• Tidak ada hasil yang ditemukan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Departemen Pendidikan Politeknik Kesehatan Manado

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Departemen Pendidikan Politeknik Kesehatan Manado"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BATITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KAWANGKOAN KABUPATEN MINAHASA

Winny Rambitan*, R.B Purba**, Nova H. Kapantow*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Departemen Pendidikan Politeknik Kesehatan Manado

ABSTRAK

Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan dengan adanya proses perubahan patologis dan pertumbuhan fisik. Faktor lingkungan, perilaku dan genetic, kondisi sosial ekonomi, kejadian BBLR, dan pemberian ASI merupakan factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting. Data Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi pendek secara nasional adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2% anak pendek. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemberian ASI ekslusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak batita 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol (case control). Dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2014 di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa, dengan jumlah sampel 96 anak batita yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 48 anak batita pada kelompok kasus dan 48 anak batita pada kelompok kontrol. Hipotesis di uji dengan menggunakan uji chi-square dilanjutkan dengan uji fiser’s exact , dikatakan signifikan apabila nilai p value < 0,05. hasil uji bivariat menunjukan batita yang tidak mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 43,7% dan batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 7,3%. Nilai p = 0,167 (p > 0,05) dengan nilai OR 2,057 yang berarti batita yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki resiko 2x lebih besar dari pada batita yang mendapat ASI eksklusif. Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan.

Kata kunci : ASI eksklusif, Stunting, Anak Batita ABSTRACT

Stunting is a condition of linier retardation of growth, which connected to the pathological process and physical growth which are related to the environmental factor, behavior and genetics, social economic conditions, low birth weight, and exclusive breast feeding as the factors which are related to the condition of stunting. The result of the “Riskesdas 2013” data shows, prevalence of stunted in national are 37,2 % consisted of 18,0% severe stunted child and 19,2% stunted child. This research are conducted to analyse the status of exclusive breast feeding as the risk factor for stunting condition to occur on under three years old baby on the working area of puskesmas Kawangkoan in Minahasa Sub-province. This research uses analytic survey with case control research design. This research was held on May-July 2014 at the working area of Puskesmas Kawangkoan in Minahasa Sub-province with 96 samples of under three years old baby which divided into 2 groups of 48 three years old babies for the case group and 48 others for control group. Hypothesis was tested by using chi-square and continued with fiser’s exact test, it was told significance when the p value shows < 0,05. The bivariate test result shows under three years old babies doesn’t get breast feed with stunting nutrition status valued 47,3% and under three years old babies who gets breast feed with stunting nutrition status valued 7,3%. the value of p = 0,167 (p > 0,05) with OR value of 2,053. There is no realionship between the history of exclusive breast feeding activity with stunting on under three years old babies at the Puskesmas Kawangkoan working areas.

(2)

2 Pendahuluan

Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan dengan

adanya proses perubahan patologis.

Pertumbuhan fisik berhubungan dengan faktor lingkungan, perilaku dan genetik, Kondisi sosial ekonomi, pemberian ASI, dan kejadian

BBLR merupakan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting. Status gizi buruk berdampak terhadap menurunnya produksi zat anti bodi dalam tubuh. Penurunan zat anti bodi ini mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus dan mengganggu produksi beberapa enzim

pencernaan makanan dan selanjutnya

penyerapan zat-zat gizi yang penting menjadi terganggu, keadaan ini dapat memperburuk status gizi anak. Data Riskesdas 2013

menunjukan prevalensi pendek secara

nasional adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2% anak pendek (Tando, 2012).

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih jauh dari harapan. Berdasarkan hasil survey dari peneliti masih banyak ibu-ibu yang berada di Kecamatan Kawangkoan yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan hanya diganti dengan susu formula. Jika bayi mendapatkan makanan pendamping ASI terlalu dini (sebelum enam bulan) makan akan meningkatkan risiko penyakit diare dan infeksi lainnya. Selain itu juga akan menyebabkan jumlah ASI yang diterima bayi berkurang, padahal komposisi gizi ASI pada 6 bulan pertama sangat cocok untuk kebutuhan bayi, akibatnya pertumbuhan bayi akan

terganggu (Sulistyoningsih, 2011). Data Riskesdas 2013 menunjukan kecenderungan proses mulai menyusu pada pada anak 0-23 bulan pada tahun 2010 dan 2013, dinilai bahwa proses menyusu kurang dari satu jam yaitu sebsesar 29,3% pada tahun 2010 meningkat menjadi 34,5% pada tahun 2013.

