlakuan (HSP) tetapi nyata pada 12 HSP (Lampiran 6, Tabel 7).

Penggunaan bahan pembungkus dapat mempertahankan padatan terlarut total (PTT) dengan asam tertitrasi total dibandingkan kontrol (Tabel 7). Pada 12 HSP perlakuan yang mempunyai nilai rasio PTT/ATT tertinggi terdapat pada perlakuan 4.5 g KMnO4 dalam kain kassa (P3), dan tidak terdapat perbedaan

nyata dengan P2, P4, P6-P7. Hal ini diduga bahwa nilai rasio PTT/ATT yang tinggi dapat digunakan untuk memprediksi waktu panen.

Menurut Winarno dan Aman (1981) semakin matangnya buah maka kandungan gulanya meningkat, tetapi kandungan asamnya menurun. Hal ini mengakibatkan rasio gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Selanjutnya Setijorini (2000) menambahkan bahwa penurunan asam organik selama penyimpanan disebabkan oleh adanya penggunaan substrat respirasi. Menurut Sugiarto et al. (1991) yang paling penting dalam menentukan selera konsumen adalah rasio gula/asam atau keseimbangan antara rasa manis dan asam, jika semakin tinggi nilai rasio PTT/TAT maka buah menunjukkan rasa semakin manis.

Kandungan Vitamin C

Pembungkus bahan oksidator etilen tidak mempengaruhi kandungan vitamin C selama penyimpanan (Lampiran 6, Tabel 8). Penggunaan bahan pembungkus tidak menunjukkan perbedaan dalam mempertahankan kandungan vitamin C dibandingkan kontrol (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian KMnO4 dapat memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu, dan

penggunaan kain kassa tidak berbeda dengan serat nilon.

Secara umum kandungan vitamin C mengalami peningkatan pada semua perlakuan (Tabel 8). Setiap perlakuan memiliki pola peningkatan yang berbeda terhadap kandungan vitamin C. Menurut Miller et al. (1945) dalam Pantastico (1989) selama pertumbuhan dan perkembangan buah, kandungan vitamin C mengalami perubahan dengan pola yang tidak teratur. Menurut Winarno (1997) vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak dan mudah teroksidasi.

(42)

30

Tabel 8. Kandungan Vitamin C Buah Pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group) Selama Penyimpanan

Perlakuan Kandungan Vitamin C (mg/100 gr bahan) 6 HSP 12 HSP P1 = Kontrol (tanpa oksidator etilen) 45.03 53.97 P2 = Kain kassa; 2.25 g KMnO4 35.63 38.93

P3 = Kain kassa; 4.5 g KMnO4 39.43 42.73

P4 = Kain kassa; 6.75 g KMnO4 39.43 53.03

P5 = Serat nilon; 2.25 g KMnO4 41.77 59.13

P6 = Serat nilon; 4.5 g KMnO4 40.37 57.73

P7 = Serat nilon: 6.75 g KMnO4) 36.60 50.70

Kandungan vitamin C merupakan parameter penting dalam kualitas buah pisang. Menurut Sobir dalam Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2009) nilai kandungan vitamin C pada buah pisang mencapai 10.74 mg/100 g bahan dengan pemenuhan kecukupan per hari per orang sebesar 17.9%. Selanjutnya Prabawati et al. (2009) menambahkan bahwa kandungan vitamin C pada buah pisang merupakan neutransmitter dalam kelancaran fungsi otak bersama dengan mineral kalium, fosfor dan kalsium, magnesium, besi, vitamin B, B6 dan seretonin.

Gambar

Gambar  1.  Bahan  Percobaan;  a.  Buah  Pisang  Raja  Bulu  (Musa  sp. AAB  Group)  Pasar Ciampea,     Bogor; b
Gambar  2. Alat Percobaan; a. Alat Pengering Oven; b. Timbangan Analitik; c. Penetrometer; d
Gambar 3. Pembuatan Pasta Tanah Liat; a. Serbuk Tanah Liat; b. Aquades 1L; c. Campuran Tanah   Liat dan Aquades; d
Gambar  4.  Pembuatan  Bahan  Oksidator  Etilen;  a.  Pasta  Tanah  Liat;  b.  Larutan  KMnO 4 ;  c
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terkait “ materi Agama Islam” yakni materi Agama Islam apa saja yang disampaikan kepada siswa SDN Monggang, terutama siswa sd kelas 5, bagaimana cara menyampaikannya,

Az interaktív tábla olyan, a pedagógiai folyamatban is jól hasznosítható IKT (Információs és Kommunikációs Technológia) eszköz, amely egy szoftver

Retribusi Perizinan tertentu adalah Retribusi kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan

1) Bagi pemerintahan desa Menceh agar lebih memperhatikan apa saja yang akan dibutuhkan oleh masyarakat dalam program pemberdayaan ekonomi supaya target yang di

Dalam rangka melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi, Tim Abdimas UPBJJ-UT Semarang telah secara optimal melaksanakan kegiatan menciptakan lingkungan yang hijau dan

Online Public Access Catalog (OPAC) berisikan informasi yang dibutuhkan pemustaka dengan persentase sebesar 76,66% yang termasuk kedalam kategori Setuju, dimana terdapat

Dan menariknya adalah kesaling percayaan antara pemilik Burjo dengan karyawan benar-benar kelihatan, hal itu terlihat saat mereka sudah cukup modal untuk membangun Burjo

Klik kanan pada layernya untuk membuat field baru dengan mengklik open atribut table untuk membuka tabelnya... Isikan alamat file yang akan di link kan, pada field