• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN KUALITAS PERAIRAN DAN KELIMPAHAN KIMA (TRIDACNIDAE) DI KEPULAUAN SPERMONDE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN KUALITAS PERAIRAN DAN KELIMPAHAN KIMA (TRIDACNIDAE) DI KEPULAUAN SPERMONDE"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN KUALITAS PERAIRAN DAN KELIMPAHAN KIMA (TRIDACNIDAE) DI KEPULAUAN SPERMONDE

RELATIONSHIP BETWEEN WATERS QUALITY SUITABILITY AND ABUNDANCE OF CLAMS (TRIDACNIDAE) OF THE SPERMONDE

ARCHIPELAGO

Susiana 1 , Andi Niartiningsih 2, Muh. Anshar Amran 2

1

Jurusan Ilmu Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin 2

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:

Susiana, S. Pi

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

Makassar, 90245 Hp: 082290740072

(2)

Abstrak

Kima adalah salah satu kerang dengan bentuk dan ciri yang paling unik di antara semua jenis kerang. Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan kualitas perairan terhadap kelimpahan kima (tridacnidae) di Kepulauan Spermonde. Metode penelitian menggunakan pendekatan observatif dengan metode deskriptif pada tiga mintakat terumbu karang secara vertikal, yakni : zona rataan terumbu, lereng terumbu dan dasar terumbu. Lokasi penelitian pada zona II, III dan IV di Kepulauan Spermonde. Analisis data menggunakan analisis korelasi. Analisis ini dapat menunjukkan tingkat keeratan hubungan antar variabel. Data diolah menggunakan bantuan Software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kualitas perairan (biologi, fisika dan kimia) dengan tingkat kelimpahan kima. Parameter yang paling berpengaruh secara langsung terhadap kelimpahan kima adalah kedalaman, salinitas dan kecerahan. Tingkat signifikansi korelasinya berada di bawah 0,05. Sementara parameter kecepatan arus, oksigen terlarut, pH, nitrat, klorofil, fosfat dan suhu tingkat signifikansi korelasi berada di atas 0,05. Parameter tersebut tetap memiliki pengaruh terhadap kelimpahan kima meskipun secara tidak langsung karena digunakan untuk proses respirasi, metabolisme, pertukaran dan pengangkutan unsur zat hara, transpor sedimen, laju pertumbuhan kima, reproduksi, dan kesuburan perairan. Disimpulkan bahwa kelimpahan kima dipengaruhi oleh kualitas perairan secara langsung dan tidak langsung. Kata kunci : Kima (Tridacnidae), kelimpahan, kualitas perairan dan Kepulauan Spermonde.

Abstact

Giant clams is one of the shells with such form and habitude the most unique among all kinds of shells. Research aim is to analyze the relation of waters quality against an abundance of clams (tridacnidae) of the Kepulauan Spermonde. A method of research using approach observatif with a method of descriptive on three riparian coral reefs vertically, the zone reefs flet, reefs slope and the reefs base. The location of research on zone II, III and IV in kepulauan spermonde. Analysis of data using correlation analysis. This analysis can show the level the close relationship between variables. The data processed use some help software spss. Research result indicates the presence of the relation between the waters quality ( biology, physics and chemistry ) with the level of abundance clam. In parameter that most influential directly against an abundance of clams, is the depth of salinitas and brightness. The level of significance the correlation is being under 0.05. While the parameters of the speed of the current, dissolved oxygen, nitrate, pH, chlorophyll, temperature and phosphate levels of correlation significance was above 0.05. These parameters have an impact on the abundance of clams though indirectly because it is used for respiration, metabolism, the exchange and transport elements of the transport of sediment, nutrient substances, the rate of growth of clams, reproduction, fertility, and water. It was concluded that the abundance of clams is influenced by the waters quality directly and indirectly.