Penelitian ini berujuan untuk

menganalisis ASI ekslusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak batita di

Kecamatan Kawangkoan Kabupaten

Minahasa.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

observasional dengan rancangan studi kasus

kontrol yang menggunakan pendekatan

retrospektif. Penelitian dilaksanakan di

wilayah kerja puskesmas Kawangkoan

kabupaten Minahasai pada bulan Mei – Juli 2014.

Populasi target penelitian adalah balita usia 12-36 bulan di kecamatan kawangkoan . Besar sampel minimal yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus besar sampel dengan tingkat kemaknaan d=0,01 sehingga diperoleh sampel minimal sebanyak 48 orang dengan perbandingan sampel antara kasus dan kontrol adalah 1:1. Pemilihan

sampel penelitian dilakukan dengan

menggunakan teknik stratified propotional sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu anak usia 12-36 bulan, tinggal di wilayah kerja puskesmas Kawangkoan, hadir pada saat penelitian. Untuk indeks TB/U <-2 SD (kelompok kasus) dan z-score untuk indeks

(3)

3 TB/U -2 SD s/d +2SD (kelompok kontrol). Pemilihan kontrol dilakukan dengan matching terhadap kelompok umur dan jenis kelamin. Kontrol dipilih berdasarkan asal desa yang sama atau berdekatan dengan kelompok

kasus. Selanjutnya, pemilihan kontrol

disamakan dengan umur (±3 bulan) dan jenis

kelamin masing-masing individu pada

kelompok kasus.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif yang dikategorikan ASI eksklusif dan non-ASI eksklusif. Variebel bebas tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu sampel menggunakan formulir penelitian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi stunting pada anak usia 12-36 bulan. Status gizi stunting diperoleh melalui pengukuran tinggi badan

menggunakan microtoise dengan kapasitas

200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm, selanjutnya dilakukan perhitungan z-score

tinggi badan menurut umur (TB/U)

menggunakan tabel antropometri SK

kemenkes 2010. Data yang dikumpulkan pertama kali adalah data tinggi badan balita usia 12-36 bulan. Selanjutnya setelah dipilih sampel untuk kelompok kasus dan kontrol berdasarkan z-score tinggi badan menurut umur (TB/U), dilakukan pengumpulan data identitas subjek, panjang untuk masing-masing sampel.

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel dan besar risiko (OR) antara pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan. Analisis bivariat menggunakan uji Pearson Chi-Square dilanjutkan dengan menggunakan uji Fisher Exact karena syarat uji chi-square tidak terpenuhi.

Hasil Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 96 anak balita yang terdiri dari 48 anak stunting dan 48 anak normal. Adapun diskripsi pekerjaan ayah dan ibu ditampilkan pada table 1 dan tabel 2.

Tabel.1

Distribusi Umum Kasus Kontrol

n % n % Pekerjaan Ayah Tidak bekerja/ IRT 2 4,2 3 6,3 Sekolah 0 0 0 0 Jasa(Ojek /Supir)/ Bangunan 10 20,8 12 25,0 PNS/TNI / POLRI 5 10,4 4 8,3 Pegawai Swasta 3 6,3 7 14,6 Dagang/ Wiraswas ta 23 47,9 21 43,8 Lainnya 5 10,4 1 2,1

(4)

4 Tabel. 2

Distribusi Umum Kasus Kontrol

n % n % Pekerjaan Ibu Tidak bekerja/ IRT 37 77,1 35 2,9 Sekolah 0 0 1 2,1 Jasa(Ojek /Supir) / Banguna n 0 0 0 0 PNS/TNI /POLRI 1 2,1 2 4,2 Pegawai Swasta 5 10,4 3 6,3 Dagang/ Wiraswas ta 5 10,4 6 12,5 Lainnya 0 0 1 2,1

