• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1501550707BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1501550707BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS

INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

3.1 Kebijakan Umum Ditjen Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat

perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan

permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami

arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan

pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat Jenderal Cipta

Karya diarahkan dengan memperhatikan tugas, fungsi dan tanggung jawab

Direktorat Jenderal Cipta Karya yang meliputi kegiatan utama berupa Pengaturan,

Pembinaan, dan Pengawasan (Turbinwas), dan kegiatan pembangunan (Bang).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tugas Ditjen Cipta Karya adalah

menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan

kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem

penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase

lingkungan serta persampahan.

Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

menyelenggarakan tugas tersebut, Ditjen Cipta Karya melaksanakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan

penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan

sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman,

pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum,

pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

(2)

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan

kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem

penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase

lingkungan serta persampahan;

d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan kawasan

permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air

minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

persampahan;

e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan kawasan

permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air

minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

persampahan;

f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan

g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, Ditjen

Cipta Karya menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu membangun sistem,

memfasilitasi Pemerintah Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta

memberdayakan masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan dukungan pembangunan

infrastruktur dengan memprioritaskan sistem infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah

fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan, keuangan,

termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan pembantuan. Untuk

pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan yang diberikan adalah pembangunan

infrastruktur keciptakaryaan melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua tugas pembangunan

dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik pemerintah Provinsi maupun

Kabupaten/Kota. Olehkarena itu, peran pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta

Karya lebih terfokus kepada tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan

(Turbinwas). Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan

(3)

perangkat peraturan. Sedangkan tugas pembinaan dilakukan dalam bentuk

dukungan perencanaan, pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta

konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat dilakukan dalam

bentuk monitoring dan evaluasi kinerja. Keseluruhan tugas pengaturan, pembinaan

dan pengawasan ini didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),

disertai dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta Karya juga

melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Berdasarkan

Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta Karya diamanatkan melakukan

pembangunan infrastruktur skala nasional (lintas provinsi), serta infrastruktur untuk

kepentingan nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan

pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi Pemerintah

Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam melakukan pembangunan

infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga bertanggung jawab atas operasional dan

pemeliharaan infrastruktur yang terbangun.

Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan dengan pendekatan

pola pemberdayaan khususnya kegiatan yang mendorong peran serta masyarakat

dalam pembangunan lingkungannya. Untuk tugas pembangunan juga ada melalui

Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk memenuhi target pencapaian SPM berupa bantuan

khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai

dengan kewenangannya dengan kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat

pola hibah, yaitu bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang mendesak.

Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, proses perencanaan perlu

diselenggarakan dengan mengacu kepada amanat perundangan (Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden), baik spasial maupun sektoral. Selain

itu, perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya juga

memperhatikan kondisi eksisting, isu strategis, serta potensi daerah.

(4)

Membangun Sistem

Pembangunan Infrastruktur Permukiman

Skala Regional (TPA Regional atau SPAM

Regional)

Pembangunan Infrastruktur Permukiman

pada kawasan strategis (kawasan

perbatasan, KSN, PKN, WPS) atau

kawasan khusus (kawasan kumuh

perkotaan, kawasan nelayan, kawasan

rawan air/perbatasan/pulau terluar)

Mendorong penyusunan Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan sebagai alat

sinergisasi seluruh sektor dalam menata

kawasan

Fasilitasi Pemda

Pendampingan penyusunan NSPK daerah

antara lain Perda Bangunan Gedung, SK

Kumuh, dsb.

Penyusunan Rencana Penanganan

Kawasan/Induk Sektoral seperti Strategi

Sanitasi Kota (SSK), Rencana Induk

Sistem Pengembangan Air Minum

(RISPAM), dan Rencana Penataan

Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Pembangunan Indrastruktur Permukiman

Skala kawsan seperti fasilitasi PDAM,

fasilitasi kota hijau dan kota pusaka,

penanganan kumuh perkotaan, serta

(5)

Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan Infrastruktur Permukiman

Berbasis Masyarakt melalui kegiatan

Pamsimas, Sanimas, dan P2KP.