(3)

PENDAHULUAN

Kima adalah salah satu kerang dengan bentuk dan ciri yang paling unik di antara semua jenis kerang. Ukuran cangkangnya sangat besar dan berat, sehingga disebut kerang raksasa (giant clams). Mantelnya yang memiliki sistem sirkulasi khusus, menjadi tempat tinggal bagi zooxanthellae, makhluk aneh separuh hewan dan separuh tumbuhan yang berbulu cambuk dari marga Symbidinium. Makhluk bersel tunggal ini, mampu menghasilkan makanannya sendiri, melalui proses fotosintesis dengan memanfaatkan karbondioksida, fosfat dan nitrat yang berasal dari sisa metabolisme kima.

Saat ini tercatat 10 jenis kima yang tersebar di perairan tropis di Samudera India dan Pasifik. Marga Tridacna meliputi 8 jenis dan marga Hippopus hanya terdiri dari 2 jenis. Indonesia merupakan daerah pusat penyebaran kima di dunia. Sebanyak 7 spesies kima dapat ditemukan di perairan nusantara. Tiga jenis lainnya termasuk jenis kima endemik yang tidak umum dan tersebar di luar Indonesia, yaitu: Kima Laut Merah, Kima Mauritius dan Kima Tevoro dari Kepulauan Fiji dan Tonga (Niartiningsih, 2007c).

Sejak tahun 1983 CITES (Convention on International Trade In Endangered Species) mengelompokkan kima sebagai biota laut yang dilindungi yang ditindaklanjuti oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.12 tahun 1987, kemudian Undang-Undang No. 5 tahun 1990 yang dipertegas lebih lanjut dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/KPTS _ 11/1991 (Departemen Kehutanan, 1993 dalam Niartiningsih, 2008).

Kima (giant clams) merupakan salah satu hewan laut yang dilindungi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 memasukkan ke tujuh jenis kima yang hidup di Indonesia menjadi hewan yang dilindungi. Penetapan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa populasi kima di alam sudah sangat menurun terutama disebabkan pemanfaatan manusia (Ambariyanto, 2007). Kima memberikan peran penting bagi ekologi terumbu karang seperti sebagai tempat memijah untuk berbagai organisme karang lainnya, kima dijadikan makanan dan diperdagangan untuk aquarium. Saat ini kima telah mengalami over eksploitasi (Gomez at al., 2006 dalam Neo, 2009).

Walaupun tujuh jenis kima di Indonesia diperkirakan masih ada, beberapa lokasi diduga telah mengalami penurunan jumlah populasi dan kehilangan jenis kima akibat eksploitasi. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan khususnya di Kepulauan Spermonde seperti dilaporkan oleh Niartiningsih (2007a, b, dan c) menunjukkan bahwa populasinya terindikasi telah mengalami overeksploitasi, terutama jenis-jenis yang berukuran besar seperti

T.gigas, T.derasa dan H.porcelanus. Dugaan ini makin diperjelas oleh hasil penelitian Niartiningsih at al., (2010) dimana hanya menemukan 4 (empat) spesies kima yaitu

(4)

T.squamosa, T.maxima, T.crocea dan H.hyppopus, sedangkan 3 (tiga) jenis yang disebutkan sebelumnya sudah tidak ditemukan lagi di Kepulauan Spermonde.

Kima membutuhkan lingkungan hidup berupa air laut tropis yang jernih untuk pertumbuhan dan sintasan yang optimum (Niartiningsih, 2012). Temperatur air optimum yang dibutuhkan berada pada kisaran 25 – 30 ˚C, salinitas berkisar antara 25 – 30 ppt dan pH antara 8,1 – 8,5. Cahaya matahari merupakan faktor penting yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses fotosintesis bagi zooxanthella yang hidup berimbiosis pada jaringan mantel kima.

Meningkatnya konsentrasi CO2 dan suhu air pada abad ini cenderung memiliki efek

transformatif secara umum pada kehidupan organisme laut dan larva invertebrata khususnya. Dampak negatif meningkatnya CO2 yang terbesar untuk tahap kehidupan awal dari banyak

organisme adalah terjadinya stres pada semua tahap yang mempengaruhi kehidupan organisme (Talmage, 2011).

