• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran strategis ini diperoleh karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar. Peran tersebut pada dewasa ini makin menonjol mengingat timbulnya perubahan epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografi, perkembangan IPTEK, perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat, pelayanan yang lebih bermutu, ramah, dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka yang menuntut perubahan pola pelayanan kesehatan di Indonesia (Aditama, 2007).

Rumah sakit sebagai lembaga pelayanan kesehatan harus menyadari peranan sumber daya manusianya. Bagaimanapun, keberhasilan suatu organisasi sangat bergantung pada kemampuan manajemen dalam menyerasikan unsur-unsur karyawan dengan sistem, struktur organisasi. Menurut Soeroso (2003) penyebab gagalnya organisasi dari sisi sumber daya manusia salah satunya adalah motivasi kerja karyawan.

Motivasi kerja merupakan dorongan yang dimulai dengan defisiensi fisiologis ataupun psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk mencapai tujuan atau insentif, sehingga seseorang termotivasi dalam bekerja. Menurut Herzberg dalam Siagian (2008), motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan seseorang dan inilah motivasi dasar yang mereka usahakan sendiri untuk menggabungkan dirinya berorientasi pada tujuan yang senantiasa dirangsang dan didorong untuk mencapainya.

Motivasi merupakan suatu sikap seseorang terhadap situasi kerja di lingkungan organisasinya. Seseorang yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya, jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah (Sitohang, 2007) ; Cooper & Makin (1995).

(2)

Toode et al., (2010) dalam penelitiannya tentang motivasi kerja perawat dengan menggunakan metode studi literatur mendapatkan hasil bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi motivasi perawat dalam bekerja, antara lain karakteristik tempat kerja, kondisi kerja, karakteristik pribadi, prioritas individu, dan keadaan psikologis internal. Demikian juga penelitian yang dilakukan Willis et al., (2008) tentang motivasi dan retensi tenaga kesehatan di negara berkembang mengatakan bahwa ada 7 (tujuh) motivasi utama perawat dalam bekerja, yaitu: imbalan keuangan, pengembangan karir, melanjutkan pendidikan, infrastruktur rumah sakit, ketersediaan sumber daya, manajemen rumah sakit, dan pengakuan/penghargaan.

Penelitian Prayogi (2008) menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan kinerja perawat yang mencapai 90,6%. Penelitian Zuhdi (2010) juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan perawat dan kualitas pelayanan kesehatan, dan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara motivasi kerja dengan kualitas pelayanan kesehatan. Sedangkan Yosephus (2010) mendapatkan hasil bahwa motivasi internal perawat adalah memiliki sikap kepribadian melayani dengan tulus, memiliki intelegensia yang baik, dan motivasi eksternal adalah sosial ekonomi, melanjutkan pendidikan dan pengaruh lingkungan, dan penelitian Riyadi (2007) menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kinerja perawat.

Kinerja merupakan proses dari organisasi dalam mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawannya. Oleh karena itu untuk menghasilkan kinerja yang baik, seseorang harus memiliki kemampuan, memiliki kemauan, usaha, dan setiap kegiatan yang dilaksanakan tidak mengalami hambatan yang berat dalam lingkungannya (Handoko, 1995).

Penilaian kinerja perawat merupakan proses pengawasan/pengendalian, dimana kinerja/produktivitas dan sumber daya manusia dievaluasi berdasarkan standar dan alat yang memperlihatkan bobot kerja. Penilaian kinerja perawat dievaluasi dengan acuan yang diarahkan pada tujuan pekerjaan. Lingkup penilaian kinerja meliputi disiplin kerja, sikap dan perilaku, dan kemampuan penerapan

(3)

standar asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 2003). Penilaian kinerja perawat dapat juga dilihat dari kemampuannya dalam menerapkan tindakan patient safety di rumah sakit.

Kohn at al., (2000) menyebutkan bahwa patient safety atau keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sedangkan KKP-RS (2008) menyebutkan bahwa patient safety adalah pasien bebas dari cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/sosoal, psikologis, cacat, kematian) terkait dengan pelayanan kesehatan.

Tujuan dari patient safety adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit di mata pasien dan masyarakat, menurunkan adverse event atau kejadian tidak diharapkan (KTD) serta terlaksananya program pencegahan KTD di rumah sakit (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008).

WHO Collaborating Centre For Patient Safety (2007) menetapkan 9 (sembilan) solusi live saving patient safety yang disusun oleh lebih dari 100 negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Sembilan solusi tersebut meliputi : 1) perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names), 2) pastikan identifikasi pasien, 3) komunikasi secara benar saat serah terima pengoperan pasien, 4) pastikan tindakan yang benar pada sisi yang benar, 5) kendalikan cairan elektrolit pekat (consentrated), 6) pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan, 7) hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube), 8) gunakan alat injeksi sekali pakai, 9) tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit..

Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah rumah sakit pemerintah yang terletak di Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini berdiri pada tahun 1921. Seiring dengan perjalanan waktu, RSU Kabanjahe terus mengalami peningkatan dengan penambahan jenis layanan dan penambahan jumlah tempat tidur. Sampai saat ini, RSU Kabanjahe telah

(4)

berkembang menjadi rumah sakit kelas C dan memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 131 buah.

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pusat pelayanan kesehatan di kabupaten Karo, RSU Kabanjahe di dukung sebanyak 215 orang karyawan yang terdiri dari berbagai macam bidang profesi. Tenaga medis terdiri dari dokter spesialis sebanyak 18 orang, dokter umum 13 orang, dan dokter gigi 5 orang. Untuk tenaga keperawatan/kebidanan yaitu ners 2 orang, DIII keperawatan 61 orang, DIII kebidanan 7 orang, DIII perawat gigi 1 orang, SPK 28 orang, pengatur rawat gigi 7 orang, dan bidan 8 orang, sedangkan tenaga penunjang yang lain sebanyak 65 orang. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa tenaga keperawatan merupakan tenaga yang paling banyak jumlahnya, yaitu 91 orang atau 42,33% (Profil RSU Kabanjahe, 2011).

Saat ini, pelayanan yang ada di RSU Kabanjahe terdiri dari 1 ruang pelayanan gawat darurat, 12 ruang pelayanan rawat jalan (poliklinik umum, poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik mata, polikinik bedah, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik neurologi, poliklinik paru, poliklinik anak, poliklinik VCT, dan poliklinik PKBRS/BKIA), 9 ruang pelayanan rawat inap (ruang VIP, ruang kelas, ruang I/ obsgyn, ruang paviliun, ruang IV/anak dan perinatal, ruang V/interna, ruang VI/bedah, ruang ICU, dan ruang isolasi flu burung), dan pelayanan penunjang (laboratorium, radiologi, farmasi, fisioterapi, penunjang diagnostik, gizi, rekam medis, UTDRS, sarana/prasarana, bedah sentral, ambulans, dan kamar jenazah) (Profil RSU, 2011).

Dengan jumlah karyawan yang ada saat ini, pihak manajemen merasa masih kurang untuk kelancaran pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu, mereka mengambil langkah strategis yaitu melakukan perekrutan tenaga honorer untuk membantu dalam manjalankan aktivitas pelayanan kepada pasien. Akhirnya setelah mendapat persetujuan dari pemda setempat, kemudian diangkatlah tenaga honorer sebanyak 49 orang dari berbagai bidang profesi. 20 orang diantaranya adalah perawat. (profil RSU, 2011).

(5)

Satu hal yang menarik adalah kebijakan yang dibuat Direktur RSU Kabanjahe tentang tenaga perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap, yaitu di ruang kelas I dan ruang VIP. Saat ini semua perawat yang bertugas di kedua ruangan tersebut adalah tenaga honorer, kecuali kepala ruangan.

Melalui studi pendahuluan pada bulan Maret 2012, peneliti melakukan wawancara tidak berstruktur dengan pihak manajemen, antara lain kepala bidang pelayanan medis dan kepala seksi keperawatan. Mereka mengatakan bahwa penempatan tenaga honorer di ruang VIP dan juga ruang Kls. I adalah untuk memberikan penyegaran kepada para perawat. Perawat honorer yang masih muda

–muda tersebut diharapkan dapat memberikan contoh yang baik kepada para senior mereka. Selama ini dilihat semangat kerja para perawat PNS, terutama yang senior banyak mengalami penurunan, kurangnya motivasi dalam bekerja, dan juga kurang patuh terhadap peraturan-peraturan yang diberlakukan. Banyak dari mereka mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara pegawai yang rajin dengan yang tidak, dan jasa yang mereka terima juga tidak ada perbedaan.

Pada saat ruangan VIP dan Kls 1 diisi oleh perawat PNS, BOR ruangan hanya mencapai 80% untuk ruang VIP dan 65% untuk Kls 1. Namun setelah diisi oleh perawat honorer, BOR ruangan tersebut meningkat secara signifikan, dimana untuk ruangan VIP mencapai 90% dan Kls 1 mencapai 78%. Selaian itu yang dilihat adalah tingkat kehadiran perawat dalam menjalankan dinas. Untuk perawat PNS rata-rata tingkat kehadiran mereka hanya mencapai 73%, sedangkan untuk perawat honorer, tingkat kehadiran mereka mencapai 98%. (profil RSU, 2011)

Salah satu indikator lain yang dilihat adalah BOR (bed occupancy rate) rumah sakit. Selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak menunjukkan peningkatan yang berarti, yaitu BOR hanya mencapai 34,5%, 38,31% , dan 31,7%. Untuk LOS (length of stay), rata-rata mencapai 4 hari, BTO (bed turn over) rata-rata 15 x, dan TOI (turn over interval) rata-rata 25 hari (Profil RSU, 2011). Angka-angka ini masih sangat jauh dari standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI yaitu BOR 65-85%, LOS 6-9 hari, BTO 40-50 x, dan TOI 1-3 hari (Departemen Kesehatan RI, 2008).