Bantuan Penyusunan Rencana Kerja

Masyarakat

Keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya diarahkan untuk mendukung

pengembangan wilayah pada Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). WPS

merupakan wilayah-wilayah yang dipandang memerlukan prioritas pembangunan

yang didukung keterpaduan penyelenggaraan infrastruktur dan meningkatkan peran

serta seluruh stakeholder. Dalam Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 telah

ditetapkan 35 WPS yang merepresentasikan keseimbangan pembangunan antar

wilayah dan mereflksikan amanat NAWACITA yaitu pembangunan wilayah dimulai

dari pinggiran dan perwujudan konektivitas dan keberpihakan terhadap maritim.

Selanjutnya pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat akanditerpadukan pertama, dengan pengembangan 16 Kawasan Srategis

Pariwisata Nasional Prioritas (KSPNP) yang terdiri dari Pulau Sumatera (KSPNP Danau

Toba dsk); Pulau Jawa (KSPNP: Kep Seribu dsk, Kota Tua-Sunda Kelapa dsk,

Borobudur dsk, dan BromoTengger- Semeru dsk); Pulau Bali- Nusa Tenggara

(KSPNP: Kintamani-Danau Batur dsk, Menjangan- Pemuteran dsk, Kuta-Sanur-Nusa

Dua dsk, Rinjani dsk, Pulau Komodo dsk, dan Ende- Kelimutu dsk); Pulau Kalimantan

(KSPNP Tanjung Puting dsk); Pulau Sulawesi (KSPNP: Toraja dsk, Bunaken dsk, dan

Wakatobi dsk); dan Kepulauan Maluku (KSPNP Raja Ampat dsk).

Kedua, diterpadukan dengan program pengembangan 22 Kawasan Industri

Prioritas (KIP), yaitu Pulau Sumatera (KIP: Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan

Tanggamus); Pulau Jawa (KIP: Tangerang, Cikarang, Cibinong, Karawang, Bandung,

Cirebon, Tuban, Surabaya, dan Pasuruan); Kalimantan (KIP: Batulicin, Ketapang, dan

Landak); Pulau Sulawesi (KIP: Palu, Morowali, Bantaeng, Bitung, dan Konawe);

Kepulauan Maluku (KIP Buli /Halmahera Timur); dan Pulau Papua (KIP Teluk

(6)

Ketiga, diterpadukan dengan program Pengembangan Perkotaan KSN, PKW

dan PKSN/Kota Perbatasan yang terdiri dari Pulau Sumatera (9 PKN, 58 PKW, 4

PKSN); Pulau Jawa-Bali (12 PKN, 35 PKW); Kepulauan Nusa Tenggara (2 PKN, 10

PKW, 3 PKSN); Pulau Kalimantan (5 PKN, 25 PKW, 10 PKSN); Pulau Sulawesi (5 PKN,

27 PKW, 2 PKSN); Kepulauan Maluku (2 PKN, 11 PKW, 4 PKSN); dan Pulau Papua (3

PKN, 11 PKW, 3 PKSN).

Keempat, diterpadukan dengan program pengembangan Tol Laut sebanyak 24

buah (pelabuhan hub dan pelabuhan feeder) yang meliputi Pulau Sumatera

(Malahayati, Belawan, Kuala Tanjung, Teluk Bayur, Panjang, Batu Ampar, Jambi:

Talang Duku, dan Palembang: Boom Bar); Pulau Jawa (Tanjung Priok, Tanjung

Perak, dan Tanjung Emas); Pulau Kalimantan (Sampit, Banjarmasin, Samarinda,

Balikpapan: Kariangau, dan Pontianak); Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Kupang);

Pulau Sulawesi (Makasar, Pantoloan, Kendar dan Bitung); Kepulauan Maluku

(Ternate: A. Yani dan Ambon); dan Pulau Papua (Sorong dan Jayapura).

Isu urbanisasi merupakan salah satu isu strategis dalam pembangunan

infrastruktur permukiman. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya jumlah

penduduk yang tinggal di perkotaan, maka dibutuhkan infrastruktur perkotaan yang

handal untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi penduduk perkotaan. Oleh karena

itu, Ditjen Cipta Karya diberi mandat untuk turut berkontribusi dalam pencapaian

sasaran pembangunan perkotaan nasional sesuai RPJMN 2015-2019 (tabel 3.3).