Pada dasarnya untuk memahami kehidupan dalam perairan, tidak hanya diperlukan pengetahuan mengenai biota, tetapi perlu diketahui pengaruh eksternal yang berperan serta di dalamnya. Lingkungan perairan yang sesuai diperlukan oleh biota bagi kelangsungan hidupnya, karena berkaitan dengan pola dan kebiasaan hidup biota tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh kualitas perairan terhadap kelimpahan kima di Kepulauan Spermonde. Dengan adanya informasi dasar ini, maka program konservasi kima dapat dilakukan secara efektif dan terarah. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk menganalisis hubungan kualitas perairan terhadap kepadatan kima di Kepulauan Spermonde.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014 di zona Kepulauan Spermonde Selat Makassar. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 zona yaitu zona II, III dan IV. Penelitian ini menggunakan pendekatan observatif dengan metode deskriptif yaitu melakukan pengukuran langsung terhadap parameter biologi, fisika dan kimia perairan di lapangan di lapangan untuk menjelaskan suatu fenomena. Pada zona II pengambilan sampel diwakili oleh P. Podang-podang Lompo, zona III diwakili oleh P. Sarappo Lompo, P. Sarappo Keke dan zona IV diwakili oleh P. Kapoposang(Gambar 1.).

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: untuk penentuan titik koordinat stasiun (zona) pengamatan digunakan GPS (Global Positioning System). Untuk mengukur parameter fisika yang terdiri dari suhu dan salinitas menggunakan Water Quality

(5)

Chacker (WQC), kedalaman menggunakan patok kedalaman, kecerahan menggunakan sechi disk dan untuk mengukur kecepatan arus menggunakan layangan arus, kompas dan stopwatch

untuk menentukan arah kecepatan arus dan waktu tempuh layangan arus.

Untuk mengetahui parameter kimia menggunakan peralatan digital Water Quality Chacker (WQC) yang sekaligus bisa mengetahui kandungan salinitas, pH, dan Oksigen terlarut. Sedangkan klorofil a, nitrat dan fosfat diambil sampel air untuk uji di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Untuk melaksanakan penelitian ini menggunakan transportasi perahu motor.

Penentuan Zona Pengamatan

Lokasi penelitian berada pada P. Podang-podang Lompo (middle inner zone), P. Sarappo Lompo, Sarappo Keke (middle outer zone) dan P. Kapoposang (outer zone) di Kepulauan Spermonde. Masing-masing pulau ditentukan secara sengaja (purposivesampling) berdasarkan keberadaan terumbu karang dan habitat kima dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya.

Prosedur Pengambilan Data

Data kelimpahan kima diperoleh dari hasil penelitian Niartiningsih at al, 2013. Pengambilan contoh air (parameter biologi, fisika dan kimia) dilakukan pada pukul 8.00 sampai 16.00 Wita. Sampel diukur secara insitu. Untuk sampel yang perlu dianalisis lebih lanjut, diambil sampel air dan dibawa ke Laboratorium Oseanografi Kimia Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengambilan contoh air dilakukan pada tiga mintakat terumbu karang secara vertikal, yakni : zona rataan terumbu (reef flat), zona lereng terumbu (reef slope) dan zona dasar terumbu (reef base).

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi melalui

software SPSS. Analisis Korelasi digunakan untuk menganalisis tingkat keeratan hubungan antar variabel. Meskipun tidak secara kuantitatif, kita dapat melakukan penilaian (prakiraan) secara kualitatif apa yang akan terjadi pada suatu variabel jika variabel lain berubah nilainya (Solimun, 2010). Untuk variabel Y (dependent) adalah kepadatan dan variabel X (independent) adalah suhu, salinitas, pH, nitrat, fosfat, kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, klorofil a dan oksigen terlarut.