Tabel 3. menunjukkan bahwa sebanyak 30 batita pada kelompok kasus berjenis kelamin

laki-laki atau 62,5% sedangkan pada

kelompok kontrol sebanyak 28 batita atau 58,3%, yang berjenis kelamin perempuan pada kelompok kasus sebanyak 18 batita atau 37,5% dan pada kelompok kontrol sebanyak 20 batita atau 41,7%. Batita yang berumur 12 – 24 bulan pada kelompok kasus sebanyak 19 batita atau 39,6% dan pada kelompok kontrol sebanyak 24 batita atau 50%, batita yang berumur berumur 25 – 36 bulan pada kelompok kasus sebanyak 29 batita atau 60,4% dan pada kelompok kontrol sebanyak 24 batita atau 50%

Tabel.3

Distribusi umum Kasus Kontrol

n % n % Jenis kelamin Laki – laki 30 62,5 28 58,3 Perempuan 18 37,5 20 41,7 Umur 12 – 24 bulan 19 39,6 24 50,0 25 – 36 bulan 29 60,4 24 50,0

Tabel 4 menunjukkan bahwa batita yang tidak mendapat ASI ekslusif yaitu 41 anak atau 85,4% pada kelompok kasus sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 36 batita atau 75,0 %, dan batita yang mendapa ASI eksklusif pada kelompok kasus sebanyak 7 batita atau 14,6 % dan pada kelompok kontrol sebanyak 12 batita atau 25,0 %.

Tabel 4. Status Pemberian ASI eksklusif Kasus Kontrol n % n % Tidak mendapat ASI eksklusif 41 85,4 36 75,0 Mendapat ASI eksklusif 7 14,6 12 25,0

Tabel 5 menunjukkan bahwa batita yang tidak mendapat ASI eksklusif sebesar 80,2% dan batita yang mendapat ASI eksklusif sebesar 19,8%. Batita yang tidak mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 53,2% dan batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 36,8%. Hasil

(5)

5 uji chi square menunjukan Nilai p = 0,167 (p > 0,05), dan hasil uji fiser’s exact menunjukan nilai p = 0,205. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat

pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada

batita di wilayah kerja Puskesmas

Kawangkoan, dengan nilai OR 2,057.

Tabel 5.

Pemberian ASI eksklusif

Kasus Kontrol Total p

Value

Nilai OR

n % n % n %

Chi square Fiser’s exact

Tidak mendapat ASI eksklusif 41 43,7 36 36,5 77 80,2

0,167 0,205 2,057

Mendapat ASI eksklusif 7 7,3 12 12,5 19 19,8

Pembahasan

Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur yang kurang dari minus dua standar deviasi ( < - 2 SD) dan sangat pendek di definisikan kurang dari minus tiga standar deviasi ( < - 3SD). Menurut WHO, batas “non public health problem” untuk masalah kependekan sebesar 20 persen (Kemenkes, 2010) dan masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30 – 39 persen dan serius bila prevalensi pendek ≥40 persen (Kemenkes, 2013).

Prevalensi stunting di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan terdapat 48 anak batita usia 12-36 bulan (1-3 tahun) dengan status gizi stunting dan yang berstatus gizi normal 48 orang. Serupa dengan hasil penelitian Rahayu dan Sofianingsih (2011)

dimanamenunjukkan bahwa pada usia 6-12

bulan memiliki status stunting dan usia 3-4 tahun tetap mengalami stunting (3,2%) atau yang awalnya mengalami severe stunting tetap menderita severe stunting (1,2%).

Dalam kategori pemberian ASI

eksklusif, yang menjadi responden untuk diwawancarai adalah orang tua dari batita yang menjadi sampel penelitian. Hasil analisis univariat menunjukan pada kelompok kasus batita yang tidak mendapat ASI eksklusif sebanyak 41 batita (85,4%), dan pada

kelompok kontrol 36 batita (75,0%),

sedangkan pada kelompok kasus batita yang mendapat ASI eksklusif berjumlah 7 batita (14,6 %), dan pada kelompok control berjumlah 12 batita (25%).