Untuk itu, Ditjen Cipta Karya perlu melakukan pengembangan wilayah pada skala

perkotaan (city-wide) maupun penataan kawasan di beberapa kota yang menjadi

fokus perhatian pembangunan perkotaan nasional yaitu 7 kawasan metroplitan

eksisting, 5 kawasan metropolitan baru, 20 kota sedang, 10 kota baru, dan 39

kawasan pusat pertumbuhan baru. Diharapkan melalui pembangunan perkotaan

yang dilakukan Ditjen Cipta Karya dapat tercipta kota yang aman, nyaman, dan layak

huni dan terpenuhinya standar pelayanan perkotaan (SPP); kota hijau yang

berketahanan iklim dan bencana; dan kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis

teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep perencanaan

(7)

mewujudkan keterpaduan pembangunan di kabupaten/kota. RPIJM Bidang Cipta

Karya disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi

yang mengintegrasikan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, baik

kebijakan spasial maupun sektoral. RPIJM, selain mengacu pada rencana spasial dan

arah pembangunan nasional/daerah, juga mengintegrasikan rencana sektoral Bidang

Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM),

Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL),

dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang

berkelanjutan. Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan

keterpaduan pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan

mempertimbangkan aspek lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan

keuangaDalam mewujudkan sasaran 100-0-100 diperlukan peningkatan pendanaan

yang signifikan dalam bidang Cipta Karya. Diperkirakan kebutuhan dana mencapai

mencapai Rp. 830 Triliun untuk mencapai sasaran tersebut dalam jangka waktu 5

tahun. Pemerintah Pusat yang selama ini mendominasi pendanaan pembangunan

bidang Cipta Karya pada periode 2010-2014 (66,96% dari total seluruh pendanaan

pembangunan), mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Berdasarkan prakiraan maju, baseline pendanaan pemerintah hanya cukup

memenuhi 15% kebutuhan pendanaan tersebut. Berdasarkan skenario optimis maka

pemerintah pusat dapat berkontribusi terhadap 30- 35% dari porsi pendanaan

tersebut.

Untuk mengatasi gap pendanaan, maka sumber-sumber pendanaan alternatif

dari para pemangku kepentingan lainnya perlu ditingkatkan. Pemerintah Daerah

sebagai ujung tombak penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya perlu

meningkatkan komitmen sehingga kontribusi pendanaannya meningkat dari 14,7%

menjadi 25% pada periode 2015-2019. Sektor swasta dan perbankan yang selama

ini hanya berperan dalam 2,25% dari total pembangunan bidang Cipta Karya, perlu

didorong melalui skema KPS maupun CSR sehingga peranannya meningkat signifikan

menjadi 15%. Masyarakat juga dapat berkontribusi melalui kegiatan pemberdayaan

masyarakat ataupun kegiatan swadaya masyarakat sehingga diharapkan dapat

berkontribusi 15% terhadap porsi pendanaan. Dukungan pinjaman dan hibah luar

negeri juga akan dimanfaatkan, meskipun porsi kontribusinya dikurangi dari 16,09%

(8)

Kebijakan kemitraan dan peningkatan partisipasi para stakeholder merupakan

strategi utama dalam mewujudkan sasaran 100-0-100. n daerah.

Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan Nasional 100-0-100

perlu juga sinergi kemitraan dengan Kementerian/Lembaga lainnya, antara lain:

• Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait perbaikan rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa di kawasan permukiman kumuh;

• Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan air baku dan penanganan kawasan rawan genangan;

• Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional bidang perumahan dan

permukiman serta bidang perkotaan dan perdesaan;

• Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);

• Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas Pemerintah Daerah;

• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait pengelolaan persampahan;

• Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan kawasan permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;

• Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan pembangunan berdasarkan RTRW dan RDTR;

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kadar kortisol pada kedua kelompok yang diberi obat analgetik ketorolak ataupun kelompok yang diberi

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN - NET PAJAK PENGHASILAN

melakukan sejumlah operasi pemotongan atau pembentukan dalam beberapa stasiun kerja pada setiap langkah penekanan menghasilkan beberapa jenis pengerjaan dan setiap

[r]

DFD Level 0 menggambarkan sistem yang akan dibuat sebagai suatu entitas.. tunggal yang berinteraksi dengan orang maupun sistem

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aplikasi Metode

Limbah cair industri kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair industri minyak kelapa

Laporan Akhir ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui penilaian sikap konsumen dalam minat memilih jasa logistik pada PT POS Indonesia cabang Merdeka