(6)

HASIL

Kualitas parameter lingkungan perairan (biologi, fisika dan kimia) di 4 lokasi penelitian diukur pada mintakat terumbu karang yakni rataan terumbu karang (reef flat), lereng terumbu karang (reef slope) dan dasar terumbu karang (reef base). Kelimpahan kima tertinggi berada di mintakat reef flat ( Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kualitas perairan biologi (klorofil a), fisika (kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu dan salinitas dan kimia (pH, oksigen terlarut, nitrat dan fosfat) dengan tingkat kelimpahan kima. Pada Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis korelasi dari 10 parameter kualitas perairan di P. Podang-podang Lompo (zona II), P. Sarappo Lompo dan P. Sarappo Keke (zona III) serta P. Kapoposang (zona IV).

Tabel 1 menunjukkan kecerahan perairan pada hasil penelitian berkisar 4 – 19 m dengan tingkat kedalaman mulai dari 4 – 25 m. Kisaran salinitas yang diperoleh sebesar 26 – 30 ppt. Kisaran kecepatan arus di lokasi penelitian adalah 0,1 – 0,7 m/s. Variabel oksigen terlarut berkisar antara 6 – 9 ppm. Sementara nilai pH berkisar antara 7,4 – 7,6. Kisaran nitrat yang diperoleh adalah 0,21 – 5,52 mg/l dan fosfat sebesar 0,02 – 0,71 mg/l. Nilai suhu berkisar 28 – 30 ˚C.

Tabel 2 menunjukkan tingkat signifikansi korelasi suhu terhadap kelimpahan kima sebesar 0,866, artinya variabel ini tidak signifikan. Tingkat signifikansi korelasi salinitas berada di bawah 0,05 yakni sebesar 0,032, artinya variabel ini sangat signifikan. Untuk nilai pH, tingkat signifikansi sebesar 0,217 berarti >0,05. Nilai nitrat dan fosfat masing-masing tingkat signifikannya 0,434 dan 0,830 terhadap kelimpahan kima. Kedalaman dan kecerahan merupakan variabel yang sangat signifikan terhadap kelimpahan kima, karena tingkat signifikannya <0,05 yaitu sebesar 0,029 dan 0,039.

Sementara kecepatan arus, klorofil a dan oksigen terlarut merupakan variabel dengan tingkat signifikan berada >0,05 yakni 0,008, 0,703 dan 0,117. Parameter yang paling berpengaruh secara langsung terhadap kelimpahan kima adalah kedalaman, salinitas dan kecerahan dimana tingkat signifikansi korelasinya berada di bawah 0,05. Sementara parameter kualitas perairan lainnya tetap berpengaruh secara tidak langsung terhadap kelimpahan kima tetapi berpengaruh langsung terhadap kualitas perairan lainnya. Parameter-parameter tersebut adalah kecepatan arus, oksigen terlarut, pH, nitrat, klorofil, fosfat dan suhu.

(7)

Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan kualitas perairan yang mempengaruhi tingkat kelimpahan kima. Kecerahan merupakan salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kima karena hal ini berkaitan erat dengan kehidupan simbion kima yaitu zooxanthella yang membutuhkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Kemudian, diperjelas oleh Romimohtarto et al., (1987) dalam Niartiningsih (2012) yang mengatakan bahwa zooxanthella membutuhkan cahaya untuk berlangsungnya proses fotositesis sehingga kima membutuhkan perairan yang dangkal dan jernih. Variabel ini memberikan pengaruh secara langsung terhadap kelimpahan kima dari hasil analisis korelasi. Kecerahan perairan dimana kima hidup umumnya mencapai dasar perairan. Sinar matahari sangat penting untuk bisa terjadi fotosintesis simbionnya yang akan menghasilkan oksigen untuk digunakan kima (Rosewater et al., dalam Niartiningsih, 2013).