Organisasi Kesehatan Dunia dan

UNICEF merekomendasikan tentang

menyusui adalah sebagai berikut: inisiasi menyusui dalam satu jam pertama setelah

(6)

3 melahirkan; ASI eksklusif selama enam bulan pertama; dan dilanjutkan dengan menyusui selama dua tahun atau lebih, dengan tepat, bergizi cukup, umur yang sesuai, makanan pendamping ASI responsif dimulai pada bulan keenam. Menurut penelitian Kusuma (2013) di Kecamatan Semarang Timur menunjukkan bahwa pendidikan ibu tidak terbukti menjadi faktor risiko stunting Hal tersebut dikarenakan belum tentu responden dengan pendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif yang dapat berpengaruh

terhadap perilaku responden untuk

memberikan ASI eksklusif.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus stunting sebesar 7,3% atau hanya 7 batita dan yang tidak mendapat ASI eksklusif

berstatus stunting sebesar 43,7% atau

sebanyak 42 batita, dengan nilai p > 0,05 yaitu p value 0,167 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan stunting pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan, dengan nilai OR 2,053 dapat dilihat bahwa bayi yang tidak

mendapat ASI eksklusif mempunyai

kemungkinan risiko 2 kali untuk terjadi stunting. Serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Leny Sri Rahayu, dkk (2011) menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada usia 6-12 bulan dengan P value 0,269 (p > 0.05). Walaupun demikian dilihat dari nilai RR, bayi yang tidak diberi ASI eksklusif memiliki risiko 1,3 kali lebih besar untuk mengalami stunting pada usia 6-12 bulan

dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif

Berbeda dengan penelitian Arifin (2012), Irdasari (2012), dan Sukandar (2012), yang dilakukan di Kabupaten Puwakarta, dimana Hasil analisis hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian stunting diperoleh bahwa ada sebanyak 38 (76%) balita dengan ASI tidak eksklusif menderita stunting, sedangkan yang tidak menderita stunting sebanyak 76 (46%). Hasil uji statistik di peroleh p value = 0,0001, maka dapat

disimpulkan terdapat hubungan antara

pemberian ASI dengan kejadian stunting. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,7 artinya bahwa balita dengan ASI tidak eksklusif mempunyai risiko 3,7 kali lebih besar terkena stunting dibanding balita dengan ASI eksklusif.

Kesimpulan

Nilai p= 0,167 (p >0,05) menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada

batita di wilayah kerja Puskesmas

Kawangkoan. Nilai OR = 2,053 menunjukan batita yang tidak mendapat ASI eksklusif mempunyai kemungkinan 2 kali berisiko untuk terjadi stunting di bandingkan dengan batita yang mendapat ASI eksklusif.

Saran

1. Diharapkan petugas kesehatan di

Puskesmas untuk dapat membuat

program pelayanan kesehatan dan

(7)

4 penyuluhan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif kepada bayi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi batita, dalam rangka memperbaiki status gizi batita khususnya stunting.

2. Diharapkan kepada masyarakat lebih

khususu kepada ibu-ibu untuk lebih memperhatikan lagi asupan makanan kepada batita khususnya pemberian ASI eksklusif pada bayi agar dapat mengurangi kejadian stunting pada batita.

3. Diharapkan adanya penelitian lain

dengan menggunakan variabel yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti hubungan genetik keluarga, tinggi badan

orangtua, pemberian MP-ASI dini,

riwayat penyakit infeksi, dan lain-lain yang dapat menjadi faktor penyebab stunting.

Daftar Pustaka

Anindita, P. 2012. Hubungan Tingkat

Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, kecukupan protein dan Zink Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita usia 6-35 Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang (Online). Vol.1, No. 2, Kesehatan Masyarakat. http://ejournals1.undit.ac.id/index.php /jkm. Diakses pada 25 april 2014. Anugraheni, H. S & Kartasurya, M. I. 2012.

Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12 – 36 bulan di kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Universitas

Diponegoro Semarang : Jurnal of

Nutrition College (Online). Vol 1, No

1. www.ejournal-s1.undip.ac.id.

Diakes pada 18 september 2014. Anshori, H. 2013. Faktor Risiko Kejadian

Stunting Pada Anak Usia 12-24 Bulan (Studi Di Kecamatan Semarang Timur) (Online).

www.eprints.undip.ac.id. Diakses

pada 25 april 2014.