(6)

Hal ini merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk diketahui. Apa sebenarnya yang menyebabkan permasalahan tersebut. Bagaimana sebenarnya motivasi dan juga kinerja perawat baik berstatus PNS maupun honorer yang bekerja di RSU Kabanjahe.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah penelitian yaitu “Bagaimana pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja perawat dan perbedaan kekuatan pengaruhnya antara perawat PNS dan perawat honorer di RSU Kabanjahe?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja perawat di RSU Kabanjahe.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat PNS dan honorer di RSU Kabanjahe

b. Untuk mengetahui pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap kinerja perawat PNS dan honorer di RSU Kabanjahe

c. Untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara bersama-sama terhadap kinerja perawat PNS dan honorer di RSU Kabanjahe

d. Untuk mengetahui perbedaan kekuatan pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja antara perawat PNS dan perawat honorer di RSU Kabanjahe

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan khususnya bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karo tentang kondisi perawat saat ini dan juga kebutuhan perawat yang bertugas di rumah sakit.

(7)

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen RSU Kabanjahe dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam upaya mendorong motivasi kerja dan juga peningkatan kinerja perawat.

3. Sebagai bahan pembelajaran dalam melakukan penelitian dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang sudah didapat selama mengikuti pendidikan di Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada.

E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian penelitian No Judul penelitian (peneliti,tahun) Metode penelitian

Hasil penelitian Lokasi penelitian 1 Hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap RSD Panembahan Senopati Bantul (Prayogi., 2008) Deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional

Adanya hubungan yang signifikan antara motivasi perawat terhadap kinerja perawat (p=0,039). Faktor internal juga memiliki signifikansi terhadap kinerja (p=0,020), sedangkan faktor eksternal tidak memiliki signifikansi terhadap kinerja (p=0,235). RSD Panembahan Senopati Bantul 2 Hubungan

motivasi kerja dan karakteristik individu dengan kinerja perawat di RSD dr. H. Moh. Anwar Sumenep Madura (Riyadi., 2007) Deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional

Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kinerja perawat (p=0,114). Ada hubungan yang signifikan antara umur perawat dengan kinerja perawat (p=0,006)

RSD dr. H. Moh. Anwar Sumenep Madura

3 Motivasi kerja dan pengembangan karir perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Prof. DR. W.Z. Johannes Kupang (Yosephus., 2011) Kualitatif Deskriptif dengan pendekatan fenomenolo gis

Motivasi kerja internal perawat adalah memiliki sikap kepribadian melayani dengan tulus dan memiliki intelegensi yang baik. Sedangkan motivasi eksternal dari perawat adalah masalah sosial ekonomi, melanjutkan pendidikan serta pengaruh lingkungan.

RSUD Prof. DR. W.Z. Johannes Kupang

(8)

4 Pengaruh kemampuan dan motivasi kerja perawat terhadap kualitas pelayanan kesehatan pada RSUD Muara Bungo (Zuhdi., 2010) Deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional

Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara kemampuan perawat dengan kualitas pelayanan kesehatan (r=0,475; p=0,000), terdapat pengaruh positif yang signifikan antara motivasi kerja dengan kualitas pelayanan kesehatan (r=0,434; p=0,000), dan ada pengaruh positif dan signifikan antara kemampuan dan motivasi secara bersama-sama dengan kualitas pelayanan kesehatan (R=0,294); (p = 0,000)

RSUD Muara Bungo

Referensi

Dokumen terkait

PPB ditakrifkan sebagai pengalaman pembelajaran guru dan pemimpin sekolah melalui pelibatan secara formal dan tidak pelibatan secara formal dan tidak formal formal dalam

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana tingkat keefektivan jenis-jenis perangkap tersebut yang diaplikasikan di pertanaman, seberapa besar

Kemudian untuk indikator kedua dengan 84 item diperoleh skor 31 yang artinya dalam pelaksanaan penilaian autentik guru sudah melakukan beberapa item pernyataan diantaranya

Setelah mengambil mata kuliah ini diharapkan mahasiswa memperoleh pemahaman mengenai konsep-konsep dalam Ilmu Psikologi yang lebih luas, mulai dari Belajar,

sepuluh besar penyakit yang ada, dimana Penyakit Telinga dan Prosesus Mastoid merupakan penyakit yang banyak ditemukan di Rumah Sakit, Sedangkan pada tahun 2013

bercerai-berai adalah persoalan pembagian warisan yang tidak proporsional atau merata sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagaimana diketahui bahwa warisan merupakan

Dengan demikian, secara keseluruhan tingkat kenaikan produktivitas di lokasi SL-PTT baik inbrida maupun hibrida menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, bahkan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa kepaniteraan klinik (koass) mempunyai persepsi bahwa pelatihan keterampilan klinik (panum) yang