Kima membutuhkan kedalaman perairan yang masih tembus cahaya matahari. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan tingkat signifikansi koefisien korelasi berada dibawah 0,05, hal ini menunjukkan bahwa kedalaman memberikan pengaruh langsung terhadap tingkat kelimpahan kima. Kedalaman sangat penting untuk pertumbuhan kima. Distribusi kima secara vertikal berdasarkan kedalaman habitat terumbu karang mengikuti prinsip semakin redup intensitas cahaya matahari, maka keberadaan populasi kima semakin berkurang. Karena secara fisiologi kima membutuhkan cahaya yang optimum untuk fotosintesis zooxanthella yang hidup dalam jaringan mantelnya (Niartiningsih, 2013).

Salinitas mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran kima. Variabel ini di perairan selalu berada dalam kondisi yang alami. Keberadaan variabel ini dilaporkan perubahannya selalu kecil di daerah tropis (Kangkan, 2006). Menurut hasil analisis korelasi, salinitas memiliki tingkat pengaruh yang sangat tinggi terhadap kelimpahan kima. Dalam hal ini, salinitas akan berpengaruh pada pengaturan ion-ion internal, yang secara langsung memerlukan energi untuk transpor aktif ion-ion guna mempertahankan lingkungan internal.

Hal ini sangat berpengaruh pada proses fisiologis yang dapat berakibat pada mortalitas kima. Kecepatan arus sangat berhubungan dengan kedalaman. Semakin bertambahnya kedalaman maka kecepatan arus permukaan akan semakin berkurang. Variabel ini sangat penting bagi kima karena berkaitan dengan proses pertukaran dan pengangkutan unsur zat hara, transpor sedimen dan pengrusakan struktur komunitas perairan. Menurut hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa kecepatan arus tidak berpengaruh secara langsung terhadap kelimpahan kima.

Oksigen terlarut sangat dibutuhkan kima untuk proses respirasi. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat menghambat aktivitas kima. Kebutuhan oksigen pada kima

(8)

mempunyai dua kepentingan yaitu: kebutuhan untuk proses fotosintesis bagi zooxanthella dan kebutuhan untuk metabolisme kima itu sendiri. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa oksigen terlarut memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kelimpahan kima. Di laut, oksigen terlarut berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan Co2 dan H20.

Nilai pH dalam suatu perairan tidak terlepas dari berbagai aktivitas yang terjadi di perairan. Perubahan pH, berakibat pada toksisitas dari bahan-bahan yang bersifat racun dan perubahan komunitas biologi perairan. Tetapi keberadaan pH dalam suatu perairan juga berada dalam nilai-nilai yang alami yang bisa mentolerir kehidupan kima. Dalam perairan nilai pH relatif konstan karena adanya penyangga cukup kuat dari hasil keseimbangan karbon dioksida, asam karbonat, karbonat dan bikarbonat yang disebut buffer (Black, 1986; Shephered at al., 1998 dalam Kangkan 2006). Variabel pH tidak berpengaruh secara langsung terhadap kelimpahan kima berdasarkan analisis korelasi. pH dipakai untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan.

Nitrat dan fosfat merupakan nutrien atau unsur hara yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan kima. Hal ini berhubungan dengan fotosintesis zooxanthella. Kelebihan fosfat dapat menghambat pertumbuhan kima dan kelebihan nitrat dapat menurunkan kadar oksigen terlarut dan salinitas. Berdasarkan hasil analisis korelasi, nitrat dan fosfat merupakan variabel yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kelimpahan kima. Fosfat merupakan faktor pembatas bagi produktifitas suatu perairan. Kelebihan kandungan fosfat yang tinggi di peraran akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi.

Konsentrasi klorofil a di perairan mengikuti jenis dan besarnya jumlah fitoplankton. Variabel ini merupakan salah satu indikator dalam penentuan kesuburan perairan. Fitoplankton merupakan salah satu sumber makanan bagi kima. Hal ini dijelaskan oleh Ludvianto, 1993 dalam Niartiningsih, 2012 mengatakan bahwa makanan kima di alam adalah jasad renik berupa fitoplankton yang sifatnya melayang-layang dalam air. Konsentrasi klorofil ada di lokasi penelitian berkisar 0,2 µg/l. Berdasarkan hasil analisis korelasi klorofil menunjukkan bahwa terhadap berpengaruh secara tidak langsung terhadap tingkat kelimpahan kima, karena klorofil a ini lebih dimanfaatkan fitoplankton untuk proses fotosintesis. Selain fitoplankton sebagai sumber makanan kima, ada dua sumber makanan lagi yang bisa

(9)

diperoleh kima di alam yakni dari hasil simbiosis dengan zooxanthella dan bahan organik terlarut.