Arifin, D.Z., Irdasari. S.Y.,Sukandar, H. 2012. Analisi Sebaran dan Faktor Risiko Stunting pada Batita di Kabupaten Puwakarta. Epidemiologi Komunitas FKUP.

Astari, L. D. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga, Pola Pengasuhan Dan Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Bulan. Media Gizi dan Keluarga. Jakarta (Online). , Vol. 29, No. 2.

www.gizi_fema@ipb.ac.id. Diakses

pada tanggal 18 september 2014. Astarai, L. D., Nasoetion, A., Dwiriani, C.M.

2006. Hubungan konsumsi ASI dan MP-ASI serta kejadian stunting Anak usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. Media Gizi dan Keluarga. Jakarta

(Online). Vol. 30, N0.1,

www.gizi_fema@ipb.ac.id. Diakses

pada tanggal 18 september 2014. Kementerian Kesehatan R.I. 2013. Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kusuma, K. E., 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun (Studi Di Kecamatan Semarang Timur). Journal of Nutrition College (Online). Vol.2 No.4. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc. Diakses pada 20 september 2014.

Purnamasari, D. 2008. Analisis pemberian ASI tidak Eksklusif dan Susu Formula sebagai penyebab growth faltering (goncangan pertumbuhan) pada bayi. Jurnal Kesmas Indonesia (Online).

Vol 01 No 02.

www.jurnalkesmas.org. Diakses pada 20 september 2014.

Rahayu, L. S., dan Sofyaningsih, M. 2011. Pengaruh BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan Status Stunting pada Balita di Kota dan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten (Online), http://journal.unsil.ac.id/jurnal/prosidi ng/9/9leni_19.pdf. Diakses pada 25 april 2014.

Tando, N. M. 2012. Durasi Frekuensi Sakit Balita Dengan Terjadinya Stunting Pada Anak SD di Kecamatan

(8)

5 Malalayang Kota Manado. Vol.4 No.1. GIZIDO. Manado

United Nations Children’s Fund. 2012. Indonesia Commended for Strong Backing to Scale Up Nutrition, Reduce Child Malnutrition, (Online) http://www.unicef.org/indonesia/medi a_19963.html.

United Nations Children’s Fund. 2013. Breastfeeding : Impact on child survival and global situation (Online) http://www.unicef.org/nutrition/index _24824.html.

Wiyogowati, C. 2012. Kejadian stunting pada anak berumur dibawah lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat Analisis Data Riskesdas 2010 (Online). www.lontar.ui.ac.id. Diakses pada 20 september 2014.

Gambar

Tabel 4 menunjukkan bahwa batita yang tidak  mendapat  ASI  ekslusif  yaitu  41  anak  atau  85,4%  pada  kelompok  kasus  sedangkan  pada  kelompok  kontrol  sebanyak  36  batita  atau  75,0  %,  dan  batita  yang  mendapa  ASI  eksklusif  pada  kelompok

Referensi

Dokumen terkait

pelayanan maksimal, dengan berpedoman pada Tri Brata dan Catur Prasetya dan Komisi Kode Etik Profesi Polri sebagaimana tugas pokok kepolisian yaitu mengayomi

=aluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah ' =aluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah ' &amp;. yeri dapat berkurang

Menyajikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan distribusi data, nilai rata-rata, median, modus dan sebaran data untuk mengambil kesimpulan membuat keputusan dan membuat

Pengujian kedua menggunakan turbin aliran silang dengan busur sudu 74 o dan jumlah sudu 24 yang dibuat dari pipa dibelah, runner yang digunakan ini adalah runner yang dibuat

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan fraksinasi ekstrak etil asetat daun pandan wangi ( Pandanus amaryllifolius Roxb.) serta pengujian

1 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa aktif dan alumni di jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Antasari Banjarmasin angkatan

Pelaksana riset dapat menggunakan data yang saat ini digunakan dalam perhitungan CMP/EWS, atau data lainnya sesuai dengan variabel yang akan digunakan pada riset ini, selama

a. BRI Syariah menyalurkan pinjaman dana talangan pelaksanaan ibadah haji kepada nasabah sebesar paket dana talangan ibadah haji. Dana talangan ini dipinjamkan dengan pengembalian