Suhu mempengaruhi daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas penyebaran suatu jenis dalam hal ini mempertahankan kelangsungan hidup, reproduksi, perkembangan dan kompetisi (Krebs, 1985). Suhu juga mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Kenaikan suhu akan menaikkan metabolisme dari kima. Selain itu, akan terjadi peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa suhu tidak memberikan pengaruh langsung terhadap kelimpahan kima.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian masing-masing lokasi menunjukkan terdapat hubungan (korelasi) langsung antara kecerahan, salinitas dan kedalaman perairan terhadap kelimpahan kima di peraiaran Spermonde. Parameter lainnya seperti kecepatan arus, oksigen terlarut, pH, nitrat, klorofil, fosfat dan suhu tetap memberikan pengaruh terhadap kelimpahan kima meskipun secara tidak langsung karena parameter ini digunakan untuk proses respirasi, metabolisme, pertukaran dan pengangkutan unsur zat hara, transpor sedimen, laju pertumbuhan kima, reproduksi, dan kesuburan perairan. Selain pengaruh kualitas paerairan terhadap kelimpahan kima, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan kelimpahan kima dengan substrat habitat yang mendukung kehidupan populasi kima.

DAFTAR PUSTAKA

Ambariyanto. (2007). Pengelolaan Kima di Indonesia: Menuju Budidaya Berbasis Konservasi. Seminar Nasional Moluska dalam Penelitian Konservasi dan Ekonomi Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UNDIP, Semarang, 17 Juli 2007.

Kangkan, A.L. (2006). Studi Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Pasir Laut, Vol.3, No.1, Juli 2007 : 76-93.

Krebs, C. J. (1985). Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Edition, Harper and Row Publisher, New York. Pp: 395-399

Neo, M. L., P. A. Todd, S. L.-M. Teo and L. M. Chou. (2009). Can artificial substrates enriched with crustose coralline algae enhance larval settlement and recruitmentin the fluted giant clam (Tridacna squamosa)?. Hydrobiologia. 625:83–90

Niartiningsih A., Nessa M.N. dan Yusuf S., (2007)a. Kondisi dan Permasalahan Populasi Kima di Kepulauan Spermonde. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Moluska, Semarang 17 Juli 2007.

Niartiningsih, A., S.Yusuf dan Ira, (2007)b. Kepadatan Zooxanthella yang berasosiasi dengan Kima (Tridacnidae) pada Berbagai Kedalaman di Kepulauan Spermonde. Disampaikan pada Musyawarah Nasional Terumbu Karang, di Jakarta, 10 – 11 September 2007.

(10)

Niartiningsih A., Yusuf S. dan I. Andriani. (2007)c. Keragaman dan Hubungan Kekerabatan Kima (Tridacnidae) di Kepulauan Spermonde: Suatu Upaya Konservasi dan Perbaikan Mutu Benih. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Genetika, Breeding dan Bioteknologi Perikanan. Inna Kuta Beach Bali, 12 November 2007.

Niartiningsih A., M. Litaay, E. Suryati dan I. Prasetiawan. (2008). Pemeliharaan Juvenil Kima Sisik (Tridacna Squamosa) dan Lola (Trochus Niloticus) secara Monokultur dan Polikultur pada Kedalaman Berbeda di Perairan Pulau Badi, Kabupaten Pangkep. Prosiding Simposium Musyawarah Nasional Terumbu Karang II.

Niartiningsih A. (2012). Kima, Biota Laut Langka: Budidaya dan Konservasinya. Makassar: Identitas Universitas Hasanuddin.

Niartiningsih A., Yusuf S. dan M. A. Amran. (2013). Pemetaan Populasi Biota Langka Kima (Tridacnidae) dan Upaya Konservasi melalui Perbaikan Mutu Benih untuk Restocking. Laporan Penelitian Strategis Nasional (Stranas), Dirjen Dikti.

Solimun. (2010). Analisis Multivariat Pemodelan Struktural Metode Partial Least Square-PLS. Malang: CV Citra.

Talmage, S.C., Christopher J.G. (2011). Effects of Elevated Temperature and Carbon Dioxide on the Growth and Survival of Larvae and Juveniles of Three Species of Northwest Atlantic Bivalves. Plos One (www.plosone.org October 2011). Volume 6. Issue 10. e26941.

(11)

Lampiran

(12)

Tabel 1. Data kelimpahan kima dan kualitas perairan

Parameter

Lokasi P. Podang-podang

Lompo P. Sarappo Lompo P. Sarappo Keke P. Kapoposang

Rf Rs Rb Rf Rs Rb Rf Rs Rb Rf Rs Rb Kelimpahan 47 9 0 76 19 0 47 9 0 62 21 0 Suhu 29 30 29 30 30 29 28 29 29 28 28 29 Salinitas 29 29 29 26 28 30 29 29 29 26 30 30 pH 7,4 7,4 7,4 7,6 7,5 7,5 7,4 7,4 7,4 7,4 7,4 7,4 NO3 0,36 1,56 0,21 0,25 5,52 0,31 6,13 0,77 0,09 2,72 0,35 1,18 PO4 0,04 0,46 0,61 0,50 0,12 0,02 0,38 0,25 0,10 0,19 0,38 0,71 Kedalaman 6 4 17 7 8,5 11 9 4 15 3,8 20 25 Kecerahan 6 4 16,5 7 7,75 9,5 8,75 4 12,5 3,8 18,5 18 Kecepatan Arus 0,05 0,09 0,22 0,14 0,07 0,67 0,12 0,20 0,17 0,11 0,59 0,27 Klorofl a 0,23 0,23 0,23 0,24 0,24 0,24 0,27 0,27 0,27 0,20 0,20 0,20 DO 5,7 5,6 8,6 7,8 7,2 5,8 8,4 5,4 2,4 7,9 6 5,8

Sumber data kelimpahan: Niartiningsih et al, 2013 Sumber data primer kualitas perairan, 2013

(13)

Gambar

Gambar  1. Peta Lokasi  Penelitian
Tabel 1. Data kelimpahan kima dan kualitas perairan

Referensi

Dokumen terkait

hipotesis keempat diketahui bahwa variabel jaminan ( assurance ) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan masyarakat pada Polres Hulu Sungai Tengah

Permutasi Disajikan sebuah masalah matakuliah ekonomi mikro yang bisa dipilih oleh setiap mahasiswa, siswa dapat menentukan banyaknya susunan nilai yang diperoleh

Oleh karena itu, pada tahun 1922 Suwardi yang kini memakai nama baru Ki Hajar Dewantoro mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta yang memadukan

Menurut Haris Mudjiman (2009: 20-21) kegiatan- kegiatan yang perlu diakomodasikan dalam pelatihan belajar mandiri adalah sebagai berikut: 1) adanya kompetensi-

Analisis Prakiraan Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia ……… (Apri Andani) 15 Berbasis pada kebijakan pembangunan sektor pertanian dan ketahanan pangan, maka pemecahan

Responden banyak yang menyatakan bahwa jaringan keluarga dan kerabat memainkan peran penting dalam mengisi kesenjangan karyawan dalam beban kerja, tetapi ketika

Bagaimanapun, sebelum mendapatkan hasil rekabentuk yang sesuai untuk semua latar belakang dari seluruh dunia, beberapa kajian perlu dilakukan di mana kajian ini

Sehubungan dengan per- masalahan tersebut, penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk perilaku mahasiswa yang memiliki niat mengadopsi